top of page
Writer's pictureYusrin Ahmad Tosepu

Komunikasi Cerdas Bangkitkan Potensi & Semangat Belajar Peserta Didik


I. Pengantar


Komunikasi cerdas memang belum begitu populer dalam pembelajaran di perguruan tinggi. Selama ini dikenal istilah "komunikasi efektif", yakni komunikasi yang disampaikan secara arif (persuasif) yang hasilnya saling menguntungkan mereka yang berkomunikasi. Baik komunikator maupun komunikannya dalam memahami pesan masing-masing.


Kemampuan berkomunikasi merupakan Soft skill yang biasa disebut Communication Intelligence Quotent (CIQ), butir-butirnya mencakup; kebagusan bahasa, keramahan, kesantunan, kemampuan beradaptasi, kepemimpinan, empati, dan kemampuan meyakinkan orang lain terhadap apa yang sedang kita katakan.


Komunikasi adalah proses, pertukaran, informasi, pesan, dua arah, dua orang atau lebih, sarana penghubung, menciptakan, makna, dan pemahaman. Kedua belah pihak bukan hanya sekadar bertukar informasi, berita, pengetahuan, pikiran, ide, gagasan atau perasaan, tetapi menciptakan dan berbagi makna, sehingga makna tersebut menjadi milik bersama. Jadi, dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah sarana penghubung yang menyamakan persepsi kedua belah pihak yang berkomunikasi.


Dalam kegiatan proses belajar mengajar, relasi dosen, proses pembelajaran dan mahasiswa memerlukan komunikasi. Agar apa yang menjadi kepentingan masing-masing pihak bisa dipahami dan akhirnya dipenuhi. Tentu untuk memahami dan memahamkan masing-masing kepentingan diperlukan komunikasi yang baik. Pertanyaannya, apa itu komunikasi cerdas dan sudahkah dosen menjalankannya? Dan sejauhmana urgensi komunikasi cerdas bagi dosen dalam proses pengajaran dan pemebelajaran.


Cerdas mempunyai pengertian sempurna perkembangan akal budianya (untuk berpikir, mengerti), tajam pikiran. Dengan kata lain, berkomunikasi dalam kegiatan pengajaran memiliki arti untuk menguasai dan untuk mengenakan pengaruh, dapat memecahkan masalah. Sukses memiliki arti berhasil. Komunikasi yang cerdas merupakan kegiatan pengiriman pesan atau informasi pendidikan dan ilmu pengetahuan, dari pengajar kepada peserta didik dengan menggunakan akal budinya (dengan berpikir) serta memanfaatkan berbagai media untuk mencapai tujuan atau memecahkan masalah agar berhasil. Berhasil dalam arti memunculkan efek adalah dampak yang ditimbulkan oleh proses komunikasi tersebut.


Komunikasi cerdas adalah konsep komunikasi yang tidak sekedar cukup mengandalkan tata bahasa dengan kata-kata terbaiknya, tetapi melibatkan emosi positif, ekspresi positif dan persepsi positif dalam menyampaikan pesan atau informasi agar pesan dan informasi yang ingin di sampaikan dapat diterima dalam kesejukkan perasaan pendengar.


Komunikasi cerdas dibangun atas dasar persepsi positif terhadap semua hal, bersikap baik kepada siapa pun dengan mengandalkan emosi positif dalam setiap dialog. Sebab, emosi positif merupakan bahasa jiwa yang paling ampuh untuk menyejukkan perasaan. Komunikasi yang cerdas berarti cerdas secara emosi, cerdas secara persepsi, dan cerdas secara ekspresi. Ketiga kecerdasan di atas akan mampu menghindari perdebatan yang tak penting, dan mampu mengarahkan jiwa dan pikiran Anda dan pendengar untuk fokus berbicara tentang hal hal yang bermanfaat.


Komunikasi cerdas adalah kemampuan membungkus kata-kata dengan emosi, persepsi, dan ekspresi, yang kaya dengan semangat, motivasi dan niat baik, agar pendengar senang dan bangga mendengar dan bisa berbicara dengan Anda. Bahasa yang baik adalah cahaya yang mampu menerangkan jiwa pendengar. Melalui kata demi kata yang dibangun dalam semangat kebaikan pasti akan menjadi inspirasi buat kehidupan banyak orang. Oleh sebab itu, sebuah pembicaraan yang baik tidaklah sekedar mengeluarkan kata dan kalimat, tapi harus menjadi cahaya penerang batin dan pikiran pendengar.


Setiap peserta didik selalu ingin mendengar kata dan kalimat yang menyejukkan perasaan mereka. Oleh sebab itu, bahasa yang santun dalam tata karma berbicara positif menjadi modal awal terpenting dalam sebuah percakapan atau dialog. Kata-kata mampu mengekspresikan pesan yang ingin disampaikan; pesan-pesan itu diterima secara cerdas dalam logika berpikir yang sehat; ekspresi yang ditampilkan tidak menciptakan keraguan di hati dan pikiran pendengar; dan berbicara itu berarti komunikasi dua arah, yaitu dari satu jiwa ke jiwa yang lain tanpa ada yang mendominasi.


Dengan kata lain, gaya komunikasi yang mampu menyampaikan pesan dan informasi dengan jelas, sederhana, serta mudah untuk dimengerti oleh lawan bicara atau pendengar serta sebagai seni yang memberikan inspirasi buat para pendengar. Cerdas berkomunikasi berarti pengajar harus mampu berkomunikasi dengan peserta didik bersama kekuatan emosi baik, persepsi positif, dan kekuatan ekspresi dalam balutan sikap baik.


II. Komunikasi Cerdas Membelajarkan Generasi Net “Z”

Generasi net menjadi topik yang cukup hangat dikalangan masyarakat, mulai dari segi pendidikan, teknologi maupun moral dan budaya. Mereka juga adalah orang-orang dengan usia produktif sekaligus konsumen yang mendominasi pendidikan saat ini. Dalam hal komunikasi, banyak dari kalangan gen z menyukai pola komunikasi terbuka, informal, dan empati.


Perguruan tinggi sekarang ini dihadapkan pada mahasiswa generasi Z yang melek internet, digital multimedia. Mereka menghabiskan 6,5 jam setiap hari untuk membaca media cetak, elektronik, digital, broadcast dan berita. Mereka mendengarkan, melihat, membuat, dan mempublikasikan konten Internet serta tidak ketinggalan menggunakan smartphone. Mereka tidak mau terikat dengan jadwal, dan tidak terlalu suka duduk berlama lama di ruang kelas untuk belajar. Sebaliknya, mereka lebih suka menggunakan teknologi untuk belajar kapan saja, siang, atau malam, melakukan telekomunikasi dari mana saja dan mendefinisikan "keseimbangan" dengan cara masing-masing.


Selain itu, mereka aktif menggunakan teknologi untuk menyelesaikan tugas dengan cara baru dan kreatif. Mereka juga berorientasi pada kelompok dan sosial. Melalui media, generasi milennial terus-menerus menjalin hubungan sosial. Melakukan perjalanan berkelompok, belanja,dan bermain bersama. Secara online, mereka mencari peluang untuk mengidentifikasi teman-teman dalam skala yang lebih kecil, bergabung dengan komunitas, dan bergaul dengan rekan-rekan di seluruh dunia.


Gen net tidak percaya lagi kepada distribusi informasi yang bersifat satu arah. Mereka lebih percaya kepada user generated content (UGC) atau konten dan informasi yang dibuat oleh perorangan. Mereka lebih mementingkan pengalaman pribadi ketimbang iklan atau review konvensional. Kecanggihan teknologi, dan internet berperan besar dalam keberlangsungan hidup mereka, Bagi kaum net, lebih suka mendapat informasi dari gadgetnya, dengan mencarinya ke Google atau perbincangan pada forum-forum, yang diikuti generasi ini untuk selalu up-to-date dengan keadaan sekitar.


Mereka tidak dibatasi oleh informasi yang tersedia di perpustakaan lokal atau oleh pencarian linear dalam ensiklopedi. Sebaliknya, mereka menggunakan Internet untuk mencari informasi di seluruh dunia dan menggunakan tautan hypertext untuk belajar tentang subjek baru. ICT selalu menjadi bagian dari kehidupan mereka. Mereka juga berani mengambil risiko, Jika tidak berhasil, mereka akan mencoba dan mencoba lagi. Mereka menghargai waktu istirahat karena mereka memandang hidup sebagai tidak pasti. Mereka memandang kehidupan secara berbeda.


Tantangan perguruan tingi dan dosen sekarang ini adalah bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa terhadap materi yang diberikan dan bagaimana caranya mencapai consument satisfication dengan kondisi mahasiswa yang sangat berbeda dengan zaman dahulu. Pembelajaran harus relevan dengan kebutuhan mahasiswa. Mereka akan mencari informasi sendiri jika dosen tidak menyajikan apa yang mereka anggap relevan. Karena begitu banyak informasi yang selalu tersedia, mereka tidak merasa perlu belajar setiap hal segera. Sebaliknya, mereka hanya ingin diajari bagaimana dan di mana mereka dapat menemukan apa yang mereka butuhkan.


Perguruan tinggi, dosen harus mampu berbenah dalam menghadapi generasi net yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Sehingga, menjadi tantangan tersendiri bagi perguruan tinggi dalam membelajarkan generasi net. Metode pembelajaran harus menyesuaikan perilaku dan karakteristik generasi net. Pembelajaran harus inovatif dan bisa menarik minat belajar mereka.


Saat ini, kalangan mahasiswa didominasi generasi net sedangkan para pendidik masih didominasi generasi X dan sebagian kecil generasi Y. hal ini kerap membuat tidak selarasnya proses pembelajaran di kelas. Mahasiswa kekinian harus di posisikan sebagai pengamat (observer) terbaik didalam kelas, just make sure we can gain their heart & attention with an elegant way.


Dosen perlu mahir untuk menciptakan suasana yang terbuka, santai tetapi tetap tegas dan serius. Seperti layaknya seorang “Conductor” yang memimpin suatu pertunjukan. Our class is our own stage & it’s belong to us as a lecturer… to share, to educate, to entertain and to inspire, our best results shown by the students with their “standing applause”.


Mengajar tidak lagi hanya sekadar tahu materi yang disampaikan, tetapi juga harus harus dapat menghadirkan proses pembelajaran yang dinamis, inovatif, dan tentunya tetap kekinian. Begitupun dalam penyampaian materi pembelajaran, tidak hanya disampaikan dengan gaya ceramah, tetapi juga dengan metode workshop, simulasi, dan juga dengan pendekatan experiential learning.


Penyampaian materi seadanya hanya akan menghasilkan mahasiswa/i robot dengan karakteristik “referal thinker“, pola pikir dan intelegensia yang berbasis pada teks referensi yang sudah ada, tidak ada ruang “improvement”. Ruang berpikir, daya kreativitas dan imajinasi otak kanan akan kerdil karena stimulus yang diberikan oleh dosen tidak maksimal. Banyak dosen yang khilaf dengan memperlakukan mahasiswa sesuai kehendak dirinya, mereka terperangkap dalam situasi power syndrome, sense of intellectual arrogance dan google syndrome (merasa paling mengetahui banyak hal).


Era informasi pengetahuan sekarang ini dengan kemajuan dan perkembangan teknologi informasin dan ilmu pengetahuan, memungkinkan mahasiswa bisa lebih informatif dari dosennya dalam berbagai hal. Dosen dituntut untuk selalu men-“upgrade diri”. Mempersiapkan diri secara optimal alam segala hal. Dosen yang tadinya dilihat sebagai teladan (role model) akan dicap gagal atau bahkan mendapat predikat “dosen abal-abal” kalau tidak berhasil dalam memberikan inspirasi dan transformasi diri anak didiknya.


Dosen yang amanah akan mengajar dengan persiapan yang baik, mengedepankan komunikasi cerdas dalam menyampaikan materi perkulihan serta senantiasa mengupdate materi sesuai dengan perkembangan zaman. Perlu dipahami dengan perubahan karakter mahasiswa, dosen harus lebih mengedepankan pendekatan student-centered learning.


Mendidik yang baik perlu dibarengi dengan hati nurani, tidak hanya mendewakan kompetensi duniawi. Perlu disadari juga bahwa tanggung jawab moral seorang dosen sebagai pendidik ada diranah Ilahi bukan hanya memberi pencerahan teknis. Ilmu yang disampaikan dengan hati nurani dan disertai cara penyampaian yang baik akan menjadi kebaikan mulia yang berlipat dampaknya bagi diri seorang dosen.


Jean Piaget mengungkapkan, “Tujuan utama pendidikan adalah menciptakan manusia yang bisa melakukan hal baru, tidak sekedar mengulang apa yang telah dilakukan generasi sebelumnya . Manusia yang kreatif, memiliki daya cipta, memiliki hasrat keingintahuan.” Pendidikan yang sempurna lahir dari proses perubahan yang diselami dengan pendekatan “Intellectual Humility“.


Mahasiswa yang ada dihadapan dosen sudah sepantasnya diperlakukan sebagai “subjek” perubahan. Dengan memahami sudut pandang ini maka proses transfer ilmu perlu dilakukan dengan cara, gaya dan daya yang memanusiakan mahasiswa. Salah satu contoh yang paling sederhana adalah dengan penggunaan bahasa dengan komunikasi efektif dan cerdas dalam penyampaian bahan ajar yang mudah dimengerti.


Pemberian contoh bahan ajar yang dekat dengan dunia mereka dan serta situasi masa kini. Banyak dosen yang lupa bahwa mahasiswa hadir kedalam kelas dengan tingkat kematangan (ilmu, emosi, pengetahuan dan kemampuan) yang berbeda. Pendekatan “grassroot” perlu dikedepankan agar bahan ajar yang diberikan mudah dipahami dan bermanfaat bagi kedua belah pihak.


Salah satu ujian terberat sebagai dosen ialah “Classroom Management“, ini erat sekali dengan kecerdasan emosi (EQ) seorang dosen. Pintar, cerdas, dan punya latar belakang edukasi yang mumpuni tidak cukup membantu kita menjadi “dosen sukses” didalam kelas. Perlu adanya kemampuan komunikasi khusus dalam hal penguasaan serta pengelolaan emosi dalam menguasai mahasiswa sebagai penghuni kelas. Terpancing emosi dan mengumbar kemarahan didalam kelas akan menjadi “boomerang” tersendiri bagi dosen.


Dalam proses pembelajaran, terdapat dua hal yang harus saling menyesuaikan. Pertama, yakni mahasiswanya dan kedua adalah pada kebutuhan zaman. Dosen harus menemukan cara untuk membuat mahasiswa suka dengan apa yang diajarkan. Disinilah pentingnya membangun komunikasi cerdas dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang dapat menyesuaikan perkembangan peserta didik.


Dilain sisi kebutuhan dunia usaha dan industry sekarang ini beda dengan zaman dahulu. Dunia Usaha dan Industri butuh sumber daya manusia yang mau berinovasi. Beberapa perusahaan dan industry sudah menerapkan analisis pendidikan. Sebab, berdasarkan suatu penelitian, ada titik tertentu ketika seseorang memiliki IPK tinggi, justru ada gap besar dengan kemampuannya di dunia kerja.


Mahasiswa gen z sangat dipengaruhi teknologi internet dan digital multimedia, memiliki kebiasaan yang cenderung ingin mendapatkan sesuatu lebih cepat, lebih spontan dan ingin mendapatkan feedback atau respons segera. Demikian juga dalam dunia pendidikan, mahasiswa mengetahui informasi lebih cepat dari teknologi yang mereka gunakan.


Dosen akan kewalahan untuk merespon berbagai informasi baru yang didapatkan generasi millenial ini dengan menggunakan teknologi. Hal seperti ini tidak dapat didiamkan, dosen perlu merespon perubahan ini dengan lebih bijak. Ketika peserta didik millenial bertanya tidak mesti harus jawaban diberikan saat itu, lebih baik mengajak diskusi dan menanyakan pendapat mereka.


Dosen jangan merasa menjadi sumber pengetahuan yang lebih tahu dari mahasiswa, pola diskusi yang setara membuat mahasiswa milenial ini lebih nayaman, lebih bergaul dan berdiskusi. Dosen bukan lagi satu satunya sebagai sumber pengetahuan, karena pengetahuan itu sudah bisa diakses dimana-mana.


Dalam hal belajar, gen net ini lebih memilih belajar dengan nyaman, keterbukaan pola pikir, rasa empati yang tinggi. Ini yang harus direspon dosen sekarang ini. Karena itu lah, cara ajar untuk mendidik mereka pun harus dibedakan. Peserta didik milenial tidak perlu lagi disuapi dengan pelajaran teoritis. Mereka sudah pandai membaca dan punya wawasan yang luas. Satu hal yang memudahkan adalah gen net tak perlu lagi diperkenalkan dengan teknologi. Mereka hanya perlu diarahkan agar ilmu yang sudah mereka miliki dari hasil pencarian sendiri itu mampu diterapkan dalam dunia nyata.


Di sisi lain, mereka juga cenderung kritis bertanya. "Anak milenial (bila) disuruh A akan bertanya, kenapa mesti A? mereka diberikan penjelasan yang jelas dan konkret. Dosen harus banyak memberikan pengertian. Dosen harus membiarkan mereka berpendapat dan bertanya sesuai dengan pengetahuanya. Bila ada hal yang kurang tepat, dosen harus membuka ruang diskusi.


Mahasiswa gen z perlu diberi penjelasan efektif, realistis, mudah diterima, dan dibimbing melalui pendekatan humanis, aktif dan semangat agar potensi belajarnya terus berkembang. Ilmu pengetahuan dan “nilai” yang mereka dapatkan tidak hanya berguna saat masa-masa belajar, melainkan juga untuk dunia kerja yang punya tuntutan untuk bekerja sama dengan orang lain. Disinilah pentingnya dosen menerapkan komunikasi cerdas dalam mengajar peserta didik milenial.


Dosen harus bisa jadi pemicu. Misal saat mahasiswa bertanya, (coba) tanya balik. Berikan sumber pencarian jawaban. Nanti mereka (mahasiswa) yang akan eksplor sendiri. Dengan demikian, mahasiswa dapat semakin bergairah saat belajar dan menghasilkan ide baru. Masa-masa belajar pun harus jadi produktif. Salah satu yang bisa memicu hal itu adalah saat ada tugas atau proyek pembelajaran dimana mereka dapat terlibat langsung dengan kegiatan tersebut.


Menghadapi era revolusi industri 4.0 tentu bukan hal mudah. Perguruan tinggi seharusnya mampu mengubah model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan zaman kiwari. Zaman kiwari adalah komunikasi, kolaborasi, dan networking. Sederet hal perlu dipersiapkan, misalnya saja dengan merubah metode pembelajaran dalam dunia pendidikan yang ada saat ini.


Pola dan metode pendidikan dan pengajaran harus menyesuaikan dengan kondisi gen net. Dosen melakukan perubahan. Materi yang diajarkan, tugas yang diberikan, dan cara mengajarnya harus berubah dengan menyesuaikan pola pendidikan dan zaman yang sudah berbeda. Mahasiswa juga harus ikut menyesuaikan perkembangan yang ada. Attitude merupakan hal yang lebih penting daripada ilmu yang di miliki. Banyak ilmu tapi tidak memiliki attitude, di manapun kita berada akan sulit diterima.


Perguruan Tinggi, dosen perlu merubah tiga hal dari sisi edukasi. Yang paling fundamental adalah mengubah sifat dan pola pikir peserta didik. Selanjutnya, perguruan tinggi harus bisa mengasah dan mengembangkan bakat peserta didik. Peneliti dari Dalton State College, Christy Price, EdD mencoba untuk memetakan seperti apa karakteristik pembelajar dari generasi milennials. Penelitian ini diperkuat oleh Price, yang mencoba melakukan analisis kualitatif dari ratusan pembelajar generasi milennials untuk menemukan karakeristik umumnya. Berdasarkan hasil penelitiannya, ditemukan ada 5 teknik untuk membuat dosen lebih berhasil dalam memberikan pelajaran kepada generasi milennials. Berikut tekniknya:


a. Research – Based Methods: Satu hal yang pasti, teknik lecture konvensional sudah sulit menarik minat milennials. Sebagai generasi multimedia, mereka lebih suka diberikan multimedia, kesempatan kolaborasi, dan kemampuan mencari serta merangkum informasi sendiri. Di sinilah kemudian tugas dosen lebih ke arah menjadi fasilitator untuk ‘meluruskan’ jika ada sesuatu yang salah dipahami mahasiswa untuk mencegah terjadinya sesat pikir. Memberikan ‘tantangan’ kepada mahasiswa untuk memecahkan sebuah masalah. Dosen memberikan tugas untuk mereka melakukan eksplorasi. Di sinilah letak peran dosen, yaitu sebagai pemberi klarifikasi dan mencegah mahasiswa untuk tidak sesat pikir atau salah logika dalam mengambil sebuah kesimpulan dari proses belajar. Hasil penelitian mereka di presentasikan.


b. Relevance: Generasi Milennials adalah generasi yang menghargai sebuah informasi karena ‘relevan’ dengan kehidupan mereka. Maka di sini peran dosen adalah ‘menyortir’ materi – materi yang ada di buku, mana yang relevan dan akan banyak digunakan dalam kehidupan mahasiswa dan mana yang tidak. Sudah bukan zamannya lagi seorang dosen ‘menyuapi’ seluruh materi yang ada di buku, tanpa mahasiswa tahu apa manfaatnya untuk mereka.


Hal – hal praktis dilakukan dosen untuk dapat terus membuat materi relevan adalah menghubungkan konsep materi dengan kasus – kasus terkini yang relevan. Misalnya matakuliah ilmu ekonomi, mereka disodori dengan pertanyaan, “apa sih makna dari “made in Indonesia” atau “made in China”?” Pertanyaan itu adalah pembuka kesadaran mengapa mereka perlu belajar tentang international trade, atau perdagangan internasional. Mereka pun menjadi mudah ingat konsepnya karena “Made in China” itu hampir selalu melekat pada setiap barang yang dimiliki mahasiswa. Termasuk kita juga, dosen – dosennya.


c. Rationale: Tidak seperti generasi sebelumnya yang dididik dengan pola otoriter, para generasi milenial ini banyak yang dibesarkan dengan pola – pola demokratis oleh orang tua atau lingkungan mereka. Sehingga, generasi milenial ini akan cenderung respek kalau tugas atau kebijakan yang diterapkan rasional.


Kita sering mendapati hal ini ada benarnya, ketika banyak mahasiswa saya yang mengeluhkan ada dosen yang memberikan tugas yang kurang make sense. Misalnya adalah menerjemahkan buku teks. Hal yang mereka tanyakan adalah : apa esensinya menerjemahkan buku teks? Beberapa dari mereka masih bisa menerima jika merangkum, tapi kalau menerjemahkan itu tidak rasional.


Sebenarnya hal- hal seperti ini dapat dihindari apabila kita sebagai dosen mengkomunikasikannya secara cerdas apa esensi atau rasionalitas dalam memberikan tugas atau menerapkan kebijakan kelas. Dosen dalam memberikan tugas kepada mahasiswa, harus selalu berikan pemahaman terkait manfaatnya untuk mereka dan akhirnya mereka akan respek dengan tugas diberikan dan hal yang dilakukan di kelas itu rasional.


d. Relaxed: Berdasarkan hasil penelitian, milenial lebih senang berinteraksi dalam kondisi belajar yang kurang formal atau lebih santai. Makanya dalam beberapa, komunikasi efektif dan cerdas seorang dosen dalam pembelajaran akan dapat mencairkan kekuan dan rasa kebosanan mahasiswa dalam mengikuti kegiatan perkuliahan. Untuk beberapa dosen lain, mungkin itu menjadi sebuah masalah. Tapi selama dosen bisa membuat mereka rileks dan bisa terbuka, maka proses belajar akan jadi lebih baik. Namun tetap menerapkan batas – batas tertentu, apalagi dalam etika orang timur. Jika sudah melewati batas, maka mahasiswa akan mendapat teguran tegas.


e. Rapport: Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa milenial ini bersifat relasional. Milenial mungkin bukan orang yang banyak teman dekat, tetapi sekalinya dekat mereka bisa sangat loyal. MIsalnya dengan mengingat nama, menanyakan kabar, atau mendengarkan mahasiswa curhat. Hasilnya, mereka cenderung untuk respek, terbuka, dan berminat belajar tinggi jika memiliki kedekatan personal dengan dosennya. Hal tersebut adalah salah bahan untuk membangun kualitas relasi antara dosen dengan mahasiswa. Hasilnya berdampak pada kualitas pembelajaran jauh lebih meningkat.


Mendidik mahasiswa di masa sekarang harus selaras dengan proses pendidikan dan pembelajaran yang menyesuaikan kebutuhan dan tuntutan zaman. Beberapa hal yang harus saling menyesuaikan.

Pertama, yakni Mahasiswanya, Dosen harus mampu menyesuaikan sifat para mahasiswanya. Para dosen harus menemukan cara untuk membuat mahasiswa suka dengan apa yang diajarkannya.


Kedua, adalah Kurikulum Mata Kuliah yang beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat kekinian. Di era revolusi Industri 4.0. dunia usaha dan Industri butuh sumber daya manusia yang mau berinovasi sehingga penting untuk menumbuhkan kreativitas mahasiswa. Dosen harus menguasai Materi Kurikulum dan Implementasinya di masyarakat sehingga wawasan Mahasiswa akan terbentuk dan mereka siap menghadapi tantangan dan perubahan zaman.


Ketiga, adalah dan Metode dan Strategi Pendidikan dan Pengajaran berupa proporsional praktek dan teori dalam setiap mata kuliah sebesar 70% dan Teori 30% akan menjadi Nilai tambah wawasan pada mahasiswa termasuk Dosen dituntut untuk merepresentasikan kapasitasnya. Dengan kata membelajarkan mahasiswa dengan mendekatkan dengan dunia nyata. Artinya Perguruan tinggi perlu mempersiapkan di dalam menghadapi tantangan era perubahan generasi yang dinamis, terutama kompetensi dan kapasitas para dosen yang menguasai Praktikal lapangan disesuaikan dengan Kurikulum mata kuliah yang diajarkan.


Sistem Pendidikan tak hanya Menanamkan “Knowing” tetapi “Being”. Sistem pendidikan. Yang pertama adalah sistem pendidikan yang hanya menjadikan peserta didik menjadi makhluk “knowing” atau sekadar tahu saja. Sedangkan, yang kedua sistem pendidikan yang mencetak peserta didik menjadi mahluk “being”.


Mahasiswa tumbuh hanya menjadi “makhluk knowing” atau hanya sekedar “mengetahui” saja tanpa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehar-hari dalam semua aspek. Tak jarang membuat para peserta didik stress, under pressure, dan akhirnya malas kuliah. Segala macam diajarkan dan banyak hal diujikan, tetapi tak satu pun dari peserta didik yang menerapkannya setelah ujian. Ujiannya pun hanya sekadar tahu, “knowing”.


Padahal falsafah pendidikan telah mengajarkan pada kita bahwa kita tidak dapat menguasai ilmu dan memanfaatkannya jika tidak ikut berenang, berkontemplasi, serta mencarinya dengan kesungguhan. Atau makna lain, mencari ilmu mesti melewati proses atau perjalanan lahir batin. Lantas, memasuki revolusi Industri 4.0, bagaimana mestinya membenahi sistem Pendidikan dan pembelajaran kita agar tak hanya menanamkan “knowing” tetapi “being”. Disinilah pentingnya seorang pengajar membudayakan komunikasi cerdas untuk menanamkan spirit Being bagi peserta didik. Guna menyiapkan generasi muda yang berdaya saing yang sesuai dengan kebutuhan masa depan.


III. Strategi dan Implementasi Komunikasi Cerdas


Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional pada jenjang pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu, dosen juga berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta pengabdian masyarakat yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Dengan demikian, maka tugas, pokok dan fungsi serta kewajiban dosen melekat pada keprofesionalannya. Selain itu dosen juga berfungsi sebagai motivator dan inspiratory bagi mahasiswa maupun lingkup sekitarnya. Tentu aja ini bukanlah tugas biasa yang bisa begitu saja diemban dengan ringan.


Selanjutnya, dalam rangka melaksanakan tugas, pokok dan fungsi sebagaimana tersebut di atas, maka dosen harus memiliki keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu dan norma-norma tertentu berdasarkan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Disisi lain, perkembangan sistem informasi saat ini mendorong para dosen untuk terus melakukan peningkatan kapasitas dirinya sebagai dosen dengan tetap mengedepankan sisi keprofesionalitas. Dosen harus selalu meningkatkan kapasitas dirinya untuk selalu siap belajar, siap mengajar, mencari ilmu. Dimana dan kapan saja.


Ketika berbicara tentang preferensi komunikasi generasi milenial, secara tidak langsung kita sedang membicarakan masa depan komunikasi secara keseluruhan. Karena pola komunikasi mahasiswa milenial akan membentuk pola komunikasi masa depan, khususnya dalam pendidikan dan dunia kerja. Oleh karena itu, suka atau tidak, dosen harus beradaptasi terhadap perubahan pola komunikasi tersebut.


Mahasiswa milenial lebih senang dengan gaya komunikasi dinamis dan tidak terlalu formal, tapi penuh rasa empati dan simpati. Mereka senang motivasi dan diarahkan pada hal yang kreatif dan inovatif. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa milenial lebih menyukai bentuk komunikasi yang lebih bersahabat dan nada bicara yang lebih akrab.


Menghadapi peserta didik milenial tidak cukup bagi dosen untuk sekedar pintar dalam mengajar, tetapi juga harus pintar membuat pelajaran tersebut menarik. Hal menarik, mahasiswa milenial suka dosen yang bisa menarik perhatian mereka untuk belajar. Buat mereka, dosen yang yang baik adalah humoris, atraktif, berwibawa, pintar dan ramah. Selalu tersenyum, tampil rapi, memilki strategi dalam mengajar dan be prepared.


Komunikasi cerdas dalam pendidikan dan pengajaran adalah komunikasi yang mampu memahamkan peserta didik saat pengajar menyampaikan pesan dan informasi. Dan begitulah sebaliknya, pengajar mampu mengerti pesan yang disampaikan peserta didik. Kalau ada suatu pesan yang disampaikan pengajar kurang dimengerti peserta didik, bukan otomatis pengajar kurang cerdas dalam menyampaikan. Tapi bisa jadi peserta didik sebagai pendengar yang kurang cerdas dalam memahami.


Begitu pula sebaliknya. Kalau peserta didik kurang paham apa yang pengajar sampaikan, bukan berarti peserta didik tersebut bodoh. Tapi mungkin saja pengajar yang kurang mampu memahamkan. Disinilah perlunya dosen memiliki dan menguasai konsep komunikasi cerdas dalam pembelajaran; Bagaimana bisa pandai memahami dan pandai memahamkan peserta didiknya.


A. Hukum Komunikasi Cerdas


Banyak ahli komunikasi yang memiliki kesamaan pandangan mengenai hubungan antara proses komunikasi dan kesuksesan kerja. Mereka bersepakat bahwa komunikasi efektif dan tingkat kinerja berhubungan secara signifikan. Memperbaiki komunikasi berarti memperbaiki kinerja. Proses kegiatan pendidikan dan pengajaran pembelajaran yang berfungsi baik, ditandai oleh adanya kerjasama secara sinergis dan harmonis dari berbagai komponen (pengajar, peserta didik, institusi pendidikan). Senantiasa terjadi komunikasi, kerjasama, saling koreksi antar komponen tersebut.


Strategi dan implementasi komunikasi Cerdas, kaitanya dengan kemampuan berkomunikasi dosen dalam aktifitas dan kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam proses kegiatan pendidikan dan pengajaran perlu memperhatikan 5 Hukum Komunikasi yang dirangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH, yang berarti merengkuh atau meraih.


Pertama: Respect. Hukum pertama ini artinya menghargai. Dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum pertama yang penting dalam berkomunikasi. Ingatlah bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita bahkan harus mengkritik atau memarahi seseorang, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaaan seseorang.


Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim.


Dale Carnegie dalam bukunya How to Win Friends and Influence People, rahasia terbesar yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah dengan memberikan penghargaan yang jujur dan tulus. Seorang ahli psikologi yang sangat terkenal William James juga mengatakan bahwa "Prinsip paling dalam pada sifat dasar manusia adalah kebutuhan untuk dihargai." Dia mengatakan ini sebagai suatu kebutuhan (bukan harapan ataupun keinginan yang bisa ditunda atau tidak harus dipenuhi), yang harus dipenuhi. Ini adalah suatu rasa lapar manusia yang tak terperikan dan tak tergoyahkan.


Lebih jauh Carnegie mengatakan bahwa setiap individu yang dapat memuaskan kelaparan hati ini akan menggenggam orang dalam telapak tangannya. Charles Schwabb, salah satu orang pertama dalam sejarah perusahaan Amerika yang mendapat gaji lebih dari satu juta dolar setahun, mengatakan bahwa aset paling besar yang dia miliki adalah kemampuannya dalam membangkitkan antusiasme pada orang lain. Dan cara untuk membangkitkan antusiasme dan mendorong orang lain melakukan hal-hal terbaik adalah dengan memberi penghargaan yang tulus.


Kedua, Empathy. Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Secara khusus Covey menaruh kemampuan untuk mendengarkan sebagai salah satu dari 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (Seek First to Understand–understand then be understood to build the skills of empathetic listening that inspires openness and trust). Inilah yang disebutnya dengan Komunikasi Empatik.


Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain. Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Karenanya, dalam ilmu pendidikan (marketing) memahami perilaku anak didik merupakan keharusan. Dengan memahami perilaku anak didik, maka kita dapat empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan kesenangan dari anak didik.


Demikian halnya dengan bentuk komunikasi lainnya, misalnya komunikasi dalam membangun kerja sama tim. Kita perlu saling memahami dan mengerti keberadaan orang lain dalam tim. Rasa empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam membangun team work.


Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima. Empati bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif.


Banyak sekali dari kita yang tidak mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik (feedback) yang merupakan arus balik dari penerima pesan. Oleh karena itu dalam kegiatan komunikasi pemasaran above the lines (mass media advertising) diperlukan kemampuan untuk mendengar dan menangkap umpan balik dari audiensi atau penerima pesan.


Ketiga, Audible. Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan.


Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik.


Dalam komunikasi personal hal ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat diterima oleh penerima pesan. Dari sisi delivery channel, penggunaan teknologi bisa membantu melipat gandakan pancaran sinyal pesan yang ingin disampaikan sehingga bisa diterima oleh jauh lebih banyak orang. Ini yang disebut sebagai kerja cerdas. Misalnya saja, dengan menggunakan media Internet, kita bisa berkomunikasi dengan sangat mudah dan murah kepada banyak orang. Pendeknya High Tech namun tetap High Touch.


Keempat, Clarity. Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Ketika bekerja sebagai dosen, hal ini merupakan hukum yang paling utama dalam menyiapkan bahan pelajaran. Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana.


Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme peserta didik atau mahasiswa kita.


Kelima, Humble. Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap Rendah Hati pada intinya antara lain: sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran Customer First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut, penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar.


Jika 5 hukum komunikasi tersebut di implementasikan dengan baik dalam proses kegiatan pendidkan dan pengajaran, maka seorang pengajar dapat menjadi seorang pengajar sekaligus pendidik yang handal dan pada gilirannya dapat membangun hubungan yang harmonis dan humanis dengan peserta didik dan seluruh sivitas akademika yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan.


B. Teknik Komunikasi Cerdas


Guna membangkitkan potensi dan semangat belajar mahasiswa, dosen harus memiliki kemampuan berkomunikasi cerdas (efektif, realistis, aktif, diterima dan semangat) yang diharapkan mampu mendorong peserta didik berprestasi dan mau berkontribusi dalam pengembangan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu dengan memahami konsep komunikasi cerdas dalam aktifitas dan kegiatan pendidikan dan pengajaran, dosen dapat memberikan arahan yang mampu memicu daya kreatifitas serta inovasi peserta didik. Arahan yang membuat mereka mampu menunjukkan kemampuan terbaiknya.

Kaitanya dengan strategi dan implementasi komunikasi cerdas, berikut teknik pendidikan dan pembelajaran membangkitkan potensi peserta didik millennial. (Bersumber dari buku Lead Or Leave It).


Pertama adalah, bangkitkan mereka dengan cara encouraging ideas atau mendorong mereka menyampaikan ide-ide kreatif dan inovatif-nya. Generasi milenial sangat loyal terhadap kepentingan mereka, jadi jika anda sanggup bersinergi dengan Kepentingan mereka, maka percayalah mereka akan stay and stand strong. Ini terbukti secara efektif akan meningkatkan motivasi, karena mereka merasa sangat dihargai dan sangat dilibatkan. Bagaimanapun, rapuhnya generasi Z ini, keunggulan mereka dibanding dengan Generasi Y dan X, adalah mereka sangat cepat dan tepat menemukan cara-cara baru untuk menyelesaikan tugas mereka.


Kedua, berikan sentuhan modifying ideas atau Modifikasi Ide-ide mereka, mengapa? Meskipun generasi millenial ini sangat kreatif dan inovatif, jelas tidak semua ide-ide mereka applicable atau bisa dilaksanakan. Dengan kata lain ada kalanya ide mereka belum realistis dan belum tentu cocok dengan kondisi saat ini. Cara ini sangat penting, karena seburuk apapun ide yang disampaikan, jangan dibuang semuanya dan jangan pula dihinakan. Jika Anda memaksakan diri membuang ide-ide mereka tentu perbuatan anda ini sangat kontraproduktif dan menghancurkan motivasi mereka, sebab pada cara pertama kita mendorong ide. Namun sayangnya pada cara kedua kita kerap mematikan ide tersebut hanya gara-gara ide tersebut kurang realistis atau kurang pas.


Ketiga adalah providing feedback atau menghadirkan umpan balik bagi mereka, cambukan ini begitu berdaya guna memastikan para generasi muda ini terus membara dengan motivasinya yang tinggi, sehingga mereka akan mulai mengaum kembali. Providing feedback akan memampukan generasi Z yang Anda pimpin belajar memahami siapa dirinya, termasuk kekuatan dan kelemahan mereka, dengan tetap menjaga harkat dan derajat mereka. Cara ini sangat bermanfaat unutk menggantikan teguran, cacian atau bahkan amarah yang selama ini digunakan oleh Generasi X dan Y, jika menemukan para milinial itu tidak becus melaksanakan tugas.


Keempat adalah give alternative and limited direction. Artinya, beri mereka alternatif dan arahan atau perintah yang terbatas. Cara ini bisa digunakan jika ketiga cambukan di atas ternyata belum mampu membangkitkan semangat atau dengan kata lain mereka masih saja lunglai dan mengembik. Untuk melaksanakan cambukan keempat ini kita selaku pengajar harus sedikit bersabar, berikan kesempatan mereka berpikir saat kita libatkan dengan ketiga cara di atas, dan jika sampai batas waktu yang diberikan mereka tetap bungkam, maka saatnya kita beri mereka alternative agar mereka mulai belajar berpikir. Karena beradasarkan kenyataan, ada beberapa Generasi Z walaupun jumlahnya tidak terlalu besar memang miskin ide dibandingkan dengan teman sebayanya.


Namun intinya, semata – mata kita kembalikan ke tujuan awal bahwa komunikasi merupakan kebutuhan utama dalam pendidikan dan pembelajaran kekinian. Tujuan kita sebagai dosen adalah menyebarluaskan ilmu pengetahuan sekaligus mentransformasikan “NILAI” kepada anak didik untuk bekal mereka dalam menghadapi perubahan dan perkembangan zaman. Tentu agar peserta didik kita mencapai learning outcome yang diharapkan.


C. Prinsip Dasar Komunikasi Cerdas


1. Prinsip Ikhlas


Ikhlas mendidik, ikhlas mengajar, ikhlas membagi ilmu pengetahuan. Ikhlas adalah kerja hati. Secara bahasa, ikhlas berasal daari kata khalasa yang berarti suci, bersih dari noda. Sedangkan ikhlas menurut istilah adalah kerja yang dilakukan oleh hati untuk mensucikan dirinya dari berbagai motif yang tidak benar.


Ikhlas adalah prinsip paling mendasar dalam komunikasi cerdas. Kehilangan prinsip ini dari komunikator maupun komunikan akan membuat tujuan utama komunikasi yaitu silaturahim menjadi hilang dan kekuatan pesan yang disampaikan memudar. Kehilangan prinsip ini dari salah satu pihak akan membuat proses komunikasi terhambat apalagi bertemu antara ketidak ikhlasan komunikator dengan komunikan.


Ikhlas tempatnya adalah hati. Karena tempatnya hati, maka kita tidak mungkin mengukur tingkat keikhlasan yang tempatnya dihati. Namun, keikhlasan itu ada jejaknya, apa yang ada didalam hati akan terungkap lewat anggota tubuh. Ketika telinga mendengar berita duka, hati akan menjadi sedih dan ketika hati sedang sedih, maka mata mengeluarkan air mata dengan sendirinya.


2. Prinsip pahala dan dosa


Prinsip ini menjelaskan bahwa setiap pesan atau pernyataan yang keluar dari mulut itu mengandung konsekwensi pahala atau dosa. Lisan memiliki peran kunci dalam berkomunikasi, yang bisa membawa kita kepada kesuksesan atau kehancuran. Agar lisan kita tidak menjadi alat pencetak dosa tetapi selalu memproduksi pahala, maka Islam dan agama lainnya membimbing manusia terutama umatnya untuk melakukan langkah-langkah berikut:


1. Agama melarang berkata kotor dan kasar.

Kata kotor mencerminkan jiwa yang kotor. Sedangkan jiwa yang bersih berdampak pada ucapan dan tingkah laku sehari-hari.

2. Memberikan motivasi agar selalu berkata yang baik.


3. Prinsip kejujuran


Lisan membunuh karakter seseorang, bisa merusak hubungan antar sesame manusia, bahkan bisa menyebabkan pertumpahan darah. Diantara bentuk kejujuran dalam berkomunikasi adalah:


a. Tidak memutarbalikkan fakta

Memutarbalikan fakta adalah fitnah yang membuat keruh suasana dan menimbulkan ketidakharmonisan hubungan.

b. Tidak berdusta

Berdusta berarti memanipulasi informasi sehingga pesan tidak sampai sebagai mana mestinya.


4. Prinsip kebersihan


Komunikasi efektif dan cerdas sangat menekankan prinsip kebersihan dalam segala hal, termasuk dalam menyampaikan pesan. Tanpa tedensi, tidak subjektif, dapat dipertanggungjawabkan sumber dan kebenaranya ( Ilmiah, rasional, dan terukur)


5. Prinsip Berkata positif


Pesan positif sangat berpengaruh bagi kebahagian seseorang dalam kondisi apapun dia berada. Seorang komunikator yang sering mengirim pesan positif kepada komunikan akan menyimpan modal yang banyak untuk berbuat yang positif. Misal mengucapkan semoga berhasil, semoga selalu sukses”.


6. Prinsip paket (Hati, Lisan dan Perbuatan)


Manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah dalam satu paket lengkap. Ada unsur jiwa dan unsur raga. Gerak raga dipengaruhi secara kuat oleh hati atau jiwa. Artinya, lisan akan berbicara yang baik manakala hatinya baik. Konsistensi antara hati, kata dan perbuatan adalah ciri manusia sukses. Sifat inkonsistensi adalah cacat yang membuat nilai seseorang menjadi berkurang. Inkonsistensi adalah cirri kemunafikan. Ciri utama kemunafikan ada 4 yakni, tidak amanah, suka berbohong, tidak sesuai antara yang dikandung hati dengan apa yang diucapkan oleh lisan, ingkar janji, dan tidak sportif.


7. Prinsip dua telinga satu mulut


Isyarat agar kita berhati-hati dalam berbicara dan banyak mendengar adalah pada struktur fisik kita yang diciptakan dengan dua telinga satu mulut. Setelah informasi ditangkap oleh telinga, informasi tersebut disaring oleh perangkat akal dan sebelum dikeluarkan oleh lisan melalui mulut. Orang yang cerdas adalah orang yang mampu memilah-milih informasi dan hanya mengambil yang terbaik dari informasi yang diterima.


8. Prinsip pengawasan


Prinsip pengawasan muncul dari kepercayaan yang meyakini bahwa Allah maha mendengar, maha melihat dan maha mengetahui. Selain itu, mereka juga meyakini bahwa setiap kata yang diucapkan akan dicatat oleh malaikat pencatat. Seperti dalam firmannya: “dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya……”. Prinsip pengawasan ini akan membuat orang selalu merasa diperhatikan dan dipantau. Orang yang merasa dipantau akan selalu berhati-hati dalam mengeluarkan statemen.


9. Prinsip selektivitas dan validitas


Berbicara dengan data dan informasi yang akurat adalah salah satu ciri pribadi berkualitas. Selain menambah kredibilitas, informasi yang akurat menghindarkan kita jauh dari kesalahan yang berujung kepada penyesalan. Prinsip selektifitas dan vakiditas dalam komunikasi bukan hanya bertujuan untuk memberikan kepuasan bagi komunikan di dunia ini, tetapi tujuan utama mereka adalah agar bisa mempertanggungjawabkan apa yang mereka kemukakan.


10. Prinsip saling mempengaruhi.


Komunikasi antar manusia merupakan aktivitas menyampaikan dan menerima pesan dari dan kepada orang lain. Disamping itu, komunikasi juga bisa digunakan untuk mengadu domba, melemahkan semangat karena muara dari komunikasi adalah mempengaruhi.


Diantara bentuk pengaruh strategis kamunikasi adalah:


1. Dapat merubah pendapat orang lain

Merubah pandangan orang lain bukanlah hal yang mudah, namun dengan adanya tukar menukar penddapat, hal tersebut dapat dilakukan.

2. Menjadi faktor yang menetukan baik buruknya manusia.

Saat berinteraksi manusia hanya dihadapkan oleh dua pilihan, mempengaruhi atau dipengaruhi. Untuk menghindarkan pengaruh negatif, sebaiknya kita menjauhi orang-orang yang dapat merusak perilaku kita.


11. Prinsip keseimbangan berita (keadilan)


Informasi yang seimbang akan membuat keputusan menjadi akurat. Prinsip perimbangan dalam menyerap informasi sebelum memberikan sikap adalah keharusan. Dengan prinsip ini, informasi yang kita terima akan lebih akurat guna menghindari perselisihan dalam memberikan informasi dan tidak berlebihan atau melebihkan.


12. Prinsip Privasi


Setiap orang memiliki ruang privacy yang tidak boleh diungkapkan di pentas publik, begitu juga dengan organisasi, lembaga dan seterusnya. Membocorkan rahasia sama dengan menelanjangi orang. Melanggar masalah privasi masuk dalam status penlanggaran hak-hak asasi manusia, yaitu melakukan pencemaran nama baik. Seperti dalam Islam, Firman Allah Swt : ”hai orang-orang beriman jauhilah purbasangka (kecurigaan) karena sebagaian dari purbasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang, dan janganlah menggunjing satu sama lain. Adakah diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik dengannya…..”.


D. Format Interaksi Komunikasi Cerdas


Anda pasti pernah dengar kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional, tapi mungkin sebagian banyak kita belum dengar dan tahu apa itu kecerdasan komunikasi dan komunikasi cerdas? Kecerdasan komunikasi (communications quotion) dalam kegiatan belajar mengajar menunjukkan kepada kemampuan pengajar (baca:dosen) untuk mereproduksi atau menciptakan suatu pesan dan mengirim informasi dengan tepat dan efektif.


Secara teoritik, definisi komunikasi adalah penyampaian pesan dari seorang komunikator (komtor) kepada komunikan (komkan) melalui bahasa lisan atau tulisan. Tujuannya, supaya pesan yang disampaikan itu bisa dipahami, dimengerti dan diterima hingga sampai pada mengubah tingkah laku komunikan, tentunya harus mempunyai kesamaan frame of reference dan kepentingan.


Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan lain perkataan, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Disini jelas bahwa kegiatan komunikasi atau percakapan dapat dikatakan komunikatif apabila pembicara sebagai pengirim pesan dan pendengar sebagai penerima, selain mengerti makna yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan.


Komunikasi tidak hanya bersifat informatif, yaitu agar pendengar (komunikan) mengerti dan tahu, tetapi komunikasi menuntut komunikasi yang persuasif, yakni agar komunikan bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan berdasarkan keinginan komunikator yang berdasar pada situasi, kondisi komunikannya.


Secara garis besar, terdapat dua tujuan dari interaksi Komunikasi Cerdas dalam aktifitas dan kegiatan pendidikan dan pengajaran, yaitu: Pertama, komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar pengajar dilakukan pengajar supaya peserta didik mengetahui (informative objective) dan Kedua, komunikasi dilakukan supaya peserta didik tidak hanya mengetahui tetapi tergerak untuk melaksanakan (persuasive or instructive objective). Kedua tujuan ini menentukan media dan strategi komunikasi yang akan dilakukan pengajar dalam kegiatan proses belajar mengajar..


Media dan strategi komunikasi digunaka pengajar harus tepat (cerdas) untuk persesuaian di antara pesan yang diciptakan oleh pengajar sebagai (pengirim) dan reproduksi peserta didik (penerima) mengenai pesan tersebut. Atau dengan kata lain, tingkat persesuaian arti pesan yang dimaksudkan oleh pengajar dengan arti yang diinterpretasi oleh peserta didik. Karena Kekurangan ketepatan atau perbedaan arti diantara yang dimaksudkan oleh pengajar dengan interpretasi peserta didik akan menimbulkan distorsi.


Perbedaan arti atau distorsi pesan dapat merupakan hal yang kritis dalam proses belajar mengajar. Misalnya salah menginterpretasikan instruksi pengajar tentang sebuah materi pelajaran atau tugas kuliah dapat menimbulkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran tersebut. Komunikasi cerdas dalam kegiatan pengajaran menunjuk pada pola komunikasi yang bukan saja efektif tetapi juga tepat sasaran. Sinergistitas olah pikir, bathin dan prilaku sembari ujaran-ujaran komunikatif strategik yang bisa terkesan provokatif. Dengan kata lain gaya komunikasinya pun tidak monoton dan kaku. keragaman model dan teknik komunikasi cerdas itu tidak tunggal.


Format interaksi dan pola komunikasi cerdas dalam aktifitas dan kegiatan pendidikan dan pengajaran (PBM), dilakukan melalui komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok kecil dan komunikasi public. Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi di antara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya. Dan seterusnya. Pola Komunikasi Cerdas dilakukan melalui pola komunikasi dua arah dan pola komunikasi banyak arah.


Kompetensi Komunikasi memiliki peran penting dalam aktifitas dan kegiatan pengajaran, mencakup pengetahuan tentang cara penggunaan bahasa dan cara wicara yang patut dalam mentransformasi pesan dan informasi ilmu pengetahuan dan “nilai” kepada peserta didik. Kompetensi Komunikasi seorang pengahar terkait erat dengan tindak tuturnya (speech-act) kepada peserta didiknya. Hal ini mencakup mencakup pengetahuan tentang cara wicara yang patut dalam menggapai tujuan pengajaran dan membelajarkan peserta didik, yang mencakup tiga prinsip universal penggunaan bahasa dalam tindak tutur (speech-act), sebagai berikut.


Pertama, konstatif (constative) atau asertif, yaitu tindak-tutur berkaitan dengan nilai benar-salah ujaran yang dilandasi oleh syarat kebenaran; artinya, apa yang di ucapkan, disampaikan dosen adalah sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan sumber dan kebenaranya. Dengan kata lain berkaitan dengan fakta-fakta yang mendukung kebenaran suatu pernyataan;.


Kedua, regulative (regulative), yaitu tindak-tutur yang bertujuan mempengaruhi hubungan pengajar sebagai penyampai pesan dan informasi dengan peserta didik dan dilandasi oleh syarat kepatutan (appropriateness); atau berkaitan dengan norma, yaitu tentang kepatutan dalam tindak tutur.


Ketiga, avowals, yaitu tindak tutur yang bertujuan menggambarkan kondisi internal diri penutur dan disyaratkan oleh ketulusan (sincerity) kejujuran (truthfulness).


Hal ini sejalan dengan Habermas yang menyebut istilah kompetensi komunikasi (communicative competence), mencakup pengetahuan tentang cara wicara yang patut dalam menggapai tujuan. Selanjutnya, melalui konsep universal pragmatics yang mencakup prinsip universal dalam penggunaan bahasa dalam tindak tutur (speech-act). Selain itu, Habermas juga menyebut wacana (discourse), yaitu bentuk komunikasi yang di dalamnya pernyataan penutur diuji kebenarannya melalui argumen sistematis. Lebih jauh ia membedakan tiga macam wacana, yaitu:


  • Pertama, merupakan tingkat wacana terendah, wacana teoritis (theoretical discourse), berkaitan dengan fakta-fakta yang mendukung kebenaran suatu pernyataan;

  • Kedua, wacana praktis (practical discourse), berkaitan dengan norma, yaitu tentang kepatutan dalam negoisasi; dan

  • Ketiga, merupakan tingkat wacana tertinggi yang terbagi menjadi dua secara bertingkat, yaitu (1) wacana metateoretis (metatheritical discourse), memper-masalahkan fakta atau norma yang patut bagi situasi tertentu; dan (2) wacana metaetis (metaethical discourse), mempermasalahkan pengetahuan sebagai pengetahuan, yaitu mempermasalahkan prosedur yang digunakan dalam menggeneralisasi sebuah pengetahuan yang berlaku dalam masyarakat.


Dalam pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar, kompetensi atau kemampuan dalam komunikasi sangat dibutuhkan untuk meraih maksud, tujuan dan cita-cita pendidikan. Kunci sukses pendidikan terletak pada bagaimana komunikasi dalam aktifitas dan kegiatan pendidikan dan pengajaran dijalankan dan dipraktekkan secara baik dan efektif.


E. Pola Komunikasi Cerdas


Tak dipungkiri jika banyak dosen yang mengajar tetapi tidak memilki keterampilan berkomunikasi secara baik dan memadai sehingga mengakibatkan kegagalan dalam berinteraksi dengan peserta didiknya. Kadang-kadang kita menganggap bahwa komunikasi itu hanyalah suatu yang bersifat common sense dan setiap orang pasti mengetahui bagaimana berkomunikasi. Padahal sesungguhnya banyak yang tidak memilki ketrampilan berkomunikasi yang baik karena ternyata banyak pesan-pesan dalam komunikasi itu yang dapat disampaikan tidak hanya dalam bentuk verbal tetapi juga nonverbal.


Ada keterampilan komunikasi dalam bentuk tulisan dan oral, ada ketrampilan komunikasi secara interpersonal, ataupun secara kelompok. Sehingga komunikasi itu perlu kita pelajari. Banyak bidang komunikasi modern sekarang ini yang memfokuskan pada studi tentang pesan, ada juga tentang hubungan antara komunikasi dengan bidang profesional lainnya termasuk pendidikan. Komunikasi antara pengajar dan peserta didik dalam proses pembelajaran merupakan salah satu aspek penting yang patut dipelajari karena hal tersebut berkaitan erat dengan kualitas proses pengajaran.


Proses belajar mengajar di dalam kelas merupakan proses transformasi pesan edukatif berupa materi pembelajaran dari pengajar kepada peserta didik. Keberhasilan proses pengajaran akan sangat tergantung kepada efektivitas proses komunikasi yang terjadi antara pengajar dan peserta didik. Pengajar (baca:dosen) merupakan pihak yang paling bertanggungjawab terhadap berlangsungnya proses pengajaran, sehingga pengajar dituntut untuk memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik agar menghasilkan proses belajar mengajar yang efektif, sesuai dengan tujuan pendidikan.


Komunikasi yang terjadi antara pengajar dan peserta didik merupakan hal penting; yang menentukan kelancaran dan tercapainya tujuan pendidikan. Seperti yang diketahui proses belajar mengajar merupakan proses transfer ilmu dan pendidikan dari pengajar kepada peserta didik sehingga peserta didik bisa menjadi orang yang cerdas secara akademis dan terdidik.


Sementara komunikasi merupakan proses penyampaian pesan antara komunikator (pengajar) dengan komunikan (peserta didik). Ketika terjadi komunikasi yang efektif dimana ilmu dan didikan pengajar dapat diterima bahkan diamalkan dengan baik oleh peserta didik barulah tercapai tujuan pendidikan dalam rangka mencerdaskan peserta didik.


Oleh karena itu seorang pengajar tidak hanya dituntut harus pintar dan cerdas secara akademis namun juga harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik sehingga pesan atau ilmu yang akan diberikan bisa tersampaikan dan diterima dengan baik oleh peserta didik.


Berikut pola komunikasi antara pengajar (baca: dosen) dan peserta didik (baca:mahasiswa) dalam proses belajar mengajar.


1. Pola komunikasi dua arah


Dalam hal ini, dosen sebagai pengajar berperan sebagai komunikator atau pemberi pesan dan peserta didik sebagai komunikan atau penerima pesan. Pola komunikasi dua arah dimana telah terjadi interaksi antara pengajar dan peserta didik. Tidak hanya pengajar yang aktif menyampaikan pesan namun ada pula peran aktif peserta didik dalam memberi reaksi atau umpan balik dari apa yang disampaikan pengajar.


Ada peran aktif peserta didik dalam bertanya ataupun memberi masukan kepada pengajar. Pola komunikasi ini lebih baik dan dianjurkan daripada pola komunikasi satu arah. Karena pola komunikasi dua arah membuat peserta didik lebih aktif sehingga kreatifitasnya semakin terasah. Ada lebih banyak wawasan yang akan didapatkan peserta didik.


Sedangkan pola komunikasi satu arah kurang dianjurkan, karena peserta didik hanya menerima apa yang disampaikan oleh pengajar tanpa adanya umpan balik. Hanya membuat peserta didik pasif, tidak kreatif, serta tidak terbiasa mengeluarkan pemikirannya dengan baik. Padahal di zaman sekarang diperlukan generasi muda yang tidak hanya cerdas namun kreatif sehingga dapat memenuhi tuntutan zaman yang super cepat.


2. Pola komunikasi banyak arah


Pola komunikasi banyak arah dimana tidak hanya terjadi komunikasi dinamis antara pengajar dan peserta didik namun juga mengembangkan komunikasi dinamis antar sesama peserta didik sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi lebih interaktif dan dinamis. Akan semakin banyak timbul pemikiran dan perspektif baru sehingga terjadi diskusi antara pengajar, peserta didik, dan sesama peserta didik. Ruang kelas akan terasa lebih hidup dan tidak monoton.


Pola komunikasi banyak arah merupakan pola komunikasi yang paling disarankan sehingga pengajar dan seluruh peserta didik sama-sama aktif mengeluarkan pemikiran dan argumentasinya sehingga terjadi diskusi menarik dan membangun. Akan banyak muncul perspektif-perspektif baru sehingga peserta didik tidak hanya cerdas dalam pengetahuannya namun juga belajar untuk berani mengeluarkan dan mempertahankan pendapatnya 


F. Bentuk, Fungsi Tujuan, Komunikasi Cerdas


1. Bentuk


a. Komunikasi Verbal; Yaitu bentuk komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar, dimana pesan dan informasi ilmu pengetahuan dan “nilai” disampaikan secara lisan atau tertulis. Komunikasi lisan, di mana seorang pengajar berinteraksi secara lisan dengan pendengar dengan tujuan mempengaruhi tingkah laku peserta didik. Sedangkan komunikasi tulisan manakala materi atau informasi ilmu pengetahuan disampaikan oleh dosen dalam dituliskan pada kertas atau pada tempat lain yang bisa dibaca, dan atau kemudian dikirimkan pada peserta didik atau pihak yang dimaksud.


Kemampuan menggunakan komunikasi verbal secara efektif adalah penting bagi pengajar. Dengan adanya komunikasi verbal memungkinkan pengidentifikasikan tujuan pembelajaran, pengembangan strategi pembelajaran dan tingkah laku untuk mencapai tujuan pembelajaran.


Keberhasilan pembelajaran sangat berhubungan erat dengan aktifitas komunikasi yang berlangsung dalam kegiatan belajar mengajar. Berikut 4 (empat) kemampuan yang harus dimiliki dosen yaitu Kemampuan mendengar, membicara, membaca, dan menulis.


1. Informasi


Bahan komunikasi adalah informasi. Tanpa informasi, apa yang mau disampaikan? Jika kita lihat seorang dosen, atau para penulis, mungkin kita sempat bertanya, “Kok bisa ya ia bisa bicara sampai berjam-jam?” atau “Bagaimana caranya ya dia menulis sampai beratus-ratus lembar seperti itu?” Jawabannya adalah karena mereka memiliki kapasitas informasi yang luas dan dalam.Untuk itu, langkah pertama yang perlu dilakukan seorang dosen adalah mengonsumsi banyak informasi lewat mendengar dan membaca. Mustahil kiranya dosen pandai bicara dan menulis kalau jarang mendengar dan membaca. Mungkin bisa. Tapi rentan dengan kerapuhan dan kekosongan makna. Sehingga ia lama bicara atau berlembar-lembar menulis, tapi tidak sedikitpun manfaat yang disampaikan.


2. Mendengar


Seorang pembicara yang baik adalah pendengar yang baik? Itu kaidah umum. Semua orang tahu itu. Maka itu seorang dosen harus mampu menjadi pembicara dan sekaligus pendengar yang baik. Jika ada mahasiswa yang berbicara, sebaiknya dosen mendengarkan! Tidak hanya mendegar, tapi juga penyimak! Amati secara seksama apa yang disampaikan agar dapat memberikan umpan balik yang sesuai dengan pertanyaan mereka.


Dengan sering mendengar, selain kaya akan informasi yang didapat, dosen pun akan terbiasa bersinggungan dengan berbagai macam karakteristik ucap dan sikap peserta didik dalam berbicara. Kosakata pembicaraan pun semakin banyak di pembendaharaan. Dengan begitu kita akan lebih bijak dalam memahami sebuah pesan yang disampaikan.


Tapi perlu diketahui, kemampuan mendengar itu dibangun di atas sikap kerendahan hati. Dan ini bukan melulu tentang sikap kita kepada orang yang lebih hebat, tapi juga kepada semua orang di sekitar kita termasuk peserta didik kita. Kita mau dan mampu mendengarkan mereka, berempati untuk mengerti. Kita pun akan diperlakukan sebagaimana kita memperlakukan mereka.


3. Membicara


Mungkin kita telah sering mengamati orang lain berbicara. Setiap orang punya potensi ini. Tanpa latihan potensi ini akan tumpul dan karatan. Kita harus memanfaatkan kesempatan bicara yang ada di sekitar kita! Entah mengikuti forum-forum diskusi, mengajar, membacakan pidato atau melakukan presentasi di depan kelas, dan tentu masih banyak lagi. Jadikan setiap kesempatan bicara sebagai ajang pembelajaran.


Manfaatkan semua kesempatan bicara yang ada. Kalau kita lewati, artinya kita menyiakan peluang untuk jadi seorang pembicara yang baik. Karena hanya dengan melatih bicaralah kemampuan oral kita akan terasah. Selain itu, kita pun semakin terbiasa untuk bersinggungan dengan orang banyak dan semakin luaslah kazanah pengalaman kita dalam menyampaikan dan memahamkan suatu pesan kepada orang lain dan khususnya kepada peserta didik kita.


4. Membaca


Banyak mendengar itu baik. Sering bicara itu bagus. Asupan informasi perlu selalu ditambah secara mandiri. Jangan sampai ketika tidak ada yang kita amati, kita jadi berhenti berproses. Itulah mengapa membaca turut menjadi kebutuhan. Jika hanya mengandalkan pendengaran, yakinlah bahwa informasi yang itu terbatas pada ruang dan waktu. Juga terbatas pada kapasitas kepemahaman orang yang kita amati. Kita perlu menambah jalur ilmu kita lewat membaca. Dengan membaca, kita akan menemukan kosakata-kosakata baru dan keragaman kreativitas para penulis dalam memainkan kata dan rasa. Selain itu, informasi yang kita dapat sudah tentu lebih luas dan dalam. Maka jangan remehkan kemampuan membaca.


Urgensi membaca sudah jamak kita pahami bersama. Akan tetapi terkendala oleh satu hal, rasa malas. Tapi kalau alasannya masih belum terbiasa membaca, ini masih lebih baik. Artinya, kalau belum biasa, makanya dibiasakan. Caranya adalah menguatkan kemauan di awal. Karena semua bermula dari kemauan. Kalau sudah kuat kemauan, meski di tengah perjalannya merasakan malas, kita akan memaksakan diri untuk membaca meski sedikit. Ini semata-mata untuk mendisiplinkan diri.


Ada baiknya kita membuat target kuantitas bacaan. Misalnya, satu minggu satu buku. Seiring berjalannya waktu bisa kita tambah sesuai kemampuan. Setelah itu buat juga target kualitas bacaan. Jangan cuma baca buku dari penulis yang sama. Karena kemampuan pembahasaan akan selalu berbeda karakteristik bahasa penulis. Juga jangan hanya baca buku yang genrenya itu-itu selalu. Misalnya karena suka yang cinta-cintaan, bacanya cinta-cintaan melulu. Alhasil, jadilah kita komunikator yang melankolis dan puitis, tapi norak. Jelas ini tidak baik. Perluas bacaan kita.


5. Menulis


Zaman yang serba canggih begini, dosen perlu memiliki kemampuan yang canggih juga. Tidak bisa hanya membicara, tapi juga menulis. Harus dua-duanya. Tidak boleh salah satu. Meski ini pilihan, tapi akan lebih bijak kalau seimbang, dua kemampuan ini pasti akan kita gunakan sampai kapanpun!


Dosen yang pandai bicara saat presentasi dan cakap saat membuat karya tulis akan mendapatkan nilai yang lebih maksimal. Begitupun dalam kehidupan ini. Yang punya dua kemampuan ini akan memiliki nilai yang lebih daripada orang yang hanya menguasai salah satunya. Karena dengan menulis, dosen akan terbiasa berinteraksi dengan kata-kata, mendiaspora rasa di dada, pandai penyihir emosi pembaca, juga akrab dengan struktur alur yang rapi. Sehingga tak heran seseorang yang pandai menulis ketika berbicara kata-kata runut dan terkesan elegan. Meski tidak selalu seperti itu. Karena ada pula yang biasa menulis, tapi ternyata tidak pandai bicara, begitu pun sebaliknya.


Yang perlu ditanamkan sejak dini adalah bisa menulis. Maka sekarang hanya perlu mengasahnya saja. Sebagai awalan, cobalah tiru dan modifikasi gaya kepenulisan buku yang sering dibaca. Lama-kelamaan karakter pun akan terbentuk dengan sendirinya. Ada baiknya membuat target menulis. Misalnya, satu minggu satu tulisan. Misal minggu ini menulis tentang artikel, minggu selanjutnya menulis resensi.


Selanjutnya, mempublikasi hasil tulisan. Bisa dicetak jadi buku, via media massa atau melalui blog pribadi. Dengan mempublikasi tulisan, kita akan tahu, bagaimana kualitas komunikasi kita. Sudahkah kita mampu memahamkan orang yang membaca tulisan kita?


b. Komunikasi Non Verbal; Komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar merupakan sarana pertukaran pesan dan informasi dengan tidak menggunakan kata-kata seperti komunikasi yang menggunakan gerakan tubuh, sikap tubuh, kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak dan sentuhan. Pengajar dapat menggunakan komunikasi nonverbal untuk menyampaikan pesan dan informasi melalui ekspresi wajah dan nada atau kecepatan berbicara.


Bahasa tubuh merupakan media yang dapat digunakan pengajar untuk mengklarifikasi pesan atau perhatian yang disampaikan dan menyakinkan ketulusan hati serta antusiasme kepada peserta didik. Jika menggunakan bahasa tubuh dengan tepat dalam pengajaran, maka pengajar akan sukses menyampaikan pesan verbalnya. Fungsi utama dalam kegiatan belajar mengajar adalah sebagai pengulangan, pelengkapan, pengganti, memberikan penekanan dan memperdayakan.


Pertama, Untuk menekankan. Pengajar menggunakan komunikasi non-verbal untuk menonjolkan atau menekankan beberapa bagian dari pesan verbal. Misalnya saja, tersenyum untuk menekankan kata atau ungkapan tertentu, atau memukulkan tangan ke meja untuk menekankan suatu hal terentu.


Kedua, Untuk melengkapi (Complement). Pengajar menggunakan komunikasi non-verbal untuk memperkuat warna atau sikap umum yang dikomunikasikan oleh pesan verbal. Misal, tersenyum ketika menceritakan kisah lucu, atau menggeleng-gelengkan kepala ketika menceritakan ketidakjujuran seseorang.


Ketiga, untuk Menunjukkan Kontradiksi. Pengajar bisa dengan sengaja mempertentangkan pesan verbalnya dengan gerakan non-verbal. Misal, menyilangkan jari atau mengedipkan mata untuk menunjukkan bahwa yang dikatakan adalah tidak benar.


Keempat, untuk Mengatur. Pengajar dapat mengendalikan atau mengisyaratkan keinginannyaanda untuk mengatur arus pesan verbal. Misal, mengerutkan bibir, mencondongkan badan ke depan, atau membuat gerakan tangan untuk menujukkan bahwa kita ingin mengatakan sesuatu merupakan contoh dari fungsi mengatur ini. Mungkin juga mengangkat tangan dan atau menyuarakan jenak (misalnya dengan menggumamkan) untuk memperlihatkan bahwa kita belum selesai bicara.


Kelima, untuk Mengulangi. Pengajar juga dapat mengulangi atau merumuskan ulang makna dari pesan verbal. Misalnya, kita dapat menyertakan pernyataan verbal “Apa benar?” dengan mengangkat alis mata anda, atau dapat menggerakan kepala atau tangan untuk mengulangi pesan verbal “ayo kita mulai.” Untuk menggantikan pesan verbal, kita dapat misalnya, menyatakan “oke” dengan tangan kita tanpa berkata apa-apa. Kita dapat mengangguk untuk mengatakan “ya” atau menggeleng untuk mengatakan “tidak”.


2. Fungsi


a) Pengendalian.


Komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar berfungsi sebagai pengendalian dalam pembelajaran, artinya komunikasi berfungsi untuk mengendalikan perilaku peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga tercapainya tujuan pembelajaran.


b) Motivasi.


Komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar berfungsi sebagai motivasi. Komunikasi dapat memperkuat motivasi peserta didik dalam pembelajaran dengan cara menjelaskan kepada peserta didik mengenai apa yang harus dipelajari, bagaimana cara mempelajarinya, dan apa tujuan yang ingin dicapai dari apa yang dipelajari tersebut. Dengan komunikasi yang baik dan efektif, pengajar berperan strategis untuk mengembangkan motivasi peserta didik dalam proses pembelajaran yang dilaluinya.


c) Pengungkap Emosi.


Komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar merupakan sarana untuk pengungkapan emosi dalam proses pembelajaran. Seperti kita pahami bahwa proses pembelajaran merupakan proses yang di dalamnya terjadi interaksi antar berbagai karakter peserta didik, dimana dalam interaksi tersebut terjadi proses pengungkapan emosi. Oleh karena itu, komunikasi merukana pelepasan ungkapan emosi perasaan dan pemenuhan kebutuhan social peserta didik.


d) Informasi.


Komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar dapat memberikan informasi yang diperlukan pengajar dan peserta didik dalam proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Selain itu, pengajar memberikan informasi kepada peserta didik melalui penyampaian materi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.


e) Bahan Diskusi.


Komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar berfungsi sebagai bahan diskusi, yakni menyediakan informasi yang akan digunakan oleh dosen dan peserta didik dalam proses pembelajaran.


f) Sosialisasi.


Komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar berfungsi sebagai media sosialisasi, yakni sebagai sarana sosialisasi antara pengajar dan peserta didik. Dalam hal ini, komunikasi menyediakan dan mengajarkan tentang pengetahuan, bagaimana bersikap sesuai dengan nilai-nilai yang ada di lingkungan sosial, serta bertindak sebagai warga kampus yang baik.


g) Hiburan.


Komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar berfungsi sebagai hiburan. Bahwa komunikasi merupakan media hiburan yang mudah dan murah bagi guru dan pesrta didik. Melalui komunikasi sebagai hiburan, maka setiap dosen dan peserta didik akan terlibat dalam proses pembelajaran yang menyenangkan.


h) Integrasi.


Komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar berfungsi sebagai alat integrasi. Melalui komunikasi, terjadi integrasi diantara ragam perbedaan yang dimiliki oleh peserta didik. Dalam hal ini, komunikasi juga berfungsi sebagai perekat diantara perbedaan yang ada.


i) Pendidikan.


Komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar berfungsi untuk pendidikan. Bahwa komunikasi mendidik dan memberikan pengetahuan yang cukup kepada guru untuk mentransfer pengetahuan dan segala kompetensi yang berhubungan dengannya, sebagai bagian dari proses pendidikan bagi peserta didik.

j) Kebudayaan.


Komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar berfungsi untuk memajukan kebudayaan. Melalui pendidikan dan pembelajaran yang dilaksanakan oleh pengajar dan peserta didik, maka sesungguhnya kebudayaan sedang dibangun.


3. Tujuan Komunikasi dalam Pembelajaran


  1. Menciptakan pengertian yang sama terhadap setiap pesan dan informasi yang disampaikan oleh pengajar kepada peserta didik.

  2. Merangsang pemikiran peserta didik untuk memikirkan pesan dan rangsangan yang ia terima dari pengajar.

  3. Melakukan suatu tindakan yang selaras dengan pesan yang diterima peserta didik sebagaimana diharapkan dengan adanya penyampaian pesan tersebut, yaitu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

  4. Pesan bagi peserta didk memperhatikan nada dan pengaruhnya terhadap peserta didik. Pilihan kata dan nada dalam pesan peserta didik diperhatikan sedemikian rupa untuk menghindari adanya pengaruh negative terhadap peserta didik.


F. Unsur Unsur Komunikasi Cerdas dengan Peserta Didik


Bayangkan saja jika dosen mengajar tentang sebuah bidang ilmu, tapi tak mampu mengomunikasikannya dengan baik, besar kemungkinan akan ada gap kemengertian antara dirinya dengan peserta didiknya. Alhasil, mungkin saja ia cerdas, tapi tidak mampu mencerdaskan peser tadidiknya. Komunikasi merupakan salah satu aspek penting dalam proses pembelajaran. Berhasil atau tidaknya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sangat tergantung pada kualitas komunikasi yang terjadi antar pengajar dan peserta didik.


Seorang pengajar dituntut untuk bisa menyampaikan dan mengirim pesan, informasi dengan tepat kepada peserta didiknya. Berikut unsur unsur berkomunikasi yang berlkiatan dengan komunikasi cerdas dalam proses kegiatan pendidikan dan pengajaran.


1. Berkomunikasi Secara Efektif


Peserta didik mengikuti pembelajaranj dengan tujuan dan harapan tertentu serta ingin memperoleh apa yang diinginkan dengan cara yang menyenangkan. Oleh karena itu, pengajar diharapkan menguasai materi pelajaran dan teknik komunikasi yang sederhana, tetapi efektif, yang akan menimbulkan saling pengertian dan saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) dalam kegiatan proses belajar mengajar.


Dalam komunikasi yang paling penting adalah terjadinya hubungan yang serasi dan selaras serta harmonis dalam proses belajar mengajar, disertai saling pengertian. Kunci berkomunikasi efektif adalah pengajar mencoba mengerti dan melakukan tindakan untuk memuaskan keinginan peserta didik. Dengan demikian, pengajar akan menambah semangat peserta didik untuk giat belajar dan mengikuti perkuliahan


2. Berkomunikasi Secara Santun


Percakapan merupakan realitas komunikasi yang berlangsung dalam interaksi proses belajar mengajar antara pengajar dan peserta didik lainnya karena prinsipnya percakapan tersebut merupakan kegiatan pengiriman pesan dan informasi ilmu pengetahuan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Oleh sebab itu percakapan tidak lepas dari syarat kepatutan (appropriateness); atau berkaitan dengan norma, yaitu tentang kepatutan dalam tindak tutur.


Pengguna bahasa dalam kegiatan pendidkan dan pengajaran tidak terlepas dari kesantunan. Dengan kata lain, aktivitas berbahasa senantiasa dipengaruhi oleh komponen kebahasaan sebagai konteks percakapan. Artinya norma-norma kesantunan berlaku dalam kegiatan proses belajar mengajar. Berkomunikasi secara santun memiliki kesamaan asasi karena pengajar dan peserta didik memiliki daya pikir dan rasa yang pada gilirannya dipresentasikan dalam komunikasi. Hal itu terjadi karena kedua belah pihak ingin dihargai dan dihormati. Tuturan imperatif dapat berkisar antara suruhan keras atau kasar sampai dengan permohonan yang sangat halus atau santun. Tuturan tersebut dapat pula berkisar atau suruhan untuk melakukan sesuatu sampai dengan larangan untuk melakukan sesuatu.


3. Mendapatkan Efek


Tujuan utama pengajar dalam menyampaikan pesan dan informasi dalam proses belajar mengajar ialah untuk mengetahui bagaimana pesan dan informasi yang disampaikan dapat dipahami dan di mengerti peserta didik dan mendapat efek. Terhadap isi pesana (message content) atau informasi yang dikirimkan, pengajar ingin punya kemajuan untuk meramalkan efek apa yang akan timbul pada pihak peserta didik. Hal tersebut biasa disebut “the condition or succes in communication” atau kondisi suksesnya komunikasi, yakni kondisi-kondisi yang harus dipenuhi jika menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang dikehendaki. Syaratnya sebagai berikut :


a. Pesan atau informasi harus direncanakan dan disampaikan dengan baik, sehingga dapat menarik perhatian peserta didik.

b. Pesan atau informasi harus menggunakan tanda-tanda yang tertuju kepada pengalaman yang sama antara pengajar dan peserta didik, sehingga sama-sama dapat mengerti.

c. Pesan atau informasi harus membangkitkan kebutuhan peserta didik dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan itu.

d. Pesan atau informasi harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi, yang layak bagi situasi peserta didik dimana sasaran berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.


Proses komunikasi sangat berkaitan dengan bagaimana komunikasi itu berlangsung yang diawali: siapa, menyampaikan apa, dengan cara apa, atau melalui apa, kepada siapa dan berakibat apa. Dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran, proses komunikasi adalah proses penyampaian pesan dan atau informasi ilmu pengetahuan dari pengajar sebagai sumber kepada peserta didik sebagai penerima pesan. Iklim komunikasi dalam pendidikan dan pembelajaran sangat penting karena mempengaruhi peserta didik sebagai objek dan subjek pendidikan.


Dalam kegiatan-aktifitas pembelajaran, permasalahan biasanya berawal dari peserta didik yang kurang paham terhadap materi yang disampaikan dosen. Mengapa mereka kurang paham? Apakah materinya terlalu sulit? Ataukah cara penyampaian dosen yang kurang pas? Jika materinya sulit ditambah dosenya galak, killer, dan jarang tersenyum akan membuat peserta didik semakin enggan untuk mengikuti pelajaran dan membuat peserta didik ill feel terhadap dosen.


Dalam pembelajaran, ilmu dan pengetahuan yang diajarkan sama pentingnya dengan cara memberikan pelajaran itu sendiri. Sebaik apapun ilmu pengetahuan yang akan diajarkan, jika cara menyampaikannya tidak menarik, maka semua akan sia-sia. Cara menyampaikan pelajaran adalah cara pengajar (dosen) berkomunikasi dengan peserta didiknya.


Keterampilan interpersonal dan komunikasi dalam mempresentasikan materi pelajaran di kelas sangat menentukan suksesnya proses pembelajaran. Seorang pengajar harus menyadari betapa pentingnya keterampilan komunikasi dalam proses pembelajaran seperti halnya menyadari bahwa peserta didik itu memiliki berbagai tingkat kekuatan dan kelemahan. Melalui keterampilan komunikasi pengajar dapat memperkenalkan solusi kreatif dan efektif untuk masalah-masalah peserta didik.


Menjadi pengajar yang komunikatif dan kreatif itu tidak mudah. Butuh perjuangan, pengorbanan, penghayatan, dan keikhlasan hati. Selain itu juga dibutuhkan kiat-kiat khusus untuk membangun komunikasi yang baik dan efektif. Mata pelajaran yang sulit jika disampaikan dengan baik, sistematis, dan komunikatif akan mudah dipahami peserta didik.


Beberapa kiat cerdas berkomunikasi yang bisa dilakukan oleh pengajar untuk membuat peserta didik merasa nyaman dalam mengikuti pelajaran.yaitu :


Pertama, pada awal-awal pembelajaran pengajar membuat kontrak belajar (learning contrack) dengan peserta didik. Isi kontrak belajar sederhana, yakni harapan mereka terhadap materi pelajaran dan terhadap pengajar, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta komitmen mereka selama mengikuti pelajaran. Tujuannya adalah untuk membangun jembatan ketulusan dengan peserta didik dan saling terbuka.


Kedua, menggunakan bahasa motivasi. Bahasa motivasi bisa berupa respon positif. Respon pengajar terhadap perkembangan peserta didiknya merupakan hal yang teramat penting. Pengajar harus bisa memberikan respon positif terhadap peserta didiknya dan hasil karya peserta didik. Misalnya dengan menggunakan kata-kata pujian “kamu memang pandai”, “luar biasa’, “top”, “bagus”, “sip”, “keren”atau dengan kata-kata “kamu pasti bisa”. Dengan respon positif akan tumbuh antusiasme dan ketertarikan peserta didik akan materi tersebut. Ini penting untuk menghapus rasa takut terhadap mata pelajaran tertentu yang dianggap sulit.


Ketiga menggunakan bahasa tubuh (body language) yang efektif. Kepribadian seseorang bisa dilihat dari bahasa tubuhnya. Bahasa tubuh yang baik menunjukkan orang tersebut memiliki kecakapan, daya tarik, dan suasana hati yang positif. Bahasa tubuh dapat menunjukkan ekspresi diri. Bagi pengajar ini penting untuk menunjukkan ekspresinya kepada peserta didiknya. Gerakan jari jempol di atas memberi kesan memuji sebaliknya jari jempol ke bawah terkesan merendahkan, sorot mata yang tajam menunjukkan ketidaksukaan, anggukan kepala tanda setuju, dan tepukan di bahu memberi kesan menguatkan. Dengan bahasa tubuh peserta didik dapat menilai kepribadian pengajar karena bahasa tubuhlah yang pertama diamati anak didik.


Keempat menggunakan humor. Pengajar yang memiliki selera humor (sense of humor) yang baik dapat menghangatkan suasana sehingga suasana perkuliahan menjadi terasa lebih hidup. Selain itu humor bisa menjaga kesehatan fisik dan mental pengajar karena dapat menghilangkan stres. Pengajar yang humoris lebih disukai peserta didik karena mereka merasa senang dan rileks.


Dalam kaitannya dengan pelajaran, pengajar yang komunikatif menggunakan humor untuk menjalin relasi sosial karena akan lebih mudah berkomunikasi dengan para peserta didik. Suatu kepuasan tersendiri bagi pengajar apabila bisa membuat peserta didik tersenyum dan tertawa sehingga tidak tegang dalam menerima pelajaran.



Penutup


Komunikasi bisa dilakukan dengan banyak cara yang pada akhirnya akan terbangun jaringan hubungan yang baik, saling menguntungkan dan menguatkan. Yang perlu digaris bawahi bahwa tidak ada satu pun metode pembelajaran yang efektif jika tidak ada komunikasi yang baik antara pengajar dan peserta didik.


Dosen harus terampil berkomunikasi, dengan demikian akan mampu pula memberikan bimbingan pada peserta didik melalui proses pembelajaran baik melalui kegiatan akademik dan non akademik sehingga mereka menjadi generasi muda yang berilmu, berkualitas, berkemajuan, dan memberi manfaat bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, negara, dan agama.


Perubahan adalah sebuah keniscayaan, dan daya kreativitas adalah cara untuk menyiasati, mengelola dan mengarahkan perubahan yang eksponensial ke arah yang lebih beradab, berbudaya, dan berkemajuan. Dengan kata lain; kegagalan sebuah proses transformasi ilmu pengetahuan dan “nilai” terletak pada tidak efektifnya komunikasi (mis-communication) yang dipraktekkan dalam proses belajar mengajar tersebut. Komunikasi yang cerdas harus terus diamalkan secara berkesinambungan.


Referensi


Buku

Ardana, K., mujiati., & Ayusari A.G. Perilaku keorganisasian. Yogyakarta : garah Ilmu, 2008.

Denis, Mc Quail 1996, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Jakarta:Erlangga.

Dori Wuwur, Hendikus 1990, Retorika, Jogjakarta, Kanisius.

Didats Triyadi, Komunikasi, Keterbukaan dan Kejujuran dalam sebuah hubungan, dalam Emory, A. Griffin 2003, A First Look at Communication Theory, 5th edition, New York, McGraw-Hill.

Effendy, Onong U 1994, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Rosdakarya, Bandung.

Hakim, Heri Abi Burachman. “Keterampilan Komunikasi : Kunci Sukses Seorang Pustakawan,” Siter : Saluran Informasi Tercetak., Vol. 1, No. 1, Septeber 2013, hlm. 34-46.

Heri Abi Burachman Hakim. Keterampilan Komunikasi : Kunci Sukses seorang Pustakawan., dalam Jurnal Siter : Saluran Informasi Tercetak. Vol. 1, No. 1, September 2013., hlm. 34-47.

Littlejohn, Stephen W 1999, Theories of Human Communication, 6th Ed.,Belmont CA, Wadsworth Publishing.

Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Rosda.

Onong Uchjana Efendi. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006).

Onong, U-Efendy. Komunikasi dan Modernisasi. Bandung : Alumni, 1973.

Price, C. (2009). Why Don’t My Students Think I’m Groovy? The Teaching Professor, 23 (1), 7.

Price, C. Five Strategies to Engage Today’s Students. Magna Online Seminar. 1 Nov. 2011.

Pace, R.W., & Faules, D.F. Komunikasi Organisasi, Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan, (Alih Bahasa deddy Mulyana). Bandung : Remaja Rosda karya, 2006.

Ruben, Brent D,Stewart, Lea P, 2005, Communication and Human Behaviour,USA:Alyn and Bacon

Sendjaja,Sasa Djuarsa,1994,Pengantar Komunikasi,Jakarta:Universitas Terbuka.

Price, C. (2009). Why Don’t My Students Think I’m Groovy? The Teaching Professor, 23 (1), 7.

Price, C. Five Strategies to Engage Today’s Students. Magna Online Seminar. 1 Nov. 2011.


Internet

http://didats.net/page/komunikasi-keterbukaan-dan-kejujuran-dalam-sebuah-hubungan/ Diunduh, 2 Januari 2021.

https://ekonomi.kompas.com/read/2016/11/07/080000926/4.cara.bangkitkan.potensi.generasi.millenial Diunduh, 2 Januari 2021.

https://news.okezone.com/read/2016/06/17/65/1418076/begini-cara-dosen-ngajar-generasi-millenial. Diunduh, 5 Januari 2021.

http://arryrahmawan.net/bagaimana-cara-mengajar-ke-generasi-milenial/

https://edukasi.kompas.com/read/2017/05/17/20084651/butuh.trik.untuk.mengajar.generasi.milenial. Diunduh, 2 Januari 2021.

https://www.radioidola.com/2018/memasuki-revolusi-industri-4-0-bagaimana-mestinya-sistem-pendidikan-kita-agar-tak-hanya-menanamkan-knowing-tetapi-being/ Diunduh, 2 Januari 2021.

https://edukasi.kompas.com/read/2018/05/04/10082581/bagaimana-perguruan-tinggi-di-indonesia-menjawab-tantangan-global. Diunduh, 5 Januari 2021.

https://www.dictio.id/t/apa-saja-prinsip-prinsip-komunikasi/116245

http://sevima.com/mahasiswa-milenial-karakter-yang-harus-diketahui-pihak-perguruan-tinggi/ Diunduh, 5 Januari 2021.

https://www.lpmhujancrew.com/siapa-mahasiswa-millennial-itu/ Diunduh, 3 Januari 2021.

332 views0 comments

Commentaires


bottom of page