top of page

Fenomena Phubbing!

  • Writer: Yusrin Ahmad Tosepu
    Yusrin Ahmad Tosepu
  • Jun 14, 2022
  • 4 min read

Updated: Jun 20, 2022

Pernahkah Anda melihat dalam sebuah pertemuan, rapat, seminar, perkuliahan, kumpul bareng teman, kegiatan ibadah, dsb..., ada salah seorang yang sibuk dengan smartphone nya tanpa memedulikan orang-orang di sekitarnya? Atau, seseorang yang berjalan di tempat umum sembari memainkan gadget tersebut? Begitulah perilaku pengidap phubbing.

Phubbing adalah sebuah istilah tindakan acuh tak acuh seseorang di dalam sebuah lingkungan karena lebih fokus pada gadged. Istilah ini mulai booming bersamaan dengan boomingnya smartphone di pasaran. Kapasitas smartphone yang mempunyai banyak aplikasi seperti game dan jejaring sosial, membuat orang betah berlama-lama memegang handphone.



Phubbing adalah akronim dari “phone snubbing“ atau dapat dikiaskan sebagai ketergantungan manusia modern dengan piranti canggih telekomunikasi alias gadget. Munculnya istilah phubbing itu diawali oleh Alex Haigh, mahasiswa Australia yang magang di perusahaan periklanan terkenal McCann di Australia. Ia kemudian direkrut menjadi pegawai tetap di sana. Film berjudul A Word is Born merekam keseluruhan proses penciptaan istilah baru ini dan menjadi iklan untuk Macquarie Dictionary Australia.


Dampak phubbing cukup berat dan dirasakan belakangan ini, di antaranya bisa merusak hubungan sosial masyarakat saat ini. Pakar hubungan dari The Hart Centre Australia, Julie Hart, menegaskan, phubbing dapat menumpulkan beberapa faktor dalam hubungan antar individu. Bahkan menurut penelitian itu, efek phubbing sangat fatal karena faktanya 46 persen pasangan melakukan phubbing dan 22 persen di antaranya mengatakan, perilaku ini telah menyebabkan ketegangan di dalam hubungan.


Sementara, menurut penelitian “Phubbed and Alone” yang dilakukan Meredith David dan James A. Roberts dari Universitas Baylor di Waco, Texas, saat ini orang mengecek ponsel sebanyak 150 kali sehari. Suasana dengan orang-orang yang seperti itulah yang kini disebut sebagai phubbing. Jadi, tak berlebihan kalau dalam situs web populer ‘PsyBlog’ yang didirikan psikolog Inggris Dr. Jeremy Dean, ada artikel yang menuliskan phubbing sebagai “the modern way to ruin relationships” atau cara modern untuk merusak hubungan. Karena faktanya memang demikian.


Fenomena phubbing ini sudah muncul sejalan dengan perkembangan gadget di dunia. Namun baru terasa menjadi problema pada belakangan ini. Ponsel yang awalnya dirancang untuk mempermudah komunikasi kini justru menjadi penghalang hubungan sosial antar pribadi. Dalam interaksi sehari-hari dengan orang lain, orang sering beranggapan bahwa gangguan sesaat yang disebabkan ponsel bukanlah masalah besar. Namun, berbagai temuan riset menunjukkan bahwa banyak pasangan yang tengah menghabiskan waktu bersama tetapi terganggu oleh salah satu individu yang memperhatikan telepon genggamnya. Artinya, individu yang lain akan merasa terabaikan dan semakin kecil kemungkinannya untuk puas di dalam hubungan itu.


Mungkin banyak yang menganggap phubbing ini cuma hal sepele. Phubbing bertujuan agar kita bisa berhubungan dengan orang lain via chat atau medsos. Ironisnya, ini justru bisa menghancurkan hubungan dengan orang yang sedang bersama dengan kita.


Menurut para psikolog yang mempelajari perilaku manusia, persoalan phubbing ini terkait dengan pertumbuhan manusia. Pada awal munculnya phubbing, banyak orang malu atau sungkan melakukannya. Mengapa? Sebenarnya tindakan mengabaikan orang lain dalam sebuah lingkungan sosial adalah sikap antisosial. Namun bila dilihat lebih dalam, bahwa fenomena phubbing ini mungkin kelanjutan gambaran dari sikap patuh atau kebersamaan yang sudah ada jauh sebelum smartphone atau gadget mengubah mereka menjadi sebuah kegusaran.


Penggunaan smartphone yang berlebihan memang bisa mengubah perilaku individu dalam kehidupan sosial dan bermasyarakat. Phubbing menjadi dampak ketika pengguna tidak mampu memanfaatkan teknologi dengan bijak.


Terkadang phubbing menjadi pilihan ketika seseorang tengah bosan dan enggan menyimak pembicaraan orang lain. Rendahnya kesadaran untuk mendengarkan pembicaraan orang lain menjadi faktor utama penyebab terjadinya sikap acuh tak acuh.


Degradasi adab akibat phubbing akan terus terjadi apabila masyarakat tak memiliki rasa simpati dan saling menghargai. Fenomena phubbing tidak hanya melanda generasi milenial tapi hamper seluruh lapisan masyarakat pengguna smartphone yang menjadikan kehidupan di media sosial lebih penting daripada kehidupan di dunia nyata.


Fenomena phubbing tidak hanya menganggu tatanan sosial masyarakat kita yang terkenal dengan kepedulian dan kukuhnya interaksi antarwarga masyarakat tapi juga menimbulkan efek dalam lingkungan keluarga. Jika ada empat orang anggota dalam sebuah rumah tangga dan dua di antara mereka terlalu fokus pada smartphone untuk mengakses Internet hingga tak mengacuhkan yang lain, lantas apa yang terjadi? Komunikasi di dalam keluarga itu tentu tidak akan bisa terjalin dengan baik. Dari sisi yang diabaikan juga menimbulkan efek yang tidak baik secara psikologis.


Di Indonesia, penelitian mengenai efek negatif atau kampanye sosial yang ditimbulkan karena adiksi terhadap smartphone masih jarang sekali ditemui. Penelitian lebih banyak membahas peran media baru di berbagai bidang seperti politik, ekonomi, dan pendidikan.


Fenomena seperti phubbing yang timbul karena adiksi terhadap smartphone menjadi hal yang harus membangkitkan kepedulian kita semua. Kita tentu tidak menghendaki generasi-generasi yang akan datang menjadi individual dan acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar.


Kebiasaan terlalu fokus pada smartphone dan mengabaikan lingkungan sekitar dapat dikurangi mulai dari memupuk kesadaran diri. Kesadaran untuk meminimalisasi penggunaan smartphone dan akses media sosial, kesadaran untuk saling bersosialisasi, berempati, dan tentu saja kesadaran bahwa kita adalah manusia, bukan budak teknologi.


Kesadaran dari diri sendiri mungkin bisa dimulai dengan mengevaluasi berapa lama penggunaan smartphone dalam sehari. Berapa lama waktu yang kita gunkana hanya untuk kehidupan di media sosial? Berapa orang yang sudah kita abaikan di dunia nyata?


Setelah kesadaran diri kita mulai terbentuk, kita bisa mulai menantang diri untuk tidak selalu memegang dan mengecek smartphone, terutama ketika sedang berbicara dengan orang lain. Bangun komunikasi yang baik dan berkualitas saat berkumpul dengan orang lain. Jadilah pendengar yang baik. Tatap lawan bicara kita, bukan smartphone kita.


#AyoStopPhubbing: Saatnya Meletakkan Ponsel lalu Melihat Lawan Bicara!

 
 
 

Comments


Follow

  • Facebook

Contact

082187078342

Address

Makassar, Sulawesi Selatan Indonesia

©2016 by Yusrin Ahmad Tosepu

bottom of page