top of page

Gelar Sarjana Tak Menjamin Mudah Mendapat Pekerjaan. Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Harus Tahu!

Writer's picture: Yusrin Ahmad TosepuYusrin Ahmad Tosepu

Kesenjangan atau missmatch antara kompetensi lulusan dan kebutuhan dunia kerja dan industri adalah salah satu masalah utama yang dihadapi dunia pendidikan tinggi saat ini. Rendahnya serapan lulusan perguruan tinggi salah satunya penyebab adalah rendahnya skill yang dibutuhkan dunia usaha dan dunia industri.


Rendahnya skill lulusan perguruan tinggi adalah dampak dari rendahnya kualitas pendidikan di perguruan tinggi. Banyak lulusan perguruan tinggi yang menyandang berbagai gelar sarjana pun mempunyai nasib yang sama seperti mereka yg minim pendidikan. Terpaksa bekerja pada pada pekerjaan yang tidak seharusnya dilakukan oleh lulusan perguruan tinggi.


Sulitnya lulusan perguruan tinggi memperoleh pekerjaan sudah terlihat dari angka pengangguran terdidik Indonesia yang meningkat setiap tahun. Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran yang merupakan alumni perguruan tinggi yang memiliki ijazah diploma tiga atau ijazah strata satu (S-1), setiap tahun mengalami peningkatan yang signifikan.


Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 8.746.008 orang pada Februari 2021. Jumlahnya meningkat 26,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Beradasarkan data Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan yang Ditamatkan (Februari 2021), mayoritas pengangguran terbuka Indonesia adalah tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau Sekolah Menengah Umum (SMU). Jumlahnya mencapai 2.305.093 orang hingga Februari 2021. Sementara itu, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mengikuti dengan 2.089.137 orang menganggur. Selanjutnya lulusan sarjana sebanyak 999.543 orang menganggur, sedangkan lulusan akademi/diploma sebanyak 254.547 orang menganggur.


Tiga jenjang pendidikan yakni SLTA, SMK, dan sarjana, mengalami peningkatan jumlah pengangguran. Ini menunjukkan fakta bahwa mayoritas yang menganggur justru mengantongi ijazah sekolah menengah atas (SMA) hingga gelar sarjana. Fakta ini berkebalikan dengan asumsi kebanyakan orang, makin tinggi pendidikannya makin bisa mencari banyak pekerjaan. Dengan kata lain, bertentangan dengan asumsi di tengah masyarakat terkait pendidikan membuka peluang kerja lebih besar.


Indonesia termasuk negara yang menempati peringkat ketiga dengan pertumbuhan lulusan universitas lebih dari 4 persen dan rata-rata surplus 1.5 persen per tahun setelah India dan Brasil,. Tapi, menariknya, dunia usaha dan industri di Indonesia tetap kesulitan mendapatkan tenaga kerja lulusan perguruan tinggi yang berpotensi tinggi.


Berdasarkan hasil studi Willis Towers Watson tentang Talent Management and Rewards sejak tahun 2014 mengungkap, delapan dari sepuluh perusahaan di Indonesia kesulitan mendapatkan lulusan perguruan tinggi yang siap pakai. Masih menurut hasil studi itu, semestinya perusahaan tidak sulit mencari tenaga kerja, sebab angka pertumbuhan lulusan perguruan tinggi di Indonesia setiap tahun selalu bertambah. Sementara itu, angka permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja selalu lebih rendah dari pada jumlah lulusannya.


Oleh karena itu, para lulusan perguruan tinggi tidak hanya mengandalkan ijazah, tetapi juga harus memiliki kompetensi dan keterampilan kerja yang baik. Kalau ini yang dimiliki, maka para sarjana memiliki peluang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Para sarjana harus melengkapi kemampuannya dengan kompetensi kerja, sehingga bisa dengan mudah menentukan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat dan keinginannya.


Sejak di bangku kuliah, mahasiswa sudah harus membekali diri dengan dengan berbagai keterampilan baik teknis atau hard skill maupun soft skill, pengetahuan, dan kemampuan yang akan mendukung keberlanjutan karier dimasa depan. para sarjana juga diharapkan dapat menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai konsep utama daya saing dan pembangunan bangsa termasuk tentunya dalam menyikap perkembangan Revolusi Industri 4.0 saat ini.


Salah satu tantangan perguruan tinggi dewasa ini adalah menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki berbagai kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja. Oleh karena itu, perguruan tinggi harus secara cepat menyesuaikan diri dengan kebutuhan dunia kerja yang sangat dinamis. Perguruan Tinggi diharapkan tidak hanya mampu melahirkan sarjana formal yang berpikir secara intelektual, disiplin, tertib dan teratur, tekun dan berani secara research dalam dunia pendidikan tapi harus siap menyongsong dunia kerja.


Perguruan tinggi harus mampu melahirkan lulusan yang mempunyai kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan stakeholder, yaitu harus memenuhi kebutuhan profesional (profesional needs), kebutuhan masyarakat (social needs), kebutuhan dunia kerja (industrial needs) dan kebutuhan generasi masa depan (aspek scientific vision). Dengan kata lain, lulusan perguruan tinggi harus dibekali dengan skill yang dibutuhkan di era digital saat ini, yaitu punya digital skills, yaitu tahu dan menguasai dunia digital. Agile thinking ability, yaitu mampu berpikir banyak skenario, serta interpersonal and communication skills, yaitukeahlian berkomunikasi. Para lulusan juga harus punya global skills. Skil tersebut meliputi kemampuan bahasa asing, bisa padu dan menyatu dengan orang asing yang berbeda budaya, dan punya sensitivitas terhadap nilai budaya.


Nah, terkait dengan kompetensi lulusan perguruan tinggi yang sesuai dengan kompetensi kebutuhan kerja (industrial needs), maka Perguruan tinggi perlu mendesain ulang konsep pendidikan dan pembelajarannya agar lulusannya mudah diserap dunia kerja dan industri. Perguruan tinggi harus mempersiapkan piranti-piranti, baik aturan, perbaikan mekanisme pembelajaran, serta revitalisasi-revitalisasi yang menyeluruh terhadap sumber daya pendidikan. Dalam penyempurnaan program link dan match dibutuhkan perbaikan-perbaikan kurikulum, peningkatan kompetensi dosen, penyusunan-penyusunan standar kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan industri atau pengguna baik dalam negeri maupun luar negeri, serta peningkatan sarana dan fasilitas pendidikan.


Perguruan tinggi perlu melakukan perubahan kurikulum pendidikan dan pembelajaran untuk menyesuaikan dengan kebutuhan industri dan dunia yang dinamis. Perguruan tinggi bisa mengajak dunia usaha dan industri untuk terlibat dan berpartisipasi secara langsung dalam menyusun kurikulum yang tepat bagi perguruan tinggi, sebab dari dunia usaha dan industri, perguruan tinggi jadi tahu kompetensi atau skil yang dibutuhkan di lapangan kerja dan itu merupakan hal yang paling penting dan utama diktehui dan diajarkan bagi mahasiswa.


Perubahan kurikulum pendidikan dan pembelajaran harus menyesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja dan industri adalah upaya menekan pengangguran intelektual yang disebabkan oleh minim keahlian dan keterampilan kerja. Oleh karena itu, perguruan tinggi harus segera menyusun kurikulum pendidikan dan pembelajaran yang fokus pada peningkatan kompetensi dan keterampilan mahasiswa serta kapasitas lulusan, pengembangan program pendidikan dan pelatihan kewirausahaan, serta program magang kerja di perusahaan ataun industry agar lulusannya mampu dengan cepat menyesuaikan keterampilan dan keahliannya dengan kebutuhan dunia kerja serta diharapkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan menjadi wirausahawan.


Rujukan

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/31/bps-sarjana-yang-menganggur-hampir-1-juta-orang-pada-februari-2021

65 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


Follow

  • Facebook

Contact

082187078342

Address

Makassar, Sulawesi Selatan Indonesia

©2016 by Yusrin Ahmad Tosepu

bottom of page