Di dalam dunia akademik saat ini ditandai dengan keberadaan disiplin ilmu yang saling terpisah. Integrasi oleh karenanya merupakan kata kunci yang diperlukan untuk saling meningkatkan pemahaman. Pendekatan dengan memanfaatkan disiplin tunggal tidak dapat memberikan kontribusi yang optimal terhadap upaya- upaya yang diperlukan untuk mengatasi masalah yang bersifat global dan menjadi semakin rumit.
Praktek Pendidikan kita sekarang ini yang model pendekatannya hanya memperhatikan satu disiplin ilmu, tanpa menghubungkan dengan struktur ilmu lain. Jadi pengembangan materi berdasarkan ciri dan karakteristik dari bidang studi bersangkutan. Sementara Ilmu pengetahuan adalah suatu proses sosial yang mengalami diseminasi secara global maupun lokal melalui berbagai bentuk dan tempat, maka di masa yang akan datang akan terjadi rekonfigurasi ilmu pengetahuan.
Dilain sisi, dalam memecahkan masalah yang terjadi di ara sekarang ini jika hanya menggunakan intradisiplin, kita akan berhadapan dengan berbagai kelemahan yang muncul dimana kita hanya memahami disiplin ilmu itu saja tanpa memahami disiplin ilmu lain yang dapat dimanfaatkan untuk melengkapi disiplin ilmu yang kita pahami.
Karakter studi-studi multidisipliner adalah komprehensif, holistik, sangat terbuka pada perkembangan terakhir dari teori dan metodologi ilmu-ilmu lain, dan besar kemungkinan melahirkan hibrida ilmu-ilmu baru. Sangat disayangkan jika sikap pemerintah yang seakan-akan masih melihat tingkat studi multidisiplin di bawah keilmuan monodisiplin. Akibatnya, beberapa peraturan di sektor penelitian maupun pendidikan tidak mendukung praktisi maupun peneliti multidisipliner agar lebih berkembang.
Sehingga banyak para dosen, akademisi, peneliti, dosen yang berkecimpung di berbagai bidang multidisiplin menemui kendala di birokrasi pengajaran maupun penelitian. Sebagaia contoh, ada beberapa program pendidikan di beberapa perguruan tinggi dengan studi multidisiplin dihapus dengan alasan tak ada jenjang S1-nya karena pohon ilmunya dipertanyakan. Anggapan klasik tentang pohon ilmu yang dituntut pada penekun studi multidisiplin, dinilainya, tidak lagi relevan.
Masalah kekinian harus dijawab dengan teori dan metodologi baru yang tak dapat ditampung dalam ilmu-ilmu monodisiplin. Maka untuk itu, pemerintah harus membuat kebijakan guna mengakomodasi dibukanya studi dengan ilmu-ilmu multidisiplin.
Pengembangan ilmu pengetahuan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tugas baru keilmuan saat ini adalah demi untuk meraih peradaban dan masyarakat baru yang lebih sejahtera, damai dan harmonis. Ilmu pengetahuan baru yang inovatif, kreatif dan transformative.
Perkembangan keilmuan seiring dengan ragam permasalahan sosial menciptakan studi multidisiplin. Ironisnya, keberadaan studi dengan kekhasan ragam keilmuan ini masih dipandang sebelah mata. Pendidikan tidak hanya terbatas untuk mendapatkan gelar, tapi juga mengaplikasikan ilmu ke dalam berbagai subyek keilmuan, sebagai problem solving, mampu merespon problem sosial dan memberikan informasi solusi yang tepat pada masyarakat. Ilmu-ilmu multidisipliner termasuk dalam kategori keilmuan yang sempurna untuk menghadapi segala kompleksitas masalah global saat ini.
Selain bersifat fleksibel, studi multidisiplin mampu menjangkau hampir seluruh subyek pengetahuan. Sehingga, kesempatan untuk mendapatkan solusi dari beragam permasalahan sosial lebih efektif. Secara spesifik, pendekatan multidisiplin bisa diterapkan di Indonesia ke dalam permasalahan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan edukasi. Urgensi studi multidisiplin dalam pembangunan sangat dibutuhkan untuk mengakselerasi pembangunan negara.
Kolaborasi Ilmu merupakan keharusan dalam Pendidikan di Era revolusi Industri 4.0, dimana perkembangan pesat saat ini, maka disiplin menjadi semakin kompleks. Ada banyak disiplin yang berbeda-beda tetapi mungkin memiliki titik-awal dan tujuan yang sama, dan mungkin hanya berbeda dalam cara masing-masing memandang persoalan (subject matter) yang sama.
Di dalam masyarakat, sebuah disiplin akademik biasanya membentuk organisasi profesional yang menerbitkan jurnal ilmiah, mengadakan konferensi, atau memberi penghargaan kepada ilmuwan atau peneliti yang dianggap mumpuni. Selain memiliki organisasi, sebuah disiplin juga biasanya memiliki “bahasa khusus” untuk memperlancar komunikasi ilmiah antar ilmuwanpakar, strategi kebenaran (truth strategies) yang mempertegas perbedaan satu disiplin dari yang lainnnya, dan organisasi pengetahuan.
Sebuah disiplin lahir dan tumbuh dengan berbagai cara, misalnya: 1. Pecahan dari disiplin yang sudah ada. 2. Berada di pinggiran dari sebuah disiplin, dan tidak lagi menjadi pusat perhatian disiplin itu, lalu memisahkan diri menjadi disiplin khusus. 3. Gabungan dari berbagai disiplin karena ada kesamaan, bisa berbentuk disiplin baru atau interdisciplinary. 4. Kebutuhan untuk mengatasi persoalan penting yang khas.
Alasan Perlunya Melakukan kolaborasi ilmu multidisipliner dan Interdisiplin yang berbeda atau antar ilmu yang berbeda.
1. Dengan menjembatani disiplin ilmu yang terfragmentasi, interdisipliner bisa berperan dalam membela kebebasan akademik.
2. Kreativitas membutuhkan pengetahuan interdisipliner.
Proses penemuan kerapkali mencakup tindakan menggabungkan ide yang sebelumnya tampak tidak berkaitan. Pemikiran yang kreatif kerap menghasilkan ide yang tidak lazim tapi membuahkan permutasi yang produktif. Aspek yang digabungkan bisa berasal dari satu disiplin, atau berasal dari permutasi ide dari dua atau lebih disiplin.
3. Pendatang baru seringkali memberikan kontribusi yang penting pada bidangnya yang baru
Observasi pendatang baru dapat membuka mata atas hal-hal yang baru. Misalnya di bidang antropologi, pendatang baru bisa melihat aspek aspek budaya yang kasat mata bagi penduduk asli. Para pendatang pun lebih cermat untuk tidak mengabaikan anomali.
4. Penganut disiplin ilmu tertentu seringkali melakukan kesalahan yang hanya bisa terdeteksi oleh orang yang memahami dua atau lebih disiplin ilmu
Pengamatan lintas disiplin berguna karena jurang antar disiplin ilmu terlalu luas. Sehingga tidak jarang ilmuwan mengambil kesimpulan yang bertabrakan dengan kesimpulan di disiplin ilmu lain akibat generalisasi atau tidak peka pada disiplin ilmu lain tersebut.
5. Banyak sekali topik-topik riset yang jatuh di persimpangan beragam disiplin ilmu.
Ruscio berargumen bahwa disiplin ilmu pada prakteknya tidak memiliki batas yang jelas selayaknya harapan para teoretisi disiplin ilmu tersebut. Serta peneliti disipliner tampak mampu mengisi celah kosong yang produktif sehingga area abu-abu ilmu pengetahuan bisa diisi.
6. Banyak permasalahan intelektual, sosial dan praktikal memerlukan pendekatan interdisipliner.
Coba bayangkan sejarah pembangunan suatu negara. Beberapa tahun dan ribuan buku akan membawa kita pada kesimpulan, kebanyakan penulis gagal memahami secara keseluruhan karena terpaku pada satu disiplin ilmu saja.
Permasalahan yang muncul belum tentu datang dalam batasan satu disiplin ilmu saja. Misalnya reduksi polusi, ini bukan sekedar persoalan teknologi yang lebih baik saja, tetapi berkaitan dengan psikologi industri, efisiensi ekonomi, budaya pola hidup masyarakat, kebijakan politik, dan sebagainya.
Seorang negarawan bisa melakukan kesalahan karena tidak memahami aspek teknis, sosial atau alamiah dari suatu kebijakan: sangat berbahaya memiliki dua atau lebih budaya yang tidak berkomunikasi, ilmuwan bisa memberikan saran yang buruk dan pengambil keputusan tidak bisa membedakan mana yang baik dan buruk.
Sejarah membuktikan bahayanya rekomendasi kebijakan yang terlalu sempit oleh mereka yang memiliki pengetahuan yang luas atau sebaliknya. Dalam dunia spesialisasi, seorang berpendidikan tinggi bisa tidak menyadari dimensi sosial dan moral dari tindakannya. Kompartementalisasi, selain rendahnya pendidikan adalah musuh besar yang hanya bisa ditaklukkan oleh pendidikan yang menyeluruh.
7. Pengetahuan dan riset interdisipliner berguna akan mengingatkan kita akan idealnya kesatuan badan ilmu pengetahuan.
Tentu saja sekarang ini mustakhil untuk menguasai semua disiplin ilmu sekaligus. Tapi bila kita keliru mengartikan pengetahuan disiplin dengan kebajikan; jika kita lupa seberapa banyak kita tidak tahu; jika kita lupa seberapa besar kita tidak bisa tahu; jika kita tidak menginginkan, setidaknya sebagai prinsip, idealitas kesatuan badan ilmu pengetahuan; kita akan kehilangan sesuatu yang penting. Interdisiplineritas membantu kita mengingat hal ini, bahwa komponen komponen pengetahuan manusia merupakan pecahan dari keseluruhan bangunan pengetahuan.
8. Pelaksana praktek interdisipliner menikmati fleksibilitas yang lebih besar dalam risetnya.
Kebanyakan bidang ilmu mengalami kemajuan yang pesat, diikuti dengan periode stagnasi. Pada saat saat ini dalam konteks pribadi, ilmuwan yang berani pindah ke disiplin ilmu yang baru akan menikmati fleksibilitas dan kebebasan baru dalam karir mereka, sebuah imbalan personal untuk kesediaan melintasi batas disiplin ilmu.
9. Ketimbang terpaku pada satu disiplin ilmu yang sempit, penganut interdisipliner sering merasakan sensasi intelektual yang mirip dengan penjelajahan di lahan yang baru.
Pada titik tertentu, imbal balik dari proses input tertentu mengecil secara progresif. Butuh berjam jam untuk belajar catur, dan tahunan untuk menjadi ahli. Hal serupa terjadi dalam dunia pembelajaran. Misalnya seorang ahli anatomi serangga dalam rangka menjadi ahli bisa jadi tidak pernah membaca Tolstoy atau tidak pernah mendengar Vivaldi akibat alokasi waktu yang ketat.
Hidup ini telalu singkat untuk menjadi ahli dalam banyak bidang sekaligus. Agar menjadi ahli dalam bidangnya mereka berakhir hanya mengeksplorasi satu minat saja. Interdisiplineritas, kontras dengannya, selamanya memperlakukan diri mereka dengan intelektualitas yang setara dengan menjelajahi daerah eksotik.
10. Pelaksana ilmu Interdisipliner bisa menjembatani jurang komunikasi dalam akademi modern, karenanya membantu memobilisasi sumberdaya intelektual yang besar dalam membangun rasionalitas yang lebih besar. Perguruan tinggi modern hanya memiliki efektifitas yang sedang sebagai agen perubahan sosial.
Kenyataannya dunia akademik menikmati kesuksesan yang minim dalam memobilisasi sumberdaya intelektualnya untuk memperbaiki masyarakat. Alasannya cukup jelas: fragmentasi disiplin ilmu membuat akademik pasif dihadapan dunia yang sewenang-wenang. Dalam komunitas dengan bahasa yang berlainan diperlukan komunikasi yang efektif untuk menggabungkan kekuatannya. Interdisiplineritas, dengan mengingatkan kita pada ideal kesatuan badan pengetahuan, dengan menguasai dua atau lebih bahasa akademik, bisa berkontribusi pada integrasi budaya akademik.
Comments