top of page
Writer's pictureYusrin Ahmad Tosepu

Intisari Kebodohan


Kebodohan tidak sama dengan ketidaktahuan. Ketidaktahuan hanyalah suatu kondisi yang memang belum belajar dan tidak mengerti mengenai perkara tertentu, namun kebodohan adalah kondisi yang biasanya bergandengan dengan kemalasan. Karena itu tak jarang pula ada beberapa pendapat yang mengungkapkan bahwa kebodohan adalah salah satu penyakit hati.

Dalam kitab al-Hikam milik Ali ibn Thalib disebutkan 6 tanda kebodohan sebagai berikut:


الجاهل يعرف بست خصال الغضب من غير شيئ والكلام في غير نفع والعطية في غير موضعها وأن لا يعرف صديقه من عدوه وإفشاء السر والثقة بكل أحد

Orang bodoh dikenali dengan enam hal, yaitu marah tanpa sebab, bicara tanpa guna, memberi tak sesuai tempat, tak tahu lawan dan kawan, membuka rahasia, dan percaya kepada siapa saja


Dalam keterangan di atas dipaparkan bahwa ada enam tanda yang bisa dijadikan patokan bahwa kebodohan itu telah meliputi dirinya. Yang pertama adalah marah tanpa sebab. Marah memanglah emosi yang normal. Namun jika kita sering merasakannya, gampang tersinggung, dan seolah ingin membentak orang di sekitar kita, walau tidak tahu apa penyebabnya, itu merupakan sesuatu yang tidak normal.


Selain merusak kesehatan dan kesejahteraan, marah tanpa seabb juga bisa menggangu hubungan sosial dengan lingkungan sekitar. Jika memang hal tersebut banyak mendatangkan madharat, mengapa masih saja dibiarkan begitu saja? Tak heran jika hal tersebut merupakan satu dari enam tanda orang bodoh.


Yang kedua adalah bicara tanpa guna. Kita mengerti betul bahwa Rasulullah menganjurkan umatnya untuk berbicara seperlunya, tidak berlebihan. Berbicara merupakan media utama dari seluruh proses interaksi sosial. Baik buruknya proses interaksi sosial salah satunya dipengaruh oleh bagaimana kita bertutur kata.


Karenanya, agar apa yang kita ucapkan tidak menjadi bumerang bagi diri sendiri, lebih-lebih membahayakan orang lain baik di dunia maupun di akhirat, kita mesti cermat dalam berbicara. Jika tiada guna, untuk apa dilontarkan? Dalam hadis Al Husain bin ‘Ali disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ قِلَّةَ الْكَلاَمِ فِيمَا لاَ يَعْنِيهِ

Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah mengurangi berbicara dalam hal yang tidak bermanfaat” (HR. Ahmad).


Adapun tanda yang ketiga adalah memberi tak sesuai tempat. Maksudnya adalah menghendaki kebaikan namun ia tidak mengerti mana waktu dan tempat yang terbaik. Seperti contohnya memberi nasehat di depan banyak orang ketika diketahui melakukan kesalahan.


Hal tersebut teridentifikasi dalam sebuah kebodohan karena sikapnya yang tidak pada tempatnya. Begitu pula dengan sosok yang tidak mengerti mana lawan dan mana kawan. Satu hal yang juga termasuk tanda keempat dari orang bodoh yang dituliskan dalam al Hikam Ali ibn Thalib.Mengapa demikain? Sebab orang yang tidak bodoh pasti mengetahui bagaimana dan kemana arahnya akan menuju.


Tanda yang kelima adalah membuka rahasia. Menjaga rahasia adalah satu hal yang merupakan amanah. Menurut Imam Ghazali, hukum membuka rahasia haram dan sangat dilarang. Hikmah di balik pelarangan itu yaitu terdapat unsur menyakiti dan meremehkan hak-hak teman, apalagi hingga dapat membahayakan pemilik rahasia.


Bila tidak terdapat unsur membahayakan, maka termasuk kategori tercela. Tak heran jika orang yang membuka rahasia orang lain termasuk dalam kategori orang bodoh, sebagaimana disebutkan dalam keterangan Ali ibn Thalib di atas.


Dan yang terakhir adalah percaya kepada siapa saja. Bersikap baik kepada semua orang adalah hal yang dianjurkan, namun untuk sebuah kepercayaan kita harus memberikan pada orang yang tepat. Karena jika tidak, maka kepercayaan tersebut akan jatuh pada pelukan orang yang tidak amanah, atau bisa saja mencelakai diri sendiri.


Syed Muhammad al Naquib bin Ali bin Abdullah bin Muhsin al Attas (seorang cendekiawan dan filsuf muslim saat ini dari Malaysia. Ia menguasai teologi, filsafat, metafisika, sejarah, dan literatur), berpendapat bahwa ada dua jenis kebodohan. Pertama, kebodohan yang ringan, yaitu kurangnya ilmu mengenai apa yang seharusnya diketahui.


Dalam peradaban Barat yang disebut sebagai kebodohan bagi kalangan terpelajar adalah kebodohan jenis pertama ini. Kita pun ikut-ikutan menyebut bahwa orang yang bodoh adalah orang yang tidak berpendidikan atau tidak makan sekolah. Padahal, kebodohan yang ringan bisa dengan mudah diobati dengan pengajaran biasa atau Pendidikan.


Kedua, kebodohan yang berat, yaitu keyakinan yang salah yang bertentangan dengan fakta maupun realitas, meyakini sesuatu yang berbeda dari sesuatu itu sendiri ataupun melakukan sesuatu dengan cara-cara yang berbeda dari bagaimana yang seharusnya sesuatu itu dilakukan.


Orang yang kategori bodoh berat adalah mereka mereka yang selalu bersikap subjektif. Menurut mereka, kebenaran bersifat subjektif tergantung dari pendapat masing-masing. mereka selala mengatakan "menurut saya". Jadi kebenaran itu ya benar menurut saya.


Akar dari kebodohan jenis kedua, yaitu kebodohan yang berat ini terjadi pada kaum sofis di jaman Yunani kuno. Menurut al-Attas, ada tiga jenis kaum sofis. Pertama kelompok al-laa adriyah atau agnostic. Mereka tidak mau menyatakan kebenaran Karena merasa bahwa kebenaran yang dianutnya meragukan. Mereka selalu mengatakan “saya tidak tahu” atau dalam Bahasa Arab “Laa adri”. Mereka senantiasa ragu-ragu mengenai keberadaan sesuatu sehingga menolak posibilitas ilmu pengetahuan.


kebodohan jenis kedua ini tidak mau menerima alasan dan bukti-bukti yang masuk akal. Namun mereka gemar mendebat orang lain tanpa mencari kebenaran dan keras kepala. Mereka merusak logika dan retorika sehingga mengaburkan hikmah yang pada akhirnya menyesatkan orang banyak.


Kebodohan jenis kedua ini merupakan penyebab dari kesalahan, kekurangan, kekacauan atau kejahatan manusia. Kebodohan ini merupakan sesuatu yang berbahaya dalam pembangunan keilmuan, keagamaan dan moralitas individu dan masyarakat. Sebab, kebodohan ini bersumber dari spiritualitas yang tidak sempurna yang dinyatakan dalam sikap penolakan terhadap kebenaran.


Kebodohan jenis kedua ini lebih susah disembuhkan karena secara intelektual mereka berpendidikan tinggi, ada yang bergelar doctor bahkan professor. Namun, pola berpikirnya salah dan menyalahi kebenaran. Merekapun menjadi bodoh dalam kacamata Islam. Dikatakan susah disembuhkan karena mereka yang berpendidikan tinggi namun mengidap penyakit bodoh jenis kedua itu merasa bahwa kitalah yang bodoh. Sebagaimana digambarkan di dalam Al-Quran:


Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman”, mereka menjawab: “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. (QS. Al-Baqarah:13)


Kebodohan kedua adalah penyebab utama kesalahan, kekurangan atau kejahatan manusia. Kebodohan yang ringan bisa dengan mudah diobati dengan pengajaran atau pendidikan. Tapi kebodohan yang berat sangat berbahaya karena ia menolak kebenaran. Orang munafik itu menganggap orang-orang yang memeluk Islam itu bodoh, padahal kata Allah, merekalah yang bodoh.


Tentu mengobati penyakit orang yang merasa tidak sakit lebih susah daripada menyebutkan orang yang sadar bahwa ia sakit dan ingin disembuhkan. Mereka yang mengidap kebodohan jenis kedua ini saat ini menguasai media, jaringan bisnis, politik, sains teknologi dan instansi-instansi Pendidikan. Mereka tidak kurang ilmu. Tapi Karena ilmu yang dimilikinya salah, maka pola berpikirnya dan tindak tanduknya pun menjadi salah.


Untuk menyembuhkan penyakit kebodohan jenis kedua ini Allah telah berfirman: “Serulah ke jalan tuhanmu dengan hikmah dan teladan yang baik serta berdebatkan dengan cara yang baik dan santun…” (QS An-Nahl:125).



17 views0 comments

Comments


bottom of page