Manusia Pembelajar Pemilik Masa Depan
- Yusrin Ahmad Tosepu
- Oct 4, 2021
- 4 min read
Manusia “Hidup Untuk Belajar”

Menurut pandangan humanistik bahwa manusia itu rasional dan dapat menentukan nasibnya sendiri dan memiliki dorongan-dorongan dari dalam dirinya untuk mengarahkan dirinya mencapai tujuan yang positif.
Selain adanya dorongan-dorongan tersebut, manusia dalam hidupnya juga digerakkan oleh rasa tanggung jawab sosial dan keinginan mendapatkan sesuatu. Hal ini membuat manusia itu terus berubah dan berkembang untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih sempurna.
Hakikatnya manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Allah swt. Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai makhluk di muka dumi ini.Manusia tidak pernah berhenti berpikir, kecuali dalam keadaan tidur atau sedang berada dalam situasi diluar kesadaran.
Setiap Manusia memiliki hasrat dan tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuannya dengan di dukung oleh pengetahuan dan kesadaran. Perbedaan manusia dengan makhluk lainnya terletak pada dimensi pengetahuan, kesadaran, dan tingkat tujuan. Di sinilah letak kelebihan dan keunggulan manusia yang di banding dengan makhluk lain. Inilah pentingnya manusia hidup untuk belajar bukan belajar untuk hidup.
Esensi manusia hidup untuk belajar adalah manusia mampu mengeluarkan potensi dirinya dan membuat dirinya nyata ( bermanfaat ) bagi sesamanya. Manusia senantiasa akan tumbuh dan berkembang, sehingga memandang hidup ini sebagai kesempatan untuk terus belajar.
Manusia “hidup untuk belajar” adalah paradigma yang menekankan pada pembelajar seumur hidup ( Life long learner ), yaitu bagaimana manusia itu dapat menilai dengan cara pandangnya tersendiri melihat dunia, memahami, serta mentafsirkan peristiwa-peristiwa yang dialami.
Manusia tidak hanya melihat dunia sebagaimana realitas yang sebenarnya. Tetapi melihatnya dengan realitas kacamatanya sendiri. Lebih luasnya adalah sikap yang seharusnya diambil oleh manusia itu sendiri atas apa yang dirasakannya.
Paradigma “hidup untuk belajar” adalah sebuah pandangan yang dilakukan secara sadar dan proaktif. Dengan mengikuti pembelajaran, memperluas wawasan, belajar dari pengalaman masa lalu, banyak membaca, bergaul dengan orang-orang dari berbagai latar belakang, berusaha mengenali visi dan misi hidup pribadi,melakukan pendekatan secara spiritual,dan berbagi waktu dengan alam ( inti semua itu adalah meningkatkan kapasitas diri dengan ilmu).
Dalam prosesnya, paradigma “hidup untuk belajar” memang tidak semudah yang dibayangkan serta diucapkan bahkan dituliskan sekalipun, yang jelas untuk melalui prosesnya manusia harus memiliki semangat sebagai seorang pembelajar sejati. Artinya, ada berbagai masalah yang akan dihadapi secara kompleks, namun tidak serta merta masalah yang dihadapi berlarut. Hal ini di ibaratkan sebuah kalimat pantun, “berakit-rakit ke hulu berenang ketepian, bersakit-sakit dahulu bersenang kemudian”.
Semakin manusia terus berusaha belajar, semakin banyak ketidaktahuan yang ia rasakan dan semakin banyak pula yang ia diketahui. Hal inilah yang membuat seseorang merasa bahwa semakin banyak ia mereguk ilmu dari proses belajar, akan semakin haus yang ia rasakan, disinilah terletak hakikat manusia hidup untuk belajar.
Jadi, intinya manusia “hidup untuk belajar” adalah paradigma tentang pentingnya manusia belajar untuk meningkatkan kualitas kemanusiaannya. Maka tugas pertama manusia dalam proses menjadi dirinya yang sebenarnya adalah menerima tanggung jawab untuk menjadi pembelajar.
Hakikatnya manusia pembelajar adalah manusia yang berkeinginan dan berusaha untuk selalu menambah dan memperluas wawasan pengetahuan dan pengalaman serta mengambil hikmah dan menjadikan pelajaran atas setiap kejadian
Menjadi Manusia Pembelajar
Manusia merupakan makhluk individu dan social yang memiliki tanggung jawab dan amanah dalam menjalankan segala kehidupan didunia, meliputi berbagai aspek bidang kehidupan. Maka manusia itu sendiri harus berusaha untuk mampu mengembangkan potensi dirinya.
Hakikat manusia sebagai pembelajar harus dipahami bahwasannya manusia harus bersedia menerima tanggung jawab untuk melakukan dua hal penting dalam kehidupannya yaitu, berusaha mengenali hakikat dirinya, potensi, dan bakatnya dan berusaha untuk mengaktualisasikan diri dari segenap potensinya.
Kebiasaan manusia pembelajar senantiasa melakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan otak, juga melakukan upaya-upaya untuk menghindari kebiasaan yang bersifat negative. Oleh karena itu untuk menjadi manusia pembelajar memiliki 2 (dua) konsep yang terdiri atas konsep karakter dan konsep belajar.
Secara garis besar karakter terbentuk oleh tiga dimensi: perasaan moral, pengetahuan moral, dan tindakan moral. Perasaan moral antara lain adalah kemampuan merasa bersalah jika melakukan perbuatan tidak/kurang bermoral dan merasa berbahagia jika dapat melakukan perbuatan baik.
Pengetahuan moral antara lain kemampuan literasi moral dan berargumentasi moral. Dan, tindakan moral terdiri atas: kompetensi, kemauan, dan kebiasaan. Pengetahuan moral dan perasaan moral merupakan faktor-faktor pendukung bagi tindakan moral.
Sedangkan konsep belajar terdiri atas dua golongan: (1) menguasai Iptek yang ada dan (2) penciptaan Iptek baru. Terdapat kecenderungan bahwa belajar utamanya adalah penguasaan Iptek yang ada.
Konsep karakter dan belajar tersebut diatas, harus memiliki 5 aspek diantaranya :
Rasa ingin tahu-keinginan mengemansipasi. Adanya rasa ingin tahu alami pada setiap orang. Ia adalah bagian tak-terpisahkan dari manusia ketika ia menghadapi sesuatu yang asing, baru, tantangan, ancaman, kesenjangan, dan masalah.
Kompetensi belajar. Kompetensi belajar adalah kompetensi mem-problematisasi kehidupan, apapun yang dihadapi dalam rangka mempelajarinya. Problematisasi dilakukan dalam rangka pencarian pengetahuan, kehidupan yang lebih baik. Problematisasi yang berhasil dilakukan oleh orang yang perkembangannya sudah berada pada tahapan kesadaran kritis.
Kemandirian. Ketika orang menjadi semakin relatif kompeten dalam belajar, dalam menerapkan proses belajar metakognisi, maka ia menjadi pribadi yang mandiri. Ia menjadi terbebaskan dari kebergantungannya secara buruk kepada pihak lain, ia menjadi pribadi bebas. Ia menjadi paham bertindak sebagai seorang profesional.
Kemauan. Kemauan harus ditumbuhkan sendiri. Tanpa kemauan kuat kompetensi-karakter pembelajar tidak akan tumbuh. Pihak luar peranannya adalah fasilitasi, membangun lingkungan sosiobudaya yang kondusif untuk kuatnya kemauan.
Kebiasaan. Kebiasaan adalah produk dari pembiasaan. Apa yang dibiasakan adalah empat subdimensi karakter yang dideskripsikan di atas. Kebiasaan merupakan keberulangan atau kecenderungan kuat empat subdimensi karakter yang dikembangkan.
Menjadi manusia pembelajar harus memiliki rasa keingintahuan yang besar untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya agar menjadi lebih baik. Disamping itu, kemauan harus tumbuh tanpa adanya keterpaksaan oleh siapapun artinya Kemampuan ini harus murni dari dalam diri. Tanpa adanya kemauan yang kuat tidak mungkin kompetensi karakter pembelajar akan tumbuh dengan baik.
Manusia pembelajar adalah manusia yang mampu mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi diri, pengetahuan, kreativitas dalam kehidupannya.
Tentu untuk menjadi manusia pembelajar tidak akan menjadi sebuah karakter yang utuh apabila tidak ada pembiasaan. Pembiasaan harus benar-benar diaplikasikan dan dilaksanakan dengan berulang-ulang sehingga pada akhirnya ini akan menjadi membudaya dan menjadi sebuah kebiasaan.
SemogaBermanfaat!
Comments