Era information and communications technology (ICT) yang terus berkembang saat ini, sarana komunikasi massa semakin memudahkan masyarakat. Masyarakat bukan lagi sebagai objek, tapi sebagi subjek dalam praktik komunikasi massa. Masyarakat bisa secara mandiri (personalized) melakukan komunikasi ke massa menggunakan media sosial atau media digital.
Selain itu, keterbukaan atau transparansi juga semakin terasa pada era digital saat ini. Semua informasi akan semakin mudah diakses sehingga masyarakat mudah terpapar berbagai informasi bahkan yang mungkin bersifat rahasia. Selain semakin personalized dan terbuka, informasi yang diperoleh pun semakin cepat, yang semestinyamasyarakat akan semakin berpengetahuan.
Banyaknya informasi yang diperoleh dengan cepat membuat masyarakat akan semakin memahami semua informasi sehingga menambah wawasan mereka dan semakin memudahkan kehidupan masyarakat. Namun, yang terjadi justru semakin cepat dan banyak informasi yang diperoleh, masyarakat seolah semakin liar dalam berpendapat atau menyimpulkan suatu informasi. Padahal, belum tentu informasi yang diperoleh itu benar atau salah. Karena bersifat personalized, terbuka, dan cepat, masyarakat pun semakin mudah menyebarkan informasi yang belum tentu kebenarannya.
Ada ihwal yang memang belum bisa dipahami masyarakat dalam mengonsumsi banyaknya dan cepatnya informasi, yaitu verifikasi atau validasi informasi. Verifikasi penting dilakukan untuk menyaring apakah informasi tersebut benar atau salah.
Ketika menemukan kebenaran dari informasi tersebut, kita juga harus meneliti dari sisi mana kebenaran tersebut karena sudut pandang seseorang atau kelompok tentang sebuah kebenaran akan berbeda. Dengan begitu, akan ada banyak faktor (internal dan eksternal) yang memengaruhi kebenaran tersebut.
Semakin banyak dan cepat informasi yang didapat semestinya justru semakin kita ketat dalam melakukan verifikasi. Kita semestinya harus semakin skeptis dalam memandang sebuah informasi seperti yang semestinya dilakukan oleh awak media massa.
Masyarakat harus semakin bijak dalam mengonsumsi informasi. Banyaknya informasi yang didapat harus dikemas dan dijahit lebih bijak agar mendapatkan informasi yang utuh. Ya, masyarakat harus mendapatkan informasi yang utuh agar bisa lebih bijaksana dalam bersosialisasi. Dan, masyarakat pun harus lebih teliti dalam memilih media. Akhirnya, masyarakat juga harus semakin paham media mana yang bisa memberikan informasi utuh dan yang tidak.
Untuk itulah ‘good will’ dalam komunikasi memang tidak mudah untuk bisa langsung dipahami, dipelajari dan dipraktekkan, meskipun dampaknya dahsyat. Banyak informasi tidak seutuhnya terdistribusi kepada mereka yang seharusnya menerimanya, dan para penerima informasi yang tidak melakukan ‘tugasnya’ sebagai penerima informasi yang baik.
Setiap informasi tidak harus semuanya disebarkan atau disampaikan ke semua orang. Bahkan khabar dari orang yang baik dan isinya benar (shahih) sekalipun, tidak serta merta langsung bisa dikonsumsi publik.
Kita dapat lihat dampak dari minimnya filter informasi yang terjadi saat ini, yang akhirnya masyarakat merasakan (dampak) kebingungan dan keresahan dengan informasi-informasi yang beredar luas baik dari media sosial yang kita sendiri juga belum tahu akan kebenarannya.
Dalam hal ini, ilmu komunikasi mengajarkan secara ketat tentang verifikasi sebuah informasi ini. Masyarakat harus teliti dan waspada dalam menerima khabar karena khawatir terjadi kesalahan.
Masifnya informasi dan berita hoax, masyarakat dituntut untuk lebih memperhatikan penelitian dan pengecekan terhadap sanad dan latar belakang pembawa khabar. Adalah suatu keharusan melakukan pengecekan suatu berita, dan juga berbahaya berpegang kepada berita yang fasik yang banyak menimbulkan bahaya.
Bukan berarti setiap khabar yang sampai harus diragukan, namun setiap informasi wajib diteliti sumbernya. Apakah memenuhi syarat bisa dipercaya. Lalu apakah isi informasinya sesuai dengan fakta (realitas) atau bertentangan dengannya. Tetapi, sebuah informasi tidak sekedar sumber dan konten yang harus diverifikasi, namun objek informasi harus diperhatikan juga dari segi kelayakan menerima, tujuan dan efeknya.
Terkadang konten dan sumber sudah benar bisa dipercaya, namun objek tidak siap menerima informasinya. Karena sebuah info yang didapat seseorang bisa saja menjadi fitnah, jika objek penerima info tersebut tidak layak menerimanya.
Sebuah informasi yang benar namun dikonsumsi orang tidak tepat sehingga sampai timbul kesalah-fahaman. Salah faham ini lah penyebab kekeliruan dan kesesatan. Maka dalam sebuah hadist, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam bersabda: “Cukuplah seseorang itu dinyatakan bohong jika dia menceritakan semua apa yang ia dengar.” (HR. Muslim).
Petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam ini mengajarkan sikap yang ilmiah. Bahwa seseorang dilarang menceritakan semua yang ia dengar tanpa terlebih dahulu ia memahami isinya dan yakin akan kebenaran nya. Karena itu agar sebuah informasi/khabar dan berita tidak menjadi fitnah maka ada hal-hal yang harus diperhatikan.
Pertama, rujuklah sebuah berita kepada orang yang ahli, jika kita tidak memahami. Apakah layak kita konsumsi kemudian boleh disebarkan.
Kedua,pikirkan isi beritanya. Jika isi dan tujuannya baik maka bisa dikonsumsi.
Ketiga,Jika informasinya sudah dipastikan kebenarannya, maka hendaknya memikirkan efek atau akibat dari disebarkannya informasi tersebut. Apakah menambah kebaikan atau merugikan.
Sedangkan dari sisi objek (penerima informasi), juga perlu memperhatikan kaidah dan aturan yang telah digariskan para ahli ilmu. Di antaranya; jika beritanya menyangkut seseorang, maka kedepankanlah husnudzdzan sebelum ada pembuktian sebaliknya, jika datang berita maka carilah sumber lain yang terpercaya berserta bukti-buktinya. Dan jika informasi yang disampaikan kepada kita berupa berita yang susah dipahami, maka hendaknya dikembalikan kepada orang yang ahli di bidangnya.
Karena itu, di zaman dimana media sosial menjadi konsumsi banyak orang, maka setiap khabar dan informasi harus ada pengecekan kepada sumber dan verifikasi terhadap isinya. Tidak asal sharing atau posting.
Para ulama berpendapat bahwa seorang Muslim yang menyebarkan berita tanpa tabayyun dan verifikasi hukumnya haram. Hendaknya, Muslim yang awam berdiam tidak berkomentar jika ragu atas suatu berita atau tidak faham isi beritanya. Apalagi jika berita itu berisi dusta, haram disebarkan. Sebab jika dipercaya atau disebarkan bisa menimbulkan fitnah bagi dirinya dan kaum Muslimin lainnya.
Itulah pentingnya filter informasi. Maka tugas kita adalah mengendalikan diri supaya informasi yang masuk adalah informasi yang baik dan benar. Disamping itu, kita juga harus menyadari bahwa kita sebagai makhluk sosial, kebebasan juga dibatasi oleh aturan, etika dan norma sosial yang ada.
Comments