Terminologi dan Etimologi Hoax
- Yusrin Ahmad Tosepu
- 27 Mar 2019
- 6 menit membaca
Diperbarui: 1 Jul 2020

Eksistensi hoaks di Indonesia terus meningkat. Hoaks tersebut punya tujuan masing-masing, dari sesederhana publisitas diri hingga tujuan politik praktis dan kekuasaan.
Menyaksikan debat antara Prof. Rhenald Kasali dan Rocky Gerung di acara ILC 26 Maret 2019 tentang HOAX. Dalam debat tersebut, kedua nara sumber berbeda pendapat tentang HOAX. Perbedaan tersebut terjadi karena keduanya bersilang pendapat tentang asal muasal Hoax.
Awalnya, Rhenald Kasali mengatakan kalau dunia dari awal diciptakan dari kebohongan. Rhenald Kasali mengatakan kalau hoax merupakan strategi iblis. "Strategi iblis itu hoax itu, mau dipertahankan? coba bayangkan, kita belajar bagaimana Nabi Adam diusir (dari surga), diperintahkan dilarang makan buah khuldi, tapi iblis yang merasa lebih kuasa dari manusia kemudian membujuk dan membohongi adam sampai terusir," katanya.
Lanjutnya, Rhenald Kasali menjelaskan secara etimologi hoax dalam Bahasa Indonesianya berarti bohong. Tapi, dalam kamus sains, hoax artinya kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat. "Jadi jangan (diartikan) itu alami, itu ada tujuannya ko," terang Rhenald Kasali.
Rocky Gerung pun membantah penjelasan dari Rhenald Kasali. "Saya mau kasih keterangan dulu, sebab itu bisa salah arah yang diterangkan sodara Rhenald Kasali. Asal-usul kata hoax itu pertama kali muncul dalam ilmu pengetahuan ketika seorang profesor fisika namanya Alan sokal menulis sebuah artikel di majalah social text dengan nama samaran, lalu dipuji redakturnya tanpa tau itu adalah bohong," ucapnya.
Ia melanjutkan, sebenarnya fungsi hoax yang diterapkan Alan Sokal itu adalah untuk menguji apakah redaktur majalah tersebut mengkroscek kembali tulisannya. "Nah (tujuan) yang sama kita ujikan pada kekuasaan. dan kekuasaan mereaksi negatif, artinya kekuasaan juga gak berpikir," ungkap Rocky Gerung. Jadi fungsi hoaks alam sokal itu adalah untuk menguji apakah redaktur majalah yg bergengsi itu punya otak atau enggak.
Mendengar jawaban Rocky Gerung, Rhenald Kasali mengatakan kalau Rocky Gerung seharusnya memaca banyak buku terkait asal-usul hoax. "Saya kira referensi tak cukup membaca satu, anda harus banyak membaca buku, harus banyak baca referensi. Dengan referensi tunggal itu lah jadinya seperti ini," ungkapnya.
Menurut saya, perbedaan pendapat keduanya bukan sesuatu yang substansi. Tapi saya perlu narasikan kembali supaya kita tidak gagal paham memahami Hoax; pengertian dan asal usulnya agar kita dapat mengerti dan memahami HOAX secara holistic (utuh).
Oke. Kita mulai dari terminologi dulu. Terminologi adalah peristilahan atau ilmu mengenai batasan atau definisi istilah. Terminologi (bahasa Latin: terminus) atau peristilahan adalah ilmu tentang istilah dan penggunaannya. Istilah (bahasa Arab: Ų§ŲµŲ·ŁŲ§Ųā, iį¹£į¹ilÄįø„) adalah kata dan gabungan kata yang digunakan dalam konteks tertentu. Kajian terminologi antara lain mencakup pembentukannya serta kaitan istilah dengan suatu budaya. Ahli dalam terminologi disebut dengan juru istilah "terminologist" merupakan bagian dari bidang penerjemahan.
Menurut KBBI, Hoaks dalam termonologinya mengandung makna berita bohong, berita tidak bersumber. Atau Hoaks merupakan sebagai rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan, namun ādijualā sebagai kebenaran. Atau berita palsu yang mengandung informasi yang sengaja menyesatkan orang dan memiliki agenda tertentu. Hoaks bukan sekedar misleading alias menyesatkan, informasi juga tidak memiliki landasan faktual, namun disajikan seolah-olah sebagai serangkaian fakta.
Sedangkan Etimologis mencoba untuk merekonstruksi asal usul dari suatu kata, dari sumber apa, dan bagaimana bentuk dan arti dari kata tersebut lahir atau berubah. Etimologi juga mencoba untuk merekonstruksi informasi mengenai kata, istilah atau bahasa untuk memungkinkan mendapatkan informasi langsung mengenai istilah atau bahasa tersebut untuk diketahui. Dengan membandingkan kata-kata dalam bahasa yang saling bertautan. Dengan cara ini, akar istilah atau bahasa yang telah diketahui yang dapat ditelusuri jauh ke belakang asal usul munculnya kata-kata atau atau bahasa tsb .
Di Kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI], etimologi adalah asal usul kata, penjelasan mengenai asal usul kata, atau ilmu yang berhubungan dengan asal usul kata. Etimologi adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari asal usul suatu kata. Pendeknya, kata etimologi itu sendiri datang dari bahasa Yunani Ī®ĻĻ Ī¼ĪæĻ (Ć©tymos, arti kata) dan Ī»ĻĪ³ĪæĻ (lógos, ilmu).
Nah, umumnya orang hanya mengetahu terminologi Hoax, tapi tidak semua orang mengetahui asal usul kata hoax (baca:hoks). Istilah atau kata hoax sering digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang palsu, atau usaha untuk menipu atau mengakali orang lain supaya mereka memercayainya, padahal sudah jelas-jelas berita itu adalah palsu.
Terdapat 2 versi terkait dengan sejarah hoaks. Pertama yang dicatat pada 1661. Kasus tersebut adalah soal Drummer of Tedworth, yang berkisah soal John Mompesson -seorang tuan tanah- yang dihantui oleh suara-suara drum setiap malam di rumahnya. Ia mendapat nasib tersebut setelah ia menuntut William Drury - seorang drummer band gipsy- dan berhasil memenangkan perkara.
Mompesson menuduh Drury melakukan guna-guna terhadap rumahnya karena dendam akibat kekalahannya di pengadilan. Singkat cerita, seorang penulis bernama Glanvill mendengar kisah tersebut. Ia mendatangi rumah tersebut dan mengaku mendengar suara-suara yang sama. Ia kemudian menceritakannya ke dalam tiga buku cerita yang diakunya berasal dari kisah nyata.
Kehebohan dan keseraman local horror story tersebut berhasil menaikkan penjualan buku Glancill. Namun, pada buku ketiga Glanvill mengakui bahwa suara-suara tersebut hanyalah trik dan apa yang ceritakan adalah bohong belaka.
Meskipun demikian, kata hoaks sendiri baru mulai digunakan sekitar tahun 1808. Kata tersebut dipercaya datang dari hocus yang berarti untuk mengelabui. Kata-kata hocus sendiri merupakan penyingkatan dari hocus pocus, semacam mantra yang kerap digunakan dalam pertunjukan sulap saat akan terjadi sebuah punch line dalam pertunjukan mereka di panggung.
Sejarah penggunaan kata Hoax sendiri berasal dari filsuf asal Inggris, Robert Nares. Menurut Nares, hoax berasal dari kata "Hocus", yang berarti menipu. Hocus sendiri merupakan mantra sulap yang merupakan kependekan dari "Hpcus Pocus".
Lalu bagaimana istilah "hoax" menjadi populer? Hal ini bermula sejak pemutaran film The Hoax yang dibintangi Richard gere pada 2006 lalu. Film yang disutradarai Lasse Hallstrom yang skenarionya ditulis oleh William Wheeler ini diangkat dari sebuah buku yang berjudul sama karya Clifford Irving.
Namun walaupun diadaptasi dari buku Irving, cerita filmnya justru banyak mengalami perubahan sehingga versi filmnya tidak mirip sama sekali dengan buku. Karena kepopuleran film ini, akhirnya banyak orang yang kemudian latah menggunakannya untuk menggambarkan suatu kebohongan. Nah semakin lama penggunaan kata "hoax" menjadi populer dan menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Kata hoax itu sendiri susah ditemukan siapa pencetusnya. Para pakar pun tidak tahu. Hipotesis: hoax kependekan hocus, bagian pertama dari hocus-pocus. Hocus Pocus adalah nama panggung pesulap ternama di Inggris pada abad ke-17.
Menurut Oxford English Dictionary, ketika pentas, si pesulap suka berucap āHocus pocus, tontus talontus, vade celeriter iubeoā. Artinya? Kira-kira sama dengan sim-salabim atau abrakadabra, alias celoteh tanpa arti.
Bunyinya dimirip-miripkan dengan bahasa Latin supaya terdengar rahasia dan sihiria, bikin orang terpesona. Oxford Advanced Learnerās Dictionary punya varian penjelasan, bahwa asal hocus-pocus itu adalah āhax pax max Deus adimaxā, maknanya sama saja, omong kosong.
Nah, ketika dipakai di luar konteks sulap, hocus-pocus mengandung arti tipuan untuk mempermainkan atau āmengadaliā, kebohongan yang dipakai untuk menyembunyikan kebenaran, untuk mengalihkan perhatian orang ke arah yang keliru.
Pesulap memakai hocus-pocus untuk menghibur orang yang bahkan mau membayar untuk merasakan kenikmatan dan kesenangan ditipu dengan cara yang wah. Sebaliknya, tukang hoax dengan sengaja membikin sengsara orang, baik si korban yang perkataan dan perbuatannya dipelintir, maupun banyak orang yang berhasil diyakinkan, yang baru sadar tertipu setelah terlambat, atau tidak pernah (mau) sadar.
Varian penjelasan lain lagi adalah bahwa hocus-pocus itu tiruan asal-asalan kata-kata yang biasa diucapkan Imam Katolik dalam Misa: hoc est corpus meum (Inilah tubuh-Ku). Kata hoax sangat luas dikenal dan dipakai sekarang.
Hoax bukan hanya berkutat masalah āberita bohongā. Kalau masalahnya cuma ābohongā, hoax tidak sulit dilawan. Penelan hoax yang percaya hanya karena kurang pengetahuan dengan mudah bisa diyakinkan bahwa mereka keliru dengan menunjukkan pengetahuan yang lebih tepat dan lengkap.
Persoalannya, hoax menyasar kerinduan dan kebencian yang tertanam di dalam hati target hoax. Banyak penelan hoax percaya justru karena mereka ingin percaya. Secara emosional hoax itu memuaskan kehausan mereka, sangat sesuai dengan mimpi mereka, harapan mereka. Apa yang mereka inginkan, cita-citakan, dan rindukan, itulah yang dikabarkan dan ditawarkan hoax.
Hoax juga membangkitkan dan memupuk prasangka dan kepicikan mereka. Hoax membengkakkan kesombongan primordial rasisme, agamaisme, seksisme, dan seterusnya.
Orang yang menemukan kebahagiaan, semangat, dan pembenaran (semu) di dalam hoax akan menggenggam dan memeluk hoax erat-erat seperti balon tinggal empat kupegang erat-erat. Rasanya nikmat seperti permen sakarin manis yang tak bergizi dan beracun. Seperti heroin yang memberikan kepalsuan dan kehancuran, tapi tetap dicari dan dinikmati pecandunya.
Sebagian hoax tidak secara langsung bersifat menjahati sasaran, tetapi lebih dimaksudkan untuk mengangkat nama dan prestise kelompok sendiri. Banyak theis misalnya masih senang mendengar hoax bahwa Einstein percaya kepada Tuhan karena kutipan āTuhan tidak berjudi dengan daduā. Padahal, walaupun āGod does not play diceā memang benar pernah dituliskan Einstein, itu adalah bahasa berbunga dalam rangka penolakannya terhadap Mekanika Quantum; sama sekali tidak ada kaitannya dengan eksistensi Tuhan.
Einstein sendiri mengaku secara tertulis bahwa dia meyakini adanya āsemacamā tuhan, tapi sama sekali bukan seperti yang diajarkan agama-agama mana pun. Hoax kisah Einstein semacam ini menyesatkan, tapi relatif tidak berbahaya.
Celakanya, bukan model hoax begini yang laris manis. Saat ini khususnya di Indonesia, yang merajalela adalah hoax yang telah dipakai dengan efektif sebagai senjata politik massal yang dahsyat, sebagai instrumen untuk menghancurkan dasar dan tubuh negara, sebagai alat untuk merusak solidaritas dan pluralisme rakyat semesta, sebagai tameng para koruptor dan manipulator kekuasaan, dan sebagai landasan bagi pengadilan yang jorok dan keji untuk membungkam dan memenjarakan orang benar.
So, bagi saya, hoax bukan fenomena biasa, tapi sebuah laten berbahaya yang mengacam seluruh sendi kehidupan. Akan ada sesuatu yang luput dari pandangan dan pemahaman kita jika sesuatu tidak dipandang melalui etimologi dan terminologinya.
Etimologi dan terminologi memang bukan problem solver, tapi alat bantu untuk memahami agar kita tidak gagal paham. Semoga Nalar dan akal sehat kita selalu terawat dari virus Hoax!
@SemogaBermanfaat
Simak video berikut : Debat antara Prof. Rhenald Kasali dan Rocky Gerung di acara ILC 26 Maret 2019 tentang HOAX
Sumber: youtube.com
Comentarios