top of page
Writer's pictureYusrin Ahmad Tosepu

Kontemplasi : Jadikan Hidup Lebih Bermanfaat Bagi Sesama

Updated: Jul 25, 2023



Di dalam hidup ini, kita tak perlu berupaya untuk menjadi seseorang yang hebat, disegani, apalagi ditakuti. Tetapi jadilah seseorang yang berguna bagi siapa pun di sekeliling kita, karena . sebaik-baiknya insan ialah yg berguna bagi orang yang lain. Pada intinya, manusia terbaik adalah manusia yang menjadikan hidup bermanfaat bagi orang lain.


Menjadi pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus dimiliki oleh seorang Muslim. Seorang Muslim lebih diperintahkan untuk memberikan manfaat bagi orang lain, bukan hanya mencari manfaat dari orang atau memanfaatkan orang lain. Ini adalah bagian dari implementasi konsep Islam yang penuh cinta, yaitu memberi.


Selain itu, perbuatan yang memberi manfaat kepada orang lain, semuanya akan kembali untuk kebaikan diri kita sendiri. Sebagaimana firman Allah: إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ…


“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri …” (QS al-Isrâ/ 17: 7).


Rasulullah saw dan para sahabatnya merupakan contoh manusia yang paling banyak memberi manfaat. Seluruh hidupnya dihabiskan untuk yang bermanfaat’ Dakwah, Tarbiyah, Jihad dijalan Allah mengarahkan Ummah untuk hal yang bermanfaat bukan hanya persoalan duniawi Tolong menolong, bersikap lembut,menjaga kehormatan, tidak saling menumpahkan darah dll. Tapi lebih dari itu Adalah untuk negeri Akhirat yang kekal abadi yang manfaatnya akan terus dinikmati tanpa putus-putusnya.


Menjadi insan atau pribadi yang bermanfaat merupakan salah satu perintah Rasulullah saw kepada umatnya. Beberapa Sabda beliau tentang pentingnya menjadikan hidup bermanfaat dengan Memberikan manfaat kepada orang lain

.

Sabda Rasulullah saw:

خَيْرُ الناسِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ


“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (Hadits Riwayat ath-Thabrani, Al-Mu’jam al-Ausath)


Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:


… وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ

“… dan barangsiapa (yang bersedia) membantu keperluan saudaranya, maka Allah (akan senantiasa) membantu keperluannya.” (Hadits Riwayat Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy)


Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:


مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ الله عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ, ةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ الله عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

“Barang siapa yang memudah kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang dalam kesulitan niscaya akan Allah memudahkan baginya di dunia dan akhirat” (HR. Muslim).


Lebih lanjut, Rasulullah SAW bersabda,


مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ.


“Barangsiapa membebaskan seorang mukmin dari suatu kesulitan dunia, maka Allah akan membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya sesama muslim. Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan ke surga baginya. Tidaklah sekelompok orang berkumpul di suatu masjid (rumah Allah) untuk membaca al-Qur’an, melainkan mereka akan diliputi ketenangan, rahmat, dan dikelilingi para malaikat, serta Allah akan menyebut-nyebut mereka pada malaikat-malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang ketinggalan amalnya, maka nasabnya tidak juga meninggikannya.” (Hadits Riwayat Muslim, Shahîh Muslim, juz VIII, hal. 71, hadits no. 7028, dari Abu Hurairah r.a.)


Jadi, pada hakikatnya hidup tidak hanya menerima tapi juga memberi. Memberi manfaat bagi hidup orang lain bisa dengan cara-cara sederhana. Agar benar-benar mendapatkan manfaat yang kita berikan kepada orang lain, kita harus ikhlas, karena keikhlasan adalah salah satu syarat diterimanya amalan kita. Ikhlas dimaknai semata-mata mengharap Ridho Allah SWT.


Lebih lanjut, patut diketahui bahwa dalam interaksi antar sesama manusia sehari-hari, sekurang-kurangnya ada tiga model yang berkembang di masyarakat. Pertama, keberadaan seseorang bisa membuat susah orang lain dan ketiadaannya membuat bahagia orang di sekitarnya. Kedua, kehadiran dan kepergian seseorang tidak terasa manfaatnya dan ketiga, keberadaan orang itu membuat bahagia dan kepergiannya dirindukan.


Jika dibahas masing-masing, maka pertama; tipologi seseorang model ini, keberadaannya selalu membuat susah siapa saja yang berinteraksi dengannya. Ketika berada di rumah, membuat susah anggota keluarga. Misalnya, merusak hubungan silaturahmi, merusak ketenteraman rumah tangga, sedikit-sedikit hanya marah dan marah. Mau menang sendiri, tak peduli saran dan kondisi orang lain, termasuk kepada istri, suami, anak dan cucu sendiri.


Ketika berada di tengah masyarakat, mereka hanya dikenal sebagai pribadi yang menimbulkan onar dan kekacauan. Semua sikap dan tingkah lakunya hanya menimbulkan kerusakan, kebisingan, kegaduhan dan kerugian orang lain secara moral maupun material. Karena perilakunya tersebut membuat orang lain menghindar darinya.


Bila di tempat kerja, juga tidak patuh aturan. Tidak produktif, tidak disiplin, bekerja semaunya sendiri. Akibatnya merugikan tempat kerja, baik lembaga maupun kinerjanya. Sehingga orang seperti ini akan berakhir dengan pemecatan dengan tidak hormat oleh lembaga tempat mereka bekerja. Kemudian diusir oleh keluarga dan terkucil dari pergaulan masyarakat. Bila orang seperti ini hilang dari lingkungan, masyarakat merasa bahagia dan bersyukur.


Kedua; tipologi interaksi orang model ini, keberadaannya tidak terasa manfaatnya juga tidak menyusahkan orang lain. Mereka lebih banyak fokus pada urusan dan kepentingan diri sendiri. Tidak peduli dengan urusan orang lain, tapi juga berusaha tidak mengganggu dan menyusahkan orang lain. Mereka ini sangat minim keterlibatan atau interaksi dengan orang lain, termasuk dalam hal urusan pergaulan yang bersifat sosial.


Mereka berusaha tidak bergantung pada orang lain. Kalau ada urusan, kepentingan dan kebutuhan diri, Ia berusaha menyelesaikan sendiri. Ada rasa tinggi hati kalau meminta bantuan orang lain, baik tetangga atau anggota keluarga lain. Prinsipnya, tidak mau bergantung pada orang lain, merepotkan orang lain, juga tidak mudah membantu orang lain, kecuali terpaksa. Sehingga ada dan tiada, mereka ini tidak bermakna apa-apa dalam kehidupan masyarakat.


Ketiga; tipologi interaksi orang model ini, sebagai apapun keberadaannya selalu memberi manfaat kepada orang banyak di lingkungannya, apalagi kepada orang miskin dan duafa. Memiliki kepedulian yang tinggi dengan sesama. Selalu berusaha memberi kontribusi kebaikan kepada orang lain dan lingkungan seoptimal mungkin, sesuai dengan kemampuan.


Namun, tak dipungkiri pula jika fenomena yang berkembang dikehidupan saat ini, banyak orang kaya atau orang yang memiliki kelebihan materi lebih senang naik haji berulang kali daripada membantu kaum dhuafa yang membutuhkan uluran tangan. Banyak juga orang kaya yang ‘jor-joran’ (berlomba-lomba) membangun masjid mewah, sedangkan di sekelilingnya masih banyak kaum fakir-miskin yang membutuhkan bantuan. Padahal, Allah tidak butuh disembah dengan indahnya masjid ataupun ibadah haji yang berulang-ulang.


Msih banyak saudara-suadara kita yang mampu tidak pernah berfikir untuk beramal saleh dengan cara ‘memberi manfaat’ pada semua orang yang berinteraksi dengan diri kita, atau (bahkan) beramal saleh dengan cara berbuat baik kepada sesama makhluk Allah, yang lebih kita prioritaskan dalam situasi dan kondisi tertentu daripada sekadar membangun kesalehan spiritual yang tak banyak berguna bagi orang lain?


Kita tak perlu mengatakan bahwa urusan akhirat itu lebih penting daripada urusan dunia, atau sebaliknya. Karena keduanya saling melengkapi. Firman Allah,

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ


“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS al-Qashash/28: 77)


Jadi intinya, sebaik-sebaiknya manusia ialah yg berguna bagi orang lain. Memberi manfaat bagi orang lain merupakan amalan yang dicintai oleh Allah SWT, bahkan hal yang terkecil seperti membuat orang lain menjadi gembira juga termasuk amalan bermanfaat yang dicintai oleh Allah SWT. Untuk sebagai bermanfaat belum tentu harus menjadi yg paling pandai, lebih kompeten, atau paling dermawan, tetapi yang membentuk seorang sangat bermanfaat adalah sikap mereka. Bukan hanya membantu, namun juga menghasilkan orang yang dibantu merasa lebih baik ihwal diri mereka sendiri. Selain itu, menjadi berguna bagi orang lain juga mampu memberikan kepuasan batin bagi diri sendiri.


Banyak cara bisa dilakukan agar menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama. Bisa dengan menolong dalam bentuk tenaga, pikiran, memberikan bantuan dalam bentuk materi, meringankan beban penderitaan, membayarkan utang, memberi makan, hingga menyisihkan waktu untuk menjenguk tetangga yang sakit atau mereka yang tertimpa bencana. Memberikan taushiyah keagamaan, dan lain sebagainya.


Berikut langkah-langkah menjadi pribadi yang bermanfaat.


Langkah Pertama: Kemauan

Kemauan adalah kunci. Dengan adanya kemauan tentu kita memiliki keinginan dan semangat berbuat kebaikan kepada orang lain. (1) Jika kita memunyai harta, kita bisa memberikan manfaat kepada orang lain dengan harta. (2) Jika kita memunyai ilmu, kita bisa memberikan manfaat ilmu kepada orang lain. (3) Jika kita memunyai tenaga, kita bisa memberikan manfaat dari tenaga kita kepada orang lain.


Ini adalah langkah awal. Harus memiliki kemauan untuk memberikan manfaat kepada orang lain. Bagaimana pun kondisi kita. Jangan malah mencari-cari cara untuk mendapatkan manfaat dari orang lain, bahkan memanfaatkan orang lain. Jika Anda mau, bagaimana pun kondisi Anda, Anda bisa memberikan manfaat kepada orang lain. Bagaimana? Mau atau tidak? Jadi kata kuncinya adalah: “kemauan”.


Langkah Kedua: Take Action Now (Lakukan Sekarang)

Apa yang bisa kita ‘lakukan sekarang’ untuk memberikan manfaat kepada orang lain? Ada banyak yang bisa kita lakukan untuk memberikan manfaat kepada orang lain. Antara lain:


  • Berbagi ilmu, pengetahuan dan keterampilan

Kita bisa berbagi ilmu, pengetahuan atau keterampilan, baik secara langsung maupun melalui tulisan yang dapat disebarkan melalai brbagai platform media internet. Menyebarluaskan informasi pengetahuan dan keterampilan melalui media sosal misalnya, Ini jauh lebih memberikan manfaat bagi banyak orang daripada kita hanya sibuk mengupdate status yang tidak penting, bahkan hanya berisi keluhan dan caci maki.


Jadi jika kita memiliki pengetahuan bagaimana melakukan suatu hal, akan sangat bermanfaat bila kita membaginya pada orang lainbaik secara langsung maupun menulis di berbagai platform media sosial. Ataupun menulis sebuah buku.


Berbagi ilmu, pengetahuan dan keterampilan akan jauh lebih bermanfaat jika sesuatu yg kita ajarkan atau tulis berhasil mengubah kehidupan orang-orang pada luar sana. Bagikan keahlian khusus yg kita miliki atau pengalaman yang mampu menginspirasi banyak orang.


  • Berdonasi

Berbagi manfaat dengan berdonasi. Aktif memberikan donasi; mendonasikan sejumlah uang secara rutin, atau sumbangan pakaian pada komunitas, atau hadir pada tengah masyarakat yang terkena musibah merupakan bentuk manfaat bagi sesama. Bahkan hal yang terkecil dapat kita lakukan seperti mendengarkan apa keluh kesah mereka serta menyampaikan simpati (perhatian), dan dukungan.


Langkah Ketiga: Menjadi Gaya Hidup

Jika memberikan manfaat kepada orang sudah menjadi kebiasaan, maka kita sudah mulai menjadi pribadi yang bermanfaat. Jika memberi manfaat kepada orang sudah menjadi gaya hidup yang pada akhirnya akan menjadi akhlaq pribadi. Ini yang kadang-kadang dilupakan orang.


Banyak orang yang hanya membahas sampai pada taraf ‘melakukan kebaikan’ dengan cara membantu orang orang lain. Namun hal itu belum menjadi kepribadian, baru sebatas mau melakukan. Sebuah tindakan, akan menjadi sebuah akhlaq pada saat terbiasa melakukannya, tanpa memikirkannya terlebih dahulu.


Ketika kita memberi, belum tentu merupakan sebuah kepribadian. Namun jika kita sudah biasa memberi dan menjadi gaya hidup kita , barulah disebut kepribadian.


Langkah Keempat: Tingkatkan Manfaat Diri

Tentu saja menjadi seorang pribadi yang bermanfaat harus ditingkatkan. Pada hakikatnya kita tidak hanya mengatakan menjadi pribadi yang bermanfaat, tetapi menjadi pribadi yang “paling” bermanfaat. Artinya kita ditantang untuk menjadi juara dalam kebaikan. Kita harus menjadi yang paling memberikan manfaat kepada orang lain, bukan sekadar memberikan manfaat.


Bagaimana cara meningkatkan manfaat diri? Ya, kita harus meningkatkan kuantitas dan kualitas kebaikan. Kuantitas bisa dilihat dari frekuensi dan besarnya apa yang kita berikan kepada orang lain. Sementara kualitas manfaat ditingkatkan dengan cara meningkatkan kualitas diri yaitu dengan meningkatkan keterampilan dan kemampuan kita, sehingga apa yang kita berikan semakin bermanfaat.


Langkah Kelima: Raihlah Manfaatnya

Jangan sampai kita memberikan manfaat kepada banyak orang, tetapi (lupa) ‘tidak’ memberikan manfaat untuk diri sendiri. Jangan salah faham! Saya sama sekali tidak mengatakan agar kita berharap kebaikan dari orang yang kita berikan manfaat. Bukan itu! Namun, yang dimaksud adalah: kita harus menghindari dari semua penghapus pahala amal itu, yaitu: “ketidak ikhlasan atau riyâ’.”


Jadi, agar kita benar-benar mendapatkan dari manfaat yang kita berikan kepada orang lain, kita harus ikhlas. Ikhlas adalah kunci diterimanya amal. Dan hanya amal yang diterima Allah SWT yang akan memberikan manfaat kepada kita dunia dan akhirat.


Niatkan, bahwa apa yang kita lakukan hanya karena Allah, bukan karena ingin disebut pribadi yang bermanfaat (pujian). Penyakit riyâ’ sungguh tidak terlihat, sangat samar, sehingga kita harus hati-hati.


Sekecil apa pun amal saleh kita, Allah akan membalasnya dengan pahala yang sepadan dengannya. Sebagaimana firmanNya:


فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ


“Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarrah-pun, ia akan mendapatkan balasannya .” (QS al-Zalzalah/99: 7)


Pada intinya, menjadi insan bermanfaat berarti menunjukkan apa yang kita mampu lakukan untuk memberi manfaat dan kebaikan pada sesama dan melakukannya dengan Ikhlas dan suka cita.


Itulah kelima langkah menjadi pribadi yang bermanfaat, bahkan ‘paling bermanfaat’.

Selanjutnya, yang kita perlukan adalah ‘kemauan dan keberanian untuk memulainya’, sekarang juga. Bukan besok, lusa atau nanti.


Semoga Bermanfaat. Tetap semangat berbuat baik dan menebar kebaikan untuk hidup yang lebih bermakna dan berkualitas.




10 views0 comments

Comments


bottom of page