Mengenal Diri
Manusia tidak diciptakan oleh kedua orang tuanya. Keduanya hanya sebagai penyebab melalui proses hubungan badan antara keduanya. Bukti keberadaan manusia di atas dunia bukan atas kemauan dan kehendak kedua orang tua, bahwa banyak sekali suami-isteri yang sudah lama kawin, menginginkan seorang anak, tidak kunjung diperoleh. Bahkan Nabi Ibrahim, sampai mengeluh kepada Tuhan, dia sudah tua begitu pula isterinya Sarah, doanya tidak kunjung dikabulkan untuk memperoleh anak. Ada orang tua yang memperoleh anak, kemudian tidak sempurna (cacat), dan bahkan ada suami isteri sampai meninggal tidak memperoleh keturunan.
Kalau demikian, berarti keberdaan manusia diatas dunia, bukan atas kemauan orang tua apalagi manusia itu sendiri. Jika begitu, tentu ada maksud dan tujuannya dari yang menciptakan manusia. Sang Pencipta, Allah pasti tidak akan menciptakan sesuatu dengan sia-sia tanpa maksud dan tujuan. Paling tidak, terdapat dua tujuan utama manusia diciptakan di dunia. Pertama, menjadi pengganti Tuhan di muka bumi (khalifah) untuk memajukan dan memakmurkan dunia ini dan isinya. Kedua, mengabdi atau menyembah kepadaNya.
Sejak Adam, sudah ada makhluk pembangkang, sampai zaman moderen sekarang, ada manusia yang tidak tahu dirinya, tidak mau tahu asal kejadiannya, dan juga mengingkari yang menciptakan, serta maksud dan tujuan, manusia diciptakan.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika terus terjadi banyak kerusakan dan kebobrokan diatas dunia. Manusia tidak pernah sadar bahwa hidup ini tidak lama dan hanya berlangsung singkat. Sudah terbukti umur manusia sekarang sangat jaarng berusia 100 tahun. Begitu cepat perjalanan waktu sehingga tidak terasa usia manusia habis dan meninggal.
Juga manusia tidak pernah sadar bahwa apa yang dilakoni selama hidup akan dipertanggung-jawabkan dihadapan sang pencipta. Maka, manusia tidak punya pilihan kecuali mengisi hidup ini sesuai tujuan manusia diciptakan yaitu sebagai pengganti Tuhan di muka bumi dan pengabdi kepada yang menciptakan manusia.
Akan tetapi, hidup ini tidaklah selamanya berjalan landai, ia bergelombang. Kadang kala indah, penuh bahagia dan canda, namun sebaliknya, ada yang penuh duka dan penderitaan.
Atmosfir Hidup Seperti Siang dan Malam
Sebagaimana dikemukakan pada awal tulisan ini bahwa hidup ini tak obahnya siang dan malam. Kalau jasad sedang mendapatkan kenikmatan, akan membei kesenangan dan ketenangan pada jiwa. Sebaliknya kalau kesusahan dan kesenangan hidup sedang menerpa, maka jiwa ikut merasakannya dengan tidak ada ketenangan. Jiwa kadang kala lebih sensitif daripada jasad dan dipengaruhi oleh segala macam persoalan yang masuk dari luar, yang direspon atau ditangkap oleh indera manusia. Makin banyak masukan ( Input ) positif dan menyenangkan, jiwa akan memberi respon positif yang menyenangkan. Sebaliknya, jika masukan (input) dari luar tidak positif dan tidak menyenangkan, maka jiwa akan memberi respon negatif dan tidak menyenangkan. Oleh karena itu, jiwa harus selalu dirawat, dibina dan dihidupkan. Jiwa, bagaikan tanaman yang mesti selalu disiram dengan air, diberi pupuk dan dirawat.
Hidup ini bagaikan siang dan malam. Tidak semua hidup ini berjalan indah dan menyenangkan. Terkadang senang, dan susah silih berganti. Dalam banyak hal, hidup ini acapkali penuh tantangan dan hambatan, tetapi harus dihadapi dengan penuh keyakinan, kesabaran, dan ketabahan.
Seseorang yang sedang mendapat masalah, jiwanya akan ikut merasakan tidak tenang. Jiwa merasa ada masalah, sehingga menganggu kehidupannya. Jiwa bisa menjadi gelisah, tidak tenang, dan tidak bahagia. Dampak dari itu, jiwa terganggu, dan secara otomatis memengaruhi kondisi fisik, seperti sulit tidur dan acapkali tidak enak untuk makan.
Untuk itu, manusia harus selalu menyadari bahwa hidup ini penuh dengan masalah. Maka, setiap muncul masalah, manusia harus selalu berusaha memecahkan masalah yang dihadapi. Tidak boleh menghindar dari masalah. Dengan berhasil memecahkan masalah, jiwa akan kembali tenang dan bahagia. Selain itu, manusia secara langsung ataupun tidak langsung, telah keluar dari suatu kesulitan, karena menemukan jalan keluar, sehingga diharapkan membuka peluang baru untuk mendapat kemudahan dan kelapangan hidup.
Menghidupkan Jiwa
Seorang yang hidup miskin sepanjang hidupnya, pada umumnya memiliki sikap apatis, pasrah, dan tidak mempunyai semangat untuk hidup. Manusia semacam itu, pada hakikatnya telah mati jiwanya.
Untuk mendorong bangkit dan maju, tidaklah mudah karena manusia pada hakikatnya banyak dipengaruhi oleh lingkungannya. Kuat tidaknya seseoarng menghadapi tantangan hidup, banyak ditentukan oleh ketahanan jiwa (mental). Pada umumnya manusia lemah menghadapi tantangan, sehingga tidak berdaya dan pasrah. Manusia semacam itu, dapat dikatakan jiwanya sedang mati.
Untuk menghidupkan jiwa yang sedang menghadapi masalah, jiwa dan fisik harus dilatih untuk melakukan hal-hal positif :
1. Hubungan dengan Tuhan
2. Hubungan dengan manusia dan alam sekitar.
Pertama, hubungan dengan Tuhan. Masalah ini penting karena Tuhan merupakan sumber utama kekuatan. Karena Tuhan adalah sumber utama, maka tidak ada cara yang paling efektif dan paling baik kecuali membangun hubungan dengan Tuhan melalui pengamalan ajaran agama seperti shalat lima waktu.
Melalui pengamalan ajaran agama yang baik, akan mempertautkan jiwa dengan sang pencipta, seolah-olah manusia berkomunikasi dengan Tuhan. Berkomunikasi dengan Tuhan secara intensif, secara tidak langsung manusia telah merawat, memelihara dan membangunan jiwa. Dengan terbangunnya hubungan dengan Tuhan, maka jiwa akan tenteram dan muncul semangat merubah nasib dan bangkit meraih kemajuan adn kejayaan.
Kedua, hubungan dengan manusia dan alam sekitar. Wujudnya, seperti peduli dengan menolong sesama yang sedang mengalami kesulitan hidup. Selain itu, sering melakukan silaturrahim untuk menjalin hubungan secara langsung atau melalui komunikasi telepon, sms, facebook, twitter dan lain sebagainya. Disamping itu, manusia mesti membangun hubungan dengan alam sekitar, dengan manusia, dan lingkungan hidup seperti tumbuh-tumbuhan, binatang dan makhluk lainnya. Caranya dengan memelihara, merawat serta membangun lingkunagn alam sekitar dengan sbaik-baiknya.
Perbuatan yang Merusak Jiwa
Jiwa yang dimiliki pada hakikatnya sangat suci dan halus. Perbuatan yang baik, akan menyebabkan hati tetap terpelihara kesucian dan kebersihannya. Sebaliknya, jika manusia suka melakukan perbuatan jahat, maka jiwa manusia yang tadinya suci dan bersih lambat laun akan berubah menjadi kotor dan kasar.
Sebenarnya yang merusak jiwa, bukan saja perbuatan jahat, tetapi juga sering berbohong,
egosentris dan menganggap dirinya paling hebat, tidak punya rasa sesal dan rasa bersalah,
senang melakukan pelanggaran, antisosial, kurang empati, bertindak agresif, sulit mengendalikan diri. Dan tidak mampu bertanggung jawab. Selain itu, suka iseng melakukan sesuatu walaupun tidak disukai orang lain, tetapi tetap dilakukan demi kesenangan belaka. Terakir, suka manipulatif dan curang, serta hidup sebagai parasit karena memanfaatkan orang lain untuk kesenangan dan kepuasan diri.
Resume
Untuk menghidupkan jiwa yang mati dan membangkitkan semangat, tidak mungkin bisa dilakukan jika tidak ada niat, kemauan dan pembiasaan. Pepatah mengatakan, ala bisa karena biasa. Dengan membiasakan melakukan hal-hal yang baik, serta menjauhi perbuatan jahat, maka jiwa terpelihara kesuciannya, dan otomatis akan menjadi jiwa yang hidup, dan pasti membangkitkan semangat, harapan dan optimis. Pada saat yang sama, akan menghilangkan pesimis, rasa putus asa, dan kehilangan harapan.
Dalam hdiup ini, lebih banyak yang terjadi dari yang tidak diharapkan daripada yang diharapkan. Bagi mereka yang tidak kuat menghadapi kegagalan, maka sering mengakhiri hidup dengan tragis seperti buruh diri. Ada juga yang tidak kuat menghadapi masalah, kemudian melakukan pelarian kepada perbuatan melanggar hukum seperti menggunakan Narkoba, tawuran dan sebagainya.
Supaya kuat mengahadapi gempuran hidup, maka harus selalu membangun hubungan kepada pencipta manusia dan seluruh isinya dengan melaksanakan perintah agama sepertishalat lima kali sehari-semalam. Selain itu, membangun hubungan dengan alam sekitar dengan sebaik-baiknya.
Dengan melakukan hubungan vertikal dan horizontal secara baik dan terus-menerus, maka jiwa akan menjadi laksana matahari yang selalu menyinari kehidupan dan memberi semangat dan optimis dalam menjalani kehidupan ini.
TETAP SEMANGAT MERAIH MASA DEPAN YANG BERKUALITAS. MENJADI INSAN JENIUS DAN BERMANFAAT BAGI DIRI, KELUARGA, MASYARAKAT, BANGSA DAN NEGARA.