Antisipasi Perubahan :
Pertama, mengantisipasi masyarakat yang berbasis pengetahuan. Kita harus mendapatkan kemampuan bagaimana memberdayakan kapasitas yang kita miliki. Maksudnya tidak hanya mendapatkan pengetahuannya saja tapi memanfaatkan dan mengaplikasikan apa yang kita dapat. Dalam hal ini setiap negara menitikberatkan pada kreatifitas atau daya eksplorasi atau kemampuan komunikasi dalam hal ini harus diutamakan.
Kedua, mengantisipasi masyarakat yang terdapat berbagai budaya atau keanekaragaman yang harus kita hargai. Indonesia dari dulu merupakan masyarakat yang terdapat keanekaragaman budaya, suku, bahasa dan sebagainya. Seperti yang kita ketahui, Eropa, Amerika tidak seperti di Indonesia. Tidak terdapat berbagai budaya. Di negara-negara Eropa dan Amerika seperti itu sedang mengalami perubahan dimana terdapat berbagai aneka budaya dan keanekaragaman. Coba kita lihat ke London sekitar 75% penduduk ternyata dari luar. Italia atau Finlandia itu tadinya hanya 1 suku saja tapi negara seperti itupun sekitar 15% itu imigran atau pendatang dari luar. Beberapa negara sudah berhasil merespon perubahan seperti, Finlandia, Australia dan sebagainya. Dan juga Canada, juga terdapat berbagai suku dan bangsa. Jadi kalau jaman dulu keanekaragaman itu merupakan suatu kendala dalam mempromosikan/ mengembangkan pendidikan. Tapi justru jaman sekarang keanekaragaman bisa mendorong kualitas pendidikan.
Ketiga, mengantisipasi masyarakat yang terdapat kesenjangan. Sebagaimana sudah diketahui globalisasi juga ada sisi negatifnya. Memperluas kesenjangan sosial atau kesempatan pendidikan. Jadi di negara maju pun salah satu tantangannya adalah bagaimana menjamin hak-hak anak untuk belajar. Contohnya apa yang terjadi di Jepang. Jaman dulu tidak adanya kesenjangan sosial Namun berdasarkan hasil survey OCD pada tahun 2005, kita diposisikan 5 terburuk dalam hal ada/tidak adanya kesenjangan sosial. Berdasarkan OCD, perhitungan penduduk miskin itu hanya memiliki rata-rata penghasilan penduduk. Berdasarkan perhitungan tersebut yang terburuk, mulai dari Turki, Meksiko, Amerika dan Jepang. Dengan demikian sekitar 15.7% dianggap penduduk miskin. Kalau melihat kota besar seperti Tokyo dan Osaka, sekitar 30% dianggap miskin. Suatu wilayah tertentu di Tokyo sekitar 60% penduduknya dianggap miskin.
Keempat, mengantisipasi atau merespon masyarakat madani yang semakin matang. Hal ini dikatakan sebagai peradaban. Semakin memasuki era globalisasi, setiap negara memikirkan hal ini. Kalau jaman dulu, pendidikan hanya memikirkan rakyat secara nasionalnya saja. Sekarang sudah tidak ada batas lagi. Masyarakat madani yang dimaksud ada 3 arti. Pertama, sebagai masyarakat global atau regional Asia. Kedua, kita sebagai warga negaranya. Ketiga sebagai masyarakat global atau setempat.
Globalisasi sudah menghapuskan berbagai batasan-batasan yang ada. Batasan negara atau lainnya. Kita telah memasuki masyarakat madani. Dan dalam hal ini kita harus terbuka untuk semua pihak. Contohnya, Amerika banyak masalah. Apa-apa dituntut ke pengadilan. Kalau itu terjadi, pengacara saja yang kaya raya. Karena kita harus bersaing terus dengan berbagai pihak dan menjadi stres. Semakin lama harus bergantung dengan konselor. Dengan demikian moral publik juga makin hancur. Demokrasi tidak berfungsi kalau terjadin fenomena seperti itu. Dengan demikian kita hanya mau bergaul dengan sesamanya saja yang sepikiran atau prinsipnya saja. Jadi banyak kelompok yang prinsipnya sama saja yang bergaul. Dalam masyarakat seperti ini yang penting adalah : Pertama, moral umum/publik sangat penting. Demokrasi harus kita jaga. Jangan selalu bergantung dengan konselor atau psikis. Tapi juga saling mendukung atau bekerjasama melakukan kolaborasi.
Memasuki abad 20, ilmuwan mendefinisikan ulang istilah capital atau modal. Kalau modal ekonomi seperti yang kita ketahui maksudnya adalah uang. Kalau human capital adalah sumber daya manusia. Ada juga culture capital atau sumber daya yang berdasarkan pendidikan/kebudayaan. Tapi selain sumber daya atau modal yang dimiliki negara-negara yang berhasil dalam ekonomi ada satu lagi capital yang harus dimiliki, yaitu social capital atau modal sosial.
Coba kita lihat negara-negara yang sukses dalam ekonomi saat ini semuanya memiliki modal sosial tersebut. Maksudnya hubungan antar manusia atau interaksinya. Ada tidaknya kerjasama/kolaborasi atau komunikasi seperti apa. Ada ilmuwan terkemuka dari Universitas Harvard, Robert Pattimann mengemukakan bahwa negara-negara yang sukses itu memiliki kunci yang mutlak yaitu modal sosial itu. Yaitu memiliki interaksi di masyarakat, ada kerjasama dan kolaborasi di masyarakat. Namun Amerika Serikat sendiri pada kenyataannya hancur juga ekonominya, karena individualismenya atau terlalu masing-masing urusannya. Coba kita membayangkan main bowling sendiri tidak lucu. Tapi kalau kita melihat tempat bermain bowling di Amerika dibuat sedemikian rupa bisa main sendirian.