top of page
  • Writer's pictureLSP3I

PENGETAHUAN, ILMU, dan TEKNOLOGI



lmu pengetahuan dan teknologi memiliki kekuatan untuk mengubah kehidupan, dan pendidikan memiliki kekuatan untuk mengubah peradaban.

1. Pengertian Ilmu


Pengetahuan ilmuah atau ilmu (bah. Inggris Science dan Latin Scientia yang diturunkan dari kata scire), memiliki makna ganda, yaitu; mengetahui (to know), dan belajar (to learn). Sisi pertama to know menunjuk pada aspek statis ilmu, yaitu sebagai hasil, berupa pengetahuan sistematis. Sisi kedua menunjuk pada hakikat dinamis ilmu, sebagai sebuah proses (aktivitas-metodis). Sisi kedua tersebut hendak menunjukkan bahwa ilmu sebagai aktifitas pembelajaran, bukanlah sebuah aktifitas menunggu secara pasif, melainkan merupakan sebuah usaha secara aktif untuk menggali, mencari, mengejar, atau menyelidiki sampai pengetahuan itu diperoleh secara utuh, obyektif, valid, dan sistematis.


Pengertian ilmu, dalam hal ini, menunjuk pada tiga hal, yaitu; pertama; ilmu sebagai proses berupa aktifitas kognitif-intelektuali (aktivitas penelitian), kedua; ilmu sebagai prosedur berupa metode ilmiah, dan ketiga;. Ilmu sebagai hasil atau produk berupa pengetahuan sistematis. Penjelasannya demikian: Ilmu sebagai aktifitas, menggambarkan hakikat ilmu sebagai sebuah rangkaian aktivitas pemikiran rasional, kognitif, dan teleologis (tujuan). Rasional artinya, proses aktifitas yang menggunakan kemampuan pemikiran untuk menalar dengan tetap berpegang pada kaidah-kaidah logika, kognitif artinya; aktivitas pemikiran yang bertalian dengan; pengenalan, pencerapan, pengkonsepsian, dalam membangun pemahaman pemahaman secara terstruktur guna memperoleh pengetahuan, dan teleologis artinya; proses pemikiran dan penelitian yang mengarah pada pencapaian tujuan-tujuan tertentu, misalnya; kebenaran pengetahuan, serta memberi pemahaman, penjelasan, peramalan, pengendalian, dan aplikasi atau penerapan.


Semua itu dilakukan setiap ilmuwan dalam bentuk penelitian, pengkajian, atau dalam rangka pengembangan ilmu. Ilmu sebagai prosedur menunjuk pada pola prosedural, tata langkah, teknik atau cara, serta alat atau media. Pola prosedural, misalnya; pengamatan, percobaan, pengukuran, survei, deduksi, induksi, analisis, dan lainnya. Tata langkah, misalnya; penentuan masalah, perumusan hipotesis (bila diperlukan), pengumpulan data, penarikan kesimpulan, dan pengujian hasil. Teknik atau cara, misalnya; penyusunan daftar pertanyaan, wawancara, perhitungan, dan lainnya. Alat dan media, timbangan, meteran, perapian, komputer, dan lainnya.

Ilmu sebagai hasil atau produk berupa pengetahuan sistematis, ilmu dipahami sebagai seluruh kesatuan ide yang mengacu ke obyek (dunia obyek) yang sama dan saling berkaitan secara logis. Ilmu, karena itu, dipandang sebagai sebuah koherensi sistematik, dengan prosedur, aksioma, dan lambang–lambang yang dapat dilihat dengan jelas melalui pembuktian-pembuktian ilmiah. Ilmu memuat di dalam dirinya hipotesis-hipotesis (jawaban-jawaban sementara) dan teori-teori (hipotesis-hipotesis teruji) yang belum mantap sepenuhnya. Ilmu sering disebut pula sebagai konsep pengetahuan ilmiah karena ilmu harus terbuka bagi pengujian ilmiah (pengujian keilmuan).


Ilmu cenderung dipahami sebagai pengetahuan yang diilmiahkan atau pengetahuan yang diilmukan, sebab tidak semua pengetahuan itu bersifat ilmu atau harus diilmiahkan. Sebagai hasil kegiatan ilmiah, ilmu merupakan sekelompok pengetahuan (konsep-konsep) mengenai sesuatu hal (pokok soal) yang menjadi titik minat bagi permasalahan tertentu. Sebuah pengetahuan ilmiah memiliki 5 (lima) ciri pokok, yaitu; empiris, sistematis, obyektif, analitis, dan verifikatif. Ilmu, dalam hal ini, cenderung dilihat dalam hubungan dengan obyek keilmuan (obyek material dan formal) dan metode keilmuan tertentu. Kesatuan ilmu bersumber di dalam kesatuan obyeknya. Orang, misalnya kaum peneliti, membatasi ilmu sebatas metodologi keilmuan. Alasannya, kaitan-kaitan logis yang dicari di dalam ilmu tidak dicapai dengan penggabungan ide-ide yang terpisah, tetapi pada pengamatan dan berpikir metodis, yang tertata rapih.


Alat bantu metodologis keilmuan adalah “teknologi ilmiah” dalam menguji-coba atau mengeksperimentasi konsep-konsep ilmu. Ketiga unsur dimaksud menggambarkan sebuah pengertian yang lengkap dan utuhmengenai ilmu itu sendiri. Ketiganya, sesungguhnya bukan saling bertentangan, tetapi merupakan sebuah kesatuan, di mana manusia lah yang menjadi pelaku (subyek) ilmu itu sendiri. Alasannya, hanya manusia sajalah yang memiliki kemampuan rasional, melakukan aktivitas kognitif (menyangkut pengetehuan), dan mendambakan berbagai tujuan yang berkaitan dengan ilmu. Suatu aktivitas, hanya dapat mencapai tujuan bila mana dilaksanakan dengan metode yang tepat.


Pengertian ilmu sebagaimana di atas, dapat ditinjau dari tiga sudut, yaitu; ilmu sebagai aktivitas, ilmu sebagai pengetahuan sistematis, ilmu sebagai metode (The Liang Gie 1996:130). Ilmu sebagai aktivitas kognitif harus mematuhi berbagai kaidah pemikiran logis, sementara, disebut pengetahuan sistematis karena ilmu merupakan hasil dari pelaksanaan proses-proses kognitif yang terpercaya, dan sistematis, Ilmu disebut metodik karena ilmu sebagai aktivitas kognitif (intelektual) sampai perwujudannya sebagai pengetahuan sistematis, terjalin dalam sebuah langkah atau prosedur ilmu yang disebut metode.


Pandangan tersebut mengantarkan pada sebuah rumusan yang bersifat tentatif tentang ilmu sebagai berikut; Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional kognitif, dengan berbagai metode berupa anek prosedur dan tata langkah, sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sitematis mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan, dan keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan, atau penerapan.


II. Obyek Pengetahuan ilmiah atau Ilmu.


Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, secara filsafati, sebuah pengetahuan ilmiah atau ilmu, memiliki perbedaan dengan bentuk pengetahuan yang umum (common sense). Alasannya, bila sebuah jenis pengetahuan umum tidak memiliki obyek, bentuk pernyataan, serta dimensi dan cirri yang khusus maka sebaliknya, sebuah pengetahuan ilmiah atau pengetahuan keilmuan (ilmu) selalu mengendaikan adanya; obyek keilmuan, bentuk pernyataan, serta dimensi dan ciri yang khusus.


Obyek pengetahhaun ilmiah atau obyek keilmuan, dalam hal ini, mencakup segala sesuatu (yang tampak secara fisik maupun non fisik berupa fenomena atau gejala kerohanian, kejiwaan, atau sosial), yang sejauh dapat dijangkau oleh pikiran atau indera manusia. Para filsuf, karenanya, membagi obyek keilmuan itu dalam dua golongan besar, yaitu; obyek material dan obyek formal keilmuan. Obyek material meliputi: ide abstrak, benda-benda fisik, jasad hidup, gejala rohani, gejala sosial, gejala kejiwaan, gejala alam, proses tanda, dan sejenisnya. Obyek formal, meliputi; sudut pandang, minat akademis, atau cara kerja yang digunakan untuk menggali, menggarap, menguji, menganalisis, dan menyusun berbagai pemikiran yang tersimpan dalam khasanah kekayaan obyek material di atas dan menyuguhkannya dalam bentuk ilmu.


III. Hubungan Pengetahuan dan Ilmu


Pengetahuan pada dasarnya adalah keseluruhan keterangan dan ide yang terkandung di dalam pernyataan-pernyataan yang dibuat mengenai sesuatu gejala atau peristiwa, baik yang bersifat alamiah, keorangan, atau kemasyarakat. Pengetahuan dapat dibagi atas dua bentuk, yaitu pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan biasa adalah bentuk pengetahuan yang biasa ditemui dalam pikiran atau pandangan umum (common sense) dalam kehidupan harian, sementara pengetahuan ilmiah adalah jenis pengetahuan yang telah diolah secara kritis menurut prinsip-prinsip keilmuan untuk menjadi ilmu.


Pengetahuan ilmiah (Scientific knowledge) adalah pengetahuan yang disusun bersdasarkan azas-azas yang cocok dengan pokok soal dan dapat membuktikan kesimpulankesimpulannya. Pengetahuan ilmiah melukiskan suatu obyek khusus tentang jenis pengetahuan yang khusus mengenai obyek dimaksud. Ilmu merupakan pengetahuan yang tersusun secara sitematis. Jadi, pengetahuan merupakan isi substantif yang terkandung dalam ilmu. Pengetahuan, karenanya, merupakan dasar bangunan sebuah ilmu. Tanpa pengetahuan, sukar disadari, ditemukan, atau dikembangkan sebuah ilmu dalam bentuk apa pun.


Pengetahuan yang merupakan isi substatif ilmu, dalam dunia keilmuan disebut fakta (fact), kebenaran, azas, nilai, dan keterangan) yang diperoleh manusia. Ilmu bukan sekedar fakta, tetapi ilmu mengamati, menganalisis, menalar, membuktikan, dan menyimpulkan hal-hal yang bersifat faktawi (faktual) yang dihimpun dan dicatat sebagai data (datum). Ilmu, dalam hal ini, didasarkan pada sesuatu hal pokok sebagai fakta (pengetahuan) yang pokok soal khusus di dalam ilmu. Pokok soal itu dapat berupa ide abstrak, misalnya; sifat Tuhan, sifat bilangan, atau fakta empiris, misalnya; sifat tanah, ciri kulit, bentuk materi, berat badan, lembaga adat, pemerintah, dan sebagainya, yang mendorong minat (focus of interest) atau sikap pikiran padanya.


Bila ilmu berbeda dari filsafat berdasarkan ciri empiris ilmu maka ilmu berbeda dari pengetahuan biasa karena ciri sistematis dari ilmu itu sendiri. Hal-hal berupa pokok soal dimaksud, di dalam filsafat disebut obyek material ilmu, sementara fokus minat atau sikap terhadap hal pokok dimaksud disebut obyek formal ilmu, yang menunjuk pada sudut pendekatan atau tata cara khusus yang dilakukan dalam menghadapi obyek materi ilmu dimaksud.


Ilmu, sebagaimana pengetahuan, memiliki dimensi sosial kemasyarakatan, juga dimensi kebudayaan, dan dimensi permainan. Dimensi kemasyarakatan sebagai sebuah pranata sosial (Social institution), karena ilmu, sebagaimana pengetahuan, merupakan salah satu unsur yang berhubungan dengan kehidupan kemasyarakatan. Dimensi kebudayaan sebagai “kekuatan kebudayaan” (cultural force), kerena ilmu, sebagaimana pengetahuan, merupakan salah satu wujud kebudayaan yang sekaligus berkembang dalam bentuk kebudayaan, serta memberikan sumbangan bagi kemajuan kebudayaan itu sendiri. Dimensi permainan, (game), karena ilmu, dalam perkembangannya, menunjukkan ciri –ciri yang mirip dengan sifat-sifat suatu permainan, misalnya; keingintahuan, perlombaan, dan penerimaan hadiah. Ketiga hal dimaksud, bukan merupakan arti sesungguhnya dari ilmu, melainkan dianggap sebagai dimensi umum dari ilmu.


IV. Konsep Ilmu


Sasaran ilmu adalah pembentukan konsep (pengertian), baik untuk kepentingan pengembangan ilmu secara murni (misalnya; untuk menyusun teori dan dan menghasilkan dalil-dalil, atau azas), maupun untuk kepentingan praktis bagi tindakan penerapan nyata. Konsep merupakan ide umum yang mewakili sesuatu himpunan hal yang biasanya dibedakan dari pencerapan atau persepsi mengenai suatu hal khusus. Konsep merupakan alat penting untuk pemikiran terutama dalam hal penelitian ilmiah atau penelitian keilmuan.


Konsep ilmu adalah bagan, rencana, atau pengertian, baik yang bersifat abstrak maupun operasional, yang merupakan alat penting untuk kepentingan pemikiran dalam ilmu atau pengetahuan ilmiah. Setiap ilmu harus memiliki suatu atau beberapa konsep kunci atau konsep tambahan yang bertalian. Beberapa contoh konsep ilmiah, misalnya; konsep bilangan di dalam matematika, konsep gaya di dalam fisika, konsep evolusi di dalam biologi, stimulus di dalam psikologi, kekuasaan atau strata sosial di dalam ilmu-ilmu sosial, simbol di dalam linguistik, keadilan dalam ilmu hukum, keselamatan dalam ilmu teologi, atau lingkungan di dalam ilmuilmu interdisipliner.


Konsep-konsep ilmu atau konsep ilmiah tersebut sangat dibutuhkan agar suatu ilmu dapat menyusun berbagai azas, teori, sampai dalil-dalil. Sesuatu konsep ilmiah dapat merupakan semacam sarana untuk ilmuwan melakukan pemikiran dalam mengembangkan pengetahuan ilmiah. Misalnya; dengan konsep evolusi, Charles Darwin lalu dapat menyusun dan mengembangkan suatu teori tentang asal–usul manusia, yang mulai dari tahap perkembangan binatang menyusui yang cerdas kemudian makin berkembangan menjadi manusia. Inti konsep evolusi yang membentuk teori evolusi itu demikian: bahwa bentuk-bentuk organisme yang lebih rumit berasal dari sejumlah kecil bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan primitive dalam perkembangannya secara berangsur-angsur sepanjang zaman.


Konsep evolusi, kemudian diterapkan pula dalam memahami perkembangan ilmu dengan menunjukkan bahwa cabang-cabang ilmu khusus terlahir dalam jalinan umum dari pemikiran reflektif filsafat dan setelah itu berkembangan mencapai suatu taraf kematangan sehingga dipandang berbeda dan kemudian dipisahkan dari filsafat. Hal demikian berlaku pula terhadap upaya penelaan terhadap gejala-gejala alam dan kehidupan maupun gajala-gejala mental dan kemasyarakatan, yang dewasa ini, semuanya secara pasti telah berkembang menjadi ilmu-ilmu fisis, biologi, psikologi, dan ilmu-ilmu sosial yang berdiri sendiri-sendiri. Ciri umum daripada ilmuilmu tersebut yang membuatnya berbeda dari filsafat adalah ciri empirisnya.


Jelasnya, bila filsafat masih tetap merupakan pemikiran reflektif yang coraknya sangat umum, kebalikannya ilmu-ilmu fisis, biologis, psikologis, dan ilmu-ilmu social telah merupakan rangkaian aktivitas intelektual yang bersifat empiris. Sifat tersebut lah yang selalu merupakan ciri umum dari ilmu. Jelasnya, konsep ilmu, agar dapat berguna secara ilmiah maka ia harus memiliki dua sifat dasar, yaitu sifat operasional untuk kepentingan pengamatan (observasi), dan sifat abstrak untuk kepentingan penyimpulan dan generalisasi. Bersifat operasional, maksudnya, setiap konsep ilmu mengandung pengertian-pengertian yang berkesesuaian dengan fakta atau situasi yang dapat diamati secara empiris.


Ciri empiris dari ilmu mengandung pengertian bahwa pengetahuan yang diperoleh tersebut adalah berdasarkan pengamatan (observation) atau eksperimentasi (experimentation). Konsep ilmu, di sisi lain, bersifat abstrak untuk kepentingan melakukan penyimpulan atau membuat keterangan-keterangan ilmiah yang berlaku secara umum. Konsep-konsep ilmu tersebut kadang-kadang begitu abstrak sehingga hampir berupa khayalan. Misalnya; konsep ketakterhinggaan matematika (mathematical infinity), manusia ekonomis (the economic man), atau negara ideal (the ideal state).


Konsep ilmu sebagai sasaran ilmu, tidak boleh dikacaukan, seolah-olah sama atau menyerupai inti atau pokok soal pengetahuan. Alasannya, pokok soal pengetahuan tersebut belum dapat mengembangakan suatu ilmu ke taraf yang lebih tinggi seperti konsep ilmu dimaksud. Ilmu yang telah cukup berkembang harus memiliki satu atau beberapa konsep kunci, juga beberapa konsep tambahan yang bertalian dengannya.


V. Ciri Pokok Ilmu


Ilmu sebagai pengetahuan ilmiah, berbeda dengan pengetahuan biasa, memiliki beberapa ciri pokok, yaitu:


  1. Sistematis; para filsuf dan ilmwan sepaham bahwa ilmu adalah pengetahuan atau kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis. Ciri sistematis ilmu menunjukkan bahwa ilmu merupakan berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan tersebut mempunyai hubungan-hubungan saling ketergantungan yang teratur (pertalian tertib). Pertalian tertib dimaksud disebabkan, adanya suatu azas tata tertib tertentu di antara bagian-bagian yang merupakan pokok soalnya.

  2. Empiris; bahwa ilmu mengandung pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengamatan serta percobaan-percobaan secara terstruktur di dalam bentuk pengalaman-pengalaman, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Ilmu mengamati, menganalisis, menalar, membuktikan, dan menyimpulkan hal-hal empiris yang bersifat faktawi (faktual), baik berupa gejala atau kebathinan, gejala-gejala alam, gejala kejiwaan, gejala kemasyarakatan, dan sebagainya. Semua hal faktai dimaksud dihimpun serta dicatat sebagai data (datum) sebagai bahan persediaan bagi ilmu. Ilmu, dalam hal ini, bukan sekedar fakta, tetapi fakta-fakta yang diamati dalam sebuah aktivitas ilmiah melalui pengamalaman. Fakta bukan pula data, berbeda dengan fakta, data lebih merupakan berbagai keterangan mengenai sesuatu hal yang diperoleh melalui hasil pencerapan atau sensasi inderawi.

  3. Obyektif; bahwa ilmu menunjuk pada bentuk pengatahuan yang bebas dari prasangka perorangan (personal bias), dan perasaan-perasaan subyektif berupa kesukaan atau kebencian pribadi. Ilmu haruslah hanya mengandung pernyataan serta data yang menggambarkan secara terus terang atau mencerminkan secara tepat gejala-gejala yang ditelaahnya. Obyektifitas ilmu mensyaratkan bahwa kumpulan pengetahuan itu haruslah sesuai dengan obyeknya (baik obyek material maupun obyek formal-nya), tanpa diserongkan oleh keinginan dan kecondongan subyektif dari penelaahnya.

  4. Analitis; bahwa ilmu berusaha mencermati, mendalami, dan membedabedakan pokok soalnya ke dalam bagian-bagian yang terpecinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian tersebut. Upaya pemilahan atau penguraian sesuatu kebulatan pokok soal ke dalam bagian-bagian, membuat suatu bidang keilmuan senantiasa tersekatsekat dalam cabang-cabang yang lebih sempit sasarannya. Melalui itu, masing-masing cabang ilmu tersebut membentuk aliran pemikiran keilmuan baru yang berupa ranting-ranting keilmuan yang terus dikembangkan secara khusus menunju spesialisasi ilmu.

  5. Verifikatif; bahwa ilmu mengandung kebenaran-kebenaran yang terbuka untuk diperiksa atau diuji (diverifikasi) guna dapat dinyatakan sah (valid) dan disampaikan kepada orang lain. Kemungkinan diperiksa kebenaran (verifikasi) dimaksud lah yang menjadi ciri pokok ilmu yang terakhir. Pengetahuan, agar dapat diakui kebenarannya sebagai ilmu, harus terbuka untuk diuji atau diverifikasi dari berbagai sudut telaah yang berlainan dan akhirnya diakui benar. Ciri verifikasif ilmu sekaligus mengandung pengertian bahwa ilmu senantiasa mengarah pada tercapainya kebenaran. Ilmu dikembangkan oleh manusia untuk menemukan suatu nilai luhur dalam kehidupan manusia yang disebut kebenaran ilmiah. Kebenaran tersebut dapat berupa azas-azas atau kaidah-kaidah yang berlaku umum atau universal mengenai pokok keilmuan yang bersangkutan. Melalui itu, manusia berharap dapat membuat ramalan tentang peristiwa mendatang dan menerangkan atau menguasai alam sekelilingnya. Contohnya, sebelum ada ilmu maka orang sulit mengerti dan meramalkan, serta menguasai gejala atau peristiwa-peristiwa alam, seperti; hujan, banjir, gunung meletus, dan sebagainya. Orang, karena itu, lari kepada tahyul atau mitos yang gaib. Namun, demikian, setelah adanya ilmu, seperti; vulkanologi, geografi, fisis, dan kimia maka dapat menjelaskan secara tepat dan cermat bermacam-macam peristiwa tersebut serta meramalkan halhal yang akan terjadi kemudian, dan dengan demikian dapat menguasainya untuk kemanfaatan diri atau lingkungannya. Berdasarkan kenyataan itu lah,orang cenderung mengartikan ilmu sebagai seperangkat pengetahuan yang teratur dan telah disahkan secara baik, yang dirumuskan untuk maksud menemukan kebenaran-kebenaran umum, serta tujuan penguasaan, dalam arti menguasai kebenaran-kebenaran ilmu demi kepentingan pribadi atau masyarakat, dan alam lingkungan.

Selain, kelima ciri ilmu di atas, masih terdapat beberapa ciri tambahan lainnya, misalnya; ciri instrumental dan ciri faktual. Ciri instrumental, dimaksudkan bahwa ilmu merupakan alat atau sarana tindakan untuk melakukan sesuatu hal. Ilmu, dalam hal ini sukar namun, juga amat muda dalam arti, senantiasa merupakan sarana tindakan untuk melakukan banyak hal yang mengagumkan dan membanjiri dunia dengan ide-ide baru. Ilmu berciri faktual, dalam arti, ilmu tidak memberikan penilaian, baik atau buruk terhadap apa yang ditelaannya, tetapi hanya menyediakan fakta atau data bagi sepengguna. Pandangan terakhir ini, oleh filsuf kritis telah ditolah karena, menurut mereka ilmu sebagai sebuah hasil budaya manusia, selalu bertautan atau berhubungan dengan nilai. Ilmu, karenanya, tidak dapat membebaskan atau meluputkan diri dari nilai dan selalu harus bertanggungjawab atasnya.


VI. Dimensi khusus Ilmu


Ilmu, dalam perkembangannya yang luas dan bertumbuh beraneka ragam, telah menampilkan pula berbagai dimensi keilmuan yang cukup luas dan beragam, serta bersifat khas atau khusus. Dimensi ilmu menunjuk pada perwatakan, peranan, serta kepentingan yang sepatutnya yang dianggap termasuk dalam ilmu. Berbagai pandangan filsuf, sebagaimana ditunjukkan oleh The Liang Gie (1996: 131-133), menunjukkan beberapa dimensi ilmu yang secara khusus atau spesifik dapat dijumpai dari ilmu-ilmu yang bersangkutan, yaitu:


  1. Dimensi ekonomi, ilmu memiliki dimensi ekonomis, dalam arti, ilmu dilihat sebagai salah satu faktor utama dalam mempertahankan dan mengembangkan produksi.

  2. Dimensi linguistik, bahwa ilmu dipahami sebagai suatu bahasa buatan. Ilmu, dalam hal ini, dilihat sebagai suatu konstruksi kebahasaan (a construction of language), dengan seperangkat tanda dan hubungan-hubungan spesifik tertentu serta antara obyek-obyek, dan dengan prakterk.

  3. Dimensi matematis, ilmu berdimensi matematis dalam hal menekankan segisegi kuantitatif dan proses-proses kuantifikasi dalam ilmu. Ilmu, dalam hal ini, mencakup penalaran matematis dan analisis data atas fenomena alamiah.

  4. Dimensi politik, bahwa ilmu memiliki dimensi kekuasaan (power) sebagaimana ditunjukkan oleh Francis Bacon: knowledge is power. Ilmu, dalam hal ini cenderung dipahami sebagai kekuatan dalam hal membangun dan menyelenggarakan pemerintahan atau kekuasaan serta mempertahankannya.

  5. Dimensi psikologis; bahwa ilmu bukanlah kumpulan keajaiban, melainkan suatu sikap terhadap dunia dengan kreativitas kejiwaan yang penuh daya seni serta keindahan yang tinggi.

  6. Dimensi sosiologis, bahwa ilmu, dalam hal ini, cenderung dipahami sebagai sebuah lembaga sosial (social institution), mendorong aktivitas sosial (social aktivity), serta membangun jaringan-jaringan yang menghimpun, menguji, serta menyebarkan pengetahuan, dan menciptakan sebuah masyarakat ilmuwan.

  7. Dimensi nilai, bahwa ilmu bukan sekedar untuk menjejerkan ide-ide atau gagasan-gagasan, tetapi lebih daripada itu merupakan sebuah nilai (value) pada dirinya, dan karenanya, ilmu tidak dapat membebaskan diri dari nilainilai yang diembannya sejak awal proses pembentukan maupun penerapannya.

  8. Dimensi sejarah, ilmu, dalam hal ini, dipahami sebagai bagian dari perkembangan sejarah manusia dan kebudayaan. Ilmu, karenanya, merupakan sebuah kekuatan sejarah yang sangat besar peranannya bagi setiap generasi manusia di dalam periodenya masing-masing. Ilmu sebagai kekuatan sejarah, selalu membangun eksistensi sosial manusia dalam arahnya yang selalu baru.

  9. Dimensi kultur, bahwa ilmu sebagai produk budaya manusia yang sekaligus ditempatkan menjadi kekuatan budaya (cultural force) dalam membangun peradaban manusia dan dunia sebagai pribadi dan dunia yang berbudaya.

  10. Dimensi kemanusiaan; ilmu adalah produk daya cipta, rasa, dan karsa manusia yang bertautan langsung dengan nilai rasa (cita rasa) manusia dan kemanusiaan itu sendiri. Manusia adalah obyek sekaligus subyek bagi ilmu itu sendiri, dan ilmu selalu berorientasi pada manusia sebagai kausa ontologi (penyebab ada) bagi ilmu itu sendiri. Manusia lah yang mengembangkan ilmu, tetapi sekaligus mendapatkan keuntungan (benefit) dari ilmu itu sendiri.

  11. Dimensi rekreatif, bahwa ilmu memiliki dimensi permaianan yang dilombahkan dan dilakukan dengan kegembiraan. Ilmu, dalam hal ini, dilihat sebagai suatu permainan yang ditimbulkan oleh keingintahuan untuk menemukan alam semesta dan dirinya sendiri, serta memperluas atau memperbesar kesadaran manusia akan dunia tempat ia hidup dan berkarya.

  12. Dimensi sistem; ilmu, dalam hal ini, merupakan suatu kebulatan sistem yang terdiri dari unsur-unsur yang berada dalam keadaan yang saling berinteraksi. Jadi, ilmu dipahami sebagai pengetahuan sistematis yang memiliki ciri sistematis, sistim penjelasan (a system of explanation), dan terpola atau terstruktur, serta menjadi suatu sistim keyakinan tentang alam, kaidah-kaidah alam, kaidah-kaidah pembilangan, serta hubungannya dengan manusia.

  13. Dimensi logic, bahwa ilmu konsistensi proposisi-proposisi ilmu dalam membangun sebuah penalaran yang sehat dan lurus guna mencapai kesimpulan-kesimpulan keilmuan yang bersifat valid dan obyektif. Melalui itu, ilmu, secara formal, dapat diterima sebagai sebuah ilmu yang resmi, valid, dan obyektif.


Pembahasan mengenai dimensi khusus keilmuan di atas, memperlihatkan bahwa, esungguhnya masih terdapat lagi banyak dimensi keilmuan yang lain yang bersifat khas, namun, semua dimensi tersebut saling terkait secara komplementar (saling melengkapi) untuk meberikan manfaat atau kegunaan secara utuh dan sempurna bagi kemajuan ilmu maupun bagi manusia dan alam kehidupannya. Konsekuensinya, penonjolan secara sepihak pada salah satu dimensi yang paling disukai saja, misalnya; dimensi ekonomi ilmu karena membawa keuntungan langsung, akan sangat mengganggu kemajuan ilmu secara utuh serta cenderung merapuhkan vitalitas ilmu itu sendiri. Alasannya, kerena kemajuan pada dimesi ekonomi akan

sangat ditunjang oleh dimensi lain, sementara persoalan-persoalan yang dimunculkan oleh faktor ekonomi itu sendiri tidak mungkin hanya dapat dipecahkan secara ekonomi pula.


VII. Bentuk Pernyataan dan Ragam Proposisi Ilmiah (Keilmuan)


  1. 1. Deskripsi, merupakan bentuk pernyataan ilmiah (pernyataan keilmuan) berupa uraian terpeinci, baik mengenai bentuk, susunan, peranan, serta halhal terperinci lainnya dari fenomena atau obyek keilmuan yang bersangkutan. Bentuk pernyataan deskriptif ini, biasanya terdapat pada cabang-cabang ilmu khusus yang bersifat deskriptif, misalnya; ilmu anatomi, biologi, astronomi, dan sebagainya.

  2. 2. Perskripsi, merupakan bentuk pernyataan ilmiah yang berupa petunjukpetunjuk atau ketentuan-ketentuan mengenai apa yang perlu berlangsung atau sebaliknya dilakukan dalam hubungan dengan suatu obyek keilmuan. Bentuk pernyataan perskripsi dimaksud, banyak dijumpai dalam cabangcabang ilmu sosial. Misalnya; ilmu-ilmu pendidikan yang memuat petunjukpetuntuj mengenai cara-cara mengajar yang baik di dalam kelas. Hal demikian pun dapat dijumpai di dalam ilmu administrasi negara yang berupaya memaparkan berbagai azas atau ukuran-ukuran, dan berbagai peraturan lainnya tentang bagaimana menjalankan sebuah organisasi pemerintahan yang baik, membangun menajemen yang efektif, atau prosedur kerja yang efisien.

  3. 3. Eksposisi Pola; merupakan bentuk pernyataan ilmiah yang memaparkan polapola dalam sekumpulan sifat, ciri, kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena atau obyek keilmuan yang ditelaah. Misalnya, dalam Antropologi, dipaparkan pola-pola kebudayaan berbagai suku bangsa, atau dalam Sosiologi, diungkapkan pola-pola perubahan masyarakat dari tahap kehidupan pedesaan menjadi masyarakat perkotaan.

  4. 4. Rekonstruksi historis; merupakan bentuk pernyataan ilmiah yang berusaha menggambarkan atau menceriterakan sesuatu hal pada masa lampau dengan beruasah memberikan penjelasan atau menunjukkan alasan yang diperlukan bagi pertumbuhan hal dimaksud, baik secara alamiah maupun secara budaya melalui campur tangan manusia, dengannya orang akan berusaha memberikan petunjuk-petunjuk atau penyiasatan hidup ke depan. Bentuk pernyataan ilmiah ini dapat dijumpai dalam ilmu-ilmu khusus, seperti; Historiografi atau Ilmu purbakala.

  5. 5. Azas ilmiah (azas keilmuan); merupakan ragam proposisi ilmiah yang mengandung prinsip-prinsip kebenaran umum berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati. Azas ilmiah, dalam ilmu-ilmu sosial, sering dipahami sebagai prinsip yang memadai untuk dijadikan pedoman di dalam melakukan tindakan-tindakan. Misalnya; azas peredaran planet berdasarkan pengamatan astronomi, yang menyatakan; makin dekat sesuatu planet kepada matahari, makin pendek masa putarannya.

  6. 6. Kaidah ilmiah (kaidah keilmuan); merupakan ragam proposisi yang mengungkapkan keajegan (keteraturan) atau hubungan tertib yang dapat diperiksa kebenarannya di antara fenomena-fenomena. Melalui itu, ia digeneralisasikan sebagai hal yang secara umum berlaku bagi fenomena yang sejenis. Misalnya; Hukum gaya berat dari Ishak Newton atau Kaidah Boyle di dalam ilmu-ilmu kimiah bahwa volume suatu gas berubah secara terbalik dengan tekanan bila suhu yang sama tetap dipertahankan. Kaidah, ilmiah, karenanya, seringkali diartikan sebagai suatu pernyataan prediktif dan universal.


VIII. Struktur pengetahuan ilmiah (Ilmu).


Pengertian Struktur Ilmu


Struktur adalah perangkat unsur yang diantaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik, unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang bersifat intuitif. (kamus Linguistik; Prof. Dr. Harimurti Kridalaksana:1993). Jadi, Struktur ilmu pengetahuan adalah suatu kumpulan pengetahuan sistematik terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan atau dikoordinasikan agar dapat menjadi dasar teoritis atau memberikan penjelasan termaksud. The Liang Gie (2000: 139).


Struktur ilmu dalam filsafat ilmu merupakan bagian yang penting dipelajari mengingat ilmu merupakan suatu bangunan yang tersusun, bersistem dan kompleks. Melalui ilmu kita dapat menjelaskan, meramal dan mengontrol setiap gejala-gejala alam yang terjadi. Tujuan akhir dari disiplin keilmuan yaitu mengembangkan sebuah teori keilmuan yang bersifat utuh dan konsisten.


Secara garis besar ilmu atau sains dibagi dua, yaitu:

Sains sosial

  • Sosiologi : komunikasi, politik, pendidikan

  • Antropologi : budaya, ekonomi, politik

  • Psikologi : pendidikan, anak, abnormal

  • Ekonomi ; makro, lingkungan, pedesaan

  • Politik : dalam negeri, hukum, internasional


Sains ke-alam-an,

Astronomi

  • Fisika : mekanika, bunyi, cahaya dan optik, fisika, nuklir

  • Kimia : kimia organik dan kimia teknik

  • Ilmu bumi : paleontologi, ekologi, geofisika, geokimia, mineralogi, geografi

  • Ilmu hayat : biofisika, botani, zoologi


Humaniora

  • Seni : abstrak, grafika, pahat, tari

  • Hukum : pidana, tata usaha negara, adat

  • Filsafat : logika, etika,estetika

  • Bahasa : sastra

  • Agama : Islam, Kristen, Confusius

  • Sejarah : Indonesia, dunia


Objek Ilmu Pengetahuan


Objek ilmu pengetahuan yaitu objek-objek yang empiris berdasarkan pada pengalaman. Objek kajian sain (ilmu pengetahuan) hanyalah objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia. Yang dimaksud pengalaman disini adalah pengalaman indera. Objek kajian ini haruslah objek yang empiris, sebab bukti–bukti yang harus ditemukan adalah bukti-bukti yang empiris (berdasar pengalaman yang diperoleh dari percobaan-percobaan). Bukti empiris ini kemudian diperlukan untuk menguji bukti rasional yang telah dirumuskan dalam hipotesis (sesuatu/teori yang dianggap benar).


Apa saja objek-objek yang diteliti sain…. ?


Objek yang dapat diteliti banyak sekali ; alam, tumbuhan, hewan, manusia, serta kejadian-kejadian disekitarnya. Dari penelitian itulah muncul teori teori sain. Teori-teori itu dikelompokan menurut cabang-cabang sain, teori-teori yang telah berkelompok itu kemudian disebut struktur sain (struktur ilmu pengetahuan).


Struktur Ilmu Pengetahuan


a) Metode ilmiah

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Seperti diketahui berfikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran, dengan cara bekerja ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai karakteristik tertentu yang diminta oleh ilmu pengetahuan yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan pengetahuan yang disusunnya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan


b) Teori

Teori yang dimaksud disini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut.


c) Hipotesis

Fakta tidak berbicara dengan sendirinya. Dalam dunia ilmu, sekelompok molekul atau sel tidak meloncat-loncat, melambaikan tangan, bersuit-suit, dan mengatakan. “hai, lihat saya! Disini! Saya adalah batu,atau pohon, dan sebagainya.”

Hipotesis adalah pernyatan sementara tentang yang diajukan dalam bentuk dugaan atau teori, yang merupakan dasar dalam menjelaskan kemungkinan hubungan tersebut.


d) Logika

Penalaran merupakan suatu proses berfikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran, maka proses berfikir itu harus dilakukan dengan cara tertentu.


e) Data-Informasi

Tahapan ini merupakan suatu yang dominan dalm metode keilmuan. Disebabkan oleh banyaknya kegiatan keilmuan yang diarahkan kepada pengumpulan data, maka banyak orang yang menyamakan keilmuan dengan pengumpulan fakta. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Penyusunan dan klasifikasi data tahapan metode keilmuan ini, menekankan kepada penyusunan kata dalam kelompok-kelompok, jenis-jenis dan kelas-kelas. Dalm sebuah cabang ilmu usaha untuk mengidentifikasi, menganalisa, membadingkan, dan membedakan fakta-fakta yang tergantung kepada adanya klasifikasi yang disebut taksonomi dan ilmuan modern terus berusaha untuk menyempurnakan taksonomi untuk bidang keilmuan mereka.


f) Pembuktian

Langkah selanjutnya setelah menyusun hipotesis adalah menguji hipotesis tersebut. dengan mengonfrontasikannya atau menghadapkannya dengan dunia fisik yang nyata. Tidak jarang pula beberapa pembuktian ilmiah membutuhkan alat yang rumit sekali sehingga hipotesis baru dapat dibuktikan beberapa waktu setelah ditemukan alat yang dapat membantu mengumpulkan fakta yang dibutuhkan.

Pengujian kebenaran dalam ilmu berarti menguji hipotesis dengan pengamatan kenyataan yang sebenarnya. Dalam hal ini maka keputusan terakhir terletak pada fakta.


g) Evaluasi

Evaluasi dalam hal ini adalah menarik kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses menguji hipotesis tidak terdapat fakta yang cukup mendukung maka hipotesis itu ditolak. Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah teruji kebenarannya.


(h) Pradigma

Secara umum pengertian pradigma adalah seperangkat keyakinan atau dasar yang menuntut tindakan seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kaitannya dengan pengetahuan dan metode ilmiah, The Liang Gie (1997) menyatakan bahwa ilmu adalah kesatuan antara pengetahuan, aktivitas, dan metode. Ketiga hal tersebut merupakan kesatuan logis yang harus ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas, aktivitas harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.


Kesatuan dan interaksi di antara aktivitas, metode, dan pengetahuan menyusun suatu ilmu. Hubungan ketiganya dapat digambarkan dengan uraian sebagai berikut:

”Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Sesuatu yang ilmiah itu mempunyai sifat tidak absolut. Kebenaran ilmiahnya terbatas hingga sesuatu yang ilmiah dapat disangkal atau disanggah dan diperbaiki.”


Ilmu sebagai sekumpulan pengetahuan sistematik terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan agar dapat menjadi dasar teori dan memberi penjelasan yang sesuai. Saling keterkaitan diantara segenap komponen itu juga merupakan struktur dari pengetahuan ilmiah (Gie, 1997).


Struktur pengetahuan ilmiah/ilmu pengetahuan, mencakup :


Objek sebenarnya:

  • Objek material : Ide abstrak, Benda fisik, Jasad hidup, Gejala rohani, Peristiwa sosial, Proses tanda

  • Objek formal: Pusat perhatian dalam penelaahan ilmuwan terhadap fenomena itu


Bentuk pernyataan

  • Deskripsi : Bersifat deskriptif (menggambarkan apa adanya) dengan memberikan penjelasan mengenai bentuk, susunan dll

  • Preskripsi : Memberikan petunjuk atau ketentuan apa yang seharusnya terjadi

  • Eksposisi Pola: Merangkum pernyataan-pernyataan yang memaparkan pola-pola

  • Rekonstruksi historis : Menceritakan dengan penjelasan atau alasan yang diperlukan dalam pertumbuhan sesuatu pada masa lampau

Ragam proposisi

Adalah : Bentuk pernyataan yang lain, terutama ditemukan pada cabang ilmu yang lebih dahulu


Ciri pokok

– Ilmu sama , tidak tergantung siapa yang menemukan/mengungkapkan;

– Ilmu bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika;

– Ilmu dapat diuji kebenarannya;

– Kebenarannya tidak bersifat individual;

– Ilmu dapat digunakan oleh semua orang.


Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan.


Perkembangan sain didorong oleh paham Humanisme, yaitu paham filsafat yang mengajarkan bahawa manusia mampu mengatur dirinya dan alam. Paham ini muncul pada zaman yunani kuno. Manusia perlu aturan agar dapat hidup teratur, juga peraturan untuk mengatur alam supaya alam itu dapat mempermudah kehidupannya. Menurut mereka, aturan itu harus bersumber pada sesuatu yang ada pada manusia yaitu akal.


Penalaran sebagai sebuah kemampuan berpikir, memiliki dua ciri pokok, yakni logis dan analitis. Logis artinya bahwa proses berpikir dilandaskan pada logika. Sedangkan analitis mengandung arti bahwa proses berpikir ini dilakukan dengan langkah-langkah tertentu dan teratur.


Macam-macam Penalaran


Penalaran Deduktif.

Penalaran deduktif atau juga dikenal sebagai berpikir rasional yang dibidangi oleh filosof Yunani Aristoteles merupakan penalaran yang beralur dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum menuju pada penyimpulan yang bersifat khusus. Sebagai contoh misalnya dokter dalam mendiagnosis penyakit pasiennya, yang harus dicamkan adalah penggunaannya bukan jaminan bahwa penalaran deduktif ini dapat dipergunakan tanpa kelemahan. Diantara kelemahannya adalah kesimpulan yang ditarik berdasarkan logika deduktif tak selalunya jitu, sehingga diharapkan tidak hanya mengandalkan logika ini.


Penalaran Induktif

Penalaran induktif adalah penalaran yang lebih banyak mengacu pada observasi inderawi atau empiris. Dengan kata lain penalaran induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.(Suriasumantri, 1985:46). Penalaran ini dirintis oleh Prancis Bacon yang tidak puas dengan penalaran deduktif.

Penalaran induktifpun belum sempurna karena keterbatasan dan ketidaksempurnaan indera;


Penalaran Ilmiah

Baik penalaran deduktif maupun penalaran induktif keduanya memiliki kebaikan dan kelemahan masing-masing, namun dengan segala kelebihan dan kelemahannya keduanya telah mewarnai babak-babak awal sejarah perkembangan ilmu pengetahuan modern.


Berdasar pada deduktif semata, ilmu pengetahuan tidak akan maju, demikian pula jika mengandalkan pada induktif semata ilmu pengetahuan bagai berjalan dalam kegelapan. Dengan melihat kelebihan dan kekurangan dari kedua penalaran itu, orang kemudian mencoba memodifikasi keduanya, bahkan kemudian untuk memperbesar keunggulan kedua logika itu dan memperkecil kelemahan masing-masing maka kedua logika itu digabungkan.


Upaya penggabungan itu dilakukan oleh Charles Darwin si penggagas teori evolusi saat mencoba membuktikan konsep Malthus yang kemudian menghasilkan teori baru. Dalam hal ini Darwin menggunakan penemuan orang lain untuk menemukan teori baru. Inilah sebenarnya essensi dari penggabungan deduktif dan induktif. Gabungan penalaran deduktif dan induktif inilah yang kemudian memunculkan penalaran baru yang dikenal degan penalaran ilmiah.

Selanjutnya John Dewey (Van Dalen,1973:13)[5] meramu gabungan penalaran tersebut ke dalam langkah-langkah berpikir yang dikenal sebagai berpikir reflektif (reflective thinking). Langkah-langkah berpikir reflektif inilah yang kemudian menjadi cikal bakal metode ilmiah (scientific method).


Anderson (1970:5) mengemukakan urutan langkah-langkah metode ilmiah sbb:

  • Perumusan masalah.

  • Penyusunan hipotesis.

  • Melakukan eksperimen/pengujian hipotesis.

  • Mengumpulkan dan mengolah data.

  • Menarik kesimpulan.


Metode ilmiah yang menghendaki pembuktian kebenaran secara terpadu antara kebenaran rasional dan kebenaran faktual, mengggabungkan penalaran deduktif dan induktif dengan menggunakan hipotesis sebagai jembatan penghubungnya.Penelitian dapat didefinisikan sebagai upaya mencari jawaban yang benar atas suatu masalah berdasarkan logika dan didukung oleh fakta empiris. Penelitian dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan secara sistematis melalui proses pengumpulan data, pengolahan data, serta menarik kesimpulan berdasarkan data menggunakan metode dan teknik tertentu untuk mendapatkan kebenaran.


Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan mengapa penelitian perlu dilakukan.

  • Pertama, dunia sangat luas, tidak terbatas. Banyak fenomena-fenomena alam yang belum terungkap.

  • Kedua, banyak masalah-masalah dalam kehidupan yang memerlukan jawaban dan penyelesaian.

  • Ketiga, dalam menjawab permasalahan sering diselesaikan hanya mengunakan akal sehat (common sense), sedangkan dalam dunia sains common sense dihindari. Pernyataan harus mengandung kebenaran yaitu kebenaran ilmiah yang didukung oleh fakta dan dianalisis kebenarannya.

  • Keempat, diperlukan suatu pendekatan penelitian yang sahih (valid), terpercaya, sehingga hasil penelitiannya dapat diuji oleh siapapun, dan dengan metode yang sama dihasilkan hal yang sama pula (bersifat konsisten).


Ilmu merupakan aktivitas manusia. Ilmu tidak hanya satu aktivitas tunggal, melainkan rangkaian aktivitas sehingga merupakan suatu proses. Rangkaian aktivitas ilmu adalah bersifat rasional, kognitif, dan teologis (The Liang Gie, 2000).


Aktivitas rasional berarti kegiatan yang mempergunakan kemampuan pikiran untuk menalar bukan berdasarkan pada perasaan atau naluri. Ilmu merupakan proses kognitif yang berkaitan dengan sebuah proses mengetahui. Proses kognitif merupakan suatu rangkaian aktivitas seperti pengenalan, penalaran, pengkonsepsian, dimana manusia dapat mengetahui dan memperoleh pengetahuan tentang suatu hal untuk memperoleh pemahaman. Para ilmuwan dalam melakukan aktivitas ilmiah memiliki tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Ilmu melayani segala tujuan yang ingin dicapai oleh setiap ilmuwan. Ilmu merupakan aktivitas manusiawi yang memiliki tujuan. Tujuan ilmu dapat bermacam-macam sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masing-masing ilmuan.


Metode Penelitian Ilmiah

Metode ilmiah[6] adalah prosedur atau cara tertentu yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan yang disebut ilmu/pengetahuan ilmiah. Metode ilmiah merupakan cara alamiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2010). Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasionalis, empiris, dan sistematis. Rasionalis berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara masuk akal sehingga dijangkau oleh penalaran manusia.


Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indra manusia, sehingga orang lain dapat dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan.Sistematis berarti proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Setiap penelitian mempunyai tujuan dan kegunaan tertentu.


Secara umum tujuan penelitian ada tiga macam yaitu bersifat penemuan, pembuktian, dan pengembangan. Penemuan berarti data yang diperoleh dari penelitian itu adalah data yang betul-betul baru yang sebelumnya belum diketahui. Penelitian yang bersifat penemuan dilaksanakan untuk menemukan sesuatu yang baru dalam bidang tertentu, seperti ; menemukan cara yang efektif untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Pembuktian berarti data yang diperoleh itu digunakan untuk membuktikan adanya keragu-raguan terhadap informasi. Penelitian yang bersifat pembuktian dilaksanakan untuk menguji kebenaran dari sesuatu yang telah ada seperti, membuktikan apakah gaya belajar berpengaruh pada prestasi belajar peserta didik. Pengembangan berarti memperdalam atau memperluas pengetahuan yang telah ada. Contoh penelitian pengembangan adalah mengembangkan bahan ajar.


Guna membantu Anda melakukan pemetaan pemikiran secara utuh terhadap hakikat ilmu,. berikut struktur pengetahuan ilmiah:



IX. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


IPTEK adalah akronim dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dimana dari akronim tersebut mempunyai artinya sendiri, baik Ilmu, Pengetahuan, maupun Teknologi.Ilmu dapatlah dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai paradigma etika. Ilmu dipandang sebagai proses karena ilmu merupakan hasil dari kegiatan sosial, yang berusaha memahami alam, manusia dan perilakuknya baik secara individu atau kelompok. Ilmu sebagai produk artinya ilmu diperoleh dari hasil metode keilmuan yang diakui secara umum dan sifatnya yang universal. Oleh karena itu ilmu dapat diuji kebenarannya, sehingga tidak mustahil suatu teori yang sudah mapan suatu saat dapat ditumbangkan oleh teori lain.


Ilmu sebagai paradigma ilmu, karena ilmu selain universal, komunal, juga alat meyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak begitu saja mudah menerima kebenaran.Istilah ilmu yang dikemukakan di atas berbeda dengan istilah pengetahuan. Ilmu diperoleh melalui kegiatan metode ilmiah atau epistemology. Jadi, epistemology merupakan pembahasan bagaimana mendapatkan pengetahuan. Epistemologi ilmu tercermin dalam kegiatan metode ilmiah.


Sedangkan pengetahuan adalah pikiran atau pemahaman di luar atau tanpa kegiatan metode ilmiah, sifatnya dapat dogmatis, banyak spekulasi dan tidak berpijak pada kenyataan empiris. Sumber pengetahuan dapat berupa hasil pengalaman berdasarkan akal sehat (common sense) yang disertai mencoba-coba, intuisi (pengetahuan yang diperoleh tanpa penalaran) dan wahyu (merupakan pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada para nabi atau utusan-Nya).


Pengertian tentang ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang didasarkan atas fakta-fakta di mana pengujian kebenarannya diatur menurut suatu tingkah laku sistem. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu.


Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki tiga komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusun sebagai berikut:

  • Ontologis, dapat diartikan sebagai hakikat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahannya, dengan kata lain ontologis merupakan objek formal dari suatu pengetahuan

  • Epistemologis, dapat diartikan sebagai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh pengetahuan

  • Aksiologis, merupakan asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu pengetahuan.


Teknologi, teknologi merupakan berasal dari bahasa Yunani, yaitu tekne, yang berari pekerjaan, dan logos, berarti suatu studi peralatan, prosedur dan metode yang digunakan pada berbagai cabang industri. Pengertian teknologi secara umum adalah proses yang meningkatkan nilai tambah. Produk yang digunakan dan dihasilkan untuk memudahkan dan meningkatkan kinerja. Struktur atau sistem di mana proses dan produk itu dikembamngkan dan digunakan.


Kesimpulannya, ilmu pengetahuan mempunyai teori-teori atau rumus-rumus yang tetap, dan teknologi merupakan praktek atau ilmu terapan dari teori-teori yang berasal dari ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai saling mempunyai hubungan. Jika tidak ada ilmu pengetahuan, teknologi tidak akan ada.


Perkembangan IPTEK pada saat ini


Perkembangan dunia iptek yang demikian pesatnya telah membawa manfaat luar biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia. Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik cukup besar, kini relatif sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis. Sistem kerja robotis telah mengalihfungsikan tenaga otot manusia dengan pembesaran dan percepatan yang menakjubkan.


Begitupun dengan telah ditemukannya formulasi-formulasi baru aneka kapasitas komputer, seolah sudah mampu menggeser posisi kemampuan otak manusia dalam berbagai bidang ilmu dan aktivitas manusia. Ringkas kata, kemajuan iptek yang telah kita capai sekarang benar-benar telah diakui dan dirasakan memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat manusia.


Bagi masyarakat sekarang, iptek sudah merupakan suatu religion. Pengembangan iptek dianggap sebagai solusi dari permasalahan yang ada. Sementara orang bahkan memuja iptek sebagai liberator yang akan membebaskan mereka dari kungkungan kefanaan dunia. Iptek diyakini akan memberi umat manusia kesehatan, kebahagiaan dan imortalitas. Sumbangan iptek terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia tidaklah dapat dipungkiri.


Namun manusia tidak bisa pula menipu diri akan kenyataan bahwa iptek mendatangkan malapetaka dan kesengsaraan bagi manusia. Dalam peradaban modern yang muda, terlalu sering manusia terhenyak oleh disilusi dari dampak negatif iptek terhadap kehidupan umat manusia. Kalaupun iptek mampu mengungkap semua tabir rahasia alam dan kehidupan, tidak berarti iptek sinonim dengan kebenaran. Sebab iptek hanya mampu menampilkan kenyataan. Kebenaran yang manusiawi haruslah lebih dari sekedar kenyataan obyektif. Kebenaran harus mencakup pula unsur keadilan.


Penerapan Iptek dalam pembangunan telah meningkatkan kehidupan masyarakat dan memajukan kehidupan bangsa dan negara di berbagai sektor. Namun harus disadari di balik semua itu ada dampak-dampak negatifnya terhadap lingkungan hidup. Yang dimaksud lingkungan hidup dalam hal ini adalah menyangkut lingkungan alam, lingkungan sosial dan budaya.


Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan ini, berjalan sesuai dengan peradaban kehidupan. Teknologi yang dihasilkan dari pengembangan ilmu pengetahuan merupakan alat bentu/ekstensi kemampuan diri manusia. Dewasa ini, telah menjadi sebuah kekuatan otonom. Dengan daya pengaruhnya yang sangat besar, ditopang pula oleh system-sistem sosial yang kuat, telah menjadi pengarah hidup manusia. Masyarakat yang rendah kemampuan teknologinya cenderung tergantung dan hanya mampu bereaksi terhadap dampak yang ditimbulkan oleh kecanggihan teknologi.


Perkembangan teknologi memang sangat diperlukan. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan aktifitas manusia. Khusus dalam bidang teknologi masyarakat sudah menikmati banyak manfaat dari inovasi-inovasi yang telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini. Berbagai penemuan teknologi telah membawa perubahan yang begitu cepat dalam tata kehidupan masyarakat. Perubahan itu antara lain cara orang bekerja, gaya hidup, dan tata nilai masyarakat. Berbagai penemuan dan penerapan teknologi telah membuka fase industrialisasi. Teknologi dan industrialisasi cenderung mempercepat tempo kehidupan, pengangkutan serba cepat, dan komunikasi secepat kilat.


Penutup


Ilmu timbul berdasarkan atas hasil pengolahan secara metodologi terhadap pengalaman-pengalaman yang dapat dikumpulkan. Dalam kaitannya dengan pengetahuan dan metode ilmiah, Gie (1997) menyatakan bahwa ilmu adalah kesatuan antara pengetahuan, aktivitas, dan metode. Ketiga hal tersebut merupakan kesatuan logis yang harus ada. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas, aktivitas harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Kesatuan dan interaksi di antara aktivitas, metode, dan pengetahuan menyusun suatu ilmu.Gabungan penalaran deduktif dan induktif inilah yang kemudian memunculkan penalaran baru yang dikenal dengan penalaran ilmiah.


Ilmu merupakan sesuatu kegiatan yang dilaksanakan orang (aktivitas manusiawi) yang bersifat rasional, kognitif, dan teologis. Metode ilmiah merupakan prosedur yang digunakan ilmuan dalam pencarian sistematis terhadap pengetahuan ilmiah yang dilakukan secara rasionalis, empiris, dan sistematis. Ilmu timbul berdasarkan atas hasil penyaringan, pengaturan, kuantifikasi, obyektivasi, singkatnya, berdasarkan atas hasil pengolahan secara metodologi terhadap arus bahan-bahan pengalaman yang dapat dikumpulkan. Dalam kaitannya dengan pengetahuan dan metode ilmiah, Gie (1997) menyatakan bahwa ilmu adalah kesatuan antara pengetahuan, aktivitas, dan metode. Ketiga hal tersebut merupakan kesatuan logis yang harus ada secara berurutan. Ilmuh harus diusahakan dengan aktivitas, aktivitas harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Kesatuan dan interaksi di antara aktivitas, metode, dan pengetahuan menyusun suatu ilmu.


Metode ilmiah merupakan prosedur yang digunakan ilmuan dalam pencarian sistematis terhadap pengetahuan ilmiah yang dilakukan secara rasionalis, empiris, dan sistematis. Epistemologi pengembangan ilmu itu terjadi mengikuti siklus logico, hipotetiko, dan verifikatif dengan keherensi antara pendekatan deduktif dan induktif dalam penelitian kuantitatif yang bersifat linier. Langkah-langkah penelitian kuantitatif adalah: (1) merumuskan masalah, (2) berteori, (3) berhipotesis, (4) mengumpulkan data, (5) analisis data, (6) membuat kesimpulan dan saran.


Gabungan penalaran deduktif dan induktif inilah yang kemudian memunculkan penalaran baru yang dikenal degan penalaran ilmiah. Dunia sangat luas, tidak terbatas. Banyak fenomena-fenomena alam yang belum terungkap. Banyak masalah-masalah dalam kehidupan yang memerlukan jawaban dan penyelesaian. Dalam menjawab permasalahan sering diselesaikan hanya mengunakan akal sehat (common sense), sedangkan dalam dunia sains common sense dihindari. Pernyataan harus mengandung kebenaran yaitu kebenaran ilmiah yang didukung oleh fakta dan dianalisis kebenarannya. Diperlukan suatu pendekatan penelitian yang sahih (valid), terpercaya (reliable), sehingga hasil penelitiannya dapat diuji eleh siapapun, dan dengan metode yang sama dihasilkan hal yang sama pula (bersifat konsisten).


Sumber Bacaan

1. Ilmu dalam Perspektif, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

2. The Liang Gie, 1985, Kamus Logika, Nurcahya, Yokyakarta.

15,348 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page