![](https://static.wixstatic.com/media/58c5b8_089e2b5f012941979467a2ce76a36d59~mv2.jpg/v1/fill/w_960,h_720,al_c,q_85,enc_auto/58c5b8_089e2b5f012941979467a2ce76a36d59~mv2.jpg)
Saat ini adalah jaman dimana berbagai jenis teknologi digital sudah sangat mengalami perkembangan dan juga kemajuan yang luar biasa pesatnya.
Perkembangan yang sudah menjadi sebuah gaya hidup masyarakat. Generasi milleneal saat ini memang tidak bisa lepas dari yang namanya teknologi digital baik itu untuk kehidupan sehari-hari, pendidikan maupun pada kegiatan bisnis.
Memasuki era digital, jelajah dunia maya kian agresif menerpa, tampaknya sudah membawa kita ke dalam globalisasi dan revolusi pengetahuan. Ini ditunjukkan dengan menjamurnya blog, situs jejaring sosial, portal, hingga metode macam e-learning, document management system, enterprise content management, data warehouse dan business intelligence. Setiap individu jadi lebih mudah untuk mendapatkan informasi. Hal ini turut mempercepat penyebaran informasi atau berita, baik itu yang bersifat positif atau negatif.
Di era digital memang memiliki banyak sisi negatif dan juga sisi positifnya, dimana kita harus bisa melihatnya dari dua sudut pandang yang berbeda, sehingga akan tercipta keseimbangan dan tentunya akan membawa dampak positif bagi kehidupan kita sendiri.
Pemanfaatan teknologi digital kian masif dan berkembangditandai dengan banyaknya aplikasi berbasis internet. Teknologi digital memang bukanlah sesuatu yang tidak bisa ditolak keberadaannya. Sifat individualis ataupun kemunculan istilah generasi Z dan sejenisnya yang muncul akibat digitalisasi sampai merambah kepada dunia pendidikan. Hal seperti itu tidak perlu membuat kita menjadi paranoid. Salah satunya opini yang penulis sampaikan disini adalah menyiasati pendidikan di era digital dengan menawarkan kombinasi antara teknologi digital dengan pendidikan.
Era digital adalah konsekuensi dari sebuah era perjalanan jaman. Pada akhirnya kita harus menerima kenyataan bahwa segala sesuatu dalam kehidupan ini akan berubah dan tidak ada satu pun yang tetap.
Yang tetap hanyalah perubahan sedangkan semua yang lain, termasuk pergantian jaman dan lajunya perubahan itu sendiripun berubah: semakin pesat!
Perubahan yang sedang berlangsung sekarang ini melampaui bayangan sebelumnya. Pola transmisi pengetahuan telah berubah, semakin meluas dan tak berpusat. Lahirnya internet membuat informasi terpampang di mana-mana dan dapat diakses kapan pun dan dimana saja.
Berhadapan dengan perubahan yang riil, eksponensial dan yang menggerogoti semua aspek kehidupan, muncul pertanyaan yang klasik, bagaimanakah tanggapan dunia pendidikan? Bukankah selayaknya, pendidikan dibuat agar bersifat relevan dengan pengalaman hidup yang sedang menuntut jawaban kini dan di sini? Bukankah pembelajaran harusnya bersentuhan dengan pengalaman hidup yang nyata?
Apakah kurikulum, bahan ajar, cara ajar dan sistem pendidikan kita telah sanggup menyiapkan anak didik kita menanggapi tuntutan dan pertanyaan kehidupan yang setiap saat mengemuka dan menuntut jawaban? Lebih dari itu, apakah sistem pendidikan kita sudah memanfaatkan peluang-peluang yang diciptakan teknologi sekarang ini?
![](https://static.wixstatic.com/media/58c5b8_e55909ca60a44c20ac79960f8322dd64~mv2.jpg/v1/fill/w_960,h_720,al_c,q_85,enc_auto/58c5b8_e55909ca60a44c20ac79960f8322dd64~mv2.jpg)
Era Digital : Ledakan informasi
Berkembangnya teknologi informasi dan telekomunikasi, telah terjadi ledakan informasi yang berkelanjutan sehingga informasi yang lahir di abad tersebut nyaris melampaui seluruh akumulasi informasi yang pernah ada sepanjang sejarah.
Semburan-semburan informasi terus berhamburan secara berlipatganda memenuhi jagad maya dan jagad nyata sampai kita seolah dibombardir oleh luapan informasi bahkan "tsunami" informasi yang membanjir dan tak sanggup ditampung.
Inilah situasi yang disebut dengan "big bombs" informasi yang menuntut kerendahan hati semua pihak untuk mengakui bahwa perlahan tapi pasti tidak akan ada seseorang atau satu institusipun yang dapat mengklaim dirinya menguasai atau paling tahu tentang semua informasi yang ada, termasuk seorang guru, dosen yang paling jenius sekalipun.
Tidak ada seorang figur pun yang sanggup menampung semua informasi yang ada. Ilmu dan informasi telah menyebar dan berserakan. Internet memperluas akses sekaligus melipatgandakan informasi dan mereproduksi makna dengan intensitas yang lebih tinggi daripada yang pernah dialami dalam sejarah peradaban manusia.
Pengetahuan makin menjadi komoditas bebas. Sekat-sekat ruang kelas, dan dinding kampus roboh. Ilmu tidak lagi diperangkap di bangku sekolah, di kampus melainkan ada di mana-mana dan semakin tak berpusat.
Menanggapi kenyataan ini, cara belajat dan mendidik tentu patut diubah. Sekarang bukan hanya apa yang diajari (the content) melainkan bagaimana belajar (the learning process) menjadi sangat menentukan.
Fokus perhatian -hendaknya- bergeser dari apa yang dipelajari (what to learn) melainkan juga pada hal bagaimana belajar (how to learn). Isi bahan ajar memang penting untuk diajarkan namun lebih dari itu cara dan proses belajar yang kaya, berbobot dan terbarukan termasuk cara mengaksesnya serta bagaimana cara mempelajarinya dan mengembangkannya lebih jauh lagi.
Pendidik perlu mengajarkan tentang bagaimana mengakses informasi, ilmu, pengetahuan dan keterampilan, selain memastikan bahwa apa yang dipelajari atau apa yang diakses itu adalah yang terbaik di bidangnya.
Di tengah timbunan dan banjiran informasi, seorang pembelajar harus menjadi pengunduh informasi yang tidak hanya tekun melainkan efektif. Di samping memperhatikan aspek etisnya, informasi harus bisa disaring antara mana yang penting, teruji dan akurat dan mana yang dangkal dan asal-asalan.
Era Digital : Pendidik berperan sebagai pelatih
Konsep, meode dan cara belajar di era digital ini harus mencontoh cara belajar dan mendidik para pelatih di dunia olah raga. Bukan pelatih yang mengambil waktu terbanyak untuk terjun dalam menekuni sesi latihan, permainan dan pertandingan melainkan sang olahragawan yang bersangkutan.
Semakin sering sang olahragawan melakukan sendiri keterampilan yang diajarkan maka semakin mumpuni dia di bidang yang bersangkutan. Practice makes perfect! ‘Ala bisa karena biasa’, demikian kata-kata bijak.
Peran pendidik, dengan demikian, adalah menjadi pendamping sedangkan anak didiklah actor, pelaku pembelajaran. Pendidik melatih tetapi anak didiklah yang berlatih. Pendidik menunjuk jalan bagi anak didik, mengevaluasi dan mendorong pengembangan keterampilan yang berkesinambungan namun anak didiklah yang menekuni dan menjalaninya.
Pendidik menjadi model yang meneladankan apa yang diajarkannya tetapi anak didiklah yang harus menguasainya. Semakin sering anak didik menunaikan latihannya maka semakin terampillah mereka.
Era Digital : Menumbuhkan Rasa Ingin Tahu dan Kreatifitas
Pembelajaran diarahkan untuk menumbuhkan rasa ingin tahu yang lebih besar dari dalam diri anak didik akan ilmu pengetahuan dan informasi yang aktual dan relevan dengan kehidupan terkini.
Di tengah hutan informasi, hanya orang yang memiliki akses kepada informasi yang akurat dan bermutu dan yang memiliki rasa ingin tahu yang kuat yang akan diuntungkan. Mereka yang takjublah yang akan berpengetahuan dan semakin terampil karena dari rasa takjublah lahir pengetahuan dan keinginan untuk menekuni sesuatu (from wonders grow knowledge and skills). Pembelajaran harus dapat mengembangkan rasa terkesima untuk terus mengeksplorasi bahan ajar secara lebih luas dan lebih dalam lagi.
Di samping rasa ingin tahu, kreatifitas perlu dibiasakan. Kreatifitas adalah salah satu atribut yang paling dicari di dunia dewasa ini karena ialah ragi kemajuan peradaban dan motor penggerak inovasi yang produktif. Tanpa kreatifitas peradaban macet, bangsa menjadi pasif dan akan menjadi pasar penadah yang hanya bisa mengkonsumsi. Menjadi bangsa penonton menyaksikan perkembangan dan perubahan yang terjadi.
Kreatifitaslah pijakan untuk meloncat keluar dari stagnansi ketertinggalan suatu bangsa maupun institusi. Karena itu, ruang kelas, lingkungan kampus harus menjadi ajang bagi anak didik untuk mengkonstruksi hal baru sebab kreatifitas tidak dapat dibiasakan jika tidak dimulai sejak dini, mungkin mulanya dengan meniru dan memodifikasi (karena semua keahlian awalnya datang dari kesanggupan meniru) namun kemudian beranjak untuk menghasilkan sesuatu yang lebih orisinal ataupun mendatangkan nilai tambah yang lebih besar.
Proses pembelajaran dan ujian, idealnya menelurkan kreasi baru. Karya baru, bukan hafalan, menjadi hasil dari proses pembelajaran. Dengan kata lain, belajar adalah untuk menciptakan. Dari rahim pendidikan yang demikian akan lahir generasi penemu dan pencipta. Dan dengan generasi yang kreatif dan inovatif seperti inilah bangsa akan maju dan menjadi terdepan.
@SemogaBermanfaat #SalamPendidikanTinggiIndonesia