Di era pendidikan 4.0, peguruan tinggi senantiasa dituntut untuk dapat memunculkan inovasi. Inovasi atau ide-ide baru yang berguna meningkatkan kualitas layanan pendidikan dan akademik. Untuk itu, mau tidak mau pengelolah kampus, dosen, dan staf dituntut untuk memiliki kreatifitas. Akar dari inovasi itu adalah kreatifitas. Dunia pendidikan, juga bergulat dengan kreatifitas, karena pendidikan adalah kegiatan kreatifitas.
Kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan ide baru atau menghubungkan ide-ide yang sudah ada menjadi sebuah ide baru yang berbeda. Sedangkan inovasi adalah kemampuan untuk membawa ide kreatif tersebut ke dalam dunia nyata. Menghasilkan ide kreatif pada umumnya bersifat individual, namun untuk mengubah ide kreatif tersebut menjadi sebuah inovasi, diperlukan kerja tim.
Banyak pengelolah kampus dan dosen hanya menjalankan pekerjaan sebagaimana biasanya. Aktivitas harian dan rutinitas yang sama dilakukan tanpa ada kreasi ide baru. Menariknya, bukan karena di tempat-tempat itu tidak ada orang yang kreatif. Mereka menjadi dosen justru karena telah melalui serangkaian tes rekrutmen untuk menyaring keterampilan, keahlian dan potensi. Artinya, secara intelektual mereka memiliki kemampuan di atas rata-rata.
Lalu mengapa kreativitas tidak berkembang? Hal-hal berikut ini bisa menjadi penyebabnya.
Kritik terlalu dini terhadap ide yang dipandang tidak umum atau tidak masuk akal
Semua inovasi yang out of the box berawal dari ide yang kelihatannya aneh. Ide yang tidak biasa memang mengundang pro dan kontra. Sayangnya, karena pro dan kontra berbenturan pada saat bersamaan, ide itu akhirnya layu sebelum berkembang. Layunya ide ini sering terjadi di ruang meeting, dimana ketika ada seseorang menyampaikan ide, orang yang lainnya melakukan evaluasi atas ide-ide tersebut. Akibatnya satu ide dibahas berjam-jam tak tentu arah. Setelah itu, orang yang mempunyai ide pun enggan menyampaikan pemikirannya lagi. Karena itulah akhirnya kreativitas pada level individu terhenti. Apalagi ketika evaluatornya adalah atasan sendiri yang cenderung memaksakan pendapat.
Untuk menghindari hal seperti ini, kita bisa menggunakan model berfikir Disney dalam menumbuhkan kreativitas. Disney, membagi cara berfikir menjadi tiga bagian yaitu: Dreamer, Critics dan Realistics. Uniknya, ketiga cara berfikir tersebut tidak boleh dijalankan secara bersamaan, melainkan melalui proses bertahap atau paralel.
Dreamer adalah tahap berfikir untuk menghasilkan ide. Pada tahap ini yang boleh dilakukan hanyalah memikirkan ide dan bermimpi tanpa sedikitpun melakukan evaluasi atas ide-ide tersebut.
Critics adalah tahap evaluasi. Pada tahap ini, ide-ide yang dihasilkan pada tahap Dream mulai dievaluasi, dikritik dan dipertanyakan.
Realistics adalah tahap untuk mencari jawaban atas semua pertanyaan yang muncul pada tahap Critics.
Dengan menjalankan ketiga cara berfikir tersebut secara paralel, maka tidak ada peluang perbedaan pendapat. Karena setiap orang menggunakan satu cara berfikir yang sama saat berdiskusi atau brainstorming. Dengan cara seperti ini pula orang akan terpacu menghasilkan ide tanpa takut dievaluasi. Dengan demikian kreativitas akan berkembang.
Lingkungan kerja yang kaku dan tidak mendukung kreativitas
Ruang dan waktu mempunyai peran cukup signifikan untuk mempengaruhi kualitas berfikir seseorang dalam menghasilkan ide. Otak cenderung lebih efektif dalam menghasilkan ide kreatif ketika dalam kondisi santai, fun dan bahagia. Kondisi ruangan yang dibentuk sedemikian rupa untuk membuat otak merasa rileks dan fun berpotensi untuk meningkatkan kreativitas dalam berfikir dan menghasilkan ide-ide baru.
Untuk mendorong inovasi dan kreativitas berfikir, pengelolah kampus; salah satu hal yang yang harus lakukan adalah mendesain ulang lingkungan dan suasana kerja atau ruang area-area tertentu di kampus menjadi tempat yang bisa memberikan suasana rileks dan fun. Hasilnya, inovasi produk, program atau inisiatif-inisiatif baru tumbuh berkembang. Dampak berikutnya adalah peningkatan kinerja, engagement bahkan pengaruh positif pada kinerja keuangan kampus.
SOP dan prosedur sering dijadikan alasan penghambat kreativitas
Banyak dosen, staf yang mengeluh tidak bisa kreatif karena SOP yang terlalu ketat dijalankan oleh kampus . Banyak dosen atau staf di kampus menggeluh, mengatakan “Bagaimana bisa kreatif, kalau aturannya ketat benget?” atau “Nggak mungkin kreatif, karena sudah ada SOP”.
Mereka yang mengatakan hal-hal seperti itu sepertinya belum memahami apa itu kreativitas.
Kreatif memang seharusnya dibatasi oleh aturan, norma ataupun prosedur. Bila kreativitas tidak dibatasi namanya bukan kreatif lagi. Karena orang bisa melakukan apapun tanpa adanya batasan dan bahkan bisa melakukan sesuatu yang liar, merusak dan tidak bermanfaat. Bila semua orang bisa melakukan apapun, lalu dimana letak keistimewaan idenya?
Ide kreatif mengenai seni yang tidak dibatasi norma bisa menghasilkan karya yang asusila yang akhirnya bisa merusak masyarakat. Batasan dan aturan memberikan arahan agar ide baru yang dihasilkan tetap pada koridor manfaat.
Kreatif bukan hanya sekedar menghasilkan ide baru dan berbeda. Ide baru tersebut harus bermanfaat. Kreatif juga berarti memiliki banyak opsi dan alternatif dalam batasan. Batasan itu bisa aturan, prosedur, norma atau adat istiadat.
Batasan itu bisa juga berarti keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Jika ada dosen yang mengatakan “Bagaimana bisa kreatif kalau fasilitasnya terbatas?” adalah mereka yang tidak paham apa itu kreatif.
Yang menjadi penghambat ide pada dasarnya bukan aturannya. Akan tetapi ketakutan untuk melanggar aturan. Yang menjadi penghambat kreativitas bukanlah keterbatasan sumber daya tapi keengganan untuk melakukan sesuatu yang extra miles.
Untuk mengantisipasi terhambatnya kreativitas karena ketakutan melanggar aturan, para dosen dan staf perlu diberikan pemahaman mengenai landasan berfikir mengapa aturan itu ada. Setelah itu mereka juga perlu diajarkan cara-cara memitigasi risiko seandainya memang perlu dilakukan hal yang tidak sesuai aturan.
Dengan demikian mereka tidak hanya melakukan sesuatu apa adanya sesuai aturan dan menghindari hal-hal yang tidak sesuai aturan. Tapi bisa mempunyai lebih banyak alternatif ketika berhadapan dengan hal-hal yang tidak sesuai aturan.
Banyak yang beranggapan bahwa jika seseorang diberikan pengetahuan dan keterampilan yang cukup dalam hal teknis maka secara otomatis dia akan mempunyai kemampuan berfikir kreatif pada hal yang dikerjakan. Ada pula yang mempunyai anggapan bahwa kreativitas akan terbentuk dengan sendirinya jika seseorang mendapatkan jam terbang atau pengalaman yang cukup.
Pada kenyataannya kreativitas bukan hanya perpaduan antara pengalaman dan pengetahuan. Ada beberapa komponen lain yang juga penting yaitu sikap mental dan metode. Seorang dosen akan menjadi lebih kreatif jika memiliki motivasi untuk berfikir berbeda dan memahami metode-metode yang tepat untuk menghasilkan ide yang berbeda.
Beberapa kampus/perguruan tinggi sepertinya sudah memahami hal ini. Oleh karena itu mereka memberikan pelatihan cara berfikir seperti problem solving, decision making dan creative thinking. Namun sayangnya, metode pelatihan yang digunakan kadang kala belum tepat.
Beberapa training creative thinking atau problem solving yang berkembang saat ini banyak yang hanya berfokus pada aktivitas fisik bukan pada penguatan berpikir untuk melahirkan ide baru. Pernahkah Anda sendiri mempertanyakan hal ini?
Para dosen dan staf perlu diberikan pengetahuan dan skill mengenai cara-cara berfikir kreatif dalam hal pendidikan dan pembelajaran bukan hanya sekedar berfikir kreatif. Belajar kreatif dengan cara membuat kegiatan atau aktifitas tidak akan membantu banyak dalam meningkatkan kemampuan berfikir kreatif saat menjalankan tugas dan pekerjaan.
Saat ini sudah berkembang banyak metode yang dapat digunakan untuk melatih kemampuan problem solving dan berfikir kreatif untuk mengatasi masalah bidang pekerjaan.
Bila hal-hal yang menghambat kreativitas bisa diatasi di lingkungan kerja, tentu daya cipta setiap orang di dalamnya akan meningkat.
Jika daya cipta meningkat maka peluang untuk lahir inovasi juga menjadi lebih besar. Karena kreativitas adalah pintu gerbang terciptanya inovasi. Dan untuk menghasilkan inovasi perlu kerja tim. Dan semua bisa diawali dari bersama-sama menciptakan lingkungan dan suasana kerja yang menunjang kreativitas.
Ada Beberapa pelajaran yang dapat diambil dengan adanya suatu kreasi dan inovasi adalah :
Pertama, kreasi dan inovasi besar tidak harus lahir dari dunia teknologi tinggi. Inovasi besar umumnya muncul untuk memenuhi kebutuhan orang banyak yang sebelumnya tidak terlayani. Justru karena pentingnya kreasi dan inovasi tersebut, mereka perlahan-lahan berhasil merasuk dalam kehidupan kita tanpa kita sadari.
Kedua, kreasi dan inovasi besar bisa lahir melalui pengamatan terhadap adanya asumsi yang salah yang dipegang umum. Dengan mencocokkan asumsi yang salah dengan realita, sebuah inovasi bisa dilahirkan.
Ketiga, semua jenis kreasi dan inovasi besar harus melewati hambatan besar di awal perkenalannya karena status quo adalah pusat gravitasi besar yang harus dilawan secara konsisten dalam waktu lama. Kreasi dan Inovasi besar bahkan akan melewati masa inkubasi yang demikian lama untuk dapat diterima oleh masyarakat.
Keempat, kreasi dan inovasi tidaklah mudah ditebak arahnya. Karena itu, untuk menarik manfaat maksimal dari sebuah inovasi, selalulah berpikiran terbuka. Jangan memaksakan arah perkembangan kreasi dan inovasi tersebut. Biarkanlah lingkungan sekitar yang menentukan.
Kelima, kreasi dan inovasi besar selalu menimbulkan efek samping yang tidak bisa diramalkan sebelumnya. Di sini, kita diminta untuk tanggap mengatasi efek samping tersebut yang sering melahirkan bentuk kreasi dan inovasi lainnya.
Namun demikian perlu dicatat disini bahwa Getz dan Robinson (2003) sampai pada kesimpulan bahwa kreasi dan inovasi bukanlah faktor penting dalam kehidupan dan kemajuan setiap organisasi dan individu. Kreasi dan Inovasi bukanlah air atau makanan, yang bila tanpanya setiap individu atau organisasi tidak akan hidup.
Banyak dosen dan kampus yang minim kreasi dan dan inovasi terbukti mampu bertahan lama dan menikmati keuntungan, dan sebaliknya tidak sedikit pula dosen dan kampus yang kerapkali kaya akan kreasi dan produk inovasi terjerembab pada kinerja rendah.
Bagaimana mendapatkan air dan makanan bagi organisasi? Untuk mendapatkan air, para pemimpin memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses organisasi. Sedangkan untuk menghasilkan makanan, pemimpin perlu melakukan mekanisme peningkatan dengan cara memiliki kemampuan mendengar ide dan tindakan para pegawai dan staf lini depan. Peran para pegawai dan staf ini penting karena sebagian besar ide brilyan lahir dari benak dan pikiran mereka.
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam melahirkan kreasi dan inovasi dalam suatu lembaga pendidikan adalah ketepatan analisa atas kebutuhan inovasi dari lembaga tersebut. Inovasi yang tidak didasari oleh need analysis yang tepat justru malah akan menjerumuskan oragnisasi tersebut ke dalam kinerja yang lebih jelek.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui perlunya suatu kreasi dan inovasi dalam suatu proses operasi kegiatan pendidikan dan akademik perguruan tinggi adalah End to End Process Mapping. End to End Process Mapping merupakan pemetaan atas setiap proses operasi kegiatan, sehingga dapat diketahui inefisiensi dari proses tersebut. Dengan pemetaan ini dapat diketahui proses mana yang harus diperbaiki proses kerjanya agar menjadi optimal. Untuk kepentingan itulah sebuah kreasi dan inovasi diperlukan.
Comments