top of page
Writer's pictureLSP3I

Perguruan Tinggi sebagai Organization Learning


Globalisasi menghantar dunia pada wajah yang baru. Perubahan sistem budaya, politik, ekonomi dan teknologi sangat dipengaruhi oleh arah gerak arus informasi dalam era ini. Budaya yang sifatnya lokal dan tertutup berganti dengan budaya global yang terbuka. Politik tradisional yang fundamental berubah menjadi kebebasan yang dinamis. Ekonomi yang yang cakupan pasarnya dahulu sempit mengikuti wilayah, menjadi cakupan yang luas dan menciptakan berbagai peluang usaha dengan perputaran uang yang semakin cepat. Teknologi yang dahulunya bergerak sesuai keinginan manusia, saat ini bergerak sendiri dan terkesan mulai menguasai manusia. Dunia tidak lagi sempit dan asing. Ia menjadi luas dan memperluas jejaring pertemanan serta kekerabatan. Dunia yang ditinggali manusia saat ini menjadi dinamis dan kompleks.


Wajah dunia yang berubah,juga berimplikasi pada perubahan wajah organisasi. Sebagai sebuah institusi bentukan manusia, organisasi perguruan tinggi dalam era globalisasi semakin menuntut perubahan yang sangat cepat. Di era ini, organisasi perguruan tinggi dituntut untuk selalu membuka diri terhadap perubahan dan terus berupaya menyusun strategi serta kebijakan yang selaras dengan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal organisasi maupun lingkungan masyarakat yang secara langsung bersinggungan dengan perkembangan perguruan tinggi.


Perubahan zaman menuntut setiap organisasi untuk mampu atraktif dan antisipatif terhadap perubahan tersebut, tanpa meninggalkan visinya. Perguruan tinggi sebagai organization learning, akan terus berkembang menuju peradaban, tanpa mengulang pengalaman negatif di masa lalu. Secara umum organization learning membentuk profil organisasi perguruan tinggi yang memiliki dinamika belajar, kemampuan transformasi organisasi, pemberdayaan orang, menerapkan manajemen pengetahuan, dan mampu mengamplikasikan teknologi. Diharapkan organization learning akan membantu terjaganya roh sejarah perguruan tinggi sebagai wadah pencetak sumber daya manusia yang unggul di masa sekarang dan akan datang.


Perguruan tinggi sebagai Organization Learning harus mampu mengelolah berbagai atribut dalam dirinya sehingga menguasai aspek-aspek strategis, yang potensial untuk perluasan cara pandang dari bentuk tradisional ke bentuk yang modern dan lebih fleksibel. Dalam bagian inilah manajemen sangat dibutuhkan untuk mengelolah perubahan tersebut. Pengetahuan tentang perilaku organisasi, visi dan misi, serta budaya organisasi merupakan kebutuhan dasar dalam melakukan perubahan. Dan untuk melakukan hal ini diperlukan pribadi-pribadi yang terampil, cakap, dan mampu melihat peluang dalam kompleksitas yang ada di lingkungan. Peluang telah ada dalam arus gobalisasi, tinggal bagaimana para pelaku dalam organisasi melakukan pengendalian, hingga mampu memanfaatkan peluang tersebut menuju pada organisasi yang terus belajar secara berkelanjutan dan mengarah pada visi organisasi.


Konsep Organization Learning


Konsep organization learning (organisasi belajar) pertama kali diperkenalkan oleh John Dewey pada tahun 1938 lewat bukunya Experience and Education.” Dalam buku ini, ia memaparkan secara komprehensif tentang experiencial learning sebagai suatu lingkaran aktivitas yang berlangsung secara terus menerus. Selanjutnya learning organization menjadi istilah yang populer semenjak Peter Senge pada tahun 1990 melontarkan gagasannya dalam buku The Fifth Discipline. Semenjak itu, banyak organisasi profit maupun non profit menerapkan prinsip ini dalam motto organisasi mereka.


Menurut Peter Senge (1990), “learning organizations [are] organizations where people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together” (Organisasi belajar adalah organisasi-organisasi di mana orang mengembangkan kapasitas mereka secara terus-menerus untuk menciptakan hasil yang mereka inginkan, di mana pola pikir yang luas dan baru dipelihara, di mana aspirasi kolektif diperolehkan, di mana orang-orang belajar tanpa henti untuk melihat segala hal secara bersama-sama).


Lebih lanjut Pedler, Burgoyne dan Boydell (2009) mengemukakan bahwa organisasi belajar itu adalah “an organization that facilitates the learning of all its members and continuously transforms itself to achieve superior competitive performance.” (Organisasi belajar adalah suatu organisasi yang memberi kemudahan seluruh anggotanya untuk belajar dan mengubah bentuk organisasi secara terus-menerus guna memperoleh prestasi dan daya saing yang unggul). Dengan kedua definisi ini, maka organisasi belajar merupakan organisasi yang dapat mengembangkan kapasitas pola pikir dan kapasitas individu, cita-cita bersama dan memiliki karakter belajar secara berkelanjutan, sehingga mengubah organisasi untuk memiliki daya saing tingkat tinggi.


Adapun komponen-komponen dalam organisasi belajar adalah:


1. Kapasitas individu


Mengembangkan kapasitas individu dalam organisasi merupakan suatu cara untuk menjawab tujuan organisasi. Dalam teori organisasi, tujuan individu dan tujuan organisasi selalu bersinggungan. Untuk itu dengan mengembangkan kapasitas individu, maka organisasi menghargai setiap individu memiliki keunikan potensi, dan potensi tersebut dapat berkontribusi besar dalam mencapai tujuan organisasi. Disini organisasi akan menggapi tujuannya, dan individu dalam organisasi akan terus membangun potensi dalam dirinya sehingga berkualitas dan memiliki daya saing.


2. Pola pikir


Membangun pola pikir adalah suatu kesadaran bersama untuk melihat kompleksitas permasalahan yang dihadapi dan saling kebergantungan yang positif dalam merespon segala pengaruh dan berbagai bentuk perubahan yang terjadi. Dunia berubah semakin cepat, untuk itu dibutuhkan bangunan pola pikir yang sistemik dalam menghadapi dunia yang dinamis tersebut. Dalam organisasi belajar, riset dan pengembangan merupakan suatu keharusan. Tiap individu tidak harus terus dengan pola pikir yang lama dan dapat menghambat mereka dalam dunia yang cepat berubah. Secara organisasi, perubahan pola pikir sangat dibutuhkan untuk mejaga kelangsungan organisasi di masa datang.


3. Aspirasi bersama


Aspirasi bersama adalah tuuan, arah dan sasaran yang hendak dicapai dalam kurun waktu tertentu. Hal ini menggambarkan adanya harapan dan cita-cita yang ingin dicapai pada masa akan datang. Setiap individu dalam organisasi berhak dalam merumuskan tujuan yang harus dicapai organisasi, walaupun tujuan tersebut tidak akan keluar dari tujuan organisasi. Untuk itu tujuan ini harus dibagikan dan dipahami oleh setiap anggota organisasi. Pada komponen ini, setiap anggota organisasi harus memahami secara benar tujuan organisasi, dan bagaimana cara menggapainya.


4. Belajar berkelanjutan,


Komponen berikutnya, yakni organisasi juga seharusnya memberikan kesempatan kepada setiap individu dalam organisasi untuk belajar secara terus-menerus dan berkelanjutan. Mereka akan belajar dari pengalaman masa lalu dan berefleksi untuk mengambil makna pembelajarannya, serta mendesain pengembangan pembelajaran yang diinginkan untuk masa akan datang. Tiap individu dalam organisasi harus berkembang secara kapasitas dan kuantitas. Mereka harus mengembangkan hasil akhir belajarnya, dari sekedar tahu menjadi memahami, dari memahami menjadi bisa melakukan, dan dari biasa melakukan menjadi terampil. Tiap indvividud dalam organisasi dapat belajar dengan metode collaborative learning, yang akan membantu mereka untuk belajar dari orang lain dan survive dalam lingkungan belajar dimanapun.


5. Transformasi organisasi


Dengan menerapkan empat komponen diatas maka akan tercipta sebuah proses transformasi organisasi dalam menghadapi perubahan global. Organisasi membentuk kompetensi individual anggotanya untuk berdaya saing, yang sekaligus membentuk lembaganya menjadi organisasi yang unggul. Dalam melakukan transformasi organisasi, selain kompetensi anggota, juga membutuhkan kepemimpinan yang mampu berselancar dalam perubahan, menunju pada visi dan misi organisasi. Anggota yang memiliki kemampuan belajar yang tinggi, dan pemimpin yang dapat memberdayakan seluruh elemen organisasi, akan membuat transformasi organisasi akan lebih cepat tercipta. Dengan dukungan lingkungan organisasi belajar yang kondusif, maka akan diciptakan individu yang berpengetahuan tinggi dan membentuk karakter pemimpin masa depan.


6. Daya saing hasil.


Komponen terakhir adalah daya saing. Dengan memiliki organisasi yang mampu mentransformasi diri dan terus belajar, maka kualitas karakter, pengetahuan dan ketrampilan organisasi serta individu dalam organisasi akan terus terasah dalam dunia yang kompleks. Dengan demikian oganisasi belajar mengarahkan pembentukan aktvitas organisasi pada daya kompetitif yang positif untuk membangun dunia masa depan yang lebih baik.

Selanjutnya Marqurdt (1996) menyajikan ke-enam komponen tersebut ke dalam sistem dan sub system dari organisasi belajar. Sistem organisasi belajar yang dimaksud terdiri atas: sub sistem belajar itu sendiri, sub sistem organisasi, sub sistem orang, sub sistem pengetahuan, dan sub sistem teknologi.


Sistem Organisasi Belajar


Sub sistem belajar terdiri atas:


1) Tingkat belajar yang mencakup: tingkat individu (belajar meningkatkan komitmen dan kemampuan individu), kelompok (Belajar dalam kelompok-kelompok untuk mengajari proses, ketrampilan pemecahan masalah dan ketrampilan interaksi kelompok) dan organisasi (belajar pengembangan wawasan, pengetahuan dan model organisasi, serta belajar membentuk pengetahuan masa lalu dari organisasi);


2) Jenis belajar yang terdiri atas: adaptif (belajar dari pengalaman dan refleksi: aksi-refleksi-feedback), antisipatori (belajar dari harapan masa depan: visi-refleksi-tindakan), deuteron (belajar dari keyakinan pada asumsi yang telah dibangun organisasi), dan tindakan (pekerjaan pada permasalahan yang nyata); (3) Keterampilan belajar yang mencakup: sistem berpikir/ system thinking (Belajar membuat kerangka konseptual untuk merubah pola-pola/ system dapat lebih efektif), model mental (belajar menggali gambar-gambar mental dan membawanya ke permukaan), penguasaan perorangan/ personal mastery (Belajar berkomitmen untuk meningkatkan ketrampilan khusus dan mengembangkan pengalamannya), belajar beregu/team learning (belajar berinteraksi dan menyerasikan kapasitas tim), visi bersama (belajar untuk memberi focus dan energi untuk visi bersama), dan dialog (belajar mengangkat pemikiran dan komunikasi).


Lebih lanjut, Marquardt (1996) mengelompokkan sub sistem organisasi ke dalam empat bagian, yakni visi, budaya, struktur, dan strategi organisasi. Sedangkan sub sistem orang dibagi ke dalam enam bagian yakni, manajer/pemimpin, pegawai/pengurus organisasi, pelanggan/ anggota organisai, partner/ rekan kerja, aliansi atau persekutuan, masyarakat, pengecer dan pengguna. Sub sistem pengetahuan terdiri atas pemerolehan pengetahuan, kreasi, transfer dan pemanfaatan, serta penyimpanan pengetahuan. Dan terakhir sub sistem teknologi dibagi ke dalam: teknologi informasi, belajar berdasarkan teknologi, dan sistem pendukung kinerja elektronik. Marquardt menekankan bahwa semua komponen itu merupakan satu kesatuan yang sistemik.


Dengan demikian organisasi belajar merupakan melibatkan proses belajar secara komprehensif dalam organisasi. Secara tradisional, organisasi hanya dipandang lewat teori strukturalis. Namun lewat konsep ini, organisasi dipandang sebagai sebuah system yang mampu menghidupkan kelembagaan dan individu-individu dalam lembaga tersebut.

87 views0 comments

Recent Posts

See All

コメント


bottom of page