Setiap orang kuliah mempunyai keinginan untuk mendapatkan nilai setinggi-tingginya. Berharap dengan nilai tinggi itu menjamin mendapatkan pekerjaan yang layak. Nilai seakan menjadi puncak dari tujuan kuliah.
Memperoleh IPK tinggi dan lulus tepat waktu menjadi tujuan utama kuliah. Lebih dari itu, tujuan awal dari seorang mahasiswa, yaitu sebagai pencari ilmu, telah terkontaminasi. Hal ini merupakan fenomena yang sudah menjangkiti pemikiran mahasiswa sampai sekarang ini.
Tak jarang kita dapati mahasiswa yang memiliki IPK tinggi, namun kredibilitas keilmuannya bertolak belakang dengan apa yang tertera di atas kertas. Pola pikir nilai tinggi dan segera lulus telah mewabah dalam dunia pendidikan tinggi kita.
Artinya, orientasi mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan bukan soal sebanyak apa ilmu yang dapat dicerna, bukan soal bisa tidaknya memformulasikan ilmu yang didapat, bukan soal mampu tidaknya mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu. Bahkan jauh dari itu semua: mahasiswa mengikuti perkuliahan hanya berorientasi pada nilai nilia semata.
Apakah IPK sebegitu pentingnya sampai layak dijadikan “goal” utama mahasiswa? Bahkan, sampai bisa bikin down, depresi hingga yang paling menyedihkan dan disesali adalah kasus nyontek bin plagiat sampai kasus bunuh diri mahasiswa lantaran masalah nilai.
Perdebatan klasik soal penting tidaknya IPK memang selalu menarik untuk disimak. Sebegitu dianggap pentingnya, sebagian mahasiswa pun menjadikan IPK sebagai goal utama saat menempuh studi di bangku kuliah.
Untuk mengetahui jawaban pastinya, kita perlu lebih dulu membahasnya secara rinci.
Kuliah merupakan wahana untuk mendapatkan ilmu dan keterampilan yang saling berkaitan. Aktifitas Kuliah merupakan sebuah proses yang panjang , mulai dari berbagai tugas, ujian, lalu satu tugas akhir yang harus diselesaikan dan di tempuh untuk dapat meraih gelar sarjana sesuai dengan jenjang kuliah dan bidang ilmu yang digeluti yang ditempuh.
Tertulis dalam dua lembar kertas yang bernama ijazah dan transkrip nilai sebagai adalah bukti lamanya kamu berjibaku di dunia perkuliahan. Di lembar transkrip nilai tercantum Indeks prestasi kumulatif (IPK) atau perhitungan keseluruhan/kumulatif dari nilai yang matakuliah yang diperoleh selama kuliah.
Di Indonesia, umunya diterapkan IP skala 0-4. Nilai 4.00 sempurna, 3.51 ke atas cum laude dan ipk 3.00 dianggap bagus. Kalau ipk dibawah 3.00 biasanya sudah mulai ketar ketir meskipun yang sering disebut adalah minimal 2.75 untuk standar melamar kerja.
Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) merupakan barometer untuk mengetahui dan mengenali kemampuan akademis seorang mahasiswa. Logikanya, bagaimana bisa kamu bekerja sebagai programmer Komputer kalau nilai mata kuliah Pemrograman saja jelek?
Dengan kata lain, IPK adalah bukti valid kalau seorang mahasiswa sudah benar-benar memahami teori dan praktik yang diajarkan selama masa perkuliahan. Kecakapan akademis semacam ini tentu penting dimiliki seorang lulusan perguruan tinggi, terlebih masih banyak pekerjaan di luar sana yang mengutamakan keahlian di bidang tertentu.
Saat ini masih ada orang-orang yang beranggapan bahwa Ijazah dan IPK yang tinggi cukup menjadi jaminan untuk mendapatkan pekerjaan yang memang diinginkan dan diimpikan. Namun, kenyataannya di dunia pekerjaan, dua hal itu saja tidak cukup. Seorang sarjana tidak akan serta merta bisa mengisi posisi di bidang dan tempat yang diinginkan jika hanya mengandalkan kedua hal tersebut.
Di dunia korporat, masih banyak pihak yang menuntut kandidat pegawainya memiliki IPK minimal di atas 3.00 dan kadang bahkan di atas 3.50. sebagai cara untuk menyaring daftar karyawan potensial. Dengan jumlah pelamar yang begitu banyak, akan dengan mudah memilih mereka yang berpotensial dengan pemilik IPK tinggi.
Tapi, sebagian besar perusahaan memahami IPK bukanlah menjadi satu-satunya kesepakatan. Mayoritas perusahaan akan puas untuk mempekerjakan mereka yang memiliki prestasi. Mereka lebih fokus pada karyawan yang memiliki kemampuan memecahkan masalah, bertanggung jawab, bekerja keras dan berhasil dalam menghadapi tantangan kerja.
Nah, Buat Apa IPK Tinggi tapi Skill Nol Besar?
Sebagian orang memang berpendapat IPK itu penting! Angka ini akan menentukan masa depan seseorang setelah lulus kuliah. Tapi sebagian lagi justru menganggap kalau IPK itu bukan yang terpenting, sebab ilmu dan skill jauh lebih dibutuhkan saat bekerja nanti. Benarkah demikian?
Di masa sekarang ini rasanya IPK tinggi saja tidak cukup menjamin seorang sarjana untuk mendapatkan pekerjaan kalau kamu tidak punya keterampilan lain yang bisa ditonjolkan. Soft skill kadang jauh lebih dibutuhkan untuk menunjang karir seseorang, ketimbang IPK semata.
Umunya orang berpendapat bahawa skill dan kompetensi jauh lebih diperlukan ketimbang IPK. Buat apa IPK tinggi kalau kemampuan nonakademis dan kompetensi lainnya nol besar? Kira-kira begitu narasinya.
Pernyataan ini tidak salah, tapi juga tak sepenuhnya betul. Mayoritas perekrut kerja saat ini memang lebih mementingkan kompetensi tanpa melihat IPK-nya, terutama di perusahaan-perusahaan rintisan seperti startup. Bagi mereka, skill serta kemauan untuk terus belajar dan berkembang jauh lebih penting dibandingkan sederet angka bernama IPK.
Realitas dan fakta menunjukkan bahwa era kekinian, IPK bukan yang terpenting, karena 3 alasan berikut
1. Menguasai ilmu dan skill di bidang yang dipelajari merupakan hal yang terpenting, bukan sekedar nilai
IPK bagus tidak menjaminj bahwa seseorang paham dan punya kemampuan yang baik. Contohnya, banyak mahasiswa saya yang kemampuan bahasa, speaking dan writing lebih oke dari pada mahasissiswa yang ipk nya diatas mereka. Bahkan ada yang IPK biasa dan nggak mencapai 3.00 tapi skill dan kemampuannya sama, bahkan melampaui mahasiswa yang cum laude.
2. IPK Tidak berhubungan dengan kualitas pekerjaan
Kuliah dan kerja adalah dua hal yang berbeda. Nilai saat kuliah tidak bisa jadi patokan performa kerja. Attitude dan semangat untuk bekerja keras dan kemauan untuk terus belajarlah yang menentukan kesuksesan dalam bekerja dan berkarya.
Nah, karena ranahnya akademis, IPK tidak ada hubungannya secara langsung dengan skill dan kompetensi. Orang yang ber-IPK tinggi belum tentu punya soft skill yang mumpuni, begitu pun sebaliknya.
Saya pernah berbincang bincang dengan salah satu pemilik perusahaan IT dan software Development. Dia punya karyawan yang lulus dengan nilai nyaris sempurna. Sayang performa kerjanya sangat mengecewakan. Tidak menunjukkan prestasi, bahkan cenderung malas. Walaupun ada juga sih, pekerja yang memang IPK dan hasil pekerjaannya sama sama memuaskan.
Sementara beberapa alumni kampus saya yang sudah bekerja di beberapa BUMN dan perusahaan swasta, merasa bahwa IPK yang mereka peroleh sewaktu kuliah tidak mempengaruhi kariernya, soalnya perusahaan dalam merekrut pegawai kadang tidak melihat nilainya, tapi lebih melihat pengalaman calon pegawai. Atau kalau belum berpengalaman, biasanya dilihat hasil tes tulisannya serta hasil interview untuk membaca personality calon pegawai.
3. Walau tidak Semua, peraih IPK tinggi cenderung berbangga diri
Ipk tinggi atau nilai cum laude tentu bikin orang bangga dan pede. Padahal saat bekerja, kadang mereka akan memulai segala sesuatunya dari nol lagi. Lulusan dengan IPK tinggi bisa kesulitan menyesuaikan diri dengan situasi ini, soalnya, mereka biasa jadi yang paling superior dan cerdas di kelas, di tempat kerja jadi yang paling bawah. Bahkan cerita teman saya, pernah ada pegawainya yang pintar peraih IPK cum laude nggak bertahan lama ketika bekerja, karena ia nggak tahan harus memulai dari bawah.
Jadi, IPK Itu Penting Nggak, sih?
Memang dalam waktu tertentu, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang diperoleh semasa kuliah merupakan salah satu penunjang karir. Kebanyakan para lulusan perguruan tinggi dengan hasil memuaskan memiliki potensi dan punya motivasi untuk sukses.
Jadi, suka tidak suka, nilai IPK adalah salah satu penilaian awal terhadap kompetensi teknis dalam mendapatkan pekerjaan. Nilai IPK yang tinggi diasumsikan menandakan seseorang sukses memahami teori dan aplikasi jurusanbidang keilmuannya dengan baik. Untuk sejumlah posisi pekerjaan yang mengutamakan keahlian secara spesifik, hal ini bisa dibilang cukup penting.
Kesuksesan di bangku kuliah ini juga dijadikan sebagai parameter untuk menentukan karakter kandidat. Untuk mencapai dan mempertahankan nilai IPK tinggi di penghujung semester tentu dibutuhkan waktu dan energi yang tidak sedikit serta disiplin tinggi. Setidaknya, nilai IPK ini menunjukkan adanya kemauan untuk bekerja keras, dedikasi, dan komitmen untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Lowongan pekerjaan dari perusahaan terkemuka di bidang konsultasi, keuangan, dan teknologi paling sering ditemukan mencantumkan IPK di atas rata-rata sebagai salah satu persyaratan utama. Kesemuanya merupakan industri yang cukup kompetitif dan selalu menarik minat kaum profesional.
Semakin besar prestise dan skala sebuah perusahaan, umumnya semakin penting nilai IPK di mata recruiter. Untuk perusahaan berukuran lebih kecil atau startup, hal ini tidak menjadi pertimbangan utama.
Nah, berikut alasan tentang pentingnya IPK
1. IPK merupakan parameter belajar dan tanggung jawab
Saat belajar, tentu saja harus ada parameter untuk mengukur tingkat keberhasilan mahasiswa dalam menyerap ilmu. Nah, parameter yang digunakan adalah IP. Maka idealnya sih, mendapatkan nilai IPK yang oke, mesti disertai dengan kemampuan yang beneran mumpuni.
2. IPK adalah Gambaran Kerja Keras Selama Kuliah
Menurut saya, IPK merupakan salah satu bentuk tanggung jawab untuk lebih giat menuntut ilmu dan semangat berusaha. Itulah mengapa sebagian orang menganggap kalau tinggi rendahnya indeks prestasi merupakan cerminan karakter dan kedisiplinan seseorang. Juga tanggung jawab kepada orang tua yang sudah susah payah membayar pendidikanmu.
3. IPK tinggi membuka banyak kesempatan
Selain dijadikan pertimbangan perusahaan dalam merekrut karyawan, mereka yang memiliki IPK tinggi memiliki banyak peluang dan kesempatan, seperti kesempatan pertukaran mahasiswa, keringanan biaya pendidikan, hingga kesempatan kuliah s2 di dalam dan luar negeri.
Ya, bermodalkan IPK tinggi, punya lebih banyak kesempatan untuk berkembang dan meraih kesuksesan di masa depan. Disisi lain, IPK Tinggi juga menjadi prestasi tersendiri , setidaknya untuk memperindah CV –resume berkas lamaran kerja.
3. Syarat untuk kerja
Walaupun IPK tidak berhubungan langsung dengan prestasi kerja, namun tidak sedikit perusahaan yang menerapkan syarat IPK minimal untuk bisa bekerja di perusahaan tersebut.
Misal di salah satu BUMN bidang telekomunikasi menjabarakan salah satu syarat untuk menjadi karyawanya punya IPK minimum 3.00 atau nilai rata-rata B+ atau High Distinction untuk universitas luar negeri
Nah, dari poin-poin di atas bisa disimpulkan, punya IPK yang baik memang membantu saat melamar pekerjaan. Apalagi, perusahaan masih banyak yang menerapkan syarat IPK minimal. Ada yang minimal 3.00, ada juga yang 2.75. Walau tidak serta merta IPK tinggi berarti bakalan diterima, masih banyak faktor penting yang menentukan keberhasilan ketika melamar pekerjaan.
Selanjutnya, soal apakah karier akan bagus, apakah bakal cepat diangkat jadi pegawai berprestasi dalam bekerja, itu semua tidak berkaitan dengan IPK. Semua itu bergantung pada performa dan attitude seseorang dalam bekerja.
Kita tidak bisa bilang bahwa IPK itu tidak PENTING, tetapi memang bukan yang TERPENTING. IPK dan soft skill sama pentingnya bagi mahasiswa. Keduanya akan membantumu meraih kesuksesan di masa depan. Selain tekun belajar demi meraih IPK yang bagus, jangan lupa juga bekali diri dengan prestasi dan keahlian lain di bidang nonakademis.
Sangat disayangkan kalau IPK mentereng padahal kemampuan dan wawasan biasa-biasa saja bahkan kurang. Ini bisa terjadi kalau tujuan kuliah memang hanya angka, dan mau melakukan apa saja hanya untuk mendapatkan IPK yang bagus. Sebaliknya rugi juga bila mahasiswa sebenarnya mampu, tapi nilainya pas pasan karena malas belajar, cuek sama tugas atau lainnya.
Harus diingat bahwa ‘goal’ mahasiswa dalam kuliah adalah ilmu bukan nilai. Yakin, kalau mereka benar benar serius dan semangat mencari ilmu, otomatis bakal mendapat hasil IPK yang bagus. Meski pada akhirnya IPK dan kompetensi tak berhubungan secara langsung usai lulus kuliah, tapi keduanya akan menjadi jembatan penting menuju kesuksesan di masa depan.
Comments