Berfikir Kritis, Dosen Wajib Mengajarkan. Ini Alasannya
- Yusrin Ahmad Tosepu
- Jul 1, 2021
- 12 min read

Dosen harus sanggup mengajarkan dan mengarahkan peserta didik untuk sanggup berpikir kritis. Hal ini penting untuk menyiapkan sumber daya insan yang berkualitas dalam menghadapi tantangan dunia. Dosen harus memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk berpikir kritis. Peserta didik khususnya mahasiswa milenial dikala ini tidak hanya diajarkan dengan contoh satu arah.
Metode dan strategi pembelajaran yang dikembangkan pada dikala ini yaitu bagaimana mendorong peserta didik sanggup mempunyai argumen atas tema maupun teori yang ada. Serta bagaimana pandangan mereka atas sebuah tema yang ada. Dengan demikian, pembelajaran akan semakin hidup serta terjadi contoh interaksi, baik antar dosen dengan peserta didik, atau antar peserta didik.
Dosen harus mulai melaksanakan perubahan contoh pembelajaran. Dengan dikembangkan mencari ilmu berpikir kritis, sehingga pembelajaran di kelas menyenangkan. Dalam era globalisasi dewasa ini, tantangan peningkatan mutu dalam berbagai aspek kehidupan tidak dapat ditawar lagi. Pesatnya perkembangan iptek dan tekanan globalisasi mempersyaratkan setiap bangsa untuk mengerahkan pikiran dan seluruh potensi sumber daya yang dimilikinya untuk bisa tetap bertahan dan dapat memenangkan persaingan dalam berbagai sisi kehidupan.
Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan sikap kompetitif secara sistematik dan berkelanjutan terhadap suber daya manusia (SDM) melalui pendidikan. Oleh karena itu, metode dan strategi pengajaran dan pembelajaran di perguruan tinggi dewasa ini harus diarahkan pada peningkatan daya saing bangsa agar mampu berkompetisi dalam persaingan global. Hal ini bisa tercapai jika pendidikan di perguruan tinggi diarahkan tidak semata-mata pada penguasaan dan pemahaman konsep-konsep ilmiah, tetapi juga pada peningkatan kemampuan dan keterampilan beripikir peserta didik, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi yaitu keterampilan berpikir kristis.
Keunggulan dalam berkompetisi terletak pada kemampuan dalam mencari dan menggunakan informasi, kemampuan analitis-kritis, keakuratan dalam pengambilan keputusan, dan tindakan yang proaktif dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Kemampuan berpikir formal peserta didik yang mencakup kemampuan berpikir hipotetik-deduktif, kemampuan berpikir proporsional, kemampuan berpikir kombinatorial, dan kemampuan berpikir reflektif sebagai kemampuan berpikir dasar, perlu dijadikan sebagai substansi yang harus digarap secara serius dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi. Kemampuan berpikir dasar ini harus terus dikembangkan menuju kemampuan dan keterampilan berpikir kritis.
Berpikir kritis merupakan topik yang penting dan vital dalam era pendidikan modern. Tujuan khusus pembelajaran berpikir kritis dalam pendidikan sains maupun disiplin ilmu yang lain adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir peserta didik dan sekaligus menyiapkan mereka agar sukses dalam menjalani kehidupannya. Dengan dimilikinya kemampuan berpikir kritis yang tinggi maka mereka akan dapat mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum atau yang akan dicapai dalam proses pembelajaran, serta mereka akan mampu merancang dan mengarungi kehidupannya pada masa datang yang penuh dengan tantangan, persaingan, dan ketidakpastian.
Oleh karena berpikir kritis merupakan topik yang penting dan vital dalam pendidikan modern, maka disen wajib untuk mengajarkan berpikir kritis kepada peserta didiknya. Para dosen diharapkan terlibat secara intensif dalam merencanakan strategi pembelajaran keterampilan berpikir kritis. Tujuan khusus pembelajaran berpikir kritis dalam pengajaran sains atau dalam bidang studi lainnya adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir peserta didik dan sekaligus menyiapkan para peserta didik mengarungi kehidupannya sehari-hari.
Lebih lanjut, berpikir kritis dimaksudkan sebagai berpikir yang benar dalam pencarian pengetahuan yang relevan dan reliabel tentang dunia realita. Seseorang yang berpikir secara kritis mampu mengajukan pertanyaan yang cocok, mengumpulkan informasi yang relevan, bertindak secara efisien dan kreatif berdasarkan informasi, dapat mengemukakan argumen yang logis berdasarkan informasi, dan dapat mengambil simpulan yang dapat dipercaya. Berpikir kritis merupakan aktivitas mental dalam mengevaluasi suatu argumen atau proposisi dan membuat keputusan yang dapat menuntun diri seseorang dalam mengembangkan kepercayaan dan melakukan tindakan.
Keterampilan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang berorientasi pada metode ilmiah. Berpikir kritis tidak dapat diajarkan melalui metode ceramah, karena berpikir kritis merupakan proses aktif. Keterampilan intelektual dari berpikir kritis mencakup berpikir analisis, berpikir sintesis, berpikir reflektif, dan sebagainya harus dipelajari melalui aktualisasi penampilan (performance). Berpikir kritis dapat diajarkan melalui kegiatan laboratorium, inkuiri, pekerjaan rumah yang menyajikan berbagai kesempatan untuk menggugah berpikir kritis, dan ujian yang dirancang untuk mempromosikan keterampilan berpikir kritis.
Memahami Berpikir Kritis
Proses belajar diperlukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Dalam proses belajar terdapat pengaruh perkembangan mental yang digunakan dalam berpikir atau perkembangan kognitif dan konsep yang digunakan dalam belajar.
Berikut, pengertian mengenai keterampilan berpikir kritis diantaranya:
Menurut Beyer (1985). Berpikir kritis adalah kemampuan (1) menentukan kredibilitas suatu sumber, (2) membedakan antara yang relevan dari yang tidak relevan, (3) membedakan fakta dari penilaian, (4) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan, (5) mengidentifikasi bias yang ada, (6) mengidentifikasi sudut pandang, dan (7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan.
Sedangkan menurut Chance (1986). Berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis fakta, mencetuskan dan menata gagasan, mempertahankan pendapat, membuat perbandingan, menarik kesimpulan, mengevaluasi argumen dan memecahkan masalah. Mertes (1991). Berpikir kritis adalah sebuah proses yang sadar dan sengaja yang digunakan untuk menafsirkan dan mengevaluasi informasi dan pengalaman dengan sejumlah sikap reflektif dan kemampuan yang memandu keyakinan dan tindakan.
Paul (1993). Berpikir kritis adalah mode berpikir – mengenai hal, substansi atau masalah apa saja – di mana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya. Angelo (1995). Berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenali permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan serta mengevaluasi.
Sedangkan menurut Ennis (1996). Berpikir kritis adalah sebuah proses yang dalam mengungkapakan tujuan yang dilengkapi alasan yang tegas tentang suatu kepercayaan dan kegiatan yang telah dilakukan. Walker (2006). Berpikir kritis adalah suatu proses intelektual dalam pembuatan konsep, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan atau mengevaluasi berbagai informasi yang didapat dari hasil observasi, pengalaman, refleksi, di mana hasil proses ini diguanakan sebagai dasar saat mengambil tindakan.
Lebih lanjut, Mustaji (2012). Berpikir kristis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Berikut adalah contoh-contoh kemampuan berpikir kritis, misalnya (1) membanding dan membedakan, (2) membuat kategori, (2) meneliti bagian-bagian kecil dan keseluruhan, (3) menerangkan sebab, (4) membuat sekuen / urutan, (5) menentukan sumber yang dipercayai, dan (6) membuat ramalan.
Berdasarkan pengertian-pengertian keterampilan berpikir kritis di atas maka dapat dikatakan bahwa keterampilan berpikir kritis merupakan keterampilan berpikir yang melibatkan proses kognitif dan mengajak peserta didik untuk berpikir reflektif terhadap permasalahan.
2. Ciri-Ciri Berpikir Kritis
Peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan terpatri dalam watak dan kepribadiannya dan terimplementasi dalam segala aspek kehidupannya. Kemampuan berpikir kritis tiada lain adalah kemampuan siswa dalam menghimpun berbagai informasi lalu membuat sebuah kesimpulan evaluatif dari berbagai informasi tersebut (Dede Rosyada, 2004).
Beyer menegaskan bahwa ada seperangkat keterampilan berpikir kritis yang dapat digunakan dalam studi sosial atau untuk pembelajaran disiplin ilmu-ilmu sosial. Keterampilan-keterampilan tersebut adalah: 1). Membedakan antara fakta dan nilai dari suatu pendapat; 2). Menentukan reliabilitas sumber; 3). Menentukan akurasi fakta dari suatu pernyataan; 4). Membedakan informasi yang relevan dari yang tidak relevan; 5). Mendeteksi penyimpangan; 6). Mengidentifikasi asumsi yang tidak dinyatakan; 7). Mengidentifikasi tuntutan dan argument yang tidak jelas atau samar-samar; 8). Mengakui perbuatan yang keliru dan tidak konsisten; 9). Membedakan antara pendapat yang tidak dan dapat dipertanggungjawabkan; 10). Menentukan kekuatan argumen.
Menurut Alec Fisher (2009: 7) menyebutkan ciri-ciri kemampuan berpikir kritis sebagai berikut:
1) Mengenal masalah
2) Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah itu
3) Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan.
4) Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan.
5) Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas
6) Menilai fakta dan mengevalusai pernyataan-pernyataan
7) Mengenal adanya hubungn yang logis antara masalah-masalah
8) Menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaaan-kesamaan yang diperlukan
9) Menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seeorang ambil
10) Menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas. 11) Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan Ciri-ciri berpikir kritis menurut Cece Wijaya (1996: 72) adalah:
1) Pandai mendeteksi masalah
2) Mampu membedakan ide yang relevan dengan yang tidak relevan
3) Mampu membedakan fakta dengan fiksi atau pendapat
4) Mampu mengidentifikasi perbedaan-perbedaan atau kesenjangan-kesenjangan informasi
5) Dapat membedakan argumentasi logis dan tidak logis
6) Dapat membedakan di antara kritik membangun dan merusak
7) Mampu menarik kesimpulan generalisasi dari data yang telah tersedia dengan data yang diperoleh dari lapangan
8) Mampu menarik kesimpulan dari data yang telah ada dan terseleksi.
Dasar-dasar ini yang pada prinsipnya perlu dikembangkan untuk melatih kemampuan berpikir kritis kita. Jadi, berpikir kritis adalah bagaimana menyeimbangkan aspek-aspek pemikiran yang ada di atas menjadi sesuatu yang sistemik dan mempunyai dasar atau nilai ilmiah yang kuat. Selain itu, kita juga perlu memperhitungkan aspek alamiah yang terdapat dalam diri manusia karena hasil pemikiran kita tidak lepas dari hal-hal yang kita pikirkan.
3. Karakteristik Berfikir Kritis
Wade (1995) mengidentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:
1) Kegiatan merumuskan pertanyaan,
2) Membatasi permasalahan,
3) Menguji data-data,
4) Menganalisis berbagai pendapat dan bias,
5) Menghindari pertimbangan yang sangat emosional,
6) Menghindari penyederhanaan berlebihan,
7) Mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan
8) Mentoleransi ambiguitas.
Empat karakteristik utama berpikir kritis menurut Nosich (dalam Swarma, 2009: 6), adalah:
1) Berpikir kritis adalah reflektif dan metakognitif.
2) Berpikir kritis mesti mengukur standar atau kriteria tertentu.
3) Berpikir kritis memuat persoalan autentik, dan
4) Berpikir kritis melibatkan pemikiran, fleksibilitas, dan penalaran.
Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995) Yaitu:
a. Watak
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
b. Kriteria
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
c. Argumen
Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen.
d. Pertimbangan atau pemikiran
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.
e. Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
f. Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria)
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil, dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
Pada dasarnya keterampilan berpikir kritis (abilities) Ennis (Costa, 1985) dikembangkan menjadi indikator-indikator keterampilan berpikir kritis yang terdiri dari lima kelompok besar yaitu:
1. Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification).
2. Membangun keterampilandasar (basic support).
3. Menyimpulkan (interference).
4. Memberikan penjelasan lebih lanjut (advanced clarification).
5. Mengatur strategi dan taktik (strategy and tactics).
4. Tahapan Berfikir Kritis
a. Keterampilan Menganalisis
Keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut . Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis, menghendaki agar pembaca mengindentifikasi langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan (Harjasujana, 1987).
Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya: menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan, memerinci, dan sebagainya.
b. Keterampilan Mensintesis
Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan keteramplian menganallsis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya. Pertanyaan sintesis ini memberi kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol (Harjasujana, 1987).
c. Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehinga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru (Walker, 2001).
d. Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain (Salam, 1988: 68). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa keterampilan ini menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri, dapat menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru.
e. Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai
Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu (Harjasujana, 1987).
Berdasarkan taksonomi belajar, menurut Bloom, keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa ituntut agar ia mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep.
Pengukuran indikator-indikator yang dikemukan oleh beberapa ahli di atas dapat dilakukan dengan menggunakan universal intellectual standars. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Paul (2000: 1) dan Scriven (2000: 1) yang menyatakan, bahwa pengukuran keterampilan berpikir kritis dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan: “Sejauh manakah siswa mampu menerapkan standar intelektual dalam kegiatan berpikirnya”. Universal inlellectual standars adalah standardisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir yang digunakan untuk mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-isu, atau situasi-situasi tertentu.
Berpikir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada standar tersebut (Eider dan Paul, 2001: 1). Berikut ini akan dijelaskan aspek-aspek tersebut:
a. Clarity (Kejelasan)
Kejelasan merujuk kepada pertanyaan: “Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci sampai tuntas?”; “Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara yang lain?”; “Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!”. Kejelasan merupakan pondasi standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat membedakan apakah sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang demikian, maka kita tidak akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak memahami pernyataan tersebut. Contoh, pertanyaan berikut tidak jelas: “Apa yang harus dikerjakan pendidik dalam sistem pendidikan di Indonesia?” Agar pertanyaan itu menjadi jelas, maka kita harus memahami betul apa yang dipikirkan dalam masalah itu. Agar menjadi jelas, pertanyaan itu harus diubah menjadi, “Apa yang harus dikerjakan oleh pendidik untuk memastikan bahwa siswanya benar-benar telah mempelajari berbagai keterampilan dan kemampuan untuk membantu berbagai hal agar mereka berhasil dalam pekerjaannya dan mampu membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari?”.
b. Accuracy (keakuratan, ketelitian, kesaksamaan)
Ketelitian atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat ditelusuri melalui pertanyaan: “Apakah pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?”; “Bagaimana cara mengecek kebenarannya?”; “Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?” Pernyataan dapat saja jelas, tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan berikut, “Pada umumnya anjing berbobot lebih dari 300 pon”.
c. Precision (ketepatan)
Ketepatan mengacu kepada perincian data-data pendukung yang sangat mendetail. Pertanyaan ini dapat dijadikan panduan untuk mengecek ketepatan sebuah pernyataan. “Apakah pernyataan yang diungkapkan sudah sangat terurai?”; “Apakah pernyataan itu telah cukup spesifik?”. Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai kejelasan dan ketelitian, tetapi tidak tepat, misalnya “Aming sangat berat” (kita tidak mengetahui berapa berat Aming, apakah satu pon atau 500 pon!)
d. Relevance (relevansi, keterkaitan)
Relevansi bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan. Penelusuran keterkaitan dapat diungkap dengan mengajukan pertanyaan berikut: “Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon dengan pertanyaan?”; “Bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang permasalahan?”. Permasalahan dapat saja jelas, teliti, dan tepat, tetapi tidak relevan dengan permasalahan. Contohnya: siswa sering berpikir, usaha apa yang harus dilakukan dalam belajar untuk meningkatkan kemampuannya. Bagaimana pun usaha tidak dapat mengukur kualitas belajar siswa dan kapan hal tersebut terjadi, usaha tidak relevan dengan ketepatan mereka dalam meningkatkan kemampuannya.
e. Depth (kedalaman)
Makna kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju kepada pertanyaan dengan kompleks, Apakah permasalahan dalam pertanyaan diuraikan sedemikian rupa? Apakah telah dihubungkan dengan faktor-faktor yang signifikan terhadap pemecahan masalah? Sebuah pernyatan dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, tetapi jawaban sangat dangkal (kebalikan dari dalam). Misalnya terdapat ungkapan, “Katakan tidak”. Ungkapan tersebut biasa digunakan para remaja dalam rangka penolakan terhadap obat-obatan terlarang (narkoba). Pernyataan tersebut cukup jelas, akurat, tepat, relevan, tetapi sangat dangkal, sebab ungkapan tersebut dapat ditafsirkan dengan bermacam-macam.
f. Breadth (keluasaan)
Keluasan sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan berikut ini. Apakah pernyataan itu telah ditinjau dari berbagai sudut pandang?; Apakah memerlukan tinjauan atau teori lain dalam merespon pernyataan yang dirumuskan?; Menurut pandangan..; Seperti apakah pernyataan tersebut menurut… Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi tidak cukup luas. Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argumen menurut pandangan seseorang tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan yang diajukan.
g. Logic (logika)
Logika bertemali dengan hal-hal berikut: Apakah pengertian telah disusun dengan konsep yang benar?; Apakah pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya? Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan sesudahnya, bagaimana kedua hal tersebut benar adanya? Ketika kita berpikir, kita akan dibawa kepada bermacam-macam pemikiran satu sama lain. Ketika kita berpikir dengan berbagai kombinasi, satu sama lain saling menunjang dan mendukung perumusan pernyataan dengan benar, maka kita berpikir logis. Ketika berpikir dengan berbagai kombinasi dan satu sama lain tidak saling mendukung atau bertolak belakang, maka hal tersebut tidak logis.
5 Keterampilan Berfikir Kritis
Beyer (1988) mengidentifikasi 10 keterampilan berpikir kritis yang dapat dipakai siswa untuk menilai kebenaran pernyataan atau argumen, memahami iklan, dan sebagainya, yaitu sebagai berikut:
1) Membedakan mana fakta variabel dan pernyataan nilai.
2) Membedakan informasi, pernyataan, atau alasan yang relevan, dari pernyataan atau alasan yang tidak relevan.
3) Menentukan apakah suatu fakta pernyataan itu tepat atau tidak.
4) Menentukan apakah suatu sumber kredibel atau tidak.
5) Mengidentifikasi argumen atau pernyataan yang ambigu (menyesatkan dan bermakna ganda).
6) Mengidentifikasi asumsi-asumsi yang tidak secara langsung dinyatakan (tersirat).
7) Mendeteksi adanya prasangka.
8) Mengidentifikasi kesalahan logika.
9) Mengidentifikasi tidak adanya konsistensi logika dalam suatu garis pemikiran atau ide.
10) Menentukan kekuatan argumen atau pernyataan.
Perlu diperhatikan bahwa ke-10 keterampilan di atas bukanlah suatu urutan atau tahapan, tetapi lebih pada kemungkinan-kemungkinan cara yang dapat dipakai peserta didik untuk melakukan pendekatan terhadap suatu informasi untuk mengevaluasi apakah informasi tersebut betul atau dapat dipercaya, atau sebaliknya.
Untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan berpikir kritis, dalam proses pembelajaran perlu dilakukan strategi-strategi sebagai berikut. Pertama, menyeimbangkan antara konten dan proses, dalam penyajian materi pelajaran agar diseimbangkan antara konten dan proses. Dalam pelajaran sains, harus seimbang antara sains sebagai produk (penyajian fakta, konsep, prinsip, hukum, dsb) dan sains sebagai proses (keterampilan proses sains), seperti mengobsevasi kejadian, merumuskan masalah, berhipotesis, mengukur, menyimpulkan, dan mengontrol variabel. Kedua, seimbangkan antara ceramah (lecture) dan diskusi (interaction). Ketiga, ciptakan diskusi kelas, dosen sebaiknya memulai presentasi dengan ”pertanyaan”. Ajukan pertanyaan yang dapat mengkreasi suasana antisipasi dan inkuiri.
Lima kunci untuk menciptakan atau mengkreasi suasana kelas yang interaktif, yaitu (1) mulai setiap pembelajaran dengan masalah atau kontroversi; (2) gunakan keheningan untuk membangkitkan refleksi; (3) atur ruang kelas untuk membangkitkan interaksi dalam pembelajaran; (4) Jika mungkin, perpanjang waktu pembelajaran (extend class time). Berpikir kritis akan terjadi jika siswa memiliki waktu yang tepat untuk sampai pada refleksi; dan (5) ciptakan lingkungan belajar yang nyaman.
Berdasarkan strategi-strategi pengembangan keterampilan berpikir kritis dan lima kunci dalam menciptakan atau mengkreasi suasana belajar yang interaktif, maka model-model pembelajaran yang tampaknya sesuai untuk diterapkan dalam proses pembelajaran dalam upaya mempromosikan keterampilan berpikir kritis siswa antara lain (1) Pembelajaran berbasis masalah; (2) Pembelajaran kontekstual; (3) Siklus belajar; dan (4) Model pembelajaran sains-teknologi-masyarakat. Model-model pembelajaran ini akan memberi pengalaman belajar kepada siswa dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya.
Rujukan
Faiq, Muhammad.2012. Definisi Berpikir Kritis. http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2012/12/10-definisi-berpikir-kritis.html.
Faiq, Muhammad. 2012. Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Beyer (1988). http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2012/12/10-keterampilan-berpikir-kritis-menurut.html.
Kate13.2012. Ciri-ciri Kemampuan Berpikir Kritis. http://www.kajianteori.com/2014/02/ciri-ciri-kemampuan-berpikir-kritis.html.
Suwarma, Dina Mayadiana. 2009. Suatu Alternatif Pembelajaran Kemampuan Berpikir Kritis Matematika. Jakarta: Cakrawala Maha Karya.
Comments