Sejatinya pandai berbicara adalah kemampuan berpikir dalam berbicara. Untuk pandai berbicara harus dimulai dari belajar pola-pola berpikir dalam berbicara. Dengan kata lain mempelajari cara-cara berbicara yang sesuai dengan kaidah.
Belajar menyusun kalimat sederhana yang benar sesuai dengan pola berpikir baku. Melatih menyusun kalimat dalam bentuk paragraf dengan pola hubungan sebab akibat antar kalimat. Pada tingkat lanjut terus dilatih menggunakan paragraph dengan pola pikir deduktif atau induktif.
Setela belajar pola-pola berpikir dalam berbicara, selanjutnya belajar tetang objek pembicaraan. Objek pembicaraan tidak boleh berisi tentang keburukan, harus berisi tentang kebaikan. Sejatinya, kebaikan adalah bagian dari segala objek pembicaraan.
Hakikat pandai Berbicara bukan sekedar kemampuan berkata-kata tapi kepandaian berbicara atau berkata-kata yang memberdayakan atau berkata-kata positif.
Jika kita merunut pada AL-Qur’an, hal ini didasari pada keterangan dalam surah Adh Dhuhaa, 93:11. yang artinya “Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). (Adh Dhuhaa, 93:11)
Keterangan di atas memberi petunjuk tentang objek pembicaraan. Menyebut-nyebut nama Tuhan dan semua kenikmatan yang telah kita rasakan sebagai pemberian dari Tuhan adalah bagian dari segala objek pembicaraan.
Dalam kehidupan manusia tak lepas dari dari dua kondisi yang dialami yang saling berpasangan yaitu sulit dan lapang, susah dan senang, gagal dan sukses. Objek pembicaraan yang bisa menjebak manusia ke dalam keluhan, dan menyalahkan orang lain, terjadi dalam kondisi sulit, susah, dan gagal.
Agar kita terbebas dari objek pembicaraan yang tidak memberdayakan, maka baiknya kita harus berfokus pada realitas hidup yang objeknya kelapangan, kesenangan, dan kesuksesan. Dalam firman-Nya, Allah telah menjanjikan kepada hamba-hamba-Nya:
فَإِنَّمَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا. إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِيُسْرًا
Artinya: “Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan.” (Q.S. Al-Insyirah [94]: 5-6).
Dalam beberapa tafsir menjelaskan bahwa ayat ini merupakan penegasan dari Allah bahwasanya selalu ada kemudahan dalam setiap kesulitan. Pengulangan ayat pada surah Al-Insyirah ini dipahami oleh para ulama sebagai bentuk penekanan. Kata BESERTA, menjadi kode bahwa antara kondisi susah dan lapang, gagal dan sukses, terjadi secara bersamaan.
Jika Tuhan memerintahkan kita selalu menyebut-nyebut nikmat yang diberikan sebagai objek pembicaraan, sangat bisa dipahami karena tidak ada manusia yang tidak menerima nikmat dari Tuhan, karena setiap kesulitan bersamaan adanya dengan kesenangan.
Tinggal kita berfokus pada kesenangannya bukan pada kesusahannya. Sehingga objek pembicaraan kita setiap saat tidak akan lepas dari menyebut-nyebut kenikmatan yang kita dapat dari Tuhan dalam kondisi apapun.
Mindset ini akan menghindarkan kita dari jebakan kondisi sulit, yang sering mendorong kita untuk fokus pada kesulitan dan kesusahan, sehingga objek pembicaraan terjebak pada menceritakan kesulitan, kesusahan, derita, (keluhan) dan menyalah-nyalahkan orang lain.
Menyebut-nyebut kenikmatan dari Tuhan Inilah tuntunan berpikir, dan berbicara, yang diajarkan Tuhan kepada manusia, agar kita selalu menjadi orang-orang yang bersyukur dan hidup dalam kelimpahan. Dan Sebutlah nama Tuhan mu yang banyak agar kamu termasuk orang-orang yang beruntung.
Comments