top of page
Writer's pictureYusrin Ahmad Tosepu

BEKERJA (Tujuan, Makna, dan Hakikat)



A. PENDAHULUAN


Di kehidupan ini, semua orang memiliki tujuan hidup yang dijalaninya termasuk dalam bekerja. Bekerja adalah suatu bentuk aktivitas yang melibatkan kesadaran manusia untuk mencapai hasil yang sesuai dengan harapannya. Kesadaran untuk melakukan aktivitas dan paham akan tujuan yang akan diraih merupakan hal yang penting dalam bekerja. Beberapa ahli mengatakan bahwa bekerja melibatkan beberapa aspek, meliputi aspek kesadaran, dilakukan dengan terencana, ada hasil yang didapatkan, dan melibatkan aspek kepuasan.


Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan. Faktor pendorong penting yang menyebabkan manusia bekerja adalah adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Aktivitas dalam kerja mengandung unsur suatu kegiatan sosial, menghasilkan sesuatu, dan pada akhirnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya. Namun demikian di balik tujuan yang tidak langsung tersebut orang bekerja untuk mendapatkan imbalan yang berupa upah atau gaji dari hasil kerjanya itu. Jadi pada hakikatnya orang bekerja, tidak saja untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, tetapi juga bertujuan untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik.


Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya. pada diri manusia terdapat kebutuhan-kebutuhan yang pada saatnya membentuk tujuan-tujuan yang hendak dicapai dan dipenuhinya. Demi mencapai tujuan-tujuan itu, orang terdorong untuk melakukan suatu aktivitas yang disebut kerja.


B. PENGERTIAN BEKERJA


Menurut KKBI bekerja berasal dari kata dasar kerja. Bekerja adalah melakukan suatu pekerjaan (perbuatan); berbuat sesuatu. Arti kata kerja menurut KBBI adalah kegiatan melakukan sesuatu; yang dilakukan (diperbuat). Atau sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah; mata pencaharian. Pengertian kerja identik dengan mencari uang atau mendapatkan penghasilan. Persepsi yang seperti tersebut di atas tidak sepenuhnya salah. Karena pada dasarnya uang yang mereka peroleh dengan bekerja dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dengan uang mereka dapat membeli apa yang mereka inginkan.


Mengutip pendapat Brown (Dalam Anoraga (1998), yang mengatakan bahwa kerja sesungguhnya merupakan bagian penting bagi kehidupan manusia, sebab bekerja merupakan aspek kehidupan yang memberikan status kepada masyarakat. Pendapat Brown tampak masih berlaku dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan dapat dilihat dari pandangan masyarakat terhadap orang-orang yang tidak bekerja. Orang-orang yang belum atau tidak bekerja mendapatkan status yang lebih rendah daripada orang-orang yang sudah bekerja. Orang-orang yang sudah bekerja dianggap sebagai orang yang lebih berarti dalam hidupnya. Itulah sebabnya orang berbondong-bondong sibuk mencari pekerjaan karena ada perasaan takut akan mendapatkan status dan pemikiran yang rendah didalam kehidupan bermasyarakat.


Bekerja dalam konteks ekonomi mencakup setiap aktifitas perekonomian yang legal dengan imbalan gaji, baik berupa pekerjaan fisik, seperti pekerjaan tangan, maupun pemikiran, seperti keemimpinan dalam pemerintahan (eksekutif) dan petugas peradilan (yudikatif). Atas dasar ini, maka setiap pekerjaan yang bermanfaat masuk dibawah pengertian pekerjaan, meskipun terdapat perbedaan dalam bentuk dan urgensinya maupun keahlian yang dituntut di dalamnya. Sedangkan Pekerjaan dalam kajian ekonomi disebut sebagai salah satu unsur produksi, yang tercermin dalam tenaga fisik dan pemikiran yang dilakukan seseorang untuk kegiatan produksi. Dapat dikatakan bahwa makna pekerjaan menjadi luas sesuai keluasan makna produksi, dan sebaliknya.


C. ALASAN DAN TUJUAN BEKERJA


Bekerja adalah salah satu aktifitas yang paling lama yang dijalankan manusia dalam hidupnya. Seseorang tak jarang menghabiskan lebih dari lima puluh persen dari bilangan usia hidupnya bahkan seumur hidupnya. Tujuan utama manusia bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kata lain, tujuan seseorang bekerja adalah untuk mendapatkan penghasilan atau gaji (uang). Lebih jauh, manusia bekerja juga untuk mendapatkan rasa aman, mencari kepuasan, dan mengaktualisasikan dirinya dalam bekerja. Hasil yang diraih (gaji) seringkali bukan menjadi hal yang dapat mengikat seseorang untuk terus bertahan dalam lingkungan pekerjaannya. Meski begitu, setiap orang memiliki tujuannya masing-masing, baik itu uang, karier, atau passion.


Menurut Zen Business, bekerja sangat diperlukan agar seseorang kita bisa tetap bertahan hidup dan menjalaninya. Tanpa penghasilan (baca:uang), seseorang tidak bisa memenuhi atau membeli kebutuhan primer seperti makanan, minuman, atau tempat tinggal. Meski begitu, cara mendapatkannya pun beragam. Ada orang yang rela bertahan di pekerjaan yang tidak dia sukai karena gajinya yang besar. Ada pula orang yang bertahan di pekerjaan dengan gaji yang kecil karena dia betah. Namun hal tersebut tergantung pada jawaban setiap orang terhadap pertanyaan “buat apa dia bekerja?”.


Sering pula kita mendengar orang yang tetap bertahan dalam pekerjaannya walaupun gaji yang didapat tidak sebanding dengan pengorbanannya.Terkait hal ini, ada banyak asumsi menyebutkan, antara lain adanya ketidakberdayaan didalam keadaan yang serba tidak pasti apabila seseorang harus keluar dari tempat kerjanya dan mulai mencari pekerjaan lain. Asumsi lain adalah komitmen yang kuat terhadap pekerjaan yang digelutinya. Ketika seseorang membuat keputusan dan menentukan pilihan hidupnya pada suatu pekerjaan, maka orang tersebut sadar akan nilai-nilai maupun resiko yang akan dihadapi


Setiap orang perlu memahami apa tujuan bekerja agar dapat membantu mendapatkan work-life balance. Mengutip dari CFI, memiliki tujuan bekerja sangatlah penting untuk well-being seseorang. Terlepas apapun orientasinya, baik itu uang atau kebahagiaan, keduanya diperlukan keseimbangan. Misalkan, jika seseorang tidak menyukai pekerjaan namun tetap bertahan karena uang, stres dari rasa tidak suka tersebut akan berdampak pada kesehatan mentalnya. Di sisi lain, jika seseorang tetap bekerja di pekerjaan yang tidak ada prospek perkembangan kariernya, hal ini akan berdampak buruk bagi karier dan finansial.


Jadi pada intinya, tujuan bekerja setiap orang tentu dapat berbeda-beda tergantung situasi yang dihadapi. Hal ini karena situasi dapat membentuk goal dan alasan seputar buat apa kita bekerja. Misalkan, seorang fresh graduate tentu memiliki tujuan yang berbeda dengan seseorang yang sudah memiliki pekerjaan di satu perusahaan selama beberapa tahun.


Secara umum, faktor yang menjadi alasan atau motif seseorang bekerja dapat kategorikan sebagai berikut:


1. Faktor Finansial


Faktor finansial mungkin merupakan alasan paling jamak yang melatarbelakangi keputusan orang untuk bekerja. Penghasilan yang diperoleh dari bekerja merupakan sesuatu yang dinilai mampu memberikan dukungan atas kebutuhan dasar yang harus dipenuhi seperti membeli makanan, membayar sewa rumah, membiayai pendidikan anak hingga mendukung gaya hidup tertentu yang dijalankannya.


2. Faktor Sosial


Pada beberapa orang, keputusan untuk bekerja sangat mungkin didorong oleh motif sosial, seperti: keinginan untuk berkontribusi kepada kelompok masyarakat tertentu, mendapatkan pertemanan di tempat kerja, menjadikan diri merasa lebih berharga ketika berhadapan dengan orang lain, atau juga untuk mendapatkan status sosial tertentu.


3. Faktor Personal


Hal lain yang juga sering disebut-sebut menjadi alasan seseorang untuk bekerja adalah karena keinginan pribadi untuk menerapkan ilmu yang telah dipelajarinya selama bersekolah atau kuliah, ingin mengisi waktu luangnya dengan sesuatu yang bernilai dan bermanfaat (karena memang kebutuhan materinya sudah terpenuhi lewat sumber lain), atau karena ingin mendapatkan kesempatan mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru dari pekerjaan yang dijalaninya.


Ketiga faktor tersebut di atas bisa saja menjadi pendorong yang bersifat tunggal. Namun demikian, tak jarang seseorang bisa memiliki dua faktor bahkan tiga faktor sekaligus yang menjadi pendorongnya dalam bekerja. Memahami apa yang menjadi motif seseorang untuk bekerja seringkali menjadi menjadi penentu utama atas jenis pekerjaan yang akhirnya dipilih dan bagaimana seseorang akan memaknai pekerjaannya.


Berikut adalah beberapa tujuan kerja yang dimiliki seseorang, antara lain.


1. Mencari uang atau penghasilan


Mencari dan mendapatkan uang untuk dapat menjalani kehidupan adalah tujuan yang mungkin dimiliki oleh setiap pekerja. Apabila ini adalah tujuan utama, perlu kita ketahui bahwa besaran gaji yang diterima sangat bergantung terhadap performa dan skill yang dimiliki. Karena itu, pastikan kita bisa memberikan performa terbaik setiap saat.


2. Mencari pengalaman

Umumnya, tujuan bekerja seperti ini dimiliki oleh fresh graduate atau mahasiswa yang ingin mencari pengalaman kerja. Biasanya, orang-orang dengan tujuan ini tidak terlalu memikirkan penghasilan yang didapat.


3. Mencari relasi untuk kebutuhan sosial


Seseorang yang memiliki tujuan bekerja seperti ini biasanya menganggap bahwa relasi adalah investasi jangka panjang yang perlu dijaga. Karena itu, tipe orang seperti ini senang untuk berbaur dengan rekan kerja atau klien yang bertemu dengannya.


4. Passion


Beberapa orang pun memiliki tujuan bekerja karena ingin memenuhi passion-nya. Jika passion-nya terpenuhi, seseorang dengan tujuan seperti ini akan merasakan fulfillment yang sulit didapatkan dari hal lain.


5. Mendapat pengakuan diri


Pengakuan pun bisa menjadi tujuanmu ketika bekerja. Baik itu untuk orang-orang mengakui skill kita atau mendapatkan penghargaan darinya.


6. Membangun karier dan mendapat jabatan


Tujuan bekerja lain yang biasanya dimiliki setiap orang adalah untuk membangun karier dan mendapatkan jabatan. Seiring waktu, skill dan pengetahuan seseorang akan berkembang yang turut membantu dia untuk dapat mengemban tanggung jawab yang lebih besar.


D. MAKNA BEKERJA


Perlu kita pahami bersama bahwa sesungguhnya bekerja mempunyai makna luas. Makna bekerja ditinjau dari segi perorangan adalah gerak dari pada badan dan pikiran setiap orang guna memelihara kelangsungan hidup badaniah maupun rokhaniyah. Makna bekerja ditinjau dari segi kemasyarakatan adalah melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa guna memuaskan kebutuhan masyarakat. Makna bekerja ditinjau dari segi spiritual adalah merupakan hak dan kewajiban manusia dalam memuliakan dan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa.


Makna dalam Bekerja dikenal dengan istilah Meaning of work merupakan tingkat penting (significance), kepercayaan-kepercayaan (beliefs), pengertian-pengertian (definition), dan nilai-nilai (values) individu maupun kelompok kerja, bukan hanya atribut yang berlaku pada pekerjaan yang dijalani dan diinginkan saat ini, sebagai aktivitas utama yang paling banyak dilakukan dalam kehidupan individu maupun kelompok (MOW International Research Team, 1987).


Meaning of work adalah sekumpulan konsep, nilai dan keyakinan seseorang mengenai hakekat pemahaman tentang pekerjaan yang telah dilakukan, gambaran yang telah dilakukan dan seberapa penting interpretasi terhadap kerja dalam konteks kehidupan. Makna kerja biasanya diperoleh melalui proses pembuatan perasaan yang didorong oleh kebutuhan untuk menetapkan tujuan yang mendalam atau tujuan yang paling akhir dari pekerjaan.


Makna kerja mencakup kepercayaan pekerja tentang peran pekerjaan dalam kehidupan pekerja, dan merefleksikan perasaan pekerja mengenai pekerjaan, perilaku pekerja pada saat bekerja, dan jenis tujuan akhir yang pekerja perjuangkan untuk dapatkan sesuatu melalui pekerjaan. Tujuan akhir tersebut berarti bagaimana orang memimpin dirinya sendiri dalam hubungan dengan pekerjaan mereka dan bagaimana area pekerjaan dapat selaras dengan area kehidupan yang lain.


Berikut definisi dan pengertian meaning of work (makna kerja) dari beberapa sumber buku:


  1. Menurut Wrzesniewski (2003), makna kerja merupakan tujuan seseorang untuk bekerja dan pemahaman mereka mengenai pekerjaan yang mereka lakukan.

  2. Menurut Ardichvili dan Kuchinke (2009), makna kerja adalah sifat (attributes) individu dalam bekerja secara signifikan, gambaran dari kerjanya dan seberapa penting pekerjaan tersebut dalam hidupnya.

  3. Menurut Gaggioti (2006), makna kerja adalah sekumpulan nilai-nilai dan keyakinan, sikap dan harapan yang dimiliki orang-orang yang berhubungan dengan pekerjaannya.

  4. Menurut Pratt dan Ashforth (2003), makna kerja adalah rasa yang diperoleh setelah menghasilkan atau membuat sesuatu (signifikan) atau interpretasi individu terhadap kerja mereka dalam konteks kehidupan.

  5. Menurut Herudiati (2013) merupakan penghayatan individu dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dengan melakukan kegiatan bekerja dalam sebuah lingkungan kerja.

E. ASPEK-ASPEK MAKNA KERJA


Makna kerja (meaning of work) memiliki konsep dan aspek yang sama dengan orientasi kerja (work orientation). Menurut Wrzesniewski (2003), makna kerja memiliki beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:


1. Pekerjaan (job)


Melihat pekerjaan sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan dan alat untuk meraih tujuan hidup. Biasanya, mereka cenderung memisahkan kehidupan personal dan profesional dan merasa pekerjaan tidak harus sama dengan passion. Orang-orang yang memandang pekerjaannya hanya sebagai "JOB" seringkali tidak mengeluarkan kemampuan terbaiknya di pekerjaan.


Pekerjaan yang berorientasi pada pekerjaan (job) akan lebih fokus pada keuntungan secara material dan menjaga keuntungan yang diperolehnya. Para pekerja ini memaknakan kerja sebagai pemenuhan kebutuhan dalam bentuk uang (financial) untuk mempertahankan hidup dan tersedianya sumber-sumber bagi pekerja untuk menikmati waktu saat jauh dari aktivitas kerja. Seseorang bekerja hanya untuk mendapatkan pemasukan.


2. Karir (career)


Memandang pekerjaan sebagai suatu profesi yang memiliki jenjang karir yang lebih baik dan sebagai sarana untuk mendapat achievements dan self growth. Orang-orang yang memandang pekerjaannya sebagai "CAREER" akan bekerja untuk masa depan mereka yang lebih baik: kenaikan jabatan, mendapat ketenaran, mendapat kekuasaan, punya wewenang, gaji yang lebih tinggi, dsb.


Pekerja yang berorientasi pada karir akan lebih fokus pada penghargaan yang diberikan oleh perusahaan atas kemajuan yang telah dilakukannya. Kemajuan ini sering memberikan harga diri yang lebih tinggi, meningkatkan kekuatan didalam lingkup jabatan seseorang, dan kedudukan sosial yang lebih tinggi. Tujuan bekerja dalam pandangan sebagai suatu karir adalah memaksimalkan harga diri, status sosial, kekuatan dan kebanggaan pada jabatan mereka.


3. Panggilan (calling)


Memandang pekerjaan sebagai hal yang memiliki tujuan mulia, misalnya memberi manfaat bagi orang lain, sebagai sarana mengekspresikan keunikan diri dan value yang dimiliki, serta mendapatkan rasa kepenuhan dan kepuasan batin dari apa yang dilakukan. Orang-orang yang memandang pekerjaannya sebagai "CALLING" memiliki keyakinan kuat bahwa apa yang mereka lakukan sungguh penting, berarti, dan memiliki makna. Pada umumnya, mereka menyukai pekerjaan mereka, memberikan kinerja terbaik dan memiliki engagement yang tinggi dengan organisasi mereka.


Pekerja menganggap bahwa pekerjaan tidak dapat dipisahkan dari sisa hidupnya. Pekerja tidak mengutamakan untuk mendapatkan penghargaan secara financial atau kemajuan karir, tetapi pada pemaknaan. Makna kerja dengan aspek panggilan ini diasosiasikan dengan kepercayaan bahwa pekerjaan yang dilakukan berkontribusi kepada hasil yang lebih baik dan membuat kehidupan lebih baik. Pekerja merasa nyaman dengan pekerjaannya karena menyukai dan juga mendapat kenikmatan yang mendalam ketika melakukan pekerjaan tersebut.


F. ORIENTASI MAKNA KERJA


Menurut MOW International Research Team (1987), seseorang dalam bekerja umumnya memiliki orientasi tertentu, antara lain yaitu sebagai berikut:


1. Bekerja sebagai bagian dari peran hidup (work centrality as a life role)


Kerja merupakan kebutuhan pokok dan aktivitas yang penting bagi manusia di kehidupan sosial modern. Bekerja mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan, secara umum kerja sama pentingnya dengan ranah kehidupan yang lain. Seseorang yang bekerja sebagai bagian dari peran hidup mempunyai hubungan yang positif dengan variabel penting organisasi seperti kepuasan kerja dan partisipasi dalam pengambilan keputusan.


2. Bekerja sebagai norma sosial, hak dan kewajiban (social norm regarding work, entitlement and obligation)


Kerja sebagai subjek kultur memiliki asumsi normatif tentang harapan seseorang terhadap kerja dan pekerjaannya (kesempatan atau hak) dan kontribusi apa yang harus mereka berikan dalam bekerja (kewajiban). Norma dari hak tercermin dalam hak individu dan semua yang berkaitan dengan kerja dari masyarakat dan organisasi terhadap individu (contohnya semua anggota masyarakat mempunyai hak untuk bekerja jika mereka menginginkan). Sementara kewajiban tercermin dari tugas kerja dari individu ke masyarakat dan organisasi (contohnya semua mempunyai tugas untuk berkontribusi bagi masyarakat melalui bekerja). Selebihnya jika masyarakat memiliki penilaian yang positif terhadap suatu pekerjaan, maka pekerjaan itu dianggap penting dan mendapat pengakuan yang tinggi.


3. Bekerja sebagai sumber penghasilan (valued work outcomes)


Konsep ini mengkaji hasil umum yang dicari melalui bekerja serta kepentingan relatif individu yang disebutkan dalam 6 tipologi makna kerja, yaitu: status dan gengsi, kebutuhan akan penghasilan, menghabiskan waktu, keinginan untuk berinteraksi/kontak, pelayanan untuk masyarakat, ketertarikan dan kepuasan. Individu biasanya membuat evaluasi seberapa pentingnya penghasilan mereka berdasarkan persepsi, pengetahuan dan pengalaman dengan penghasilan melalui praktek kehidupan kerja mereka.


4. Bekerja sebagai sebuah tujuan yang penting (importance of work goals)


Seseorang menilai pentingnya sebuah tujuan kerja karena mereka memiliki pengetahuan yang cukup dan familiar dengan setiap tujuan tersebut lalu mengurutkannya berdasarkan tingkat kepentingan/urgensi. Tujuan kerja seperti ekspresi (variasi, ketertarikan kerja, dan otonomi), instrumental (pembayaran yang baik), kenyamanan (jam kerja dan kondisi kerja), dan belajar (kesempatan untuk belajar, kesempatan untuk berkembang).


5. Bekerja sebagai identifikasi peran (work role identification)


Identifikasi pekerjaan adalah sejauh mana orang mengevaluasi dan mengidentifikasi bekerja dari berbagai peran dan fungsi mereka. Individu memahami peran kerja mereka melalui nilai-nilai dan membuat pilihan melalui proses kognitf atas peran kerja tersebut. Yang termasuk dalam peran kerja adalah tugas, peraturan organisasi, peraturan produk dan layanan, peran professional, dan peran upah yang diterima dari bekerja.


G. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MAKNA KERJA


Menurut Rosso, dkk (2010), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi makna kerja, mulai dari sikap individu terhadap nilai organisasi hingga hubungan spiritual. Adapun penjelasan detail terkait faktor-faktor yang mempengaruhi makna kerja adalah sebagai berikut:


1. Diri Sendiri


Makna kerja dapat timbul dari dalam diri individu, adapun hal-hal yang menjadi pendorong munculnya makna kerja dari dalam diri adalah sebagai berikut:


  1. Nilai. Nilai atau value adalah komponen pembentukan bagaimana pekerjaan menjadi meaningful. Nilai kerja itu adalah tahapan terakhir seseorang dalam menginginkan dan merasakan dirinya seharusnya mampu menyadari saat-saat individu bekerja. Nilai kerja terbentuk dari pengalaman kerja, berkesinambungan dengan makna kerja.

  2. Motivasi. Motivasi kerja adalah derajat dimana seseorang mengalami perasaan yang positif saat bekerja dengan efektif. Ketika seseorang mengalami suatu hal yang disebut kebermaknaan dalam bekerja (meaningfulness of work), hal ini dapat menjadi hal yang penting dalam perkembangan motivasi kerja. Dengan kata lain, ketika seseorang merasa bahwa bekerja sebagai sesuatu yang bermakna maka motivasi kerja akan tumbuh, sehingga orang tersebut dapat memaknai kerja dan muncullah makna kerja bagi dirinya.

  3. Kepercayaan. Kepercayaan mendorong sejauh mana karyawan mempercayai pekerjaan mereka adalah pusat untuk hidup mereka dan mencerminkan keselarasan antara kebutuhan seseorang dan persepsi bahwa pekerjaan dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu kepercayaan kerja memberikan ukuran kekuatan identifikasi psikologis karyawan dengan pekerjaan mereka. Semakin percaya dengan pekerjaan, semakin sulit adalah untuk memisahkan diri sendiri atau harga diri seseorang dari pekerjaan itu, membuat pekerjaan yang lebih berarti.


2. Orang lain


Makna kerja juga dapat bersumber dari luar, seperti orang-orang yang ada sekitar pekerja, yaitu sebagai berikut:


  1. Pegawai selevel. Dekat dengan teman sekerja memberi dampak positif terhadap persepsi makna kerja. Dekat dengan teman sekerja bisa menjadi tahu bagaimana dia berpikir dan berbuat.

  2. Pemimpin. Pandangan pemimpin tentang tujuan dari visi misi perusahaan harus ditularkan kepada pekerja yang lainnya atau bawahan.

  3. Komunitas/grup. Hubungan antar pekerja dalam satu tim kerja dan jumlah pekerja dalam tim kerja secara teoritis dan empiris berhubungan dengan makna kerja.

  4. Keluarga. Keluarga dapat meletakkan beban pada pekerjaan seseorang melalui tuntutan waktu, energi dan sumber daya ekonomi. Secara khusus, sebagai tuntutan dari meningkatnya keuangan keluarga, imbalan ekonomi menjadi lebih menonjol dan untuk mengambil pekerjaan cenderung lebih dari makna ekonomi. Keluarga juga dapat meningkatkan makna positif dari pekerjaan dengan menawarkan lingkungan yang mendukung dan santai dimana seseorang dapat pulih dari tuntutan pekerjaan. Keluarga dapat mendukung dengan cara mengungkapkan kekaguman, rasa hormat dan cinta.


c. Konteks Pekerjaan


Konteks pekerjaan juga menjadi sumber munculnya makna bekerja. Konteks pekerjaan berkaitan dengan lingkungan perusahaan atau tempat bekerja, antara lain yaitu sebagai berikut:


  1. Desain Pekerjaan. Sebuah pekerjaan dapat didefinisikan sebagai kumpulan elemen-elemen kerja yang dikelompokkan dalam satu job title dan didesain untuk ditunjukkan oleh seseorang. Karakteristik kerja (jobdesk) yang spesifik dapat menentukan kebermaknaan kerja. Pekerjaan menjadikan seseorang memiliki otonomi pada level yang lebih tinggi, keberagaman skill, identitas pekerjaan, dan signifikansi kerja yang arahnya pada kebermaknaan kerja yang telah dialami. Hasilnya, seseorang mendapatkan kontribusi positif pada motivasi, performansi, dan kepuasan dari pekerjaannya.

  2. Misi Organisasi. Misi dari organisasi memainkan peran penting dalam bagaimana karyawan menginterpretasikan kerja. Misi organisasi adalah representasi dari dasar tujuan, nilai-nilai, dan tujuan untuk sebuah organisasi yang didedikasikan. misi organisasi berfungsi sebagai sumber makna sejauh karyawan merasa keselarasan antara nilai-nilai inti mereka dan ideologi dan orang-orang dari organisasi mereka.

  3. Keuangan. Insentif keuangan sangat penting dalam memotivasi individu untuk bekerja dan makna mereka terhadap pekerjaan mereka. Penelitian telah menunjukkan bahwa bagi mereka yang memiliki pendapatan yang tidak memadai, nilai ekonomi dari pekerjaan menjadi lebih menonjol. Dengan kata lain, karyawan dengan kebutuhan keuangan yang lebih besar akan lebih fokus pada nilai ekonomi pekerjaan daripada karyawan lainnya, karena mereka tidak memiliki kemewahan.

  4. Domain-domain non-pekerjaan. Dalam hal ini, individu berusaha untuk membuat lingkungan kerjanya menjadi mirip seperti hobi dan kegiatan-kegiatan sosial yang individu sukai.

  5. Budaya Pekerjaan. Meaning of work disosialisasikan atau disebarluaskan oleh lingkungan budaya seseorang. Variasi pada makna kerja di antara budaya-budaya meskipun banyak variasi, tetapi memiliki pola bahwa bekerja merupakan fenomena yang kompleks pada setiap negara dan mempengaruhi pandangannya terhadap kehidupan bekerja.


H. ETOS KERJA


Etos berasal dari bahasa Yunani yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini haruslah dimiliki oleh individu, kelompok, masyarakat dalam melakoni, menjalani kegiatan dan aktifitas bidang pekerjaannya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Kerja dalam arti pengertian luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia baik dalam hal materi, intelektual dan fisik, maupun hal-hal yang berkaitan dengan keduniawian maupun keakhiratan.


Disadur dari karya Jansen Sinamo, ahli pengembangan sumber daya manusia, memetakan secara sistematis konsep Etos Kerja yaitu :


1. Etos pertama: Kerja adalah Rahmat.


Pekerjaan itu adalah Rahmat Tuhan untuk kita.Apa pun pekerjaan kita, entah petani, pegawai kantor, pedagang sampai buruh kasar sekalipun, semua itu adalah rahmat dari Tuhan. Coba bayangkan kalau anda tidak punya pekerjaan ; anda menganngur ? bagaimana perasaan anda menjadi pengagguran ? tanpa pendapatan untuk menghidupi keluarga anda ? Anda akan diremehkan oleh keluarga dan orang lain bukan ? . Terimalah Anugerah tanpa syarat, seperti halnya menghirup oksigen dan udara tanpa biaya sepeserpun. Bakat dan kecerdasan yang memungkinkan kita bekerja adalah anugerah. Dengan bekerja, kita menerima upah jerih payah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan bekerja kita punya banyak teman dan kenalan, punya kesempatan untuk menambah ilmu dan wawasan, dan masih banyak lagi. Semua itu anugerah yang patut disyukuri. Pemahaman demikian akan mendorong untuk bekerja dengan tulus dan sungguh, akan keterlaluan jika kita merespons semua nikmat itu dengan bekerja ogah-ogahan, malas-malasan, enggan melayani orang lain .


2. Etos kedua : Kerja adalah amanah


Melalui kerja kita menerima mandat. Sebagai pemegang mandat, kita dipercaya, berkompeten dan wajib melaksanakannya sampai selesai. Jika terbukti mampu, kita akan dipercaya dan tanggung jawab akan semakin menguat. Di pihak lain hal ini akan menjadi jaminan sukses pelaksanaan mandat yang akan mengukir prestasi kerja dan pengharapan. Maka tidak ada pekerjaan yang tidak tuntas. Apa pun pekerjaan kita, pramuniaga, pegawai negeri, atau anggota DPR, semua adalah amanah. Pramuniaga mendapatkan amanah dari pemilik toko. Pegawai negeri menerima amanah dari negara. Anggota DPR menerima amanah dari rakyat Kepala Desa mendapat amanah dari masyarakat. Etos ini membuat kita bisa bekerja sepenuh hati dan menjauhi tindakan tercela.


3. Etos ketiga : Kerja adalah panggilan.


Kerja itu suci, kerja adalah panggilanku, aku sanggup bekerja benar. Suci berarti diabdikan, diuntukkan atau diorientasikan pada Tuhan , dalam rangka kita beribadah kepada Allah SWT. Penghayatan kerja semacam ini hanya mungkin terjadi jika seseorang merasa terpanggil. Dengan kesadaran seperti itu maka kerja menjadi sebuah panggilan suci, maka terbukalah perasaan untuk melakukannya secara benar. Seorang ASN memanggul darma untuk masyarakat dan koleganya yang memerlukan bantuannya, seorang perawat memanggul darma untuk membantu orang sakit. Seorang guru memikul darma untuk menyebarkan ilmu kepada muridnya. Seorang penulis menyandang darma untuk menyebarkan informasi tentang kebenaran kepada masyarakat. Jika pekerjaan atau profesi disadari sebagai panggilan, kita dapat berucap pada diri sendiri, “I’m doing my best!” Dengan begitu kita tidak akan merasa puas jika hasil karya kita kurang baik mutunya.


4. Etos keempat : Kerja adalah aktualisasi


Kerja itu sehat, kerja adalah aktualisasi, saya sanggup bekerja keras. Maksudnya adalah bekerja membuat tubuh, roh dan jiwa menjadi sehat. Aktualisasi berarti mengubah potensi menjadi kenyataan. Aktualisasi atau penggalian potensi ini terlaksana melalui pekerjaan, akibatnya kita menjadi kuat, sehat lahir batin. Maka agar menjadi maksimal, kita akan sanggup bekerja keras bukan kerja asal-asalan. Apa pun pekerjaan kita, entah dokter, pendidik, akuntan, ahli hukum, semuanya bentuk aktualisasi diri. Meski kadang membuat kita lelah, bekerja tetap merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi diri dan membuat kita merasa “ada”. Bagaimanapun sibuk bekerja jauh lebih menyenangkan daripada duduk bengong tanpa pekerjaan.


5. Etos kelima : Kerja itu ibadah


Kerja adalah pengabdian, saya sanggup bekerja serius. Tuhan mewajibkan manusia beribadah (secara ritual) dan beribadah (dalam artian kerja yang dilakukan untuk Tuhan). Kerja merupakan lapangan konkrit melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Tuhan. Jadi bekerja harus serius dan sungguh- sungguh agar makna ibadah dapat teraktualisasikan secara nyata sebagai bentuk melayani Tuhan. Tak perduli apa pun agama atau kepercayaan kita, semua pekerjaan yang halal merupakan ibadah. Kesadaran ini pada gilirannya akan membuat kita dapat bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau jabatan semata. Motivasi kerjanya telah berubah menjadi motivasi transendetal. Dengan demikian pekerjaan yang kita lakukan dengan tingkat keletihan yang luar biasa akan terobati karena kita tidak hanya mendapatkan nilai untuk kepentingan kita didunia, tetapi pekerjaan kita akan dinilai ibadah oleh Allah SWT dan akan kita bawa sebagai amal ibadal dihadapanNya kelak.


6. Etos keenam : Kerja adalah seni.


Apapun yang anda kerjakan pasti ada unsur keindahan, keteraturan, harmoni, artistik seperti halnya seni. Untuk mencapai tingkat penghayatan seperti itu dibutuhkan suatu kreatifitas mengembangkan dan menyelesaikan setiap masalah pekerjaan. Jadi bekerja bukan hanya mencari uang, tetapi lebih dari pada mengaktualisasikan potensi kreatif untuk mencapai kepuasan seperti halnya pekerjaan seni sehingga kesadaran ini akan membuat kita bekerja dengan enjoy seperti halnya melakukan hobi.


7. Etos ketujuh : Kerja adalah kehormatan.


Kerja itu kehormatan, kerja adalah kewajiban, saya sanggup bekerja unggul. Sebagai kehormatan kerja memiliki 5 dimensi : (1). Pemberi kerja menghormati kita karena memilih sebagai penerima kerja (2). Kerja memberikan kesempatan berkarya dengan kemampuan sendiri (3). Hasil karya yang baik memberi kita rasa hormat (4). Pendapatan memandirikan seseorang sehingga tidak jadi tanggungan atau beban orang lain (5). Pendapatan bisa menanggung hidup orang lain. Semuanya adalah kehormatan. Maka respon yang tepat adalah menjaga kehormatan itu dengan bekerja semaksimal mungkin untuk menghasilkan mutu setinggi-tingginya. Dengan unggul disegala bidang kita akan memenangkan persaingan.


Seremeh apa pun pekerjaan kita, itu adalah sebuah kehormatan. Jika dapat menjaga kehormatan dengan baik, maka kehormatan lain yang lebih besar akan datang kepada kita. Sebagai contoh etos kerja Pramoedya Ananta Toer, Sastrawan Indonesia kawakan ini tetap bekerja (menulis), meskipun dia dikucilkan di pulau Buru yang terbatas. Hasilnya memperlihatkan bahwa semua novelnya menjadi karya sastra kelas dunia.


8. Etos kedelapan : Kerja adalah pelayanan.


Kerja itu mulia. Orang yang melayani adalah orang yang mulia. Pekerjaan adalah wujud pelayanan nyata bagi institusi maupun orang lain. Maka kuncinya ia akan sanggup bekerja sempurna. Apa pun pekerjaan kita, pedagang, polisi, bahkan penjaga mercusuar, semuanya dapat dimaknai sebagai pengabdian kepada sesama. Sebagai contoh, sebuah kisah: pada pertengahan abad ke-20 di Prancis, hidup seorang lelaki tua sebatangkara karena ditinggal mati oleh isteri dan anaknya. Bagi kebanyakan orang, kehidupan seperti yang ia alami mungkin hanya berarti menunggu kematian. Namun bagi dia, tidak. Ia pergi ke lembah Cavennen, sebuah daerah yang sepi, sambil menggembalakan domba, ia memunguti biji oak, lalu menanamnya di sepanjang lembah itu. Tak ada yang membayarnya. tak ada yang memujinya. Ketika meninggal dalam usia 89 tahun, ia telah meninggalkan sebuah warisan luar biasa, hutan sepanjang 11 km! Sungai- sungai mengalir lagi. Tanah yang semula tandus menjadi subur. Semua itu dinikmati oleh orang yang sama sekali tidak ia kenal. Di Indonesia semangat kerja serupa dapat kita jumpai pada Mak Eroh yang membelah bukit untuk mengalirkan air ke sawah-sawah di desanya di Tasikmalaya, Jawa Barat.


Berikut ini salah satu pengembangan etos kerja yang dapat menjadi penuntun bagi para bagi para pekerja baik formal maupun pekerja informal dan masyarakat umumnya, yaitu:


  • Apa yang anda niatkan, itulah yang akan anda pikirkan.

  • Apa yang anda pikirkan, itulah yang anda ucapkan ;

  • Apa yang anda ucapkan, itulah yang anda lakukan.

  • Apa yang anda lakukan, itulah perilaku anda, itulah etos kerja anda.

I. KONSEPSI HAKIKAT BEKERJA DALAM KEHIDUPAN


Uraian dalam sub pokok bahasan ini menjadi bahan renungan kita dalam bekerja saat ini. Saatnya kita kontemplasi diri, meluangkan waktu sejenak untuk mempertanyakan, apa yang sedang kita kerjakan saat ini? Atau, sederhananya apa makna pekerjaan bagi kita? Apakah hanya sekadar pekerjaan, karir, atau panggilan hidup?


Telah diuraikan diatas sebelumnya bahwa alasan seseorang bekerja dapat kategorikan dalam 3 faktor yaitu: Faktor Finansial atau Penghasilan, Faktor Sosial atau keinginan untuk mendapatkan status sosial tertentu, dan Faktor Personal atau keinginan pribadi untuk mendapatkan kesempatan mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru dari pekerjaan yang dijalaninya. Ketga Faktor tersebut bisa saja menjadi pendorong yang bersifat tunggal. Namun, tak jarang seseorang bisa memiliki dua faktor bahkan tiga faktor sekaligus yang menjadi pendorongnya dalam bekerja.


Banyak Pengalaman serta kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa seseorang yang bekerja dengan penuh semangat, totalitas ketika bekerja, dan sangat mencintai serta berbahagia dengan apa-apa yang dilakukannya dalam pekerjaan, ternyata bukanlah orang-orang yang sekadar bekerja karena ingin menjadi kaya-raya atau demi mengejar posisi jabatan tertentu, namun karena mereka menjadikan bekerja sebagai ekspresi ibadah mereka kepada Sang pencipta Allah Swt.


Jadi pada hakikatnya orang bekerja, tidak saja untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, tetapi juga bertujuan untuk mencapai peningkatan taraf hidup dan kualitas kehidupan yang lebih baik. Peningkatan taraf hidup adalah naiknya tingkat kehidupan dengan memenuhi standar kebutuhan hidup atau kesejahteraan. Standar hidup biasanya diukur oleh pendapatan nyata seseorang, meskipun beberapa pengukuran lain dapat digunakan; contohnya adalah ketersediaan barang, atau pengukuran kesehatan seperti harapan hidup, dsb. Sedangkan hidup yang berkualitas yaitu hidup yang meaningful (hidup yang penuh arti dan makna) adalah hidup yang sudah tidak melulu mengenai diri sendiri. Hidup yang memberi kemanfaatan bagi sekelilingnya. Seperti dalam sebuah hadits yang kurang lebih intinya manusia yang paling baik itu adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi manusia lainnya.


1. Bekerja Sebagai Ekspresi Ibadah


Mungkin tidak sedikit orang-orang di sekitar kita yang menyampaikan bahwa mereka bekerja karena alasan ibadah. Jika ditelisik lebih jauh, ibadah yang dimaksud oleh mereka mungkin dalam konteks bahwa bekerja adalah sarana baginya untuk mendapatkan penghasilan untuk membiayai kehidupan keluarga. Mencari penghasilan dengan bekerja merupakan kewajiban yang dijalannya karena statusnya sebagai kepala keluarga. Pada hakikatnya bekerja menjadi kebutuhan setiap umat manusia. Dalam Islam, menempatkan bekerja sebagai ibadah untuk mencari rezeki dari Allah guna menutupi kebutuhan hidup manusia. Bekerja untuk mendapatkan rezeki yang halalan thayiban termasuk kedalam jihad di jalan Allah yang nilainya sejajar dengan melaksanakan rukun Islam.


Pernah terjadi di masa lampau ketika ada beberapa sahabat yang mengomentari seorang pemuda yang rajin bekerja. Kala itu, para sahabat berkomentar, “Andai saja ini (rajin dan giat) dilakukan untuk jihad di jalan Allah”. Mendengar hal tersebut, Rasullah Muhammad SAW kemudian bersabda: “Janganlah kamu berkomentar seperti itu. Jika ia bekerja untuk menafkahi anak-anaknya yang masih kecil, maka ia berada di jalan Allah. Jika ia bekerja untuk menafkahi kedua orang-tuanya yang sudah tua, maka ia di jalan Allah. Dan jika ia bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya, maka ia pun di jalan Allah. Namun jika ia bekerja dalam rangka riya atau berbangga diri, maka ia di jalan setan” (HR. Thabrani). Artinya, seseorang boleh saja meniatkan bekerja untuk membuatnya mampu menafkahi diri dan keluarganya.


Namun, seseorang mungkin perlu merenungi lebih dalam manakala ia kemudian bekerja dengan mengatasnamakan ibadah namun ternyata dalam bekerja masih dilakukan dengan serampangan, marah-marah yang tidak terkendali ketika bekerja, menggunjingkan atasannya di kantor, atau bahkan menjadi ribut dan terputus hubungannya dengan orang lain karena konflik di tempat kerja. Dalam situasi ini, penghasilan yang diterima dari pekerjaannya boleh jadi merupakan sesuatu yang halal bagi dirinya dan keluarganya, namun apakah itu kemudian menjadi berkah baginya? Allahu’alam bish-shawab.


Dalam pengertian yang sederhana, ibadah dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang diupayakan seseorang dalam rangka mengharapkan ridha dari Allah semata. Ketika seseorang mengatakan bahwa ia sedang menjalankan ibadah, maka ia akan berusaha sungguh-sungguh untuk memastikan apa-apa yang dilakukannya dalam ibadahnya tersebut menjadi sesuatu yang Allah sukai. Jikapun orang tersebut belum mampu untuk beribadah dengan khusyuk, minimal ia akan mengupayakan sedapat mungkin menghindarkan dirinya dari apa-apa yang secara nyata bisa mengurangi nilai dari ibadahnya.


Ketika seseorang menjadikan bekerja sebagai ekspresi ibadah maka orang tersebut akan selalu berusaha melibatkan kehadiran Allah dalam setiap perilaku kerjanya. Ia umumnya akan bertindak sangat hati-hati dalam bekerja agar perilakunya ketika bekerja tidak sampai menurunkan nilai dari ibadahnya. Ia sangat menginginkan ibadah yang dilakukannya berbuah menjadi keberkahan di dalam hidup. Dalam bahasa Arab, berkah berasal dari kata “barokah” yang memiliki arti nikmat. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa makna kata berkah yaitu berarti bertambahnya kebaikan.


Sebagai seorang muslim, kita diajarkan untuk terus mengimani bahwa setiap aktivitas kita dalam kehidupan, termasuk bekerja, adalah sarana kita untuk mencapai ridha Allah. Bahkan doa ini senantiasa kita ucapkan dalam setiap sholat kita, ”Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” (Qs. Al An’am ayat 162). Adanya ridha Allah dalam setiap aktivitas hidup insyaallah menjadi jalan bagi kita untuk meraih keberkahan.


Lantas, apa upaya yang harus dilakukan agar kerja kita bisa menjadi ekspresi ibadah yang lalu dapat mengantarkan kita meraih keberkahan? Secara umum, tuntunan itu sesungguhnya telah ada dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist. Namun setidaknya ada 3 (tiga) hal yang bisa kita lakukan dalam perilaku kerja kita:


a. Bekerja Secara Jujur


Berlaku jujur dalam bekerja bukan hanya wujud kepatuhan kita atas perintah Allah yang telah menciptakan kita, namun dalam konteks pekerjaan, berlaku jujur akan menjadikan kita sebagai pribadi yang dapat dipercaya oleh orang lain. Allah memerintahkan kita untuk selalu berlaku jujur, menyelaraskan perkataan dan perbuatan kita. Dalam Qs. Al Ahzab ayat 70, Allah telah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”. Selain itu, perintah Allah kepada kita untuk jujur juga terdapat dalam Qs. At Taubah ayat 15: “Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.


b. Bekerja dengan Sunguh-sungguh dan Sepenuh Hati


Sebagai muslim, kita perlu memahami bahwa bekerja dengan sepenuh hati sesungguhnya merupakan ekspresi dari rasa syukur atas nikmat Allah yang telah dikaruniakan-Nya kepada kita. Dalam banyak kesempatan, bekerja sebetulnya adalah pemanfaatan atas daya yang kita miliki, baik daya fisik atau daya pikir.Tidak semua orang yang terlahir di dunia ini memiliki kondisi fisik sempurna dan kemampuan berpikir yang baik sebagaimana yang kita miliki. Beberapa orang mungkin terlahir dengan keterbatasan fisik tertentu dan hambatan dalam berpikir karena adanya gangguan mental. Hal ini tentu saja menyebabkan mereka jadi lebih sulit dan lebih rumit untuk bisa bekerja dengan optimal. Oleh karena itu, akankah kita yang hari ini dikarunai Allah dengan kesempurnaan fisik dan kemampuan berpikir memadai justru melemahkan daya yang kita miliki itu dengan bekerja tanpa kesungguhan (optimalisasi)? Tidakkah kita menyadari bahwa mengurangi daya dalam bekerja boleh jadi justru menggelincirkan kita dalam kondisi kufur nikmat? Allah dalam Qs. Saba’ ayat 13 telah berfirman: “Bekerjalah wahai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur”.


c. Senantiasa Berlapang Hati


Salah satu hal yang dapat mengurangi keberkahan kita dalam bekerja ternyata berpotensi muncul dari pola interaksi yang kita bangun dengan pihak-pihak yang bersinggungan dengan pekerjaan kita, entah itu pelanggan, rekan kerja, anggota tim kerja atau atasan kita. Sekali waktu dalam bekerja, kita mungkin pernah marah karena apa yang kita lakukan dalam pekerjaan kita disalahpahami orang lain dan kemudian membuat kita menjadi korban fitnah di kantor. Di lain waktu, kita mungkin pernah tergoda untuk menggunjingkan atasan kita dengan rekan kerja karena sebab-sebab tertentu. Atau pada kesempatan lainnya, kita mungkin pernah kesal setelah dimarahi oleh atasan kita di hadapan rekan kerja lainnya atau saat hasil pekerjaan kita kurang dihargai.


Interaksi dengan orang lain dalam pekerjaan kita memang menjadi tantangan tersendiri karena membuka ruang bagi kita untuk menjadi tidak lulus dalam ujian kesabaran dan keikhlasan dengan apa yang kita lakukan dalam pekerjaan kita manakala kita gagal menyikapinya secara benar. Oleh karena itu, mengupayakan diri untuk selalu berlapang hati dalam bekerja menjadi kunci agar keberkahan dalam bekerja menjadi tidak luntur. Beberapa orang mungkin bertanya, bagaimana caranya bisa berlapang hati? Bagi saya, berlapang hati bisa dimulai dengan melatih diri untuk tidak pernah membiarkan emosi kita membajak logika kita. Kita perlu belajar untuk tidak reaktif ketika mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan dalam interaksi kerja kita dengan orang lain. Seringkali, menunda sebentar respons atas sebuah situasi untuk digunakan berpikir tentang dampak dari respons yang kita pilih dan bertanya ke dalam hati, “Apakah Allah ridha dengan apa yang saya lakukan ini?”, maka hal itu bisa menghindarkan kita dari kerugiaan dan kesia-siaan dalam beribadah.


Menjadikan bekerja sebagai ekspresi ibadah dan mencapai keberkahan dari ibadah bekerja yang kita lakukan memang bukanlah hal mudah. Perjuangan itu membuat kita harus mengorbankan dan membunuh keinginan-keinginan tertentu yang timbul karena dorongan kemanusiaan kita sebagai mahkluk Allah yang memiliki nafsu. Namun, semua kembali kepada kita masing-masing. Apakah kita akan membiarkan bekerja kita hanya sekadar sarana untuk mencari nafkah? Ataukah kita akan menjadikan bekerja sebagai jalan kita meraih berkah? Yang jelas, pada setiap keputusan kita untuk membunuh nafsu, disitu ada jiwa kita yang bertumbuh.


2. Bekerja Profesional dan Cerdas


Bekerja yang baik adalah wajib sifatnya. Kita dapat mengambil contoh dari Rasulullah, para nabi dan para sahabat. Mereka adalah para profesional yang memiliki keahlian dan pekerja keras. Mereka selalu menganjurkan dan menteladani orang lain untuk mengerjakan hal yang sama. Profesi nabi Idris adalah tukang jahit dan nabi Daud adalah tukang besi pembuat senjata.


Jika kita ingin mencontoh mereka maka yakinkan diri kita juga telah mempunyai profesi dan semangat bekerja keras. Profesi yang dikembangkan di lingkungan kita seperti profesi dosen, profesi verifikator keuangan, profesi ahli hukum, profesi laboran, profesi administratur, profesi supir, dan lainnya merupakan profesi yang harus kita kerjakan untuk kemaslahatan masyakat banyak. Satu langkah setelah meyakini memiliki profesi maka wajib hukumnya kita untuk bekerja keras. InsyaAllah kita akan dilimpahkan rezeki yang halal sekaligus pahala atas ibadah pekerjaan yang kita lakukan.


Melengkapi bekerja keras dan profesional adalah praktek bersikap dan berperilaku mencontoh Rasulullah yaitu bersifat siddiq, fathonah, amanah dan tabligh agar kita diberikan keselamatan dunia dan akhirat. Sifat siddiq adalah dapat dipercaya dan jujur. Sifat fathonah adalah harus pintar. Sifat amanah adalah melaksanakan tugas yang dibebankan dan tabligh adalah mampu melakukan komunikasi yang baik. Wujud dari kita bekerja selain mendapat rezeki halal adalah pengakuan dari lingkungan atas prestasi kerja kita. “Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil dan siapa yang bersusah payah mencari nafkah untuk keluarga maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza Wajalla (H.R. Ahmad).


Allah juga telah menjanjikan kita mempunyai peluang memperoleh rezeki yang luas asalkan bekerja profesional dan cerdas melalui etos kerja yang tinggi. Islam telah mengajarkan bagaimana mempraktekan etos kerja yang tinggi. Ada 4 (empat) prinsip etos kerja tinggi yang diajarkan Rasulullah seperti diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam “syu’bul Iman”. Pertama, bekerja secara halal. Syukur Alhamdulillah bagi kita yang telah memiliki pekerjaan yang terkategorikan halal dan berkah. Kedua, kita bekerja demi menjaga diri supaya tidak menjadi beban hidup orang lain apalagi menjadi benalu bagi orang lain. Makna terdalam adalah kita dilarang untuk bersifat selalu meminta imbalan diluar kemampuan lembaga tempat kita bekerja. Ketiga, bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga.


Tegasnya seseorang harus mengatur rezeki yang diperoleh hasil dari memerah keringat untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya dengan menghindarkan perilaku boros. Keempat, bekerja untuk meringankan hidup tetangga. Artinya kita setelah memperoleh rezeki tidak boleh egois dan harus peduli untuk meringankan kesulitan ekonomi tetangga atau orang-orang disekitar kita. Bekerja secara cerdas juga memerlukan tambahan energi yang datang dari ridha Allah melalui doa untuk para kerabat kerja dan untuk organisasi atau perushaan tempat kita bekerja. Seyogyanya menjadikan tempat kerja kita sebagai rumah tempat bekerja yang menyenangkan. Selalu mencoba konsisten bekerja keras, cerdas dan profesional sehingga arus rezeki menjadi lapang dan luas.



J. PENUTUP


Mungkin, banyak orang sepenuhnya yakin kalau pekerjaan mereka tekuni atau jalani sekarang adalah pekerjaan yang bermakna. Namun, di sisi lain, mereka yang tidak merasakan ini mungkin mendapati diri mereka lebih rentan terhadap peningkatan stres dan struggling dengan mental health mereka. Itulah mengapa, pekerjaan yang digeluti atau dijalani harus memiliki tujuan dan makna. Dengan tujuan dan makna kerja yang jelas dapat menjadi faktor positif dalam melakoni pekerjaan tersebut. Melakoni karir dan pekerjaan yang selaras dengan value dan tujuan pribadi dapat memberikan sejumlah manfaat, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga bermanfaat untuk orang lain dan keberlangsungan pekerjaan sendiri.


Pekerjaan yang bermakna atau meaningful work membantu seseorang merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri. Mereka merasa termotivasi oleh tugas-tugas yang ditetapkan di hadapan mereka dan terinspirasi untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Hasil studi dari Harvard Business Review menyatakan, 9 dari 10 pekerja tidak masalah mendapatkan gaji kecil, asal melakukan pekerjaan yang bermakna untuk dirinya ataupun lingkungannya. Hal itu berarti menandakan bahwa pekerjaan yang bermakna bukanlah hanya dari besaran gaji dan benefit semata, melainkan lebih jauh dari itu.


Banyak orang menyarankan untuk bekerja sesuai passion. Tidak bisa dimungkiri, melakukan sesuatu berdasarkan passion memang menyenangkan apalagi jika kita bisa menekuninya sebagai sebuah profesi. Logikanya, jika memilih pekerjaan yang dicintai atau mencintai profesi atau pekerjaan yang dilakoni, maka kita tidak akan merasa bekerja setiap harinya. Dengan kata lain, hobi yang dibayar. Passion memberikan kekuatan untuk menghadapi semua tantangan, menjadi bahan bakar yang memberi dorongan untuk terus maju demi mencapai sukses di usia muda. Walaupun begitu, bukan berarti jalan menuju kesuksesan akan selalu mulus.


Bekerja di masa kini, kita selalu dihadapkan pada pilihan gaji yang besar atau mengutamakan passion ketika memilih pekerjaan ataupun saat hendak membangun bisnis. Seringkali profesi yang sesuai dengan passion justru tidak banyak menghasilkan uang, begitu pula sebaliknya. Sebenarnya bisa saja memilih dan meraih keduanya, passion dan uang. Jadi, keduanya sama-sama penting. Uang dan passion adalah dua elemen penting yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pilihan karir dan pekerjaan.


Namun tak dipungkiri, passion dapat memberikan dorongan dan emosi yang kuat dalam melakukan sesuatu meskipun dihadang tantangan atau hambatan sepanjang prosesnya. Tanpa hadirnya passion, tentu kita tidak akan memiliki keinginan kuat untuk berkembang dan berprestasi di suatu bidang. Prestasi dan kemampuan yang dimiliki dalam menjalankan suatu pekerjaan tentu juga akan memengaruhi pendapatan yang diterima. Oleh sebab itu, jika keahlian tersebut sudah banyak dikenal orang, bisa dipastikan penghasilan yang didapat pun semakin tinggi.


Sebagian besar orang mengejar materi demi mendapatkan kebahagiaan, namun hal ini tidak berarti bahwa dengan uang segalanya bisa terjadi. Tarik ulur mengenai dua hal ini seringkali membuat banyak orang terjebak pada pilihan yang sulit antara memilih karir atau mengejar passion. Jangan terjebak dengan kata “gaji besar dan passion" ketika ingin memiliki karir yang sukses.


Oleh sebab itu untuk bisa memiliki pekerjaan atau karir yang sukses bukanlah karena jabatan atau gaji semata, bukan pula berdasarkan passion semata, tapi effort atau kerja keras. Jadi kegagalan bukan ditentukan dari besar atau kecilnya gaji bukan pula karena ada atau tidak adanya passion. Kegagalan merupakan situasi di mana seseorang terjebak dalam suatu pekerjaan dan mengerjakan hal yang sama setiap hari.


Tentu tidak ada yang instan di dunia ini, kerja keras, usaha, ketekunan jadi sebuah keharusan. Untuk mendapat uang yang banyak tentu diperlukan pengalaman dan waktu untuk mengembangkan keterampilan Selain itu semangat tinggi sangat penting dalam meraih impian dan bukan sekadar mengharap gaji besar, sekadar suka tanpa diselingi dengan usaha yang sungguh-sungguh.


Semoga pekerjaan yang kita jalani saat ini merupakan pekerjaan yang bermakna yang mampu memberi kepuasan batin dan terus mendorong kita untuk berkembang menjadi insan yang cerdas, professional dan bermanfaat bagi manusia lainnya.



REFERENSI


Ardichvili, A., & Kuchinke, K.P. 2009. International Perspectives on The Meanings of Work and Working: Current Research and Theory. Advances in Developing Human Resources Journal.

Ashford, B.E., & Pratt, M.G. 2003. Handbook of Workplace Spirituality and Organizational Performance. New York: M.E. Sharpe.

Gaggioti. 2006. Going From Spain And Latin America to Central Asia: Decision Making of Expatriation And Meaning of Work. The Central AsiaBusiness Journal

https://www.unpad.ac.id/rubrik/bekerja-profesional-dan-cerdas-menurut-islam/

https://jagokata.com/arti-kata/kerja.html

MOW International Research Team. 1987. The Meaning of Working. London: Academic Press.

Wrzesniewski, A. E. 2003. Finding Positive Meaning in Work. San Fransisco: Berret-Kohler

Riadi, Muchlisin. (2020). Makna dalam Bekerja (Meaning of Work). Diakses pada 5/7/2023, dari https://www.kajianpustaka.com/2020/05/makna-dalam-bekerja-meaning-of-work.html

Rosso, B., Dekas, K., & Wrzeniewski, A. 2010. On The Meaning of Work: A Theoretical Integration and Review. Journal Research in Organization Behavior.




2,595 views0 comments

Comments


bottom of page