Amartya Sen salah seorang penulis juga Penerima Nobel Ekonomi 1998 yang menyatakan bahwa “Adanya orang miskin adalah bukan karena tidak adanya sumberdaya baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia, tetapi adanya orang miskin adalah karena mereka tidak tau apa yang harus dikerjakannya”. Ungkapan Amartya Sen tersebut jika dikomparasikan dengan realitas yang ada disekitar kita benar adanya.
Pengetahuan tentang hal yang harus dikerjakan menjadi sangat penting untuk menentukan hidup seseorang. Jika sudah kita tahu begitu, maka solusinya adalah menamkan kepada khalayak sebuah pengetahuan berkenaan dengan bagaimana membentuk suatu konsep hidup yang baik dan bagaiamana merealisasikannya. Pendidikan menjadi salah satu jalan untuk dapat memiliki kompetensi tersebut, kompetensi untuk menentukan tindakan yang harus dikerjakan selama menjalani kehidupan agar tidak hanya survive tetap juga makmur secara materiil.
Sehingga tidak mengherankan jika kita temui banyaknya orang sukses adalah berasal dari mereka yang berpendidikan tinggi. Karena toh, misalnya seseorang dengan pendidikan tinggi tidak tau bagaiamana konsep yang baik dalam menjalani hidup misalkan membuat sesuatu agar hidupnya makmur, dengan keahliannya orang lain akan memberinya konsep untuk dikerjakan. Dalam hal ini, penulis maksudkan adalah memberikan pekerjaan.
Lalu bagaimana dengan masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah? Yang jumlahnya lebih besar dari masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi.
Untuk kalangan masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah sebenarnya konsepnya sama, diberdayakan dengan jalan memberikan pengetahuan dan keterampilan. Langkah Kementerian tenaga kerja sebenarnya sudah bagus, yaitu dengan menggelar berbagai pelatihan kerja kepada masyarakat. namun tidak banyak peserta yang bisa mem-follow upnya menjadi suatu kegiatan yang profit karena keterbatasan pengetahuan tentang apa-apa yang harus dikerjakan setelah mengikuti pelatihan (Tidak Visioner).
Sehingga salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah menggandeng masyarakat untuk pengembangannya (Pasca Pelatihan). Salah satu yang patut dilibatkan adalah golongan mahasiswa sebagai masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi dibandingkan dengan masyarakat lainnya dapat menjadi subject dalam hal ini. Mereka yang dibekali dengan pengetahuan dan teori di kampus dapat menjadi pendamping untuk pemberdayaan masyarakat.
Mengutip ungkapan Sanit (2003), bahwa “mahasiswa Sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai horizon yang luas di antara keseluruhan untuk lebih mampu bergerak di antara lapisan mesyarakat. Mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki lapisan masyarakat dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan prestise di dalam masyarakat, dengan sendirinya merupakan elit di dalam kalangan angkatan muda”.
Karena itu, jangan sampai mahasiswa tidak tahu perihal apa yang harus dikerjakannya baik untuk dirinya sendiri ataupun masyarakat)!. Ketidaktahuan mahasiswa tersebutlah yang menjadi salah satu penyebab utama terjadinya pengangguran di kalangan sarjana. Catatan terakhir BPS pada Februari 2018 menunjukkan bahwa sarjana pengangguran mencapai 795 ribu jiwa. Mahasiswa harus mulai mampu memberdayakan dirinya sendiri, kemudian juga tidak enggan memberdayakan masyarakat.
Hal yang perlu dipikirkan oleh pemerintah (Kemeristekdikti dan Kementerian tenaga kerja) adalah bagaimana cara memberikan bekal keterampilan dan keahlian (kompetensi) yang mumpuni kepada mahasiswa, agar kemudian bisa menjadi subject yang mengawal proses pemberdayaan masyarakat sebagaimana penulis ulas diatas.
Menjawab pernyataan Amartya Sen diatas tentang ketidaktahuan melakukan sesuatu sebagai penyebab utama terjadinya kemiskinan. Sebagai solusi untuk bisa memangkas ketimpangan social, konsep sinergi antara mahasiswa yang visioner dengan berbagai stakeholder utamanya pemerintah dan masyarakat yang diterapkan secara baik, dengan dukungan management yang apik pula maka kemakmuran social bagi seeluruh warga bangsa akan menjadi keniscayaan.
Comments