![](https://static.wixstatic.com/media/58c5b8_9b148f5f4d9e44efae022cd78da84bbc~mv2.jpg/v1/fill/w_960,h_720,al_c,q_85,enc_auto/58c5b8_9b148f5f4d9e44efae022cd78da84bbc~mv2.jpg)
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Ini jika kita kaji secara mendalam bahwa pendidikan bertujuan untuk merubah peserta didik dari proses pembelajaran secara aktif dapat mengembangkan potensi peserta didik dan dapat berkompeten, yang di mana kompetensi spritual, kompetensi sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi sikap peserta didik agar dapat mengangkat derajat peserta didik.
Kita ketahui dalam perspektif pendidikan ialah bagaimana menyalurkan ilmu yang ada dalam diri Pendidik dapat diterima oleh peserta didik dengan baik dan benar. Peran dosen begitupula guru sangat krusial dalam memberikan pengetahuan, membekali keterampilan dan membangun karekter peserta didik sehingga mereka terlahir sebagai sarjana yang terdidik dan terlatih serta bermoral.
Ibnu Sina berpendapat dalam filsafat ilmunya, “Pendidikan terbagi menjadi dua: 1) Ilmu yang tak kekal, 2). Ilmu yang kekal”. Tapi berdasarkan tujuannya, maka ilmu dapat dibagi menjadi ilmu yang praktis dan teoritis. Menurut Ibn Sina, ada dua tujuan pendidikan: Pertama, diarahkan kepada pengembang seluruh potensi yang dimiiki seseorang menuju perkembangan yang sempurna baik perkembangan fisik, intelektual maupun budi pekerti. Kedua, diarahkan pada upaya dalam rangka mempersiapkan seseorang agar dapat hidup bersama-sama di masyarakat dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecendrungan dan potensi yang dimilikinya.
Dalam dunia pendidikan tinggi saat ini ialah bagaimana meningkatkan kualitas soft skill menjadi peluru utama mengembangkan hard skill peserta didik. Dalam penerapan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik memiliki tugas yang terbilang amat sulit, yakni mengembangkan pengetahuan peserta didik agar satu tingkat lebih tinggi dari yang dimiliki sebelumnya.
Mutu pendidikan perguruan tinggi saat ini tidak terlepas dari peran dosen, karena dosen merupakan ujung tombak pendidikan dan pengajaran. Jika dosen melakukan proses pengajaran dan pembelajaran secara benar dan serius maka akan bisa menciptakan keluaran/lulusan yang lebih baik.
Tugas dosen sebagai pendidik professional dan ilmuwan sesuai bunyi UU Guru dan Dosen ini sangat berbobot sekali dan berat sekali dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Menjadi seorang dosen yang professional, haruslah memiliki kemampuan dan keahlian dalam bidang keilmuannya, sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungisnya sebagai dosen secara maksimal. Dengan kata lain, dosen profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman di bidangnya. Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya memiliki pendidikan formal, tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau teknik dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) serta menguasai dan memahami landasan - landasan yang tercantum dalam tri dharma perguruan tinggi.
Seorang dosen memiliki tugas yang beragam, dimana pengimplementasiannya dalam bentuk pendidikan, penelitian dan pengabdian Masyarakat. Dalam kegiatan pendidikan, dosen tidak hanya disuruh untuk mengajar melainkan juga untuk mendidik dan membentuk pola pikir dan sikap peserta didik, maka dari itu selayaknyalah dan seharusnya dosen bisa memberikan contoh sikap yang baik pada peserta didiknya dan masyarakat luas.
Dosen dituntut untuk lebih profesional yang benar-benar melaksanakan tugas dengan baik, mengajar dan mendidik dengan sunguh-sunguh dan sesuai karakteristik dan kemampuan peserta didik. Bukan zaman lagi dosen selalu diasumsikan sebagai orang yang maha tahu tentang segala hal, sedangkan mahasiswa tidak lebih tahu dari si dosen.
Dosen kekinian dituntut untuk mampu berkolabari dengan melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar sehingga pola ajar seperti ini, adalah hidupnya ruang kelas. Mahasiswa terkondisikan untuk menjadi aktif. Ada komunikasi dua arah, dan ada dialog. Ruang kelas menjadi tempat dimana sebuah teori dapat “ditelanjangi” secara plastis. Karena secara etimologi—theoria dan theorein dalam bahasa Yunani, teori meniscayakan kesediaan mempertimbangkan, berspekulasi, menggugat, dan mempersoalkan. Dan itu semua akan diwujudkan, dalam suasana ruang kelas yang aktif dan peserta didik tidak begitu saja menelan saja semua yang dikatakan pengajar tapi dapat menyanggah atau memperdebatkannya.
Mengutip Filsuf Jean-Paul Sartre, ketika menjadi seorang pengajar di Francois berkata “Jangan datang ke sekolah dengan buku filsafat, datanglah ke sekolah dengan otak terbuka!” Baginya, buku cukup dibaca dirumah, ketika sampai disekolah adalah saat untuk mendiskusikan apa yang telah dibaca. Dari beridiskusi dan mempersoalkan itulah, sebuah ilmu pengetahuan dapat bertumbuh, bukan hanya karena selalu terbukti benar, namun ilmu pengetahuan juga dapat berkembang karena terbukti keliru atau salah.
Karl Popper dalam filsafat epistemologi melalui teori falsifikasi nya pernah berujar, “hanya dibutuhkan satu angsa berwarna hitam untuk mematahkan teori bahwa angsa itu berwarna putih”. Artinya, teori bahwa angsa itu berwarna putih, dapat dipatahkan ketika ditemukan satu saja—tak perlu jutaan, angsa berwarna hitam. Dari sanalah pengetahuan yang terbukti salah mesti dinyatakan gagal dan diganti pengetahuan lain, pengetahuan yang baru, dan terus begitu. Ilmu pengetahuan, dengan demikian, berkembang justru melalui kesalahan.
Sekarang, bagaimana hal itu semua dapat terlaksana, ditengah lingkungan ketika dosen masih mengandaikan dirinya sebagai “si super ekspert” yang merasa lebih tahu tentang kebenaran dari pada mahasiswanya. Hanya karena dirinya sudah bergelar dibidang tertentu, maka otomatis dia merasa lebih ahli dan lebih tahu, sehingga tak satupun dari mahasiswanya pantas menyanggah teori atau penjelasan nya.
Hal tersebut merupakan bentuk dari praktik “kredensialisme”. Pendeknya, kredensialisme adalah pengakuan dari pihak ketiga yang memiliki otoritas tertentu, bahwa seseorang memiliki pengetahuan dan izin yang diperlukan dalam bidang pegetahuan tertentu. Pendeknya, secara fisik kredensial dapat dibuktikan dengan ijazah. Otoritas yang memberinya bisa kampus, dll.
Ijazah kerap digunakan untuk menilai validitas argumentasi seseorang, dan disatu sisi, menganulir pendapat yang lain hanya karena ia belum kredensial. Tentu kredensial atau standar penting diperlukan, sebagai rujukan untuk mencari seorang yang dianggap pakar dalam bidang tertentu. Namun, bukan berarti yang belum memiliki kredensial, tidak boleh ikut berpendapat. Karena, seorang profesor sangat mungkin salah membangun argumen, sebagaimana seorang lulusan SMA bisa benar membangun argumen. Karena koherensi argumen, terletak dari data-data aktual dan cara yang bersangkutan menarik kesimpulan, bukan berdasarkan selembar ijazah atau gelar.
Menjadi mimpi buruk jika praktik-praktik ini masih bersemayam dikampus di tengah perubahan zaman, maka jangan heran jika perguruan tinggi hanya menghasilkan produk didikan yang tidak kritis dan kreatif. Terlebih yang berbahaya, jika kelak mereka mempunyai peran di masyarakat, baik sebagai pejabat publik atau tokoh organisasi kemasyarakatan. Ia tak akan terbiasa dengan iklim demokratis seperti diskusi, berdebat, atau berdialog. Yang ada—seperti yang saat ini marak terjadi, bertindak otoriter dan represif dengan segala hal yang tak sesuai dengan kebijakan atau pahamnya.
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang menjadikan peserta didik sebagai subyek, bukan sebagai obyek. Pendidikan orang dewasa harus lebih diterapkan, dengan tidak menganggap peserta didik sebagai wadah yang terus menerus dituangi air tanpa pernah tau air apa yang dikehendaki oleh wadah tersebut. Selama ini mahasiswa dianggap sebagai wadah oleh para dosennya yang seenaknya saja memberikan air sekalipun air itu kotor.
Kondisi kekinian, berapa banyak dosen yang datang masuk ruang kuliah hanya mendiktekan buku dan sesekali menjelaskan maksud dari apa yang dia diktekan hanya dengan duduk di kursi dosen. Sama sekali ia tak pernah mengajak mahasiswa untuk berdialog dan saling berpendapat. Berapa banyak mahasiswa yang akhirnya bermain handphone di bangku barisan paling belakang karena merasa bosan dengan ocehan dosen.
Jadi, dosen harus mampu mendidik, mengajar, dan melatih mahasiswanya. Sedangkan dalam bidang kemanusiaan adalah memposisikan dirinya pembimbing, dimana seorang dosen harus dapat menarik simpati dan menjadikan dirinya sebagai panutan, contoh para peserta didiknya. Apapun yang disampaikan atau diberikan seorang dosen kepada peserta didiknya, haruslah dapat memotivasi dan bermanfaat terutama dalam hal belajar. Sementara itu, peran dosen dalam kegiatan belajar mengajar adalah sebagai pengajar, fasilitator, manajer kelas, supervisor, motivator, konsuler, eksplorator dsb.
Berikut komponen yang harus dimiliki dosen yang professional dalam menjalankan tugasnya, yaitu :
Dosen sebagai Pengajar
Peran dosen sebagai pengajar ini berkaitan dengan penguasaan materi pelajaran dengan baik dan benar. Seorang dosen yang professional yang menguasai bahan ajar dengan baik, maka ia akan benar - benar berperan sebagai pengajar bagi peserta didiknya. Jadi, apapun yang ditanyakan peserta didiknya mengenai materi pelajaran maka ia akan dapat menjawabnya dengan tegas dan penuh keyakinan. Sebagai pengajar, seorang dosen harus mempunyai referensi yang luas dibandingkan dengan peserta didiknya.
Dosen sebagai fasilitator
Sebagai fasilitator, seorang dosen berperan dalam memberikan pelayanan terbaik untuk memudahkan peserta didiknya dalam kegiatan proses pembelajaran. Oleh karena itu, dosen perlu memahami berbagai media dan sumber belajar serta fungsinya masing masing. Pemahaman tersebut sangatlah penting, karena belum tentu suatu media cocok digunakan untuk mengajarkan semua bahan pelajaran. Sehingga dosen perlu memiliki keterampilan dalam merancang suatu media pembelajaran. Karena dengan merancang akan mempermudah proses belajar. Jadi, dosen sudah tahu media mana yang akan digunakan dalam penyampaian pelajaran. Bahkan dosen juga dituntut untuk dapat mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat memanfaatkannya sebagai sumber belajar, termasuk memanfaatkan teknologi informasi.
Dosen sebagai pengelola
Sebagai pengelola seorang dosen berperan dalam memberikan dan menciptakan suasana atau keadaan belajar yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik diharapkan dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk teradinya proses belajar seluruh peserta didik. Ketika seorang dosen tidak dapat menjaga kondisi kelas, maka para peserta didik tidak akan merasa nyaman dalam kelas dan akan cepat bosan. Selain itu kelas yang kondusif dapat meningkatkan motivasi belajar para peserta didik.
Dosen sebagai demonstrator
Sebagai demonstrator seorang dosen harus dapat mempertunjukan kepada peserta didik segala sesuatu yang membuat peserta didik lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Sebagai demonstrator berarti seorang dosen harus mempunyai dan menunjukan sifat - sifat terpuji dalam aspek kehiduan, dan dosen juga merupakan sosok ideal sebagai idola yang dapat diteladani para peserta didik. Selain itu juga dosen harus dapat menunjukan bagaimana cara yang tepat agar setiap pelajaran atau hal yang disampaikan kepada peserta didik dapat dipahami dengan mudah. Hal ini berkaitan dengan pendekatan, strategi, metode serta model pembelajaran yang di pilih dalam proses belajar mengajar.
Dosen sebagai pembimbing
Seorang dosen tidak dapat memaksakan agar peserta didik menjadi "ini" atau menjadi "itu" karena peserta didik akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Karena tugas dosen adalah menjaga, mengarahkan, dan membimbing agar peserta didik tumbuh dan berkembang sesuai potensinya masing masing. Untuk mengetahui potensi yang ada dalam diri para peserta didik, seorang dosen haus dapat memahami karakteristik setiap peserta didik yang di bimbingnya. Misalnya memahami gaya dan kebiasaan belajar peserta didik. Dengan demikian dosen akan mengetahui kemana arah potensi peserta didik tersebut serta hal apa saja yang harus dipersiapkan oleh peserta didik dalam jangka panjang.
Dosen sebagai motivator
Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan aspek paling utama yang sangat penting. Motivasi dapat berasal dari diri sendiri atau dari orang lain. Sering kali peserta didik yang kurang berprestasi bukan dikarenakan oleh kurangnya kemampuan, tetapi disebabkan oleh kurangnya motivasi dalam belajar. Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil belajar yang optimal seorang dosen harus dapat membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
Dosen sebagai evaluator
Seorang dosen berperan untuk mengumpulkan data atau informasi mengenai keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil akhir pembelajaran, tetapi juga dilakukan pada proses serta kemampuan peserta didik dalam suatu pembelajaran. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai keberhasilan peserta didik dan melalui evaluasi juga seorang dosen dapat menentukan apakah peserta didik yang diajarkan sudah memiliki kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga peserta didik tersebut berhak mendapat pembelajaran yang baru.
Dosen Wajib Mengetahui Perkembangan teknologi informasi
Seorang dosen dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi yang mutakhir. Melalui teknologi informasi ini memungkinkan dosen dapat memilih media yang dianggap cocok dalam menunjang proses pembelajaran. Jangan sampai seorang dosen gagap dalam menggunakan teknologi, karena dosen harus dapat memberikan contoh kepada peserta didik. Selain itu seorang dosen juga dituntut mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi kepada peserta didik. Karena suatu pembelajaran tidak akan berjalan dengan lancar apabila tidak ada interaksi antara dosen dan peserta didik. Kemampuan berkomunikasi sangatlah penting untuk memudahkan peserta didik menangkap pesan yang telah disampaikan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.
Sebagai simpulan bahwa perguruan tinggi yang baik bukanlah Perguruan tinggi yang memiliki gedung bagus dan mewah tetapi juga perguruan tinggi itu benar-benar didukung oleh tenaga pendidik, dalam hal ini dosen, yang benar-benar professional baik dari sisi akademik maupun ilmu pendidikan. Dan Sudah tidak jaman lagi, dosen hanya menganggap proses perkuliahan itu sebagai sebuah rutinitas yang harus dijalani, tetapi sebagai proses perjuangan moral untuk mendidik generasi muda bangsa ini. Paham atau tidaknya mahasiswa akan disiplin ilmu mereka, merupakan tanggung jawab seorang dosen. Jangan salahkan mahasiswa jika sering bolos, karena dosennya sendiri membosankan. Jangan salahkan mahasiswa tak mampu berargumen dengan lancar jika dosennya saja membiasakan mahasiswa hanya sebagai pendengar saja.
コメント