top of page
Writer's pictureLSP3I

KUALITAS PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN DI ATAS SEGALANYA !

Updated: Dec 4, 2018

Membangun bangsa tanpa disertai membangun budaya mutu pendidikan adalah pekerjaan yang sia-sia._LSP3I

Mutu pendidikan suatu bangsa merupakan cerminan dari bangsa tersebut. Jika pendidikannya berkualitas, maka bisa dipastikan bangsa tersebut merupakan bangsa yang besar dan menghargai pendidikannya. Salah satu tolok ukur yang menjadi keberadaban bangsa adalah kualitas pendidikannya yang bermutu Indonesia.


Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan terus berupaya semaksimal mungkin untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa ini. Semakin baik mutu pendidikan suatu bangsa, maka semakin baik pula nasib bangsa itu. karena mutu pendidikan berbanding lurus dengan mutu suatu bangsa.


Seperti dikemukakan Jan Amos Comenius bahwa kualitas pendidikan adalah sesuatu yang tidak dapat ditawar lagi. Seperti dinyatakan bahwa setiap umat harus memperoleh pendidikan secara penuh, dalam keserasian kemanusiaan dengan tidak membedakan siapa ia sesungguhnya, bukan dilihat jumlahnya, laki atau perempuan, muda atau tua, miskin dan kaya, akan tetapi lebih dilihat dari sejatinya sebagai manusia. Pendidikan yang dimaksudkan yaitu pendidikan sebagai manusia sejati sebagai makhluk yang utuh, terpenuhi kebutuhannya untuk menjadi manusia yang sempurna.


Ternyata kualitas pendidikan memiliki penekanan yang berbeda. Seperti diungkapkan Unesco. Titik berat mutu pendidikan memiliki penekanan yang berbeda. Kualitas pendidikan ditekankan pada penganekaragaman isi dan metode pembelajaran dan promosi nilai-nilai yang sifatnya universal. Pada dekade berikutnya lebih menekankan pada memberikan mandat dan penekanan baru pada hakikat kualitas pendidikan.


Penekanannya secara kelembagaan Unesco agar mengatur keserasian usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui dukungan lingkungan yang menunjang, proses belajar dan mengajar, dan keluaran pendidikan yang lebih diarahkan pada penciptaan generasi baru yang lebih mandiri dan peserta belajar yang kritis yang mampu untuk menetapkan dan melaksanakan pendidikan yang berkelanjutan yang diperlukan untuk setiap tahapan dalam kehidupan mereka.


Kualitas pendidikan merupakan bagian yang menjadi debat badan dunia karena berbagai hal dilihat dari tujuan, kontekstual, pengguna dan waktu. Akan tetapi semuanya merujuk pada standar yang tinggi dan kualitas untuk semua. Kualitas pendidikan tidak hanya dapat dilihat secara terpisah dengan hanya menekankan pada pendidikan sekolah, untuk kepentingan prestasi kognitif atau budaya global yang berhubungan dengan pembelajaran.


Tantangan sesungguhnya terletak pada ketidakmampuan untuk memenuhi standar pendidik dan fasilitator sehubungan dengan rendahnya asupan sarana prasarana, kurangnya buku sumber yang memadai, pedoman dan acuan serta ketidakadaan identifikasi dan penilaian yang bekelanjutan untuk melihat keluaran dan kurangnya kemampuan pengadministrasian pendidikan dan kapasitas dalam manajemen. Semua kelemahan ini berujung pada tingginya tingkat dropout, kegagalan dalam pendidikan, pencapaian dibawah standar dan angka mengulang yang tinggi.


Mutu pendidikan tidak sebatas pada penyediaan asupan pendidikan untuk kepentingan di lingkungan pendidikan formal atau dalam kerangka meningkatkan efektivitas sekolah. Mutu pendidikan lebih diarahkan pada memberikan fasilitasi pada peningkatan kemampuan setiap individu serta pengembangan diri secara penuh kepribadian peserta belajar.


  1. Di atas segalanya kualitas pendidikan menekankan pada pengembangan individu yang mandiri dan kritis dalam belajar, setiap individu diperhatikan kebutuhan sesuai dengan usianya untuk memilih sendiri dan memanfaatkan keunggulan untuk memanfaatkan peluang belajar secara berkelanjutan yang dibutuhkan dalam upaya melakukan transisi dari tahapan kehidupan satu tahap pada tahapan berikutnya.

  2. Pembelajaran sepanjang hayat hanya bisa dimaknai dilihat dari peningkatan kecakapan perorangan dan peluang untuk memilih berbasis informasi dan tidak hanya sekedar untuk memenuhi tekanan ekonomi dan politik semata dalam kenyataan selama ini lebih banyak mengandalkan pada norma kelompok walaupun bukan bekerja secara simponi dan kemampuan bekerja dalam tim.

  3. Mutu pendidikan juga hendaknya dilihat dari sudut pembauran sosial dan penghargaan atas kemanusiaan, solidaritas, keadilan dan kedamaian yang dibangun pada sendi warga negara yang merdeka dan berbasis informasi. Keserakahan yang terjadi antara lain kepemimpinan yang tidak mengenal waktu dan siapa saja yang melawan dibalas dengan timah panas dan dentuman meriam

  4. Kualitas pendididkan juga berbasis antar hubungan yang luas dari semua pemangku kepentingan pendidikan, termasuk negara dan pemerintah daerah, lembaga sosial kemasyarakatan, asosiasi dan kelompok, lembaga swasta serta pengusaha terutama yang menjadikan modal sosial sebagai penarik kemajuan usahanya yang dalam kenyataannya setelah masuk menjadi properti perusahaan sulit untuk dikeluarkan. Diatas semuanya yaitu orang tua, guru dan peserta belajar sendiri.


Pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan merupakan payung dari mutu pendidikan (lihat juga deklarasi Bonn untuk pendidikan maju berkelanjutan). Hal ini hanya mungkin melalui peletakkan pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan sebagai bagian integral dari mutu pendidikan sesuai dengan kenyataan.


Dalam konsep pembangunan berkelanjutan mutu pendidikan harus merupakan bagian tidak terpisahkan dari pemenuhan hak dasar manusia, demokrasi, toleransi dan penghargaan pada keragaman nilai, perlindungan, warga negara, lingkungan, kesehatan, pemanfaatan budaya lokal dan penghargaan atas keragaman budaya yang dijadikan bagian utama dalam penetapan keluaran dari pendidikan sesuai dengan tantangan yang sangat mendesak pada era revolusi industri 4.0.


Atas dasar itu pula tedapat penekanan pada keseimbangan antara kebutuhan global dan regional, antara bangsa dan dalam bangsa sendiri, untuk kepentingan universal dan individu, tradisi dan modern, kebutuhan untuk kepentingan kompetisi dan dan kebutuhan untuk kesamaan untuk memeperoleh kesempatan, antara perluasan pengetahuan dan kapasitas untuk melakukan asimilasi dan antara kepetingan untuk spiritual dam material.


Selanjutnya kualitas pendidikan berbasis pada pembangunan berkelanjutan dibagi menjadi dimensi:


  1. pendidikan untuk kepentingan pembangunan sosial sebagai perluasan dari tanggungjawab sosial,

  2. keterpaduan interdisiplin pada semua tingkatan

  3. pencapaian tujuan untuk kepentingan abad 21

  4. relevansi dan tidak terpisahkan dilihat dari fleksibiltas

  5. mutu dalam proses mengajar dan belajar berbasis pada peserta belajar

  6. efektivitas dalam menejemen, kepemimpinan dan kerjasama, serta

  7. pengukuran dan monitoring hasilan belajar.


Pendidikan untuk kepentingan pembangunan sosial : perluasan tanggungjawab sosial


Dimensi mutu pendidikan hendaknya didefinisi ulang dalam pengertian luas sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dan dicarikan strategi yang paling efektif nuntuk mencapai keberlanjutan dalam pembangunan. Mutu pendidikan bukan hanya ditujukan untuk kelompok kecil akan tetapi untuk semua. Kualitas yang paling mendesak yaitu untuk peserta belajar yang beriko dan termarginalisasikan, sehingga perlu dicarikan peluang pendidikan yang lebih responsive.


Semakin hari semakin meningkat jumlah orang yang terpinggirkan dari partisipasi dalam ekonomi, sosial dan politik dalam kehidupan masyarakatnya. Bila kelompok individu menjadi termarginalkan, masyarakat sendiri menjadi terpolarisasi. Masyarakat sendiri tidak mengenal efisiensi maupun adanya jaminan. Karena semua warga masyarakat harus memiliki hak yang sama untuk menerima pendidikan yang berkualitas dan tidak mendapatkan perlakukan yang berbeda atas pemilahan ras, kelas, kelompok yang terbelakang, etnis, agama, bahasa, gender dan kecakapan.


Mutu pendidikan demikian mendesak dalam situasi masyarakat yang sedang mengalami suasana darurat dan krisis, dimana anak tidak mendapatkan perlindungan untuk mendapatkan harapan, penghargaan, ketentraman dan memperoleh hak untuk hidup dimana mereka umumnya pihak mendapatkan pengaruh langsung dari suasana konflik dan bencana.


Pendidikan untuk masyarakat dalam keadaan darurat hendakanya mendapatkan perioritas untuk memperolehrelevansi dan efektivitas. Dalam hal ini suasana krisis secara paradok dapat memberikan peluang untuk kepentingan jangka panjang seperti semakin meningkatkan kapasitas lokal, manajemen program, pelatihan guru, penataan pedoman baru, prinsip, standar dan mencipatakan bahan ajar baru.


Pada akhir konflik dan tahapan rekonstruksi, demikian banyak peluang untuk melakukan transformasi pendidikan yang berhubungan dengan perubahan kurikulum, infrastruktur, nilai sosial pendidikan (pendidikan untuk perdamaian, kewarganegaraan, demokrasi, kesadaran akan lingkungan, pendidikan kesehatan dll) partisipasi sosial dan tata kelola dalam pendidikan.

Kualitas pendidikan juga harus mulai berpaling kepada mereka yang benar miskin untuk mengembangkan kapasitas diri dan menjadikan ketergantungan yang berlebihan untuk semua tingkatan pendidikan. Pendidikan juga sesuai dengan pemikiran Covey harus diarahkan dari ketergantungan pada kemandirian dan pada titik yang paling akhir diarahkan padan saling ketergantungan


Kualitas yang berhubungan dengan interdisiplin untuk semua tahapan kehidupan


Kualitas pendidikan hendaknya dimulai sejak pendidikan dini sampai dan diperluas sesuai dengan kehidupan. Kualitas pendidikan hendaknya diberikan pada usia dini melalui sajian pendidikan yang mengetengahkan perdamaian, tidak jahat, menghargai diri sendiri dan orang lain dan menghargai adanya perbedaan. Pada usia dini anak menjadi matang dan memberikan sumbangan dari jaringan pengetahuan dan sikap pada perdamaian.


Pendidikan dasar diberikan penakanan pada nilai kemanusiaan, sikap yang positif pada kehidupan dan keterampilan dasar pada usia tertentu dimana anak diberikan kemudahan untuk mempelajarinya. Hasil penelitian mengemukakan bahwa nilai-nilai dasar, sikap dasar dan kecakapan untuk memecahkan masalah dikembangkan sebelum usia sekolah.


Pendidikan usia dini ibarat menciptakan jalur bebas hambatan yang memungkinkan seseorang memanfaatkan sumber daya pada tahapan berikutnya. Sayangnya sentimen untuk memberikan perhatian pada tahapan ini kurang diikuti dalam tahapan berikutnya, atau bahkan berlawanan.

Pengalaman yang berkaitan dengan kualitas pendidikan yang diperoleh pada pendidikan dasar hendaknya segera diintegrasikan dengan pendidikan lanjutan. Keserasian harus timbul antara pendidikan akademik dengan vokasional serta kaitannya dengan pendidikan keseluruhan pada masa remaja.


Dalam tahapan ini penekanan lebih diarahkan pada sensitivitas gender, kebermaknaan sosial dan budaya, serta keserasian dengan pendidikan sains dan teknologi yang demikian menarik bagi kelompok pemuda, terutama sesuai dengan tuntutan dalam upaya pengembangan pribadi berkelanjutan dan pengembangan sosial.


Kualitas pendidikan sesungguhnya dapat dilihat dalam pengembangan individu melalui pendidikan sosial sains, ilmu fisik dan teknik, pendidikan kesenian dan pendidikan fisik dan olah raga. Kualitas pendidikan juga perlu ditunjang oleh keberadaan rumah pertunjukan dan konsert, bioskop, pusat pengembangan puisi, seni tradisionil, musium, pusat budaya untuk memberikan pelayanan pada minat tertentu paling tidak untuk cakupan ketetanggaan, kecamatan atau kota.

Selama ini polemik antara pendidikan akademik dengan keahlian masih selalu dibuat jarak dan bukan dicari kompromi. Lihat saja kemampuan berteori dagang orang Padang, Tasik, Bugis baru seimbang bila yang bersangkutan menunjukkan kemampuan teknis berdagang.


Kualitas yang berhubungan dengan multidimensi hendaknya menekankan pada fungsi, kegiatan, program akademis, penelitian dan beasiswa, staf, peserta belajar, bangunan, fakultas, perlengkapan, pelayanan masyarakat dan lingkungan akademis.


Kualitas Pembelajaran sepanjang hayat termasuk tingkat resposivness pada keragaman kebutuhan yang senantiasa berkembang baik melihat kecenderungan bangsa maupun global. Kualitas program keaksaraan merupakan bentuk tanggapan baru pada kebutuhan warga belajar baik melalui pendidikan formal maupun nonformal.


Pendidikan yang sehat senantiasa memperhatikan keserasian antara perhatian pada pemenuhan aspirasi dengan tujuan pendidikan berbasis masyarakat. Isu baru dari tujuan masyarakat yaitu perhatian pada pengunaan bahasa. Beberapa negara memberikan tekanan bahwa memperhatikan bahasa nasional merupakan bagian tidak terpisahkan dari pengembangan tanggung jawab peserta belajar sesuai dengan batasan mengenai kesamaan dalam memperoleh kesempatan.


Kualitas pendidikan dalam kerangka memenuhi tujuan era Pendidikan Era 4.0


Kualitas pendidikan yang menjadi penekanan pada bagian ini yaitu kualitas yang menekankan pada peserta belajar, dosen/guru, lingkungan belajar, struktur pembelajaran, metode dan ini, proses belajar dan mengajar serta keluaran pendidikan. Argumentasi utama dari pemikiran ini bahwa kualitas pendidikan intinya ditentukan oleh lingkungan pembelajaran, lingkungan keluarga (pendidikan orang tua, nutrisi, pemeliharaan kesehatan, harapan yang tinggi, pengasuhan dan rangsangan), lingkungan sekolah (dukungan kesehatan lingkungan sekolah, suasana pendidikan dan nilai yang berkembang), jaminan adanya lingkungan sosial (media masa) dan standar kualitas yang menunjukkan penghargaan pada keragaman budaya dan perbedaan individual.


Puncak dari semuanya yaitu kualitas yang berhubungan dengan proses belajar dan mengajar yang menekankan pada proses pengajaran sesuai dengan kebutuhan anak, kecakapan, gaya dalam balajar (aktif, kooperatif, demokratis, pembelajar yang sensitif gender). Pembelajaran ini hendaknya didukung dengan penyedian bahan belajar yang memadai. Demikian pula halnya kemampuan tenaga pendidik, moral, komitmen, status dan penghasilan dan sejumlah pemahaman atas hak peserta belajar. Kualitas juga memiliki penekanan pada keluaran dan hasilan pendidikan yang membantu menemukan makna peserta belajar dalam lingkungan (yang berhubungan dengan kemampuan dalam literasi, numerasi, kecakapan hidup dan pemenuhan hak anak) dan pendidik mampu mengarahkan bagaimana seharusnya anak belajar (learn to be dan learn how to learn).


Kualitas dengan penekanan pada pembelajaran yang berorientasi dan berbasis siswa lebih menekankan pada belajar aktif dan diukur pada hasilan belajar. Lingkungan belajar yang menunjukkan chlid-friendly memiliki penekanan demikian kuatnya tuntutan pada peran pendidik yang sensitif pada keragaman kecakapan warga belajar serta pentingnya dukungan dari kesehatan, makanan yang memadai, lingkungan yang aman dan sensitif pada perbedaan gender.


Dengan demikian kurikukum hendaknya dilihat dari kebermaknaan dari konteks sosial, budaya dan lingkungan. Atas dasar itu sejak pendidikan dasar, pendidik dituntut untuk menjadi pengembang kurikulum dan menekankan pada pengunaan kurikulum yang bersifat fleksibel dan memberikan peluang untuk mengembangkan konteks lokal.


Sehubungan dengan pentingnya pendidikan yang berbasis pada peserta didik, melihat bahwa peserta belajar yang sehat didukung dengan pengalaman belajar secara dini dan penuh dukungan, termasuk dukungan orang tua, akan memiliki peluang untuk berhasil pada proses pembelajaran berikutnya. Dalam kasus masih dihadapinya sejumlah halangan, lembaga pendidikan dapat mengembangkan kurikulum berbasis keluarga sebagai komplemen pada kurikulum inti dimana orang tua dapat memberikan dukungan maksimal dalam memberikan pendidikan pada anak mereka.


Kualitas dilihat dari relevansi dan fleksibilitas


Kualitas pendidikan dilihat dari sisi relevansi dan fleksibilitas memadukan antara kulaitas dengan kuantitas sebagai satu lingkaran yang saling menyatu satu dengan lainnya. Sejumlah parameter yang berhubungan dengan relevansi dan fleksibilitas telah ditetapkan sebagai berikut:


  1. kemampuan untuk melakukan komunikasi secara efektif,

  2. kemampuan untuk berpikir secara sistemik,

  3. kemampuan untuk berpikir dalam kerangka waktu-untuk memprakirakan, berpikir jauh ke depan dan merencanakan,

  4. kecakapan berpikir secara kritis mengenai sejumlah isu-isu nilai,

  5. kecakapan berpikir secara komprehensif mengenai kualitas, kuantitas dan nilai

  6. kapasitas bergerak dari kesadaran pada pengetahuan menuju pada aksi,

  7. kecapakan untuk bertindak secara kooperatif dengan pihak lain,

  8. kapasitas untuk menggunakan sejumlah proses, mengetahui, menemukan, aksi, memberikan keputusan, berimajinasi, melakukan hubungan, menielai, mempertanyakan dan memilih.

  9. kapasitas untuk melakukan tanggapan estetis pada lingkungan,


Sesuai dengan prinsip keranekaragaman kurikulum, baik pendidik maupun peserta didik harus memiliki rasa nyaman dan rasa memiliki pada lingkungan belajar. Dalam hal ini termasuk toleran pada sejumlah keragaman (budaya, gender, bahasa, orientasi sek dan kecakapan dalam keragaman) membantu dan bekerja secara kooperatif dengan pihak lain, memiliki harapan yang tinggi bagi peserta belajarnya dan mampu menjaga suasana yang kondusif (adanya umpan balik).


Lingkungan kelas dan pengaturannya (secara fisik dan suasana untuk berpartisipasi) memungkinkan peserta belajar memiliki rasa sebagai bagian dari masyarakatnya. Pengaturan kelas menjamin keinklusifan (termasuk pengaturan siswa dalam kelas-tidak terkesan adanya isolasi perorangan atau kelompok kelas) adanya jaminan kenyamanan ( tempat duduk, jauh dari kebisingan, dan pengaturan secara fisik) dan adanya rasa keteraturan (penempatan bahan, adanya folders terpisah untuk setiap orang anak)


Struktur kurikulum, metode dan isi memiliki sensitivitas gender dan memperhatikan perbedaan latar belakang dan kemampuan siswa serta responsif pada isu yang berkembang seperti halnya mengenai HIV/AIDS dan pemecahan konflik. Peluang belajar perorangan sangat tergantung pada lingkungan dan program yang dikembangkan sekolah yang bisa disediakan oleh lingkungan masyarakat dimana orang berada.


Materi yang seharusnya dipelajari oleh warga belajar dan dilaksanakan, termsuk didalamnya sejumlah fakata, konsep dan keterampilan yang seharusnya dikuasai oleh peserta belajar sesuai dengan lingkungan dimana mereka berada. Bila kita membahas mengenai baan belajar maka sepenuhnya harus dipertimbangkan atas dasar kebermaknaan, berbasis kebahasaan dan pertimbangan kemanusiaan. Demikian pula lingkungan yang ramah pada peserta belajar seharusnya menjadi pertimbangan utama lembaga penyelenggara, perencanaan dan pengelolaan keseluruhan peluang belajar untuk semua peserta belajar dan mampu mengembangkan karakter diantara mereka.


Proses belajar mengajar yang berbasis pada peserta belajar


Baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal memiliki tantangan tersendiri dalam pengembangan proses belajar mengajar. Perubahan yang dikembangkan hendaknya selalu memperhatikan setiap materi pembelajaran. Setiap kegiatan belajar dan mengajar selalu memiliki aspek formal dan harus selalu diikuti dengan peningkatan dan adaptasi pada progam pendidikan nonformal. Untuk beberapa negara pembelajaran bahasa selalu diimbangi dengan pembelajaran bilingual dan multi lingual.


Materi pembelajaran seperti halnya pada pendidikan kewarganegaraan, sejarah, geografi, biologi harus menyeratakan isu yang berkembang kadang taboo yang memberikan tantangan pada peserta belajar untuk menghargai masyarakatnya. Dalam matematika, hendaknya dikaitkan pada kemampuan peserta belajar untuk mengembangkan peluang, statistik dan aplikasi dari matekatika untuk mengembangkan model yang interpretatif.


Dalam ilmu sosial pengembangan pembelajaran diarahkan pada transmisi dari ide-ide. Dalam pendidikan fisik, metode yang dipergunakan sering dimanfaatkan dalam pelatihan militer seperti halnya olah raga untuk semua, pendidikan kesehatan). Dalam pendidikan kesenian penekanan yang lebih besar pada produksi perorangan dan kreativitas sesuai dengan dasar pengembangan kemampuan seni dan kreativitas yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan pribadi, kelompok dan masyarakat untuk masa depan.


Strategi dalam peningkatan kualitas pengajaran hendaknya mengetengahkan peluang bagi peserta belajar untuk mengembangkan pilihan dalam menerima informasi (models masukan), bagaimana mereka melaksanakan praktek hasil belajar (proses), dan menunjukkan semua hasil belajar yang pernah diperolehnya (model keluaran). Dalam diferensiasi kurikulum terdapat sejumlah strategi pembelajaran yang dapat membantu pendidik untuk menganekaragamkan masukan dan keluaran dan metode yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan perorangan. Seperti dalam pendidikan keterampilan dan pelatihan, diajukan metode pendekatan yang memberikan metode pembelajaran yang memberikan peluang untuk menemukan, berpikir kritik dan mandiri dalam melakukan refleksi, serta pembelajaran berbasis kemampuan perorangan.


Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang memadai merupakan dukungan penuh pada akses untuk memperoleh pendidikan untuk semua. Program yang dicanangkan secara seksama demikian berguna dalam memberikan pendidikan inservice pada pelatihan guru/dosen melalui peluang stimulasi pada praktek dan peluang untuk meningkatkan profesionalisasi. Penggunaan teknologi komunikasi sedikit merubah pola hubungan interpersonal antara peserta belajar, guru dan keluarga. Perubahan ini akan bisa dikurangi dengan memberikan peluang yang lebih luas dengan berbasis pada pemebelajaran yang saling menghargai dan menghargai pada keragaman.


Kualitas berkaitan dengan efektivitas manajemen, kepemimpinan dan hubungan


Sementara kualitas tidak bisa dipisahkan dengan memperoleh hak dan kualitas, partisipasi dari pemangku kepentingan merupakan hal yang sangat mendesak. Adanya dialog politis antara semua aktor dan pemangku kepentingan dalam pendidikan (pemerintah, nonpemerintah, asosiasi guru, pemeritahan sipil dan sektor swasta dan lembaga antar pemerintahan) merupakan prasarat dalam meningkatkan kualitas pendidikan.


Peran aktif dari asosiasi orang tua dan pendidik merupakan prasarat dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Manajemen pendidikan yang efektif, peningkatan supervisi, bimbingan dan penyuluhan, merupakan bagian tidak terpisahkan dari monitoring dan evaluasi dari proses dan implementasi kebijakan dan penguatan kapasitas kepemimpinan lokal adalah penentu yang umum dalam meningkatkan kualitas pendidikan.


Saling keterhubungan dari semua determinat dan komponen merupakan prasarat dalam meningkatkan kualitas dan melakukan perubahan yang mendasar, seperti halnya perubahan dari peran inspektorat dari pengawasan pada fasilitasi dan pengelolaan pendidikan yang diarahkan pada peningkatan efektivitas dan partisipasi.


Pengelolaan pendidikan yang efektif dan kepemimpinan ditentukan oleh lingkungan dan suasana kekerabatan dan partisipasi dalam membuat keputusan. Perspektif dan prosfek tata kelola pendidikan lokal lebih akrab dalam pendidikan nonformal, yang umumnya dikelola oleh lembaga non pemerintan dan kepempinan lokal.


Sementara itu berkembang isu yang berhubungan dengan standar, kesamaan hal memperoleh pendidikan dan tranparansi. Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat tidak seragam serta memiliki kemampuan yang sangat terabatas dalam sumber-sumber dan kapasitas.


Pengembangan tanggungjawab dalam masyarakat sepenuhnya tergantung pada kapasitas masyarakat untuk melakukan tanggungjawab secara efektif. Di beberapa negara, reformasi untuk pelaksanaan pengembangan program banyak dibantu dengan dikembangkannya prosedur desentralisasi dan pemberdayaan masyarakat lokal.


Salah satu ukuran adanya desentralisasi yaitu berkembangnya lembaga lokal dan berkembangnya kapasitas pengelolaan sesuai dengan mutu yang dikembangkan pada lingkup regional, provinsi dan tingkat masyarakat lokal untuk mengembangkan kebijakan, perencanaan, program dan semua proyek itu dalam tingkatan yang berbeda. Untuk beberapa tempat, kesamaan hak dan adanya urunan nyata dari sumbangan masyarakat hanya berlangsung pada lingkup nasional. Selanjutnya, dituntut pemikiran mengenai pilihan desentralisasi atau sentralisasi untuk menjamin adanya peningkatan mutu secara berkelanjutan.


Mutu berarti adanya penilaian dan monitoring keluaran pendidikan


Seperti tercantum dalam tujuan pendidikan untuk semua bagian bahwa tujuan dari pendidikan untuk semua yaitu adanya peningkatan semua aspek mutu pendidikan dan adanya jaminan pelakasanaan secara memadai untuk semua sehingga keluaran hasil pembelajaran dikenali dan dapat diukur yang dicapai untuk semua, terutama yang berhubungan dengan literasi, numerasi dan kecakapan hidup yang esensil.


Terdapat sejumlah survey yang berhubungan dengan penilaian dan monitoring keluaran pendidikan pada dekade terakhir, seperti yang dilaksanakan oleh liga internasional semisal International Assosiation for The Evaluation of Educational Achievement (IEA). Demikian pula di negara berkembang terdapat sejumlah lembaga regional yang melakukan penilaian dan monitoring.


Sementara UNESCO dan UNICEF telah membentuk membentuk lembaga antar negara yang melakukan evaluasi dan monitoring yang terdiri dari 60 negara dalam payung Inter-Agency Monitoring Learning Achievement Project (MLA). Lembaga ini telah mengembangkan budaya dalam melakukan evaluasi dan monitoring dalam pendidikan menggunakan peningkatan kapasitas “critical mass approach”.


Proyek menekankan pada hasil belajar dan sejumlah faktir yang mempengaruhi kualitas hasilan pendidikan yang berasal dari peribadi, rumah, sekolah dan kelas dan proses. Beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari kinerja selama ini yaitu:

  1. kualitas pendidikan untuk semua dan tingkat penguasaan minimal bahan ajar sesuai tujuan merupakan masalah sekaitan dengan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan dan merupakan masalah yang paling kerap dijumpai, penekanan hendaknya lebih diarahkan pada tingkat penguasaan minimum keberlanjutan pada semua bidang pelajaran, semua tingkatan dan semua bentuk dan tipe pendidikan, yang merupakan dasar bagi tingkat penguasaan hasilan pendidikan yang diharapkan, lebih banyak perhatian hendaknya diberikan pada perencanaan kurikulum dan penetapan isi pelajaran yang memadaid an relevan untuk meningkatkan proses belajar dan mengajar, pendidikan guru, pelatihan dan lingkungan kerja pendidik merupakan faktor yang perlu diperhatikan untuk mencapai kualitas pendidikan untuk semua termasuk bagi pendidik dan fasilitator pendidikan nonformal,

  2. penilaian pembelajaran yang sistematis dan berkelanjutan dibutuhkan dalam semua sistem pendidikan dalam upaya memahami dinamika konteks mengajar dan belajar. Hal ini juga harus menjadi keperdulian semua pemangku kepentingan untuk mengembangkan strategi yang relevan sehingga terdapat jaminan bahwa semua potensi peserta beelajar dan kelengkapan pendukungnya mendapatkan perhatian seksama dan dioptimalkan.

  3. memberikan perhatian khusus pada aspek gender, kota dan desa, lembaga pemerintah dan swasta dan semua keragaman dalam negeri dalam mencapai hasilan pendidikan sehingga perkembangan semua aspek pendidikan dipadukan antara kualitas dan kuantitas dan hendaknya menjadi perhatian khusus pada pengambil kebijakan, perencanaan pada lingkup nasional, regional dan internasioanal.

  4. efektivitas kelembagaan baik formal maupun nonformal dapat ditingkatkan melalui pengembangan perangkat lunak (soft resources) seperti halnya disiplin, pentingnya penghargaan diri, bekerja untuk meningkatkan lingkungan kolektif, antar hubungan dan komitment pada ekselensi dan pengelolaan kepemimpinan yang demokratis.

  5. perhatian pada lingkungan keluarga peserta belajar tidak dapat diabaikan, mengingat demikian kuatnya pengaruh pendidikan keluarga dan dukungan lingkungan keluarga pada keberhasilan pendidikan. Moral, nilai, pelaksanaan dan sejumlah kecakapan banyak hal dipengaruhi oleh situasi, perilaku dan sikap keluarga.

  6. keluarga memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan, semakin tinggi keluarga memiliki hubungan dengan kebutuhan dan fungsi lembaga pendidikan, semakin bermanfaat secara langsung bagi sasaran termasuk bagi peserta belajar dan guru.

  7. kurikulum dan relevansinya seperti halnya proses belajar dan mengajar hendaknya lebih berbasis pada peserta belajar. Dalam hal ini dibutuhkan peraturan untuk mengintegrasikan dan memfasilitasi pengajaran dan pembelajaran kecakapan dasar, nilai dan perilaku, mengarahkan diri untuk belajar dan memperkuat peserta belajar untuk memvisualisasikan, melakukan pemecahan masalah, berkomunikasi dan berpikir kritik dan kreatif.

Agenda untuk dilaksanakan


Kualitas pendidikan merupakan jantung dari pelaksana pendidikan semisal UNESCO dan rekanan kerjanya. Kualitas pendidikan perlu mendapatkan pemuasan seperti halnya pembelajaran sepanjang hayat. Hal ini harus merupakan bagian tidak terpisahkan dari proses pendidikan bagi peserta belajar. Arahan dari pertemuan Dakar mengenai pendidikan untuk semua menjadi dasar kebijakan UNESCO mengenai kualitas pendidikan.


Sekaitan dengan pengarusutamaan gender, sumber-sumber, keragaman wilayah, keaslian etnis, maka kualitas pendidikan untuk kepentingan aksi diarahkan pada:

  1. sehat, pola asuh yang sehat dan memberikan motivasi pada peserta belajar,

  2. pendidik yang terlatih secara memadai dan menguasai teknik pembelajaran aktif,

  3. dukungan fasilitas dan bahan ajar yang memadai,

  4. kurikulum yang relevan yang dapat dipelajari dan diajarkan menggunakan bahasa lokal dan dikembangkan secara bersama oleh pendidik dan peserta belajar,

  5. lingkungan yang bukan hanya bisa merangsang kemampuan belajar akan tetapi ramah, sensitif gender, sehat dan aman,

  6. adanya definisi yang jelas mengenai penilai yang akurat dari hasilan belajar, mencakup pengetahuan, kecakapan, sikap dan nilai,

  7. tata kelola dan pengelolaan yang paratisipatif

  8. menghargai pada keragaman budaya lokal dan masyarakat lolak.


Sesuai acuan ini maka pedoman pelaksanaan dari peningkatan kualitas pendidikan hendaknya merujuk pada:


  1. Kebijakan dan strategi untuk meningkatkan kualitas pendidikan hendaknya memadukan dan meyeimbangkan perspektif pada semua tingkat, tipe dan bentuk pendidikan. Hal ini juga sesuatu yang sangat mendesak untuk mengadopsi kebijakan yang efektif sesuai dengan lingkungan sosial, budaya dan ekonomi dimana kegiatan berlangsung. Hal ini membutuhkan analisis partisipatif untuk menjaring kebutuhan pada lingkungan rumah tangga, masyarakat dan tingkat sekolah, dan mengembangkan keragaman, fleksibilitas dan pendekatan yang inovatif untuk pembelajran dan lingkungan dan menjamin adanya perasaan saling menghargai dan mempercayai,

  2. Indikator pengukuran dan monitoring mengenai kualitas pendidikan hendaknya tidak hanya diarahkan masukan belajar akan tetapi memperhatikan lingkungan belajar di rumah, lingkungan masyarakat, proses pembelajaran, hasilan pendidikan (kepentingan jangka pendek dan panjang). Dalam hal kecakapan hidup, indikator harus mencakup pula kesehatan, pencegahan, nutrisi, kewarganegaraan dan kesadaran lingkungan termasuk didalamnya kecakapan sosial dan komunikasi dari warga belajar baik pada lingkup pendidikan formal maupun non formal.

  3. Penguatan struktur dan kelembagaan yang demokratis, penguatan tata kelola dan pemberdayaan masyarakat sipil, pengelola pendidikan lokal, perencana dan administrator adalah mutlak untuk mendukung kesepakatan pada peningkatan kualitas pendidikan secara luas. Kualitas pendidikan membutuhkan kepemimpinan lokal dan pengembangan sumber daya manusia yang memadai serta strategi implementasinya,

  4. Mekanisme think-tank dan jaringan kerja untuk menunjang kualitas pendidikan perlu dilakukan dalam menunjang pemangku kebijakan untuk lebih meningkatkan pendekatan antar disiplin untuk mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran melalui pengembangan apanduan, metodologi dan instrumen pengambangan mutu baik untuk penilaian maupun monitoring.

  5. Harus lebih dipelihara dialog global yang berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan melalui berbagai strategi dan sinergi asosiasi. Harus lebih diperkuat pertukaran informasi yang berhubungan dengan pengalaman, hasilan pendidikan dan pengetahuan yang inovatif serta program yang berhasil dan penelitian yang dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.

#SimakVideoBerikut : 5 Negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia


875 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page