Membangun Pola Pikir Mahasiswa yang Ilmiah, Kritis, dan Kreatif.
Perguruan Tinggi, sebagai lembaga ilmiah, merupakan tempat berbagai macam kegiatan ilmu pengetahuan dalam rangka mengusahakan tercapainya tujuan kegiatan ilmiah. Salah satu kegiatan pokok untuk mengusahakan ilmu pengetahuan tersebut adalah kegiatan perkuliahan.
Kegiatan perkuliahan diharapkan dapat mengantar, mendampingi mahasiswa mengusahakan demi tercapainya kejelasan dan kebenaran tentang pokok kajian tertentu. Agar kegiatan ilmiah dalam perkuliahan dapat sampai pada tujuan yang dikehendaki, perlu pemahaman tentang kebenaran ilmiah.
kebenaran ilmiah, sebagai kebenaran yang memang diusahakan dan dijadikan tujuan dalam kegiatan ilmiah. Pada bagian akhir ditempatkan pembahasan kegiatan perkuliahan sebagai kegiatan ilmiah yang mengusahakan tercapainya kejelasan dan kebenaran ilmu pengetahuan.
Kita memahami bahwa ilmu pengetahuan merupakan suatu proses kegiatan berpikir yang memiliki tujuan (teleologis), untuk memperoleh pengetahuan yang jelas (kejelasan) serta memperoleh pengetahuan yang benar (kebenaran) tentang yang dipikirkannya atau yang diselidikinya.
Setiap proses mengetahui akan memunculkan suatu kebenaran yang merupakan sifat atau isi kandungan dari pengetahuan tersebut, karena kebenaran merupakan sifat dari pengetahuan yang diharapkan. Ada berbagai macam jenis pengetahuan (menurut sumber asalnya, cara dan sarananya, bidangnya, dan tingkatannya), maka sifat benar yang melekat pada kebenaran terkait tentu juga beraneka ragam pula.
Teori kebenaran selalu paralel dengan teori pengetahuan yang dibangunnya. Sebagaimana pengetahuan dilihat tidak secara menyeluruh, melainkan dari aspek atau bagian tertentu saja, demikian pula kebenaran hanya diperoleh dari pemahaman terhadap pengetahuan yang tidak menyeluruh tersebut. Setiap teori kebenaran yang akan dibahas, lebih menekankan pada salah satu bagian atau aspek dari proses orang mengusahakan kebenaran pengetahuan.
Baca Juga: Pentingnya Etos Kerja Ilmiah Dosen
Ada beberapa teori kebenaran yang menekankan salah satu langkah proses manusia mengusahakan pengetahuan. Kelompok pertama terkait dengan bagaimana manusia mengusahakan dan memanfaatkan pengetahuan, yaitu teori kebenaran korespondensi, teori kebenaran koherensi, dan teori kebenaran pragmatis. Kelompok kedua terkait dengan bagaimana pengetahuan itu diungkapkan dalam bahasa. Misalnya teori kebenaran sintaksis, teori kebenaran semantis, dan teori kebenaran performatif.
Berhubung ilmu pengetahuan itu meliputi berbagai bidang, berbagai kegiatan dalam proses kegiatan ilmiah, berbagai langkah kegiatan yang ditempuh, serta berbagai cara dan sarana yang digunakannya, dan ilmu pengetahuan berusaha untuk memperoleh pengetahuan yang cukup dapat diandalkan, maka tidak dapat disangkal bahwa kebenaran ilmiah mencakup berbagai macam jenis kebenaran.
Fokus perhatian dan pemikiran manusia terhadap proses serta hasil pengetahuan itu dapat berbeda, maka pemahaman maupun teori tentang pengetahuan serta tentang kebenaran pun juga berbeda-beda pula.
Kebenaran pengetahuan yang diperoleh dalam pengetahuan biasa sehari cukup didasarkan pada hasil pengalaman sehari-hari, sedangkan kebenaran pengetahuan ilmiah perlu diusahakan dengan pemikiran rasional (kritis, logis, dan sistematis) untuk memperoleh pengetahuan yang selaras dengan obyeknya (obyektif).
Kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari proses kegiatan ilmiah sampai dengan menghasilkan karya ilmiah yang diungkapkan atau diwujudkan. Suatu kebenaran tidak mungkin muncul tanpa adanya prosedur baku yang harus dilaluinya.
Prosedur baku yang harus dilalui mencakup langkah-langkah, kegiatan-kegiatan pokok, serta cara-cara bertindak untuk memperoleh pengetahuan ilmiah, hingga hasil pengetahuan ilmiah itu diwujudkan sebagai hasil karya ilmiah.
Pada awalnya setiap ilmu secara tegas perlu menetapkan atau membuat batasan tentang obyek yang akan menjadi sasaran pokok persoalan dalam kegiatan ilmiah. Obyek tersebut dapat bersifat konkret atau abstrak.
Bertumpu pada penetapan obyek tersebut, kegiatan ilmiah berusaha memperoleh jawaban sebagai penjelasan terhadap persoalan yang telah dirumuskan. Jawaban tersebut tentu saja relevan dengan obyek yang menjadi sasaran pokok persoalan dalam kegiatan ilmiah.
Kebenaran dari jawaban yang merupakan hasil dari kegiatan ilmiah ini bersifat obyektif, didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan yang berada dalam keadaan obyektif. Kenyataan yang dimaksud di sini adalah kenyataan yang berupa sesuatu yang dipakai sebagai acuan, atau kenyataan yang pada mulanya merupakan obyek dari kegiatan ilmiah ini.
Dengan demikian suatu konsep, teori, pengetahuan memiliki kebenaran, bila memiliki sifat yang berhubungan (korespondensi) dengan fakta-fakta yang merupakan obyek dari kegiatan ilmiah yang dilakukan.
Setelah menetapkan batasan tentang obyek yang disajikan sebagai pokok persoalan, lebih lanjut perlu dibuat kerangka sistem-atis untuk menentukan langkah dalam mengusahakan jawaban.
Atas dasar teori-teori yang sudah ada serta telah memiliki kebenaran yang diandalkan, kita dapat menjalankan penalaran untuk memperoleh kemungkinan jawaban atas persoalan yang diajukan dalam kegiatan ilmiah tersebut.
Agar menghasilkan jawaban yang benar, perlu ada konsistensi dengan teori-teori yang telah diakui kebenarannya, sehingga jawaban yang dihasilkan koheren dengan teori-teori bersangkutan.
Kebenaran yang dituntut dalam proses penalaran deduktif adalah kebenaran koherensi, ada hubungan logis dan konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang relevan. Untuk mengetahui apakah hipotesis tersebut memiliki kebenaran dalam realitasnya, perlulah diadakan uji hipotesis.
Secara induktif perlu mengusahakan fakta-fakta yang relevan yang mendukung hipotesis tersebut. Bila ternyata hipotesis tersebut memiliki hubungan kesesuaian (korespondensi) dengan fakta-fakta yang relevan dengan obyek kajian, hipotesis tersebut benar (kebenaran korespondensi).
Baca Juga: Nasichatul Ummah, Potret Komunikator Ilmiah
Bila sebaliknya tentu saja salah. Setelah hipotesis diuji dan ternyata benar, hipotesis tersebut tidak lagi merupakan jawaban sementara, melainkan sudah meru-pakan jawaban yang memiliki kebenaran yang dapat diandalkan.
Manusia tidak hanya cukup berhenti berusaha dengan memperoleh pengetahuan, melainkan ada dorongan kehendak untuk bertindak, melakukan aktivitas dalam mengusahakan sarana bagi kebutuhan hidupnya. Pengetahuan ilmiah yang telah diperoleh tersebut dapat menjadi kekayaan yang cukup berharga sebagai sumber jawaban terhadap berbagai persoalan dan permasalahan yang dihadapinya.
Bila pengetahuan yang dihasilkan tersebut ternyata memiliki konsekuensi praktis, yaitu berguna dan berhasil dalam memecahkan berbagai persoalan yang kita hadapi, pengetahuan tersebut memiliki kebenaran pragmatis.
Pada tahap menyampaikan dan mempublikasikan hasil pengetahuan ilmiah yang telah diusahakan, kita perlu menggunakan bahasa yang sesuai dengan bidang ilmu terkait. Khususnya berkenaan dengan istilah-istilah, rumus-rumus maupun simbol-simbol yang biasa dipakai dalam bidang ilmu bersangkutan.
Kebenaran dalam ilmu pengetahuan harus selalu merupakan hasil persetujuan atau konvensi dari para ilmuwan pada bidangnya. Selain itu juga perlu diungkapkan berdasarkan kebenaran sintaksis, kebenaran semantis, bahkan juga kebenaran performatif.
Bila perkuliahan dipandang dalam kerangka pendidikan, perkuliahan dapat memiliki fungsi sebagai kegiatan pembelajaran yang diharapkan dapat mengembangkan peserta didik (mahasiswa) dalam segala aspeknya. Selain mengembangkan aspek kognitif, juga mengembangkan aspek-aspek lainnya: aspek afektif, konatif, psikomotorik, sosial, religius.
Dengan demikian dapat mengembangkan mahasiswa secara menyeluruh, utuh. Namun bila dilihat dalam kerangka lembaga ilmiah, perkuliahan dapat dipahami sebagai kegiatan ilmiah yang berusaha melatih dan mengajak mahasiswa untuk berpikir ilmiah.
Pengembangan kompetensi, bukanlah pengembangan kemampuan yang tidak ada hubungannya dengan pemahaman terhadap bidang bersangkutan. Untuk pengembangan kompetensi kira-nya perlu juga adanya kemampuan pemahaman selain terhadap kemampuan apa yang perlu dikembangkan, juga perlu pemahaman terhadap hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kemampuan atau kompetensi terkait.
Pemahaman akan materi atau bahan perkuliahan diharap tidak hanya akan menjadi isi atau bahkan beban pemikiran mahasiswa. Pemahaman diharap dapat menjadi kekayaan mental mahasiswa. Pemahaman dapat meningkatkan kemampuan mentalnya dalam menghadapi berbagai situasi dan permasalahan kehidupan.
Pemahaman bukan sekedar hafal, melainkan mengetahui artinya, menemukan maknanya. Yang dapat menjadi materi atau bahan perkuliahan boleh dikata dapat mencakup segala yang ada dengan segala aktivitasnya, sejauh dapat dialami oleh mahasiswa. Berbagai macam hal tersebut dengan segala aktivitasnya dan yang dilihat dari berbagai sudut pandang dapat menjadi obyek dalam kegiatan ilmiah.
Pada gilirannya dapat menjadi materi atau pokok bahasan dalam perkuliahan, sebagai kegiatan ilmiah. Materi yang ditempatkan dalam konteks tertentu dan diperhatikan serta didekati dengan sudut pandang tertentu diharapkan dapat menimbulkan rasa penasaran bagi mahasiswa, dan akan memunculkan persoalan serta permasalahan terkait yang membutuhkan penjelasan serta pemecahannya.
Persoalan atau pertanyaan itu muncul, karena mahasiswa berhadapan dengan hal yang mungkin sebagian masih tersembunyi, masih berada dalam kegelapan, masih kabur, masih belum jelas. Selanjutnya mahasiswa yang memiliki akal budi berharap mampu mengungkap, mampu memperoleh terang, dan mampu memberikan penjelasan.
Secara singkat, inti dari persoalan atau pertanyaan adalah permohonan penjelasan atau keterangan, sedangkan jawaban merupakan pemberian penjelasan atau keterangan. Dari penjelasan atau keterangan tersebut diharap dapat memberikan pencerahan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mencari jalan keluar atau pemecahan terhadap berbagai permasalahan yang dihadapinya.
Misalnya setelah mahasiswa memperoleh penjelasan tentang manajemen sistem informasi manajemen, diharapkan mahasiswa mampu mengatasi segala permasalahan penerapan sistem informasi dalam manajemen, mungkin berkaitan dengan prosedur dan teknologi sistem informasi, dengan tempatnya atau dengan hal-hal lainnya yang relevan.
Selain memperoleh jawaban sebagai penjelasan atau keterangan yang dapat memberikan pencerahan pada mahasiswa, diharapkan mahasiswa dapat menemukan kebenaran pengetahuan dari penjelasan atau keterangan yang diperoleh tersebut.
Hal yang dimaksud adalah melihat atau menangkap adanya suatu hubungan kalau memang ada hubungan, atau melihat atau menangkap tidak adanya suatu hubungan kalau memang tidak ada hubungan. Dinyatakan ada apabila memang ada, dan dinyatakan tidak ada apabila memang tidak ada.
Misalnya, mahasiswa dapat melihat atau menangkap adanya hubungan sebab akibat antara penggunaan teknologi smartphone yang semakin meningkat dengan semakin bertambahnya varian inovasi teknologi smartphone tersebut; mahasiswa dapat melihat atau menangkap hubungan antara pemanfaatan teknologi dengan perkembangan teknologi.
Hubungan antara yang diterangkan dengan yang menerangkan itu dapat ditemukan dan dinyatakan secara deskriptif-kualitatif dan juga dapat diperhitungkan dan dinyatakan secara kuantitatif. Penjelasan yang bersifat deskriptif-kualitatif dapat menggunakan bahasa, sedangkan yang bersifat kuantitatif dapat menggunakan matematika atau statistika.
Usaha untuk memperoleh penjelasan dan kebenaran tersebut berjalan dan berkembang secara progresif. Dari lingkup atau konteks yang sempit berkembang ke lingkup atau konteks yang semakin luas. Dari lapisan kulit, lapisan luar berkembang ke penjelasan dan kebenaran yang semakin mendalam.
Dari penjelasan yang masih bersifat teoritis-deskriptif ke penjelasan yang semakin bersifat praktis-operasional. Dari pemahaman yang masih gelap, remang-remang atau kabur berkembang ke pemahaman yang semakin jelas, semakin terang, semakin memberi pencerahan yang meyakinkan.
Dari usaha memperoleh penjelasan tersebut, diharapkan secara bertahap mahasiswa dapat menemukan kebenaran ilmu pengetahuan, yang semakin luas, semakin mendalam, dan semakin operasional.
Berkenaan dengan sumber dan cara mahasiswa memperoleh keterangan, maka kebenaran ilmu pengetahuan yang diperolehnya dapat berupa kebenaran logis, kebenaran intelektual, atau kebenaran koherensi apabila materi perkuliahan tersebut bersumber dari konsep pengertian yang sekedar ada dalam pikiran saja.
Sedangkan sumber kebenaran ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman nyata dari kehidupan ini akan menghasilkan kebenaran empiris, kebenaran obyektif, kebenaran korespondensi. Berdasarkan cara berpikirnya, akan dapat diperoleh kebenaran deduktif, apabila berpikirnya deduktif; dan akan diperoleh kebenaran induktif, apabila menggunakan cara berpikir induktif.
Berkenaan dengan hasil penjelasan tersebut diharap tidak hanya tersimpan dalam otak saja, tetapi perlu menjadi dasar dalam tindakan operasional secara praktis. Kebenaran yang diharapkan adalah kebenaran praktis, kebenaran operasional, kebenaran pragmatis.
Terkait dengan bagaimana penjelasan dalam ilmu pengetahuan tersebut diungkapkan dengan bahasa, dapat diharapkan adanya kebenaran sintaksis, kebenaran semantis, atau kebenaran performatif.
Selanjutnya seandainya itu diungkapkan dalam perhitungan kuantitatif diharapkan akan menghasilkan kebenaran matematis, atau kebenaran statistik. Dengan demikian perkuliahan sebagai kegiatan ilmiah diharapkan dapat mewujudkan secara optimal kebenaran ilmiah dan sejauh dimungkinkan dapat mewujudkan berbagai macam kebenaran tersebut.
Pendek kata, kegiatan perkuliahan merupakan kegiatan ilmiah, maka diharapkan dalam kegiatan perkuliahan dapat diusahakan sejauh mungkin atau secara optimal berbagai macam jenis kebenaran tersebut sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan yang cukup dan dapat diandalkan.
コメント