top of page
Writer's pictureYusrin Ahmad Tosepu

Membangun SMK Unggul Multi Fungsi

"Untuk menciptakan masa depan, kita mulai dari sekarang."

PENGANTAR


Era Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan persaingan dalam teknologi, manajemen, dan sumberdaya manusia (SDM). Untuk memenuhi hal tersebut diperlukan penguasaan teknologi agar dapat meningkatkan nilai tambah, dan mutu pengembangan Keunggulan manajemen akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi. Sedangkan keunggulan SDM akan menentukan kelangsungan hidup, perkembangan, dan pemenangan persaingan pada era global ini.


Dunia pendidikan memberikan sumbangan yang sangat besar bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Smith (1776) seorang tokoh ekonomi klasik ternama, dalam bukunya An Iquiry into The Nature and Causes The Wealth of Nations, mengungkapkan bahwa pendidikan membawa keuntungan bagi individu dan masyarakat. Tanpa pendidikan yang cukup, maka orang akan terhambat untuk berperan dalam sistem pembagian kerja (division of labor). Dengan adanya pembagian kerja inilah faktor produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan. Itulah sebabnya setiapnegara memiliki sistem pendidikan yang memang dirancang untuk menciptakan keunggulan sumber daya manusia (SDM).


Tujuan penting diselenggarakan pendidikan secara luas menurut Finch and Crunkliton (1989), yaitu : (a) pendidikan untuk hidup, (b) pendidikan untuk mencari penghidupan Dimensi pendidikan vocational menurut Finch & Mc Gough (1982), meliputi :(1) Dimensi manusia (human), meliputi hubungan manusiawi, kreativitas, komitment(tanggung jawab), fleksibilitas, dan orientasi jauh kedepan.(2) Dimensi tugas (task) meliputi perencanaan, pengembangan, manajemen, dan penilaian. (3) Dimensi lingkungan (environment) meliputi sekolah, masyarakat, dan penyediaan tenaga kerja.


Konsep implementasi pendidikan kekinian sebagai konsep yang dinamis, memerlukan usaha untuk mencarai apa yang akan dan dapat menunjukkan keanekaragaman proses pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun, permasalahan di dunia pendidikan kejuruan (SMK) yang muncul saat ini berkaitan dengan proporsi, kewenangan, interes kepentingan, kualitas luaran/SDM, fasilitas pendukung, sarana parasarana, tuntutan kompetensi dan pengaruh lain diluar masalah pendidikan.


Pendidikan menengah kejuruan memiliki peran besar dalam merencanakan dan menciptakan SDM tingkat menengah yang profesional dan produktif. Tujuan penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa, untuk menyiapkan mereka sebagai tenaga kerja tingkat menengah yang terampil, terdidik, dan profesional, serta mampu mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks).


Tiap wilayah di Indonesia sesungguhnya memiliki berbagai karakteristik potensi, misalnya: kelautan, perikanan, pertanian, kehutanan, pertambangan, perdagangan, dan lain sebagainya. Potensi ini sebenarnya dapat menjadi basis pengembangan kesejahteraan masyarakat. Dengan pendekatan ini akan terbentuk suatu keahlian yang khusus, unik dan berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Jika selama ini pemerintah masih sibuk menghabiskan anggaran untuk membangun infra struktur, misalnya gedung, sekolah dan perlengkapannya atau mengundang investor membangun industri di daerah, maka sudah saatnya investasi kita arahkan untuk pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).


Tanpa kompetensi, tanpa adanya “link and match” antara pendidikan, dunia kerja dan dunia industri, maka segala peralatan, gedung dan investasi menjadi sia-sia. .Berapa banyak gedung Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan segala peralatannya yang canggih tidak berfungsi dengan baik, karena tidak ada tenaga ahli yang dapat menjalankannya. Sudah saatnya pendidikan bekerjasama dengan seluruh pemangku kepentingan pendidikan dan dunia kerja untuk membangun kompetensi unggulan.


Presiden Joko Widodo (Jokowi) seringkali berpesan agar pemerintah fokus menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas sehingga Indonesia bisa melakukan lompatan kemajuan dan mengejar ketertinggalan dengan negara-negara lain. Menurut prediksi, pada tahun 2040 Indonesia akan memiliki 195 juta penduduk usia produktif; dan 60 persen penduduk usia muda di tahun 2045 yang harus dikelola dengan baik agar menjadi bonus demografi demi terwujudnya Indonesia Emas pada 100 tahun kemerdekaan.


Indonesia harus mampu membalikkan piramida kualifikasi tenaga kerja yang saat ini mayoritas masih berpendidikan SD dan SMP menjadi sebuah tenaga kerja yang terdidik dan terampil. Tenaga kerja yang berdaya saing dan terampil salah satu di antaranya dilahirkan dari pendidikan dan pelatihan vokasi yang bermutu dan relevan dengan tuntutan dunia usaha dan industri (DUDI) yang terus menerus berkembang.


Namun, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, proporsi pengangguran terbesar adalah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar 9,84 persen. Melihat kondisi tersebut, pemerintah harus melakukan reorientasi pendidikan dan pelatihan pendidikan vokasi ke arah demand driven. Melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016, perlunya revitalisasi SMK untuk meningkatkan kualitas SDM. Inpres tersebut menugaskan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk membuat peta jalan pengembangan SMK; menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan kompetensi sesuai pengguna lulusan (link and match).


Selain itu, Kemendikbud bertugas untuk dapat meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan SMK; meningkatkan kerjasama dengan kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah, dunia usaha dan dunia industri; serta meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK; dan membentuk kelompok kerja pengembangan SMK.


Kunci Revitalisasi SMK adalah Kesesuaian dan Keterkaitan dengan dunia kerja dan dunia industri (DUDI). Program Revitalisasi SMK meliputi pengembangan dan penyelarasan kurikulum dengan DUDI; inovasi pembelajaran yang mendorong keterampilan abad 21; pemenuhan dan peningkatan profesionalitas guru dan tenaga kependidikan; standarisasi sarana dan srasarana utama; pemutakhiran program kerja sama industri; pengelolaan dan penataan lembaga; serta peningkatan akses sertifikasi kompetensi.


Perbaikan dan penyelerasan kurikulum SMK akan memantapkan model kesesuaian dan keterkaitan (link and match) dengan DUDI. Kurikulum dirancang dengan berorientasi pada penggabungan antara instruction dan construction sehingga pendekatan utama dalam membentuk tahapan pembelajaran yang mengacu pada fase pembelajaran di sekolah ataupun praktik di industri dan berorientasi pada hasil proses pembelajaran yang diinginkan. Perluasan teaching factory di SMK dirancang agar mendorong inovasi dan produktivitas.“Dengan teaching factory, siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai skill atau kemampuan teknis, tetapi juga sampai pada konsep pengembangan usaha.


Saat ini pemerintah melakukan penyelarasan kurikulum SMK yang mencakup pengembangan SMK 4 tahun yang memiliki nama kompetensi dan standar kompetensi lulusan (SKL) yang berbeda dengan SMK 3 tahun. Adapun penyediaan pendidik kejuruan yang kompeten ditempuh melalui program sertifikasi keahlian ganda. Selain itu, pemerintah mendorong program magang industri untuk guru produktif, serta meningkatkan kemampuan guru dalam penguasaan TIK untuk menunjang proses belajar mengajar.


Peningkatan kebekerjaan lulusan SMK akan didorong melalui pemberian sertifikasi kompetensi lulusan yang ditempuh melalui pengembangan SMK menjadi Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Satu (LSP-P1). Pembentukan LSP-P1 difokuskan pada sekolah yang memiliki peserta didik >600. Saat ini SMK yang memiliki peserta didik >600 ada sekitar 4.000 SMK yang memiliki 90 persen total jumlah peserta didik SMK.


Sinergi antar pemangku kepentingan mutlak diperlukan untuk mewujudkan kualitas SDM yang produktif dan berdaya saing melalui pendidikan kejuruan dengan industri sebagai penghelanya. Pelaksanaan revitalisasi SMK, Kemendikbud bekerjasama dengan berbagai sektor, baik di pemerintahan, dunia usaha dan industri, serta lembaga non pemerintah dalam dan luar negeri. Selain Kemendikbud, Inpres nomor 9 tahun 2016 juga menugaskan Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan; Kementerian Kelautan dan Perikanan; Kementerian Perhubungan; Kementerian Badan Usaha Milik Negara; Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; serta Kementerian Kesehatan.


PEMBAHASAN


Kata unggul biasanya menunjuk pada kualitas, dan bukan kuantitas. Munculnya istilah SMK unggulan tersebut menggambarkan betapa besarnya keinginan masyarakat memiliki pendidikan yang berkualitas. Masyarakat telah percaya bahwa kehidupan yang semakin modern dan tantangannya yang semakin besar, generasi ke depan harus dibekali dengan pengetahuan, wawasan, dan ketrampilan yang bersifat lebih dan unggul. Manakala kemampuan siswa hanya biasa-biasa saja, dikhawatirkan mereka tidak akan mampu menghadapi persaingan dan tantangan yang semakin berat.


Munculnya semangat untuk membangun dan mengembangkan SMK unggul seharusnya diapresiasi setinggi-tingginya. Semangat tersebut telah menunjukkan bahwa telah tumbuh kesadaran masyarakat dalam membangun lembaga pendidikan tidak boleh asal-asalan atau seadanya. Selain itu juga telah tumbuh kesadaran bahwa di dalam memilih lembaga pendidikan untuk anaknya, masyarakat sudah memilih yang bermutu atau disebut unggul.


Persoalannya adalah apa sebenarnya yang dimaksud dengan SMK unggul. Aspek apa yang seharusnya dipenuhi, bagaimana membangunnya. Aspek apa yang seharusnya tidak boleh dilupakan dalam membangun lembaga pendidikan unggul. Dan tentu masih banyak lagi pertanyaan lain yang harus dijawab. Menjawabnya, tentu juga tidak mudah.


Tentang apa yang dimaksud dengan istilah unggul, tentu masih berada pada persepsi yang berbeda-beda. Bisa saja yang dimaksud unggul baru dilihat pada aspek bangunan gedung dan lingkungannya. Sementara yang lain menyebut unggul manakala ada aspek tertentu yang dianggap menarik.


Misalnya tentang program pendidikannya, metode dan strategi pembelajarannya, gurunya, lulusannya berhasil diserap dunia kerja dan industri, diterima oleh jenjang lembaga pendidikan di atasnya yang terkenal, dan lain-lain. Hal demikian itu tidak perlu dipermassalahkan. Yang terpenting di tengah masyarakat sudah ada kesadaran tentang betapa pentingnya kualitas, mutu, dan unggul dimaksud.


Kondisi SMK Saat Ini


SMK sebagai penyelenggaran program pendidikan menengah kejuruan saat ini menghadapi permasalahan rendahnya tingkat serapan llusan di dunia kerja yang bersumber dari adaanya kesenjangan antara kompetensi lulusan dengan kebutuhan dunia kerja dan industri, serta faktor perubahan lingkungan pendidikan SMK serta persaingan dan kekuatan internalnya. Fenomena ini sangat mengganggu, mengancam, menurunkan daya saing dan kesungguhan SMK. Untuk itulah SMK harus melakukan dengan baik dalam perencanaan strategis dan operasional pendidikan dan pembelajaran dalam mengembangkan unggulan SMK.


Maka, permasalahan yang krusial dalam pendidikan kejuruan dari waktu ke waktu adalah tujuan yang akan dicapai dan upaya-upaya untuk mencapainya. Pendidikan kejuruan diharapkan selalu selaras secara simbiosis dengan kebutuhan dunia kerja, namun dalam kenyataannya tidak selalu demikian karena keduanya memiliki dinamika kepentingan yang tidak selalu sama; keduanya juga memiliki sistem yang tidak selalu kompatibel satu dengan lainnya; dan keduanya juga memiliki kultur yang tidak mudah disatukan.


Praktik penyelenggaraan pendidikan SMK saat ini menunjukkan kelemahan-kelemahan sebagai berikut: menyelenggarakan fungsi tunggal, yaitu menyiapkan siswa untuk bekerja, untuk menjadi karyawan, dan kurang menyiapkan untuk menjadi wirausahawan, kurang cepat tanggap terhadap tuntutan-tuntutan pembangunan ekonomi, lemah keselarasannya dengan dunia kerja, dan tidak ada jaminan untuk memperoleh pekerjaan yang layak.


Tekanan-tekanan dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap SMK sangat banyak, tetapi beberapa hal berikut harus segera ditanggapi, yaitu keanekaragaman kebutuhan masyarakat, kemajuan teknologi, dan tuntutan globalisasi. Agar SMK dapat memainkan peran lebih penting dalam pembangunan ekonomi, SMK harus memperluas fungsinya dari fungsi tunggal menjadi SMK unggul yang menyelenggarakan fungsi majemuk yang selaras dengan kemajemukan kebutuhan masyarakat.


Transisi dari SMK fungsi tunggal menjadi SMK fungsi majemuk memerlukan restrukturisasi dalam kebijakan, perencanaan, penganggaran, kelembagaan, dan sumber daya. Oleh karena itu perlunya merumuskan pengembangan SMK unggulan untuk menyelaraskan kebutuhan dunia kerja di era revolusi industri 4.0


Secara umum, tujuan pendidikan SMK saat ini menunjukkan hal-hal sebagai berikut: (1) hanya menyelenggarakan fungsi tunggal yaitu menyiapkan siswanya untuk bekerja pada bidang tertentu sebagai karyawan; (2) lemah dalam menyiapkan siswanya untuk menjadi wirausa-hawan; (3) lambat daya tanggapnya terhadap dinamika tuntutan pembangunan ekonomi; (4) belum optimal keselarasannya dengan dunia kerja; dan (5) belum ada kepastian jaminan terhadap siswanya untuk memperoleh pekerjaan yang layak.


Lima kondisi SMK tersebut diuraikan sebagai berikut.


Pertama, sebagian besar SMK saat ini hanya menyelenggarakan fungsi tunggal, yaitu menyiapkan lulusannya untuk bekerja. Fungsi-fungsi lain yang juga tidak kalah penting belum dilaksanakan secara maksimal, misalnya pelatihan bagi penganggur, pelatihan bagi karyawan perusahaan, pengembangan unit produk-si/teaching factory, industri masuk SMK/teach-ing industry, lembaga sertifikasi profesi (LSP), tempat uji kompetensi (TUK), dan pengembangan bahan pelatihan. Akibatnya, sumber daya SMK terutama guru dan fasilitas sekolah belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga terjadi idle capacity/under utilization.


Kedua, kebanyakan SMK saat ini menyiapkan siswanya hanya untuk bekerja pada bidang keahlian tertentu sebagai pekerja/karyawan/pegawai. Sangat sedikit sekali SMK yang sengaja menyiapkan siswanya untuk menjadi wirausahawan (pengusaha). Padahal, menurut Kementerian Tenaga Kerja (2018), lulusan SMK yang diterima sebagai karyawan di sektor formal hanya 30% dan yang 70% bekerja di sektor informal (usaha mikro/kecil) yang tidak pernah dipersiapkan dengan baik oleh SMK. Oleh karena itu, SMK harus menyiapkan siswanya untuk menjadi karyawan dan wirausahawan/pengusaha.


Ketiga, SMK kurang cepat tanggap terhadap tuntutan-tuntutan pembangunan ekonomi tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional. Potensi ekonomi lokal, kekayaan sumber daya natural dan kultural, dan persaingan regional dan global belum ditanggapi secara cepat, cekat, dan tepat. Jika demikian, peran SMK terhadap pembangunan ekonomi tidak akan optimal.


Keempat, keselarasan antara dunia SMK dan dunia kerja dalam dimensi kuantitas, kualitas, lokasi, dan waktu, belum terorganisir secara formal. Meskipun telah diterbikan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, tetapi wadah formal yang menjembatani dunia SMK dan dunia kerja belum ada.


Kelima, menuntut penyelenggaraan SMK yang mampu menjamin siswanya untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Penjaminan terhadap siswanya untuk memperoleh pekerjaan yang layak merupakan tugas tidak mudah karena melibatkan banyak pihak. Meskipun demikian, upaya-upaya untuk memastikan agar lulusan SMK segera memperoleh pekerjaan merupakan tugas penting SMK, baik melalui pembelajaran yang bermutu tinggi dan relevan dengan kebutuhan dunia kerja maupun melalui program-program bimbingan dan konseling kejuruan yang dirancang dengan baik.


Kondisi tersebut tidak boleh dibiarkan berlangsung terus-menerus karena akan membuat SMK kurang berfungsi maksimal bagi pembangunan ekonomi pada umumnya dan daerah pada khususnya. Keanekaragaman kebutuhan masyarakat menuntut SMK menjalankan fungsi majemuk. Jika fungsi majemuk yang dipilih, maka upaya-upaya yang perlu ditempuh untuk mencapainya harus juga majemuk. Maka perlu terobosan baru yang dirancang untuk hal tersebut.

Pendidikan kejuruan itu adalah pendidikan ekonomi sehingga tiga pertanyaan berikut harus dijawab dengan tepat, yaitu what to produce, how to produce, and for whom. Oleh karena itu, SMK harus pro-penciptaan lapangan kerja, pro-kegiatan ekonomi, pro-pertumbuhan ekonomi, pro-pemerataan ekonomi, dan pro-kesejahteraan (pro-job, pro-activity, pro-growth, pro-distri-bution, dan pro-prosperity).


SMK diharapkan memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk memenuhi keanekaragaman kebutuhan masyarakat, khususnya dunia kerja dan dunia industri; kemajuan teknologi dan tuntutan globalisasi yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (UU 17/2007) menetapkan bahwa visi Indonesia tahun 2025 adalah: “Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur.” Lebih jauh lagi, UU 17/2007 juga mencanangkan idaman-idaman kemajuan pada tahun 2045 sebagai berikut, yaitu: “Mengangkat Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 12 besar dunia pada tahun 2025 dan 8 besar dunia pada tahun 2045 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif dan berkelanjutan.”


Pendidikan merupakan salah satu sektor pembangunan nasional, maka tahapan-tahapan pembangunan tersebut harus digunakan sebagai acuan bagi pembangunan pendidikan. Berdasarkan empat tahapan pembangunan nasional 2005-2025, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah rencana induk pembangunan pendidikan nasional yang disebut Cetak Biru Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif 2025.


Cetak Biru inilah yang digunakan oleh Kemdikbud sebagai acuan penyusunan 4 tahapan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) bidang pendidikan sebagai berikut: 2015-2020 adalah peningkatan daya saing regional; dan 2020-2024 adalah peningkatan daya saing internasional. Untuk mewujudkan idaman RPJMN 2015-2020 dan dan RPJMN 2020-2024, Kemdikbud harus meningkatkan mutu satuan-satuan pendidikan agar berdaya saing regional dan internasional. Pengembangan SMK unggul dirancang untuk kepentingan tersebut.


Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menyusun Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) untuk periode tahun 2011-2025 dengan menempuh tiga (3) strategi utama. Pertama, pengembangan potensi ekonomi daerah melalui 6 (enam) koridor ekonomi yang meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-Maluku. Pemetaan 6 koridor ekonomi tersebut dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan jenis, lokasi, jumlah, kualitas, dan waktu pengembangan SMK unggul.


Kedua, pengembangan konektivitas intra dan inter koridor dalam sekala nasional dan internasional merupakan strategi utama ke 2 dalam rangka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inklusif, dan merata dengan slogan “locally integrated and globally connected”.


MP3EI telah merumuskan 3 elemen utama pengembangan konektivitas, yaitu: (1) menghubungkan pusat-pusat partumbuhan utama untuk memaksimalkan partum-buhan berdasarkan keterpaduan; (2) memper-luas pertumbuhan dengan menghubungkan daerah tertinggal dengan pusat pertumbuhan melalui inter-modal supply chain systems; dan (3) menghubungkan daerah terpencil dengan infrastruktur dan pelayanan dasar dalam menyebarkan manfaat pembangunan secara luas.


Ketiga, peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan serta teknologi di dalam koridor. Strategi utama nomor (3) menyatakan bahwa untuk mendukung ketercapaian MP3EI diperlukan program pendidikan akademik, program pendidikan vokasi, program pendidikan profesi, pengembangan SMK, pengembangan pelatihan kerja, dan pengembangan lembaga sertifikasi profesi. Demi efisiensi, program-program tersebut dapat dipadukan (di-integrasikan) dan sumber daya yang ada dapat digunakan secara bersama antar program-pro-gram tersebut (resource sharing).


Untuk mendukung pembangunan ekonomi masa depan Indonesia, MP3EI menyarankan agar setiap kabupaten/kota dikembangkan se-kurang-kurangnya 1 community college yang selaras dengan potensi ekonomi daerah yang bersangkutan. Karena jumlah kabupaten/kota di Indonesia kurang lebih 500, maka sekurang-kurangnya harus dibangun 500 community colleges di seluruh tanah air. Kalau pengembangan community college saja sekitar 500, tentu saja pengembangan SMK akan jauh lebih banyak jumlahnya.


Hal ini dapat dilakukan melalui pengembangan SMK unggul, yaitu SMK yang dikembangkan dari fungsi tunggal (menyiapkan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja pada bidang tertentu) menjadi SMK yang menyelenggarakan multi-fungsi (fungsi majemuk) atas dasar prinsip-prinsip kemanfaatan, keterpaduan, resource integration, resource sharing, dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi secara maksimal.


Keanekaragaman jenis masyarakat yang tentu saja kebutuhannya juga beranekaragam. Ada kelompok penganggur yang ingin bekerja, ada kelompok karyawan perusahaan yang ingin meningkatkan keterampilannya, ada kelompok satuan pendidikan dan lembaga pelatihan kejuruan yang membutuhkan bahan pelatihan, ada kelompok masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri, dan sebagainya.


Jika SMK ingin berperan besar dalam memajukan masyarakat yang beraneka ragam kebutuhannya, maka SMK harus mampu memberikan pelayanan majemuk terhadap keanekaragaman kebutuhan masyarakat. Tentu saja tidak semua keanekaragaman kebutuhan masyarakat harus dilayani oleh SMK, tetapi harus dipilah dan dipilih sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan yang dimiliki oleh SMK.


Era Revolusi industri 4.0 menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam teknologi, manajemen, kepemimpinan, dan sumberdaya manusia. Keunggulan sumber-daya manusia (SDM) merupakan kunci daya saing karena SDM lah yang akan menentukan siapa yang mampu menjaga kelangsungan hidup, perkembangan, dan kemenangan dalam persaingan global. Sumber daya manusia berkualitas unggul memiliki sifat-sifat kreatif, inovatif, luwes, melek teknologi, terampil, dan memiliki kecerdasan majemuk.


Kemajuan Teknologi yang berkembang saat ini dan dan kebutuhan SDM di dunia kerja merupakan prioritas utama SMK Unggul dalam menyelenggarakan praktek pendidikannya. Teknologi dan kebutuhan SDM di dunia kerja yang saat ini sarat perubahan menuntut SMK memiliki daya adaptasi dan adopsi yang cepat agar mampu menyiapkan siswanya berkemampuan dan berkesanggupan untuk melek teknologi, luwes, terampil menghadapi perubahan teknologi dan tuntutan dunia kerja dan industri. Oleh karena itu, peran majemuk SMK sangat diperlukan untuk melayani keanekaragam kebutuhan masyarakat dan SMK unggul dirancang untuk itu.


Perkembangan teknologi dan tuntutan dunia kerja kekinian, akan membuat SMK melakukan deskilling pendidikan kejuruan disatu sisi dan disisi lain akan menuntut pendidikan kejuruan mengajarkan kemampuan multi-skilling. Juga menyarankan agar perencanaan kurikulum pendidikan kejuruan memberi prioritas pada multi-skilling, flexibility, retrainabi-lity, entrepreneurship, credit transfer, dan continuing education.


SMK dituntut untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap kompetensi lulusannya, kurikulumnya, proses belajar mengajarnya, penilaian prestasi belajarnya, pendidik dan tenaga kependidikannya, sarana dan prasarananya, pendanaannya, dan pengelolaannya. Serta melakukan perubahan fungsinya, dari fungsi tunggal yang hanya menyiapkan siswanya untuk bekerja sebagai karyawan menjadi SMK yang memiliki fungsi majemuk untuk melayani kemajemukan kebutuhan masyarakat. Khusus untuk pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan, SMK harus memiliki kurikulum yang komponen komponennya terdiri atas broad academic base, basic training, specialized training, dan industrial upskilling yang benar-benar mampu menyiapkan siswanya untuk bekerja dan berkembang di tempat kerjanya.


Trilling dan Fadel (2010) menyarankan agar pendidikan pada abad 21 mampu menghasilkan “innovative, inventive, self motivated and self directed, creative problem solvers to confront increasingly complex global problem”. Saran tersebut sebenarnya telah diterapkan oleh di beberapa negara yang telah menyadari sepenuhnya betapa pentingnya memiliki satuan-satuan pendidikan yang cerdas, berkualitas tinggi, dan unggul. Misalnya, Malaysia memiliki Sekolah Bestari/ Smart School, Thailand memiliki World Standard Class, Filipina memiliki SBM Grand un-tuk sekolah umum dan untuk sekolah kejuruan namanya Strengthened Technical and Vocational Education Program/STVEP, Hongkong memiliki Quality School Improvement Project, dan Jepang memiliki Reinbow Plan.


Negara negara tersebut sangat proaktif dalam menyiapkan sumber daya manusia agar berkualitas tinggi dibanding dengan Indonesia yang baru saja memulai mengenalkan sekolah bertaraf modern dan unggul. Jika Indonesia tidak memiliki sekolah-sekolah yang mampu menyiapkan sumber daya manusia berkaliber dunia seperti negara-negara yang disebut sebelumnya, cepat atau lambat sekolah-sekolah Indonesia akan ketinggalan dengan sekolah-sekolah luar negeri. Konsekuensinya, kemampuan daya saing global Indonesia dalam sumber daya manusia akan lemah.


Oleh karena itu, Indonesia harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas tinggi agar kekayaan alam serta berbagai keunggulan lokal harus dikelola oleh bangsa sendiri dan bukan oleh bangsa lain. Menanggapi masalah tersebut, pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Re-publik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif yang isi utamanya mencakup pengembangan industri-industri kreatif sebagai berikut, yaitu: periklan-an, arsitektur, pasar seni dan barang antik, kerajinan, desain, model (fashion), film, video, fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, radio dan televisi, dan riset dan pengembangan.


Tentu saja pengembangan ekonomi kreatif tidak terbatas pada cakupan industri kreatif tersebut, yang lain masih banyak. Oleh karena itu, setiap SMK agar mengembangkan industri kreatif sesuai dengan karakteristik kejuruan masing-masing. Untuk menghadapi tuntutan-tuntutan eksternal sebagaimana disebut sebelumnya, sudah saatnya Indonesia mengembangkan SMK unggul yang menyelenggarakan pendidikan multi-fungsi (fungsi majemuk)


Tentu saja pengembangan SMK unggul harus berangkat dari kondisi dan kebutuhan masyarakat serta kepentingan pemerintah. Pengembangan SMK unggul diarahkan untuk menghasilkan insan cerdas, dan berkeunggulan komparatif dan kompetitif secara regional dan internasional melalui peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas dan relevansi, kesetaraan dan kepastian memperoleh pekerjaan. Dalam penyelenggaraan SMK unggul, upaya peningkatan mutu, relevansi, efektivitas, dan efisiensi harus dilakukan secara optimal dan terus menerus, baik terhadap input, proses, maupun outputnya.


Bagaimana Membangun SMK Unggul?


SMK unggul adalah SMK yang dikembangkan dari SMK yang menyelenggarakan fungsi tunggal yaitu menyiapkan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja pada bidang tertentu menjadi SMK yang menyelenggarakan multifungsi (fungsi majemuk) atas dasar prinsip-prinsip kemanfaatan, keterpaduan program, integrasi sumber daya (manusia, uang, peralatan, bahan, dan sebagainya), resource sharing, dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi secara maksimal.


SMK unggul dituntut untuk menjadi sekolah cerdas (kreatif, inovatif, inisiatif, cepat, tepat, dan cekat) dalam mengembangkan program-programnya, dan memiliki keunggulan-keunggulan dibanding dengan SMK-SMK lain dalam inputnya (kurikulum, guru, fasilitas, dan sebagainya), prosesnya (pembelajaran, manajemen, kepemimpinan, dan sebagainya), dan outputnya (mutu lulusan dan mutu produk-produk lain yang dihasilkan). Satu hal mendasar yang harus dilakukan oleh SMK unggul adalah membangun kerjasama, kolaborasi, dan sinergi dengan dunia kerja dan dunia industri, mulai dari perumusan kompetensi, penyusunan bahan ajar, pelaksanaan kegiatan, hingga sampai evaluasi dan sertifikasi kompetensi.


Program-program di SMK unggul disusun selaras dengan kebutuhan peserta didik dan kemajemukan kebutuhan masyarakat serta dunia kerja dan industri dalam berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik sektor primer, sekunder, tersier maupun kuarter. Oleh karena itu, keselarasan (link & match) antara SMK unggul dan dunia kerja merupakan imperatif, baik dalam dimensi kuantitas (jumlah), kualitas (kompetensi), lokasi (tempat), maupun waktu (kapan).


SMK unggul dapat menyelenggarakan beragam jalur pendidikan, baik formal maupun non-formal, selaras dengan kebutuhan masyarakat lokal, nasional, regional, dan internasional. Oleh karena itu, berbagai alternatif jalur, jenis, dan jenjang pendidikan yang selaras dengan kebutuhan-kebutuhan tersebut harus disediakan melalui program-program yang berpihak kepada kemajemukan kebutuhan masyarakat.


SMK ungguk dituntut untuk mengembangkan program-program berdasarkan keunggulan lokal, berdasarkan karakteristik dan kebutuhan masyarakat yang beragam baik sektor primer (pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan/kelautan, dsb.), sektor sekunder (industri, perusahaan, dsb), sektor tersier/jasa langsung (bank, transportasi, kesehatan, dsb.), maupun sektor kuarter/jasa tidak langsung (konsultan, penasehat, dan sebagainya).


Mengingat pendidikan kekinian tidak bisa steril dari perkembangan global, maka SMK unggul harus terbuka terhadap gesekan-gesekan kemajuan-kemajuan global yang konstruktif. Oleh karenanya, dalam mengadopsi dan mengadaptasi perkembangan global harus dilakukan secara eklektif inkorporatif, dalam arti, menganalisis konteks asing dan kesesuainnya dengan konteks Indonesia.


SMK Unggul Multifungsi


Agar pendidikan kejuruan tetap selaras dengan kebutuhan masyarakat, King & Palmer (2010) berpendapat bahwa abad 21 memerlukan reformasi fungsi pendidikan kejuruan. Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Pembinaan SMK telah melakukan reformasi dengan konsepnya yang disebut Skills Toward 2020 yang intinya bahwa SMK harus bebasis demand driven (berbasis kebutuhan dunia kerja dengan segala variasi jenis-jenisnya).


Skills Toward 2020 mengarahkan pendidikan kejuruan agar menata ulang organisasi dan koordinasinya dengan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan SMK unggul menekankan keselarasannya dengan kebutuhan masyarakat. Itulah sebabnya, pengembangan SMK unggul harus mencakup 13 fungsi majemuk sebagai berikut.


Pertama, SMK unggul dapat berfungsi mengembangkan program-program unggulan mutu lulusannya yang dapat dirujuk oleh SMK-SMK lain di Indonesia. Program-program unggulan yang dimaksud, dalam bahasa ekonomi, adalah what to produce, how to produce, and for whom yang selaras dengan aneka ragam kebutuhan pembangunan ekonomi dan kebutuhan masyarakat melalui enam kelompok kejuruan, yaitu: (1) teknologi dan rekayasa; (2) teknologi informasi dan komunikasi; (3) kesehatan; (4) seni, kerajinan, dan pariwisata; (5) agrobisnis dan teknologi; dan (6) bisnis dan manajemen.


Untuk menghasilkan mutu lulusan yang unggul, SMK unggul harus menunjukkan kehebatan-kehebatan dalam manajemen sekolah yang dibuktikan oleh 8P yaitu: (1) perencanaan yang selaras dengan kebutuhan dunia kerja; (2) pengorganisasian yang mengacu fungsi; (3) pelaksanaan yang efektif dan efisien; (4) pengkoordinasian yang solid; (5) pemantauan dan pengevaluasian yang tepat; (6) pengembangan sekolah yang futuristik; (7) pemasaran yang mampu menarik masyarakat untuk belajar ke SMK dan yang mampu meyakinkan dunia kerja untuk merekrut lulusannya; dan (8) penempatan sekolahnya dalam posisi unggul dibanding SMK-SMK lainnya (school positioning). Oleh karena itu, pemerintah maupun pihak swasta harus bekerjasama dalam membangun dan mengembangkan SMK unggul di Indonesia sebagai bagian tak terpisahkan dari tugas dan fungsi revitalisasi pendidikan SMK.


Kedua, SMK Model dapat mendirikan unit usaha di sekolahnya yang produknya bisa berupa barang dan/atau jasa dan siswanya bekerja di unit usaha ini sebagai karyawan atas bimbingan gurunya. Unit usaha ini dapat berbentuk badan usaha atau koperasi. SMK semacam ini berfungsi sebagai pusat pengembangan unit produksi/teaching factory/industrial based education model. Untuk menjadi teaching factory, SMK harus mampu menyelenggarakan usaha bisnis/perusahaan dan dituntut menjalankan fungsi-fungsi baku perusahaan, yaitu manajemen produksi, manajemen pemasaran, manajemen personalia, manajemen keuangan, manajemen peralatan dan perbekalan, prinsip-prinsip akuntansi, dan inti manajemen (general manager).


SMK semacam ini harus menyelenggarakan pendidikan yang benar-be-nar berbasis dunia kerja (experiential educa-tion/work based learning/hand-on experience) utamanya adalah production based learning (belajar membuat barang jadi yang marketable) yaitu belajar melalui kerja yang sungguhan seperti yang terjadi di dunia kerja bisnis dan bukan belajar yang sifatnya tiruan (artifisial).


Ketiga, SMK dapat berfungsi sebagai teaching industry yaitu SMK bekerja sama de-ngan industri dengan menyediakan tempat bagi industri untuk memproduksi barang sesuai dengan yang diproduksi oleh industri bersangkutan. Guru dan siswa SMK membuat produk atas bimbingan karyawan industri. Dengan cara ini SMK dapat memperoleh transfer of knowledge dan lisensi dari industri untuk memproduk barang dan memasarkannya secara terbatas. SMK-SMK yang telah menjalankan teaching industry misalnya SMK-Kanzen, SMK-Zyrex, dan SMK-Advan.


Keempat, SMK unggul dapat berfungsi sebagai mitra perusahaan dalam pelatihan kerja karyawan perusahaan. Umumnya, Perusahaan-perusahaan selalu mengalokasikan dana untuk meningkatkan dan memutakhirkan keterampilan karyawannya agar lebih produktif. Jika SMk unggul mampu menawarkan program-program pelatihan kerja yang selaras dengan kebutuhan perusahaan, maka banyak perusahaan yang ingin menjadi mitra. Untuk itu, SMK unggul harus benar-benar memiliki program-program yang berhimpitan/sesuai dengan kebutuhan perusahaan.


Kelima, SMK unggul dapat berfungsi sebagai pusat pelatihan kerja bagi siapa saja yang membutuhkannya dan yang dapat untung darinya, terutama para pengganggur/pencari kerja atau mereka yang ingin meningkatkan keterampilannya. Untuk itu, SMK unggul harus memiliki program-program keterampilan jangka pendek (short training) yang bervariasi/beragam sesuai dengan kebutuhan para pencari kerja/penganggur atau siapa saja yang membutuhkannya dalam rangka meningkatkan keterampilan kejuruannya.


Keenam, SMK unggul dapat berfungsi sebagai community college yang menyelenggarakan kursus-kursus pendek keterampilan kejuruan/vokasi dan atau menyelenggarakan Diploma 1, Diploma 2, dan Diploma 3 sebagai transit untuk melanjutkan ke universitas (berfungsi sebagai transfer education, career education, and continuing education). Mengingat community college merupakan kewenangan perguruan tinggi, maka penyelenggaraan community college harus dilakukan melalui kerjasama dengan perguruan tinggi lokal terutama dengan program diploma dan politeknik atau polibisnis (sharing).


SMK unggul menyediakan sumber daya manusia (pendidik) dan sarana dan pra-sarana untuk mendukung pembelajaran, sedang perguruan tinggi menyediakan program-pro-gramnya (kurikulumnya) dan pengeluaran ijasahnya. Mengingat sumber daya manusia dan sumber daya selebihnya adalah milik SMK unggul, maka perhitungan biaya kerja sama antara SMK dan perguruan tinggi harus disepakati, yaitu siapa membiayai berapa banyak dan untuk apa.


Ketujuh, SMK unggul dapat berfungsi sebagai pusat pelatihan kewirausahaan (pusat pelatihan wirausahawan/pengusaha) bagi siapa saja yang ingin memulai/belajar ulang/mengembangkan usahanya, baik usaha mikro, kecil maupun menengah. Sebagai entrepreneurship center, SMK unggul harus menguasai cara-cara berusaha yang berbasis ilmu ekonomi yaitu what to produce, how to produce, and for whom. SMK unggul harus mampu mengajarkan manajemen produksi, manajemen pemasaran, manajemen sumber daya manusia, manajemen peralatan dan perbekalan, manajemen keuangan, akuntansi, dan inti manajemen.


Lebih rincinya, SMK unggul harus menyelenggarakan pelatihan wirausahawan yang mencakup dua belas fungsi baku perusahaan, yaitu: produksi, perencanaan produksi, riset dan pengembangan produksi, transaksi, perebutan pelanggan, perencanaan pemasaran, riset pasar dan pemasaran, manajemen personalia, manajemen keuangan, manajemen peralatan dan perlengkapan serta perbekalan, manajemen akuntansi, dan inti manajemen.


Kedelapan, SMK unggul dapat berfungsi sebagai tempat pelatihan praktik bagi SMK-SMK lain, baik untuk guru-gurunya maupun siswa-siswanya. Dulu pernah ada Balai Latihan Pendidikan Teknik (BLPT) yang berfungsi semacam ini, tetapi pudar karena pengelolaan yang tidak efektif dan inefisien. Model seperti BLPT ini dapat difungsikan lagi melalui SMK unggul karena model BLPT ini sangat efisien dengan diterapkannya resource sharing dan penggunaan fasilitas secara maksimal.


Kesembilan, SMK unggul dapat berfungsi sebagai pusat produksi (production center) khususnya produk-produk yang berbasis keunggulan lokal yang tidak dimiliki oleh daerah-daerah lain dan bahkan negara-negara lain. Produk-produk unggulan lokal dapat dipasarkan ke daerah-daerah lain dan bahkan ke manca negara karena produk-produk ini memiliki daya saing komparatif tinggi karena keunikan dan keistimewaannya yang tidak dimiliki oleh daerah-daerah lain dan negara-negara lain.


Tantangan utama yang dihadapi oleh SMK unggul sebagai production center adalah pemasaran karena sekolah-sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak diperbolehkan menjual produk-produknya ke publik, layaknya seperti perusahaan. Jalan keluar yang rasional adalah dengan menjadikan SMK unggul sebagai Badan Layanan Umum (BLU) atau bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan di sekitarnya dalam kepemilikan lisensi terbatas untuk memproduksi dan memasarkan barang/jasa dari hasil kerja sama.


Kesepuluh, mengingat ketersediaan kemampuan sumber daya manusia (guru) dan kelengkapan fasilitas yang dimiliki oleh SMK unggul, maka SMK unggul dapat berfungsi sebagai Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja dan Tempat Uji Kompetensi (TUK) sebagai kepanjangan tangan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang dibentuk melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004. Tentu saja pelaksanaan sertifikasi kompetensi kerja dan uji kompetensi didasarkan atas peraturan perundang-undangan. Untuk menjalankan fungsi tersebut, SMK unggul harus bekerja sama dengan BNSP.


Kesebelas, SMK unggul dapat berfungsi sebagai pusat informasi pasar kerja/bursa kerja khusus (BKK) yang diupayakan melalui kerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja dan perusahaan/industri setempat. Jika fungsi ini dijalankan dengan baik, maka transisi dari SMK ke dunia kerja akan lancar sehingga mampu mengurangi masa tunggu kerja atau mengurangi lama pengangguran. Untuk itu, bersama-sama dengan Dinas Tenaga Kerja, SMK unggul membangun sistem informasi pasar kerja yang mutakhir dan akurat.


Agar fungsi BKK benar-benar dapat memperlancar transisi peserta didik SMK ke dunia kerja, maka guru bimbingan dan konseling kejuruan dituntut untuk mencari informasi lowongan pekerjaan yang meliputi jenis pekerjaan dan persyaratan untuk melamarnya dan ini harus diinformasikan ke siswa-siswa yang hampir lulus dan alumni. Atau bahkan diajarkan sejak dini agar siswa-siswa menyiapkan dirinya untuk memasuki dunia kerja.


Kedua belas, SMK unggul dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan bahan pelatihan. Bahan-bahan pelatihan kerja berbasis kompetensi sangat dibutuhkan oleh SMK-SMK dan pusat-pusat pelatihan kerja. Pusat-pusat pengembangan bahan pelatihan kerja dapat didirikan di SMK karena ketersediaan sumber daya manusia dan fasilitas-nya.


Ketigabelas, mengingat keseterdiaan sumber daya manusia dan fasilitasnya, SMK unggul dapat berfungsi sebagai pusat penyiapan calon-calon tenaga kerja internasional (TKI) agar terampil, luwes, melek teknologi, mampu berbahasa asing, dan mampu bergaul dengan keragaman budaya lintas bangsa. Untuk itu, SMK unggul dituntut untuk memiliki wawasan global, terutama wawasan tentang tenaga kerja yang dibutuhkan oleh negara-negara lain serta persyaratan-persyaratan untuk memasukinya.


PENUTUP


SMK unggul dirancang untuk menyelenggarakan fungsi majemuk berdasarkan kemajemukan kebutuhan masyarakat, khususnya kebutuhan dunia kerja dan industri. Oleh karena itu, keselarasannya dengan kebutuhan masyarakat merupakan imperatif, baik dalam dimensi kuantitas, kualitas, lokasi, maupun waktu.


Transisi sekolah kejuruan (negeri maupun swasta) menuju SMK unggul memerlukan penataan ulang kebijakan, perencanaan, penganggaran, kelembagaan, dan sumber daya yang diperlukan untuk menyelenggarakan SMK unggul.


Pengembangan SMK Unggulan dilakukan berbagai upaya, antara lain : 1) Berupaya memenuhi tenaga pendidik yang kependidikan yang professional dibidangnya, 2) Pengembangan fasilitas dan sarana serta manajemen dan tata kelolah sekolah yang modern, 3) Pengembangan program keahlian majemuk berdasarkan kebutuhan DUDI, 4) Peningkatan mutu pendidikan dan pembelajaran, 4) Kerjasama dengan dunia kerja dan industri serta dengan sekolah maju di dalam negeri dan luar negeri, dan 5) Berupaya mempunyai nilai plus pada penyelenggaraan semua Pendidikan dan pembelajaran.


REFERENSI


Anonim.2012. Peraturan Presiden Republik In-donesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indone-sia. Jakarta: Sekretariat Negara. Anonim.2007.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Cetak Biru Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif 2025. Jakarta: Departemen Pendi-dikan Nasional.

Direktorat Pembinaan SMK.2012. Panduan Pelaksanaan Tahun 2012: Bantuan Pem-bangunan SMK Model/Rujukan (10 SMK). Jakarta: Direktorat Pembinaan SMK, Kementerian Pendidikan dan Ke-budayaan.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomi-an. 2012. Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2010. Master Plan Link and Match Pen-didikan, Pelatihan, dan Dunia Kerja. Jakarta: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Kementerian Sekretariat Negara.2009. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif. Jakarta: Kementerian Sekretariat Negara.

King, Kenneth & Robert Palmer. 2010. Plann-ing for Technical and Vocational Skills Development. Paris: UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cul-tural Organization).

Trilling, Bernie & Charles Fadel.2010. 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times. San Francisco, CA: John Wiley & Sons, Inc.

Tilaar, H.A.R. 2004. Paradigma Baru pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta

___________. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: Rineka Cipta.

Tristan Bunnell, 2005, Strategic Marketing Planning in International schools, Journal of Research in International Education vol 19 No. 1. Emereld Group Publising Limited.

Umiarso & Gojali Imam. 2010. Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan. Yogyakarta : IRCiSoD

Undang-Undang RI. No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan nasional

Undang-Undang Republik In-donesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33).

UNESCO.1992. New Directions in Technical and Vocational Education. Bangkok: UNESCO Principal Regional Office for Asia and the Pacific.


Insert Video: Link And Match, Lulusan Vokasi Jawaban Tantangan Ekonomi




562 views0 comments

Comments


bottom of page