top of page
Writer's pictureYusrin Ahmad Tosepu

Kaya Informasi, Miskin Pengetahuan!



Cukup bermodalkan kuota internet dan jempol kita bisa memperoleh banyak sekali informasi dari layar smartphone Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya penggunaan piranti perangkat lunak dan perangkat keras. Dalam hitungan milidetik. Kita bisa memperoleh ribuan ton informasi yang bisa diakses lintas benua melalui ujung jari. Sebagaimana bahasa Daniel H. Pink membuat banyak pilihan-pilihan.


Zaman sekarang terjadi keberlimpahan informasi. Malah saking berlebihannya, orang-orang mabuk informasi. Yang berbahaya adalah, informasi di internet ini sudah dalam tahap banjir bandang. Artinya, informasi bagus dan informasi sampah sudah tercampur jadi satu.


Derasnya informasi memang perlu untuk dicermati. Satu sisi ini adalah kemudahan dan kemajuan dalam kehidupan. di lain sisi ada hal yang juga mesti diwaspadai. Ada kecenderungan baru yang tercipta dalam struktur sosial masyarakat. Di mana kita kebanjiran informasi tapi miskin pengetahuan, seiring dengan itu, budaya hidup instan pun juga menyebar.


John Naisbitt, Megatrends, penulis dan futurolog mengatakan bahwa  “We are drowning in information but starved for knowledge.” Ini yang terjadi sekarang di era informasi. Saat kita mencari informasi di internet, cukup dengan mengetik “kata kunci“ maka informasi muncul disana.


Tapi apa yang terjadi? malah kita bingung! Bahkan frustasi untuk memilah informasi mana yang relevan karena begitu membludaknya informasi seperti air bah Tsunami. Butuh waktu untuk memfilter mana informasi emas dan mana informasi sampah. Dalam konteks ini diperlukan skill untuk memilah informasi. Ini Emas dan ini Sampah!


Informasi layaknya makanan, ada unsur-unsur yang dibutuhkan dan diserap tubuh, ada pula unsur yang harus dibuang. Unsur-unsur yang bermanfaat itulah yang harus dikonsumsi, dicerna dan disebarkan. Sebalikanya unsur-unsur racun harus dibuang, tidak boleh disebarkan, atau bahkan harus dikritik dan diluruskan.


Jika diibaratkan makanan, maka ada makanan yang boleh dan ada pula yang tidak boleh kita konsumsi. Ada yang halal dan bahkan ada yang haram. Ada yang menjadi zat yang bermanfaat untuk kesehatan dan pertumbuhan, ada juga racun yang mengadung virus dan bakteri penyakit. Seperti itu pula informasi. Ada yang sangat kita butuhkan, dan membantu kita dalam bersikap. Ada pula yang tidak perlu dan tidak penting untuk kita konsumsi.


Sama seperti halnya tubuh, jika ingin sehat maka harus mengonsumsi makanan yang sehat pula. Bacaan pun demikian, jika ingin mendapatkan pengetahuan yang bermanfaat dan sehat maka bacaan yang dibaca ialah informasi yang valid, bukan sampah informasi. Publik perlu menggunakan akal sehat dan nuraninya untuk mengetahui kebenaran informasi. Singkatnya, dalam akal yang sehat terdapat bacaan yang kuat (teruji).


Informasi adalah nutrisi untuk otak. Tidak heran jika di era informasi seperti saat ini, manusia yang kekurangan nutrisi otak semakin banyak. Akibatnya adalah Banyak yang kehilangan akal sehat akibat berlebihan dalam mengkonsumsi informasi di internet.  Mereka tidak mampu lagi membedakan mana informasi bagus dan informasi sampah. Pokoknya, telan semua informasi yang terpampang.


Teknologi algoritma di internet (khususnya media sosial) dapat membaca kecenderungan pengguna, Kalau doyan melahap informasi sampah, maka akan semakin banyak informasi sampah yang terpampang meminta untuk dibaca. Begitu juga sebaliknya.


Menkonsumsi informasi sampah di ibaratkan menkonsumsi makanan yang tidak layak untuk dimakan yang dapat menyebabkan kesehatan kita terganggu; perut sakit dan melilit. Refleksnya adalah langsung ingin muntah karena ada mekanisme dalam tubuh yang menolak.


Lantas, bagaimana gejala orang yang biasa melahap informasi bergizi? Kurang lebih kebalikan dari orang-orang yang kecanduan informasi sampah. Informasi bergizi akan lebih sulit dicerna karena rasanya nggak enak! Tetapi, membuat otak semakin bijaksana, wawasan pengetahuan makin bertambah. Mampu menempatkan diri untuk berpendapat.


Tumpah ruahnya informasi di internet membuat siapa saja bingung karena informasi yang validitasnya teruji dengan yang tidak sama-sama terhampar di depan mata. Sampah informasi menjamur secara masif di internet. Masyarakat agaknya harus sedikit bekerja keras untuk dapat memilih dan memilih infromasi yang benar dan bermanfaat. Masyarakat sudah harus sadar akan bahaya sampah informasi.


Masyarakat perlu sadar informasi. Perlu ada pengetahuan yang baik terhadap “memahami informasi”. Perlu menjadi konsumen yang aktif, bukan pasif. Konsumen informasi yang aktif adalah, konsumen yang tidak serta merta menerima begitu saja informasi. Ada upaya cek dan ricek. Serta punya sudut pandang yang kuat dalam menilai informasi. Karena tidak semua informasi di internet itu adalah informasi yang benar dan bermanfaat. 


Ada banyak Data dan informasi objektif yang ada dicuplik, dipotong, atau bahkan dipelintir dan dipaksakan sedemikian rupa untuk mendukung keperluan pembuatnya, sehingga informasi sampah dan yang disebarkan tampak nyata. Hasil “masturbasi data” tersebut kemudian disajikan dalam infografis yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat awam.


Berita yang mulanya “sampah” kemudian kebenarannya seakan terlegitimasi karena turut diviralkan dan atau disebarluaskan oleh banyak orang. Memercayai data tanpa mengklarifikasi kontekstualitasnya sama saja dengan menginginkan makan kue akan tetapi menelan tepungnya mentah-mentah.


Hal ini penting untuk diketahui, sehingga sebagai konsumen informasi, tidak hanya mencerna informasi, tetapi juga memilah dan memilih, mana yang patut dibaca, dipercaya dan disebar. Dalam mengonsumsi informasi, kita seharusnya tidak hanya menjadi “penonton” tetapi juga “pembaca”. Maksudnya, ada kritik atau tanggapan yang kita lakukan terhadap informasi dengan analisa dan pembacaan.


Selain itu, kita juga mesti tahu, bahwa informasi yang beredar tidaklah bebas nilai. Karena semua informasi dalam sajian, analisis, atau apa pun disebar melalui internet sudah melalui proses pemilihan, penyuntingan, dan lay-out, serta tersaji dalam sudut pandang yang sarat dalam kepentingan nilai penulis.


Era informasi begitu membludak , harus dibangun sebuah kesadaran bahwa menguasai Informasi itu bukan value istimewa, itu hal yang biasa saja. Tetapi mampu membuat informasi tersebut menjadi ilmu pengetahuan buat kita sehingga kita kaya sudut pandang dan mampu mengambil keputusan bahkan lebih dari itu mampu menghasilkan karya, barulah itu sebuah prestasi istimewa.


Di lain sisi, mengkonsumsi dan mengelola informasi dibutuhkan sikap ilmiah. Setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.


Pertama, Merujuk informasi kepada yang ahli.

Kedua, Memikirkan isi dan atau konten informasinya, artinya dari segi baik buruknya.

Ketiga, Jika informasinya sudah dipastikan keberannya. Informasi yang diterima , jika terdapat hal yang yang buruk, maka hendaknya diverifikasi dan dicek keabsahan bukti-buktinya.

Keempat, Jika informasi, diluar batas kemampuan kita memahami, maka hendaknya diserahkan kepada ahli ilmu di bidangnya.


Singkat kata, Keberlimpahan informasi bisa kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk menambah wawasan pengetahuan kita, membantu kita dalam urusan-urusan dunia, mengokohkan aqidah dan mengingatkan kita tentang kebaikan-kebaikan akhirat.

98 views0 comments

Comentarios


bottom of page