top of page
Writer's pictureLSP3I

Membangkitkan Imajinasi dan Kreativitas Mahasiswa



“Imajinasi adalah kemampuan untuk membayangkan yang pernah ada ataupun yang akan ada sehingga mendorong manusia berkreativitas, menghasilkan pemikiran yang jernih dan mengilhami rasa kemanusiaan yang saling berterima satu sama lain.” ~ KBBI,

Mengulas imajinasi, salah satu tokoh yang memiliki perasaan dan perhatian lebih tentang imajinasi adalah Ursula K. Le Guin (novelis Amerika). Ia pernah mengatakan Imajinasi adalah alat tunggal hebat yang dimiliki manusia yang patut diberdayakan.


Di Amerika imajinasi umumnya dipandang sebagai sesuatu yang berguna saat kita tak bisa lagi melihat atau menonton sesuatu di layar kaca hape maupun TV. Maka jalan satu-satunya adalah melihat dengan imajinasi. Le Guin menegaskan, "Kebutuhan imajinasi ini terus berlanjut sepanjang pikiran (akal) masih hidup."


Bagi kita pendidik, bagaimana memanfaatkan imajinasi ini berguna meningkatkan kreatifitas peserta didik kita dalam menimba ilmu. Kebiasaan berpikir imajinatif belum maksimal, perlu diajarkan dan diperkuat sepanjang hidupnya.


Peserta didik membutuhkan latihan dalam berimajinasi karena mereka juga membutuhkan latihan dalam setiap menerapkan ilmu dan keterampilan dalam kehidupan mereka. Keterampilan itu untuk menguatkan fisik dan mental, untuk pertumbuhan, untuk kesehatan, untuk kompetensi, dan untuk kesenangan.


Sir Kenneth Robinson seorang penulisdan Direktur Proyek Seni di Sekolah dan Profesor Pendidikan Seni di Universitas Warwick, dalam sebuah ceramahnya tentang daya kreatifitas, mengatakan bahwa, 'manusia terlahir dengan kreativitas dan kita mendapatkan banyak pelajaran dari kreatifitas'. Terbukti kreatifitas hadir dan lahir tak lepas dari daya berimajinasi sesorang yang terasah dengan kumpulan atau akumulasi beragam pengetahuan.


Sebuah studi LSP3I tahun 2016 terhadap para mahasiswa di 5 perguruan tinggi swasta, 68 persen mengatakan mereka perlu fokus untuk menghafal jawaban yang benar daripada memikirkannya secara imajinatif. Tentu kita memahami yang perlu diperkuat itu bukan hafalan. Tetapi bagaimana imajinasi dan kreatifitas memperkuat cara menghafal sehingga apa yang dihafal tidak mudah lupa.


Saat ini dunia pendidikan kita pada umumnya berfokus pada asas tunggal, yaitu pada tolak ukur nilai akademik (IQ) semata. Nilai akademik anak dijadikan patokan menentukan kelulusan tanpa mempertimbangkan aspek EQ, SQ dan LQ yang lebih terukur. Dengan demikian, aturan yang ada di dalamnya belum benar-benar peduli untuk mengembangkan Quotiens (Qs) yang lain, padahal antar Qs saling memiliki keterkaitan bahkan memperkuat daya imajinasi dan kreatifitas.


Peneliti Wendy ostroff (penulis penerapan kurikulum) berpendapat begitu percaya bahwa institusi pendidikan tidak mampu mengarahkan sedemikian rupa peserta didik untuk mampu berimajinasi dengan baik dan bebas. Mereka terikat dengan kekakuan pendidiknya serta model pembelajaran yang mengekang atau tidak memfasilitasi imajinasinya.


Kemampuan berimajinasi peserta didik sangat ditentukan oleh dosen dan metode pembelajarannya. Ketika mereka mulai diajar secara klasikal, di saat itu daya imajinasi dan kreatifitas mereka terkungkung. Jauh berbeda ketika mereka masih bersekolah di TK, belajar dan bermain, belajar sambil bermain betul-betul membuat anak TK terasah kreatifitasnya tanpa beban.


Wendy ostroff, mengatakan bahwa kebanyakan instistusi pendidikan hanya berorientasi konsep, yaitu tersekatnya antara pengetahuan yang harus dihafal dan kreatifitas yang butuh fleksibilitas (bukan harus begini dan begitu). Akhirnya, dosen dalam situasi ini hanya sebagai penghambat semangat belajar peserta didik.  Menghambat bebas berimajinasi sesuai minatnya.


Apa yang terjadi? Peserta didik merespon dengan mencoba untuk menyenangkan dosen bahwa ia setuju dengan caranya. Sebaliknya, peserta didik menjadi kehilangan minat intrinsik yang mereka inginkan ketika proses belajar.


Akhirnya, peserta didik kehilangan keterampilan bagaimana bersosialisasi, mengelola emosional, mengelola kemampuan 'ekolokasi' ketika mereka belajar. Oleh karena itu, dosen harus menekankan daya gebrak imajinasi ini ketika melaksanakan proses belajar mengajar.


Kegiatan pembelajaran harus  memberi ruang yang memungkinkan peserta didik lebih leluasa menguasai pengetahuan dan keterampilan sehingga mereka tidak terbebani. Dengan demikian, rasa ingin tahu mereka bisa lebih lepas dan mendalam, apapun hasilnya. Keluwesan interaksi belajar akan menghasilkan ide-ide cemerlang dari peserta didik.


Selain kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi daya imajinasi peserta didik , dalam kegiatan belajar perlu juga menerapkan "Flip sistem", membalik keadaan belajar yang semula kaku menjadi fleksibel dan berpusat pada peserta didik. Sehingga pembelajaran makin berkesan. Semua kegiatan pembelajaran, mesti dilakukan untuk peserta. Bukan dari dosen untuk dosen. Itulah maksud students center.


Bagaimana praktek melatih imajinasi dan kreatifitas?


Berikan kebebasan untuk mebuat karangan ilmiah 


Dengan memberikan soal dan pertanyaan terbuka serta memberikan kesempatan kepada peserta didik . untuk bernarasi, bercerita, tentang topik dan ide yang menarik sesuai dengan materi matakuliah yang disajikan dosen menurut mereka. Boleh menetapkan panjang tulisan hingga berapapun.


Ajarilah mereka mereka menulis tanpa tekanan dengan harus menggunakan tata bahasa atau kata baku yang ketat. Terlebih dahulu dosen memberi kebebasan untuk memutuskan apa yang terbaik buat topic dan ide yang akan akan dikembangkan. Berikan mereka tanggung jawab penuh mengambil keputusan topik dan ide yang menarik.


Biarkan mereka merenungi keputusan mana yang terbaik buat karangannya. Yang salah dari ejaan dan tata bahasa akan membaik seiring waktu. Inilah yang disebut, belajar sambil membiarkan diri hanyut dalam renungan. Renungan mereka sendiri, renungan terserah dimulai dari mana dan bebas mereka akhiri kapan saja.


Bercerita Kolaboratif


Bercerita kolaboratif. Membaca dan menceritakan kembali, baik sendiri atau berkelompok termasuk cara yang efektif untuk memancing kemampuan imajinasi. Mengajak peserta didik berliterasi informasi di internet. Melacak di Google searches. Internet yang memiliki browser, dan google sebagai mesin pencari tak dipungkiri dapat memberikan semua jawaban dari apa yang kita tanya. Kali ini mengajak murid berpikir ekspansif di sana.


Suruhlah peserta didik untuk googling sesuatu yang mereka rasa sangat menarik. Kemudian, muncullah sederetan hyperlink. Suruh mereka klik hyperlink yang paling menarik, dan satu pilihan lainnya. Mereka harus melacak apa yang membuat mereka tertarik dari setiap link,

sehingga mereka mengembangkan kesadaran proses mereka sendiri. Diharapkan peserta didik menemukan urutan yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Contoh bagaimana hubungan petani dan pedagang, pedagang dan pembeli.


Hakikatnya adalah untuk memahami sesuatu dalam belajar tidak hanya menemukan jawaban, melainkan bagaimana jawaban saat ini akan membantu  atau bercerita untuk mencari tahu jawaban pertanyaan selanjutnya.


Mencoba improvisasi diri


Proses mencipta adalah hasil dari imanjinasi. Domain bentuk improvisasi diri dapat kita temukan dari para musisi atau komedian mengaktualisasikan diri mereka sehingga menemukan atau menghasilkan instrumen yang enak didengar dan lelucon segar yang menghibur yang diciptakan komedian.


Improvisasi adalah aktualisasi kreativitas dan spontanitas, terbebas dari aturan tertentu, terbuka dan bebas dari rasa takut salah. Karena improvisasi cenderung ke arah permainan belaka sehingga memungkinkan anak merasa rileks untuk meraih yang terbaik sekaligus dapat memuaskan hal terdalam dalam jiwa mereka.


Memperkenalkan kehidupan nyata


Belajar adalah memgumpulkan banyak pengalaman dalam kehidupan nyata. Pengalaman yang memungkinkan terbentuknya sesuatu yang baru. Apa yang mungkin tidak tampak, bisa menjadi nampak. Yang tidak ada bisa menjadi ada, yang belum relevan dibuat menjadi relevan. Itulah hasil kekuatan dari imajinasi.


Misalnya, seorang dosen bisa membawa kelasnya untuk pembuat faire, seperti dari  gelas dgn ukuran tertentu, air dan perlengkapan alat ukur lalu air dituang dalam wadah gelas, lalu diukur berapa volume isi gelas tersebut. Seperti apa hasilnya akan ditemukan sendiri oleh peserta didik karena mereka melakukan secara nyata. Fire tersebut sebagai pengambaran kapasitas otak manusia dalam menampung informasi.


Selain membuat faire boleh juga dicoba bagaimana menjadikan objek sederhana, sesuatu yang sudah terbuang dan tidak terpakai lagi menjadi karya baru yang bisa bermanfaat. Misalnya dari koran dan stick bekas menjadi sebuah karya, misalnya dibuat sebagai kotak tisu atau tempat ballpoin.


Mendorong doodling


Menggambar sambil melamunkan sebuah objek. Di mana kita setiap hari selalu melihat doodle yang menarik? Ya, benar! Kita selalu melihatnya di search engine google. Doodle di google selalu menarik karena mengulas balik tokoh-tokoh yang berjasa sebelum kita hanya dalam bentuk coretan yang mengasilkan gambar aneh dan unik, namun maksud isinya begitu dalam. Untuk membuatnya diperlukan imajinasi sekaligus pengetahuan dari hasil membaca yang mendalam sehingga doodle bisa bercerita tanpa menggunakan teks yang panjang.


Melihat hasil kreatifitas Peserta didik 


Membuat kita geleng kepala, boleh diibaratkan kita hampir saja bisa memanfaatkan pengetahuan mereka. Begitulah hebatnya jika peserta didik diberikan kepercayaan penuh untuk hasilkan sesuatu. Dari banyak aktivitas dan karya peserta didik, kita bisa belajar banyak dari mereka.


Mengacu dari apa yang kita temukan dari hasil imajinasi dan kreatifitas. Seyogyanya dosen dan perguruan tinggi perlu mendorong  hal ini. Para dosen dan perguruan tinggi untuk merumuskan metode dan model pembelajaran yang dapat merangsang dan mengembangkan daya imajinasi peserta didik. Memberikan lebih pada bakat dan keinginan peserta didik, bagaimana mereka saat belajar bebas berimajinasi, berimprovisasi, dan berkreatifitas tanpa banyak hafalan dan hanya sebatas menilai dari apa yang diingat semata.

217 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page