Era pendidikan 4.0, peran dosen dalam perguruan tinggi sangat penting dan strategis. Di era ini, seorang dosen harus mampu mengembangkan metode pembelajaran yang menyesuaikan kebutuhan peserta didik kekinian serta beradaptasi dengan kemajuan teknologi.
Guna menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing tinggi dan siap berkompetisi dibutuhkan dosen yang memiliki kompetensi inti keilmuan (core competence) yang kuat, mempunyai soft skill, critical thinking, kreatif, komunikatif dan mampu berkolaborasi dengan baik dengan mahasiswa.
Pola pembelajaran tidak bisa lagi memakai pola yang lama, dosen harus mampu mengikuti menyesuaikan kebutuhan pendidikan peserta didik kekinian serta beradaptasi dengan kemajuan teknologi sehingga mampu menghasilkan lulusan berdaya saing tinggi. Dosen juga berperan menebar passion dan menginspirasi mahasiswa, dosen juga menjadi teman bagi mahasiswa, dosen juga harus teladan dan berkarakter.
Salah satu kunci untuk menghadapi tantangan pendidikan kekinian dan masa mendatang adalah kreasi inovasi. Pengembangan kemampuan berpikir kristis dan kreatif serta memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan peserta didik adalah penting. Kesadaran ini perlu dijadikan pijakan dalam mengedepankan pembelajaran konstekstual. Untuk itu para dosen perlu berbuat, merancang secara serius pembelajaran yang didasarkan pada premis proses belajar.
Tuntutan yang lebih inovatif dalam proses pembelajaran dan harapan agar pengembangan berpikir tajam dalam kaitannya dengan dengan kualitas lulusan perguruan tinggi. Jika dosen masih menggunakan metode mengajar konvensional, kurikulum sebagus apa pun tidak bisa membentuk lulusan yang berkualitas.
Sering kita mendengar ungkapan dari seorang dosen mengenai banyaknya mahasiswa yang `tidak berpikir’. Mereka pergi ke kampus tetapi cara belajar mereka terbatas mendengarkan keterangan dosen, kemudian tidak mencoba memahami materi yang diajarkan oleh dosen. Saat ujian, para mahasiswa mengungkapkan kembali materi yang telah mereka hafalkan itu. Cara belajar seperti ini, bukanlah suatu keberhasilan, dan merupakan cara belajar yang tidak kita inginkan. Mengenai nilai dan ujian, harus diakui bahwa mahasiswa tersebut bisa menjawab pertanyaan.
Sebagian dari mereka mungkin mendapat nilai yang tinggi dan dianggap mahasiswa yang sukses. Meskipun belum ada hasil penelitian yang kongkret, bahwa seandainya para mahasiswa tersebut ditanya-setelah UTS, UAS selesai-apakah mereka masih ingat materi yang telah mereka pelajari, maka tidak heran kalau mereka sudah lupa apa yang telah mereka pelajari.
Proses pembelajaran sebagaimana digambarkan di atas banyak kita temukan di kampus.
Proses pembelajaran dilaknasakan untuk mencapai tujuan pembelajaran pada tingkat rendah yakni mengetahui, memahami, dan menggunakan belum mampu menumbuhkan kebiasaan berpikir kreatif yakni suatu yang paling esensi dari dimensi belajar. Sebagian besar dosen belum merancang pembelajaran yang mengembangkan kemampuan berpikir.
Proses pembelajaran sebagian besar masih menjadikan mahasiswa tidak bisa, menjadi bisa. Kegiatan belajar berupa kegiatan menambah pengetahuan, kegiatan menghadiri, mendengar dan mencatat penjelasan dosen, serta menjawab secara tertulis soal-soal yang diberikan saat berlangsungnya ujian. Pembelajaran baru diimplementasikan pada tataran proses menyampaikan, memberikan, mentransfer ilmu pengetahuan dari dosen kepada mahasiswa sebagai peserta didik.
Dalam tataran ini mahasiswa yang sedang belajar bersifat pasif, menerima apa saja yang diberikan dosen, tanpa diberikan kesempatan untuk membangun sendiri pengetahuan yang dibutuhkan dan diminatinya. Mahasiswa yang jelas-jelas dikaruniai otak seharusnya diberdayagunakan, difasilitasi, dimotivasi, dan diberi kesempatan, untuk berpikir, bernalar, berkolaborasi, untuk mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan minat dan kebutuhannya serta diberi kebebasan untuk belajar. Pemahaman yang keliru bahkan telah menjadi “mitos” bahwa belajar adalah proses menerima, mengingat, mereproduksi kembali pengetahuan yang selama ini diyakini banyak pengajar perlu dirubah.
Jalaluddin Rakhmad (2005) dalam buku Belajar Cerdas, menyatakan bahwa belajar itu harus berbasis otak. Dengan kata lain revolusi belajar dimulai dari otak. Otak adalah organ paling vital manusia yang selama ini kurang dipedulikan oleh pengajar dalam pembelajaran. Pakar komunikasi mengungkapkan kalau kita ingin cerdas maka kita harus terlebih dahulu menumbangkan mitos-mitos tentang kecerdasan
Sebenarnya para dosen telah menyadari bahwa pembelajaran berpikir agar mahasiswa menjadi cerdas, kritis, dan kreatif serta mampu memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari adalah penting. Kesadaran ini juga telah mendasari pengembangan kegiatan belajar mengajar lebih mengedepankan pembelajaran konstekstual. Akan tetapi sebagian besar dosen belum berbuat, belum merancang secara serius pembelajaran yang didasarkan pada premis proses belajar. Umumnya, dalam proses pembelajaran dosen hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada mahasiswa.
Mahasiswa harus membangun pengetahuannnya sendiri dalam dengan mendayagunakan otaknya untuk berpikir. Dosen dapat membantu proses ini, dengan cara-cara membelajarkan, mendesain informasi menjadi lebih bermakna dan lebih relevan bagi kebutuhan mahasiswa. Caranya dengan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak mereka agar menyadari dan secara sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.
Sebagai pendidik profesional, dosen sebaiknya hanya memberi “tangga” yang dapat membantu peserta didik mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar peserta didik sendiri yang memanjat tangga tersebut. Untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis peserta didik, dosen harus menggunakan metode pembelajaran yang lebih menekankan keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran, hal ini dapat membantu meningkatkan kemampuan berfikir peserta didik melalui analisis.
Ini diharapkan bisa menghadirkan nuansa baru yang lebih menarik dan berkesan, sehingga pembelajaran bisa dirasakan lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Pembelajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar peserta didik tentang pengetahuan prosedural deklaratif yaitu pengetahuan tentang sesuatu yang diajarkan selangkah demi selangkah.
Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Pembelajaran
Definisi berpikir masih diperdebatkan dikalangan pakar pendidikan. Diantara mereka masih terdapat pandangan yang berbeda-beda. Walaupun tafsiran mereka itu berbeda-beda, namun umunya para tokoh pemikir bersetuju bahwa pemikiran dapat dikaitkan dengan proses untuk membuat keputusan dan menyelesaikan masalah.
Berpikir ialah proses menggunakan pikiran untuk mencari makna dan pemahaman terhadap sesuatu, menerokai pelbagai kemungkinan idea atau ciptaan dan membuat pertimbangan yang wajar, bagi membuat keputusan dan menyelesaikan masalah dan seterusnya membuat refleksi dan metakognisi terhadap proses yang dialami. Berpikir adalah kegiatan memfokuskan pada eksplorasi gagasan, memberikan berbagai kemungkinan-kemungkinan dan mencari jawaban-jawaban yang lebih benar.
Berpikir kritis dapat muncul kapan pun dalam peroses penilaian, keputusan, atau penyelesaian masalah secara umum. Kapan pun seseorang berusaha untuk mengetahui apa yang perlu dipercaya, apa yang perlu diketahui alasannya. Proses pengolahannya melalui usaha dan reflektif seperti membaca, menulis, berbicara dan mendengar.
Kemampuan berpikir kristis dan kreatif dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran. Kemampuan itu mencakup beberapa hal, diantaranya:
membuat keputusan dan menyelesaikan masalah dengan bijak,
mengaplikasikan pengetahuan, pengalaman dan kemahiran berfikir secara lebih praktik baik di dalam atau di luar kampus,
menghasilkan idea atau ciptaan yang kreatif dan inovatif,
mengatasi cara-cara berfikir yang terburu-buru, kabur dan sempit,
meningkatkan aspek kognitif dan afektif, dan
bersikap terbuka dalam menerima dan memberi pendapat, membuat pertimbangan berdasarkan alasan dan bukti, serta berani memberi pandangan dan kritik
Dalam konteks pembelajaran, pengembangan kemampuan berpikir ditujukan untuk beberapa hal, diantaranya adalah :
Mendapat latihan berfikir secara kritis dan kreatif untuk membuat keputusan dan menyelesaikan masalah dengan bijak, misalnya luwes, reflektif, ingin tahu, mampu mengambil resiko, tidak putus asa, mau bekerjasama dan lain lain,
Mengaplikasikan pengetahuan, pengalaman dan kemahiran berfikir secara lebih praktik baik di dalam atau di luar kampus,
Menghasilkan idea atau ciptaan yang kreatif dan inovatif,
Mengatasi cara-cara berfikir yang terburu-buru, kabur dan sempit,
Meningkatkan aspek kognitif dan afektif, dan seterusnya perkembangan intelek mereka, dan
Bersikap terbuka dalam menerima dan memberi pendapat, membuat pertimbangan berdasarkan alasan dan bukti, serta berani memberi pandangan dan kritik
Pengembangan kemampuan berpikir mencakup 4 hal, yakni :
kemampuan menganalisis,
membelajarkan peserta didik bagaimana memahami pernyataan,
mengikuti dan menciptakan argumen logis,
mengiliminir jalur yang salah dan fokus pada jalur yang benar.
Dalam konteks itu berpikir dapat dibedakan dalam dua jenis yakni berpikir kritis dan berpikir kreatif. Bila dielaborasi perbedaan kedua jenis berpikr tersebut adalah sebagai berikut:
1. Berpikir Kritis
Berpikir kristis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Berikut adalah contoh-contoh kemampuan berpikir kritis, misalnya (1) membanding dan membedakan, (2) membuat kategori, (2) meneliti bagian-bagian kecil dan keseluruhan, (3) menerangkan sebab, (4) membuat sekuen / urutan, (5) menentukan sumber yang dipercayai, dan (6) membuat ramalan.
Menurut Perkin (1992), berpikir kritis itu memiliki 4 karakteristik, yakni (1) bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan alasan logis, (2) memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dan membuat keputusan, (3) menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan standar, (4) mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung suatu penilaian.
Sedangkan Beyer (1985) mengatakan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan (1) menentukan kredibilitas suatu sumber, (2) membedakan antara yang relevan dari yang tidak relevan, (3) membedakan fakta dari penilaian, (4) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan, (5) mengidentifikasi bias yang ada, (6) mengidentifikasi sudut pandang, dan (7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan, Menurut Harris, Robert (1998) indikasi kemampuan berpikir kristis ada 13, yakni (1) analytic, (2) convergent, (3) vertical, (4) probability, (5) judgment, (6) focused, (7) Objective, (8) answer, (9) Left brain, (10) verbal, (11) linear, (12) reasoning, (13) yes but.
Berpikir kritis menurut Schafersman (1991) adalah berpikir yang benar dalam rangka mengetahui secara relevan dan reliable tentang dunia. Berpikir kritis, adalah berpikir beralasan, mencerminkan, bertanggungjawab, kemampuan berpikir, yang difokuskan pada pengambilan keputusan terhadap apa yang diyakini atau yang harus dilakukan. Berpikir kritis adalah berpik mengajukan pertanyaan yang sesuai, mengumpulkan informasi yang relevan, mengurutkan informasi secara efisien dan kreatif, menalar secara logis, hingga sampat pada kesimpulan yang reliable dan terpercaya.
Berpikir kritis itu menurutnya ada 16 karakteristik, yakni (1) menggunakan bukti secara baik dan seimbang, (2) mengorganisasikan pemikiran dan mengungkapkannya secara singkat dan koheren, (3) membedakan antara kesimpulan yang secara logis sah dengan kesimpulan yang cacat, (4) menunda kesimpulan terhadap bukti yang cukup untuk mendukung sebuah keputusan, (5) memahami perbedaan antara berpikir dan menalar, (6) menghindari akibat yang mungkin timbul dari tindakan-tindakan, (7) memahami tingkat kepercayaan, (8) melihat persamaan dan analogi secara mendalam, (9) mampu belajar dan melakukan apa yang diinginkan secara mandiri, (10) menerapkan teknik pemecahan masalah dalam berbagai bidang, (11) mampu menstrukturkan masalah dengan teknik formal, seperti matematika, dan menggunakannya untuk memecahkan masalah, (12) dapat mematahkan pendapat yang tidak relevan serta merumuskan intisari, (13) terbiasa menanyakan sudut pandang orang lain untuk memahami asumsi serta implikasi dari sudut pandang tersebut, (14) peka terhadap perbedaan antara validitas kepercayaan dan intensitasnya, (15) menghindari kenyataan bahwa pengertian seseorang itu terbatas, bahkan terhadap orang yang tidak bertindak inkuiri sekalipun, dan (16) mengenali kemungkinan kesalahan opini seseorang kemungkinan bias opini, dan bahaya bila berpihak pada pendapat pribadi.
Berpikir kritis dapat diajarkan melalui:(1) perkuliahan, (2) laboratorium, (3) tugas rumah, (4) Sejumlah latihan, (5) Makalah, dan (6) ujian. Dengan demikian berpikir kritis dapat dimasukkan dalam kurikulum dengan mempertimbangkan: (1) siapa yang mengajarkan, (2) apa yang diajarkan, (3) kapan mengajarkan, (4) bagaimana mengajarkan, (5) bagaimana mengevaluasi, dan (6) menyimpulkan.
Sejumlah tujuan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis diantaranya adalah (1) memberikan pengajaran umum tentang konsep dalam rangka mencapai tujuan melalui petunjuk yang membantu, (2) merancang pembelajaran dengan menggunakan web dan isu yang bermanfaat, (3) memadukan berbagai hasil penelitian, (4) mendorong komunitas belajar di dalam kelas, (5) menciptakan kesempatan berpikir kritis yang menyenangkan dan relevan bagi peserta didik.
Sedangkan strategi yang dapat digunakan dosen dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik antara lain adalah (1) mengadakan alas penilaian untuk memberikan final. Menciptakan masalah merupakan 20% dari keseluruhan nilai, (2) mendeskripsikan syarat pelajaran secara mendetail sesuai silabus dengan menambah area online (alamat website) yang dapat menyediakan akses informasi secara mudah, (3) memberikan orientasi pelajaran, (4) instruktur memberi pendapat untuk peserta didik dalam pemberian masalah lewat e-mail dan atau channel lainnya untuk memberi penguatan yang positif, dan beberapa hasil pelajaran dipadukan setelah pembelajaran usai.
2. Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif adalah berpikir secara konsisten dan terus menerus menghasilkan sesuatu yang kreatif/orisinil sesuai dengan keperluan. Penelitian Brookfield (1987) menunjukkan bahwa orang yang kreatif biasanya (1) sering menolak teknik yang standar dalam menyelesaikan masalah, (2) mempunyai ketertarikan yang luas dalam masalah yang berkaitan maupun tidak berkaitan dengan dirinya, (3) mampu memandang suatu masalah dari berbagai perspektif, (4) cenderung menatap dunia secara relatif dan kontekstual, bukannya secara universal atau absolut, (5) biasanya melakukan pendekatan trial and error dalam menyelesaikan permasalahan yang memberikan alternatif, berorientasi ke depan dan bersikap optimis dalam menghadapi perubahan demi suatu kemajuan.
Marzano (1988) mengatakan bahwa untuk menjadi kreatif seseorang harus: (1) bekerja di ujung kompetensi bukan ditengahnya, (2) tinjau ulang ide, (3) melakukan sesuatu karena dorongan internal dan bukan karena dorongan eksternal, (4) pola pikir divergen/ menyebar, (5) pola pikir lateral/imajinatif.
Sedangkan Haris (1998) dalam artikelnya tentang pengantar berpikir kreatif menyatakan bahwa indikator orang berpikir kreatif itu meliputi: (1) Ingin tahu, (2) mencari masalah, (3) menikmati tantangan, (4) optimis, (5) mampu membedakan penilaian, (6) nyaman dengan imajinasi, (7) melihat masalah sebagai peluang, (8) melihat masalah sebagai hal yang menarik, (8) masalah dapat diterima secara emosional, (9) menantang anggapan/ praduga, dan (10) tidak mudah menyerah, berusaha keras.
Dikatakanya bahwa kreativitas dapat dilihat dari 3 aspek yakni sebuah kemampuan, perilaku, dan proses.
a. Sebuah kemampuan
Kreativitas adalah sebuah kemampuan untuk memikirkan dan menemukan sesuatu yang baru, menciptakan gagasan-gagasan baru baru dengan cara mengkombinasikan, mengubah atau menerapkan kembali ide-ide yang telah ada.
b. Sebuah perilaku
Kreativitas adalah sebuah perilaku menerima perubahan dan kebaruan, kemampuan bermain-main dengan berbagai gagasan dan berbagai kemungkinan, cara pandang yang fleksibel, dan kebiasaan menikmati sesuatu.
c. Sebuah proses
Kreativitas adalah proses kerja keras dan berkesimbungan dalam menghasilkan gagasan dan pemecahan masalah yang lebih baik, serta selalu berusaha untuk menjadikan segala sesuatu lebih baik.
Untuk dapat berpikir kreatif seseorang perlu memiliki metode berpikir kreatif. Berbagai metode yang dapat dilakukan antara lain: (1) evolusi, yakni gagasan-gagasan baru berakar dari gagasan lain, solusi-solusi baru berasal dari solusi sebelumnya, hal-hal baru diperbaiki/ditingkatkan dari hal-hal lama, setiap permasalahan yang pernah terpecahkan dapat dipecahkan kembali dengan cara yang lebih baik , (2) sintesis, yakni adanya dua atau lebih gagasan-gagasan yang ada dipadukan ke dalam gagasan yang baru, (3) revolusi, yakni gagasan baru yang terbaik merupakan hal yang benar-benar baru, sebuah perubahan dari hal yang pernah ada, (4) penerapan ulang, yakni melihat lebih jauh terhadap penerapan gagasan, solusi, atau sesuatu yang telah dirumuskan sebelumnya, sehingga dapat dilihat penerapan lain yang mungkin dapat dilakukan, dan (5) mengubah arah, yakni perhatian terhadap suatu masalah dialihkan dari satu sudut pandang tertentu ke sudut pandang yang lain. Hal ini dimaksudkan untuk memecahkan suatu masalah, bukan untuk menerapkan sebuah pemecahan masalah
Pada bagian lain dinyatakan bahwa perilaku negatif yang menghambat untuk berpikir kreatif, diantaranya adalah:
a. Reaksi terhadap sebuah masalah seringkali lebih besar dari pada masalah itu sendiri.
Sebuah masalah adalah kesempatan dan tantangan untuk meningkatkan segala sesuatu. Masalah adalah (1) perbedaan yang ada dengan keadaan yang diinginkan, (3) menyadari atau mempercayai bila ada sesuatu yang lebih baik dari situasi saat ini, dan (3) kesempatan untuk bertindak positif.
b. Mustahil untuk dilakukan
Perilaku seperti ini, seperti kalah sebelum bertarung. Beberapa ungkapan yang terkait dengan ini : (1) manusia tidak akan pernah terbang, (2) penyakit tak bisa ditaklukan, (3) roket tidak akan keluar dari atmosfir.
c. Tidak bisa melakukannya atau tak ada yang bisa dilakukan
Pemikiran yang baik dan perilaku yang positif serta kemampuan memecahkan masalah akan melesat dalam memecahkan berbagai permasalahan. Untuk dapat melakukan hal ini kuncinya adalah ketertarikan dan komitmen terhadap masalah itu sendiri.
d. Saya tidak kreatif
Masalahnya ternyata bahwa kreativitas telah ditenggelamkan oleh guruan. Yang perlu dilakukan adalah mengembalikan ke permukaan.
e. Apa yang akan dipikirkan orang
Terdapat tekanan sosial untuk menyesuaikan diri untuk menjadi orang biasa saja, bukan menjadi orang kreatif. Hampir sebagian orang besar kontributor terkenal yang membawa ke peradapan lebih maju dihina, bahkan dihukum. Kemajuan hanya diciptakan oleh mereka yang cukup tegar untuk ditertawakan.
f. Aku pasti gagal
Thomas Edison, dalam risetnya untuk menemukan filamen yang dapat memijarkan lampu, melakukan lebih dari 1800 kali percobaan. Kegagalan haruslah diharapkan dan diterima. Kegagalan adalah alat untuk belajar yang dapat membantu menuju keberhasilan. Gagal adalah pertanda bahwa kita melakukan sesuatu, berusaha dan mencoba-jauh lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa.
Sedangkan hambatan mental terhadap berpikir kreatif dan pemecahan masalah, meliputi:
a. Prasangka
Gambaran yang kita miliki seringkali menghalangi kita untuk melihat lebih jauh dari pada apa yang telah kita ketahui dan percayai, sehingga menjadikan sesuatu itu mungkin ada dan mungkin terjadi.
b. Pendapat fungsional
Terkadang kita mulai melihat sebuah obyek hanya dari namanya, daripada melihat apa yang bisa dilakukannya.
c. Tak ada bantuan belajar
Jika anda memerlukan informasi, ada perpustakaan, toko buku, teman, dosen, dan internet. Anda dapat belajar melakukan apapun yang anda inginkan.
Untuk dapat memiliki perilaku positif untuk berpikir kreatif maka pada setiap individu peserta perlu ditumbuhkan sifat-sifat berikut:
a. Rasa ingin tahu
Orang kreatif ingin mengetahui segala hal- segalanya-hanya sekedar untuk ingin tahu. Pengetahuan tidak membutuhkan alasan.
b. Tantangan
Orang-orang kreatif suka mengidentifikasi dan mencari tantangan di balik gagasan, usulan, permasalahan, kepercayaan dan pendapat.
c. Ketidakpuasan terhadap apa yang ada
Ketika anda merasa tidak puas terhadap sesuatu, ketika anda melihat ada masalah, akankah anda mencoba memecahkan masalah dan memperbaiki keadaan. Semakin banyak masalah yang anda temui, semakin banyak pula pemecahan dan peningkatan yang dapat anda buat.
d. Keyakinan bahwa masalah pasti dapat dipecahkan
Dengan keyakinan dan didukung pengalaman, pemikir kreatif percaya bahwa sesuatu pasti dapat dilakukan untuk mengatasi masalah.
e. Kemampuan membedakan keputusan dan kritik.
Sebagian besar gagasan baru, karena masih baru dan asing, maka terlihat aneh, ganjil, bahkan, menjijikkan. Sebuah gagasan mulai tampak bagus ketika sudah lebih familiar atau dilihat dengan konteks dan batasan yang berbeda. Jika suatu gagasan paling gila sekalipun dapat dipraktekkan sebagai batu loncatan, gagasan tersebut efisien.
Untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik, usaha yang baik untuk lakukan oleh dosen adalah dengan meningkatkan lingkungan belajar yang kondusif dalam menunjang perkembangan kreativitas yakni lingkungan belajar yang secara langsung memberi peluang bagi peserta didik untuk berpikir terbuka dan fleksibel tanpa adanya rasa takut atau malu. Sebagai contoh, dosen memberikan gambaran situasi belajar yang dibentuk harus memfasilitasi terjadinya diskusi, mendorong peserta didik untuk memberikan ide dan pendapat.
Diskusi seperti ini harus dilaksanakan sedemikian rupa di mana dapat dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Melakukan brainstorming
Brainstorming adalah teknik yang bertujuan membantu kelompok kecil supaya dapat menghasilkan ide yang bermutu. Ia berdasar pada sebuah konsep bahwa ide yang baik harus dipisahkan dari penilaian atau evaluasi terhadap mutu ide tersebut. Karena itu, di dalam brainstorming : (1) tidak ada kritik terhadap ide apapun, (2) ide harus ditulis tanpa diedit, (3) ide yang liar, lucu, atau kurang berbobot dapat diterima, (4) semua jenis saran dan pendapat sangat diharapkan, dan (5) memberikan kontribusi berdasarkan pendapat dari orang lain dapat diterima
b. Memakai cara SHEMAP
Berpikir kreatif bisa menjadi sangat abstrak, karena itu sulit untuk melihat seseorang melakukannya. Berdasarkan hasil penelitian yang mengkaji fenomena ini seperti Universitas Negeri Iowa yang mengembangkan model HOTS (higherorder-thinking-skills atau kemampuan berpikir tingkat tinggi) menyebutkan bahwa berpikir kreatif tidak dapat dilihat, tetapi produk/hasil dari berpikir kreatif tersebut dapat di lihat.
Dengan model HOTS ini, peserta didik dapat melangkah dari tingkatan ilmu yang sangat dasar kepada tingkatan ilmu umum (generative) yang dianggap sebagai suatu yang diciptakan dan baru. Maka kalau ilmu umum telah dihasilkan berarti proses berpikir kreatif telah terjadi.
Dari model HOTS ini, selanjutnya dapat dikembangkan metode SHEMAP (Spekulasi- Hipotesis‑ Ekspansi- Modifikasi- Analogi‑ Prediksi). Sebagai contoh, ketika seseorang berspekulasi, apa manfaat mengambil mata kuliah di jurusan, Multimedia Komunikasi? Pola pikir berspekulasi untuk mencari jawaban dari pernyataan tersebut adalah pola mengembangkan dan memodifikasi dalam bentuk cerita, hal ini bisa menghasilkan ide baru. Kalau dia harus membuat hipotesis terhadap apa yang akan terjadi seandainya terjadi “ Ancaman Privasi dan Data Mining pada Social Networking Sites (SNS)”, tindakan membuat hipotesis dan prediksi dapat menghasilkan ide yang baru.
Terakhir adalah membuat analogi dan kreativitas. Ungkapan seperti ini ”semangat belajar hari ini memberikan harapan bagi diri saya”. Dengan membuat analogi semangat ibarat harapan secara jelas menjadikan seseorang berpikir kreatif.
c. Berpikir spasial
Seseorang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dengan (melakukan aktivitas) berpikir spasial. Berpikir spasial adalah berpikir dengan cara mengubah ide yang ditulis dalam bentuk prosa ke non prosa. Misalnya sebuah konsep atau teori yang ditulis dalam teks diubah menjadi sebuah diagram. Usaha mengubah forma atau penyajian ide, konsep, dan deskripsi keadaan tertentu sesuangguhnya merupakan sebuah kreativitas. Dengan menggunakan teknik brainsorming, SHEMAP, dan berpikir spasial akal seseorang dapat menjelajahi teritorial/wilayah yang tidak diketahui, “yang dengan sendirinya akan membangun kreativitas dan menjadikannya seorang pemikir kreatif”.
C. Penutup
Ilmu pengetahuan adalah sistem berpikir tentang dunia empiris. Oleh karena itu pembelajaran perlu mengembangkan kemampuan berpikir rasional tentang dunia empiris. Salah satu unsur ilmu pengetahuan adalah items, yakni ilmu pengetahuan yang berwujud berpikir rasional. Realisasi berpikir rasional tampak pada penggunaan kata, kalimat, alenea, rumus pemecahan masalah, ataupun symbol-symbol. Prasyarat untuk mewujudkan items tersebut adalah kemampuan individu untuk membaca, menulis, memikir dan melakukan observasi (3M+O).
Dengan kata lain persyaratan dimaksud adalah kemampuan urtuk berpikir kritis dan kreatif.
Para dosen perlu melakukan refleksi tentang cara mengajar mereka dalam mempersiapkan para peserta didik untuk dapat mempertahankan eksistensinya. Mereka tidak boleh berdiam diri saja. Karena mereka kelak akan menjadi generasi penerus bangsa, akan menghadapi dunia yang penuh dengan tantangan dan permasalahan. Peserta didik ini yang akan menjadi pemimpin di masa depan, mesti dipersiapkan untuk menghadapi tantangan dan permasalahan hidup. Tantangan dan permasalahan inilah yang akan dihadapi oleh ‘pemikir’.
Referensi
Beyer, B.K. 1985. Critical Thinking: What is It? Social Education, 45 (4)
Brookfield- 1987. Developing Critical Thinkers. San Fransisco: Jossey Bass Publiser
Gie,The Liang. 2003. Teknik Berpikir Kreatif. Yogyakarta: Sabda Persada Yogyakarta.
Hossoubafi,Z. Develoving Creative and Critical Thinking Skills (terjemahan) . 2004. Bandung: Yayasan Nuansa Cendia
Perkins,D.N. & Weber,R.J. 1992. Inventive Mind: Creative in Technology. New York: University Press
Rahmat, J. 2005. Belajar Cerdas: Belajar Berbasis Otak. Bandung: Mizan Leraning Center (MLC)
Robert. 1998. Introduction to Creative Thinking. July (1). Virtual Salt.
Slavin. 1997. Educational Psycology Theory and Practice. Five Edition. Boston: Allin and Bacon
Insert : Video Menjadi Mahasiswa Kritis
Comments