A. PENGANTAR
Setiap manusia memiliki fitrah dalam dirinya yang menginginkan kulitas hidup yang lebih baik yaitu kehidupan yang lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya, keluarganya dan masyarakat di lingkungannya. Setiap individu selalu berupaya menjadikan hari-harinya selalu lebih baik, berharap agar hidupnya hari ini lebih baik dari hari kemarin dan dan hari esok lebih baik dari hari ini. Itulah yang selalu diharapkan.
Kualitas hidup adalah perasaan subjektif seseorang mengenai kesejahteraan dirinya, berdasarkan pengalaman hidupnya saat ini secara keseluruhan dimana pencapaian kehidupan manusia yang ideal atau sesuai dengan yang diinginkan baik pada fisik, psikologis, maupun sosial.
Perlu dipahami bahwa istilah kualitas hidup menjadi istilah yang umum untuk yang berkaitan dengan kesehatan (Health-related Quality of Life (HQL) mencakup keterbatasan fungsional yang bersifat fisik maupun mental, dan ekspresi positif kesejahteraan fisik, mental, serta spiritual.
Kualitas hidup (Quality of life) juga berkaitan bagaimana kualitas hidup seseorang apabila dilihat dari interaksi dengan kehidupan di sekitarnya. Untuk meningkatkan quality of life, manusia harus mampu berinteraksi berdasarkan 3 alam, diantaranya alam benda yaitu memanfaatkan alam benda atas dasar saling memelihara.
Alam sosial, yaitu mampu membangun hubungan intersubjektif dengan manusia lain atas dasar saling menyayangi, serta mampu membangun interaksi noogenik (budaya, gagasan, dan nilai). Alam yang terakhir ialah alam transenden, yaitu meyakini segala kebaikan Tuhan yang ada.
B. MEMAHAMI KUALITAS HIDUP
1. Klarifikasi Berbagai Arti Konsep Kualitas Hidup
Konsep kualitas hidup pertama kali dijelaskan dalam budaya China yang memberi definisi pertama tentang kualitas hidup umumnya dikaitkan dengan nilai atau nilai tertinggi dari hidup, gambaran esensial dari suatu kehidupan, qualitas hidup sering kali dihubungkan dengan kesejahteraan. Selanjutnya WHO pada tahun 1947 mulai memperkenalkan istilah kualitas hidup dalam konteks definisi tentang sehat, yaitu suatu kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial individu terbebas dari berbagai kelemahan dan penyakit.
Sejalan dengan eksponensial waktu, konsep kualitashidup mengalami perkembangan istilah. Berbagai indikator untuk menentukan definisi kualitas hidup dibahas dalam berbagai literatur. Frank-Stormberg (1988) mendefinisikan kualitas hidup individu secara murni dengan mengukur melalui ukuran indicator obyektif dari pendapatan, pekerjaan, edukasi, dan fungsi fisik individu.
Campbell (1976) menggunakan indikator lain, yaitu indikator sosial, dalam memberi definisi tentang kualitas hidup. Campbell menjelaskan bahwa kualitas hidup individu merupakan suatu kondisi kehidupan seseorang yang mempengaruhi kualitas hidupnya namun kondisi tersebut tidak menentukan pengalaman aktual dari seluruh kehidupannya. Di sisi lain, Pearlman dan Uhlmann (1988) menjelaskan definisi kualitas hidup dari indikator subyektif individu, yaitu persepsi seorang individu terhadap perasaan kesejahteraannya secara subyektif.
Istilah kualitas hidup juga didefinisikan menurut kamus Webster (1986) yang menyebutkan konsep kualitas hidup adalah suatu cara hidup, sesuatu yang esensial untuk menyemangati hidup, eksistensi berbagai pengalaman fisik dan mental seorang individu yang dapat mengubah eksistensi selanjutnya dari individu tersebut di kemudian hari, status sosial yang tinggi dan gambaran karakteristik tipikal dari kehidupan seorang individu.
Kualitas hidup dikutip (dalam Nofitri, 2009) menurut Lauer mengatakan bahwa tidak terdapat satu pun definisi kualitas hidup yang dapat diterima secara universal. Secara awam, kualitas hidup berkaitan dengan pencapaian kehidupan manusia yang ideal atau sesuai dengan yang diinginkan (Diener dan Suh, dalamKahneman, Diener, & Schwarz, 1999).
Felce dan Perry (1995) menyebutkan tiga komponen dalam pengukuran kualitas hidup yakni komponen objektif, komponen subjektif, dan komponen kepentingan. Komponen objektif berkaitan dengan data objektif atau kondisi kehidupan yang sebenarnya pada berbagai aspek kehidupan, komponen subjektif merupakan penilaian individu mengenai kondisi kehidupannya saat ini pada berbagai aspek kehidupan, dan komponen kepentingan merupakan seberapa penting suatu aspek kehidupan dalam mempengaruhi kualitas hidup individu.
Komponen subjektif dan komponen kepentingan dari kualitas hidup saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain sedangkan perubahan komponen objektif yang berupa perubahan kondisi objektif dari berbagai aspek kehidupan dapat mempengaruhi perubahan pada komponen subjektif maupun komponen kepentingan dari kualitas hidup. Sejalan dengan perkembangan literatur yang secara kontinyu membahas pencarian arti konsep kualitas hidup dan berbagai indikator untuk menentukan definisi atributif kualitas hidup telah banyak diargumentasikan oleh para ahli. Namun definisi kualitas hidup masih sukar dipahami.
Berbagai variasi definisi atribut lain yang sama atau hampir sama dengan definisi kualitas hidup, seperti konsep kepuasan hidup, kesejahteraan, kebahagiaan, self-esteem, dan nilai-nilai hidup, masih perlu dibedakan dengan karakteristik definisi atributif konsep kualitas hidup itu sendiri. Sebagai konsekuensinya, konsep kualitas hidup memiliki variasi dimensi dari satu studi ke studi lainnya. Dalam beberapa studi, kualitas hidup merupakan suatu konsep yang unidimensi, sementara dalam studi lainnya, konsep kualitas hidup merupakan suatu konsep yang multidimensi.
2. Penggunaan Konsep Kualitas Hidup
Penggunaan konsep kualitas hidup telah banyakdibahas dalam berbagai studi yang mempelajari secara khusus penggunaan konsep kualitas hidup dalam berbagai disiplin ilmu. Pernyataan Campbell (1981), bahwa istilah kualitas hidup pertama kali digunakan di USA setelah perang dunia kedua untuk menggambarkan bahwa saat itu di USA terdapat kehidupan yang lebih baik daripada sekedar jaminan secara financial.
Sejalan dengan perkembangan studi-studi yang mempelajari konsep kualitas hidup, penggunaan konsep ini terus menerus digunakan untuk mengukur/ menentukan kualitas hidup individu yang dapat ditentukan dari berbagai macam indikator, yaitu indikator obyektif, subjektif, dan sosial. Melalui perkembangannya, indikator-indikator ini secara terus menerus digunakan untuk mengukur/menentukan kualitas hidup seseorang.
Indikator subjektif berkaitan langsung dengan berbagai pengalaman individu menjalani kehidupan sementara indicator objektifnya dikaitkan dengan ujud kepemilikan berbagai material/ benda yang mempengaruhi berbagai pengalaman individu menjalani kehidupannya. Sebagai contoh, dampak kepemilikan suatu benda, seperti pemilikan keadaan rumah seringkali menjadi ukuran status kesejahteraan seseorang dalam indicator obyektif.
Hornquist (1982) dan Campbell, Converse, dan Rodgers (1976) menggunakan konsep hidup dalam menentukan kualitas hidup individu dari indicator subyektif dan sosial yang mencakup istilah domain/ ranah kepuasan dari berbagai pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis, dan sosial. Sudut lainnya dari Goodinson dan Singleton (1989) menggunakan konsep kualitas hidup melalui pencapaian pemenuhan berbagai perencanaan hidup.
Di lain pihak, suatu ide komprehensif dari Moons, Budts, dan De Geest (2006) juga membahas tentang penggunaan konseptualisasi kualitas hidup sebagai suatu multi konstruksi yang membahas perilaku individu dengan berbagai kapasitas kognitif, kesejahteraan emosi, dan berbagai kemampuannya dalam menjalankan peran domestik, vokasional, dan peranperan sosialnya.
Selanjutnya, penggunaan konsep kualitas hidup menjadi bagian penting dalam pelayanan
kesehatan sejalan dengan makin berkembangnya realisasi bahwa kesejahteraan pasien menjadi pertimbangan yang penting ketika mereka memilih terapi pengobatan dan untuk mempertahankan kehidupannya. Kualitas hidup menjadi pertimbangan bermakna untuk masyarakat pada umumnya, dan pelayanan kesehatan pada khususnya.
Konteks pengobatan pasien diasumsikan sebagai suatu cara pengobatan untuk memperpanjang dan mempertahankan kehidupannya. Saat ini, penggunaan konsep kualitas hidup juga digunakan para akademisi dalam membahas pendekatan kualitas hidup untuk mempertimbangkan kesejahteraan spiritual sebagai bagian dari konsep kualitas hidup.
3. Pengertian Kualitas Hidup
Secara awam, kualitas hidup berkaitan dengan pencapaian kehidupan manusia yang ideal atau sesuai dengan yang diinginkan (Diener dan Suh, dalam Nofitri, 2009). Goodinson dan Singleton (O’Connor, 1993) mengemukakan defenisi kualitas hidup sebagai derajat kepuasan atas penerimaan suasana kehidupan saat ini. Menurut Taylor, kualitas hidup menggambarkan kemampuan individu untuk memaksimalkan fungsi fisik, sosial, psikologis, dan pekerjaan yang merupakan indikator kesembuhan atau kemampuan beradaptasi dalam penyakit kronis (dalam Vergi, 2013).
Renwick, Brown, dan Nagler (1996) mengemukakan kualitas hidup dari sudut pandang individu terhadap kepuasan, kebahagiaan, moral, dan kesejahteraan hidupnya. Kualitas hidup sebagai evaluasi subjektif dan objektif terhadap kesejahteraan fisik, material, sosial, dan emosional, serta pengembangan dan aktivitas individu sesuai dengan nilai hidup yang dianut. Evaluasi objektif berupa deskripsi kondisi hidup individu yaitu kesehatan, pendapatan, perumahan, jaringan teman, kegiatan dan aktivitas sosial. Evaluasi subjektif berhubungan dengan kepuasan pribadi terhadap kondisi kehidupan. Signifikansi keduanya ditafsirkan dalam kaitannya dengan nilai atau pentingnya tempat individu pada masing-masing wilayah yang bersangkutan.
Menurut Cohan & Lazarus (dalam Mabsusah, 2016) kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seseorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Keunggulan individu tersebut biasanya dilihat dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi materi. Selanjutnya Padilla dan Grant (dalam Kwan, 2000) mendefinisikan kualitas hidup sebagai pernyataan pribadi dari kepositifan atau negatif atribut yang mencirikan kehidupan seseorang dan menggambarkan kemampuan individu untuk fungsi dan kepuasan dalam melakukannya.
Menurut Calman yang dikutip oleh Hermann (1993) mengungkapkan bahwa konsep dari kualitas hidup adalah bagaimana perbedaan antara keinginan yang ada dibandingkan perasaan yang ada sekarang, definisi ini dikenal dengan sebutan Calman’s Gap. Calman mengungkapkan pentingnya mengetahui perbedaan antara perasaan yang ada dengan keinginan yang sebenarnya, dicontohkan dengan membandingkan suatu keadaan antara “dimana seseorang berada” dengan “di mana seseorang ingin berada”. Jika perbedaan antara kedua keadaan ini lebar, ketidak cocokan ini menunjukkan bahwa kualitas hidup seseorang tersebut rendah. Sedangkan kualitas hidup tinggi jika perbedaan yang ada antara keduanya kecil.
Hornuist mengartikan kualitas hidup sebagai tingkat kepuasan hidup individu pada area fisik, psikologis, sosial, aktivitas, materi, dan kebutuhan struktural (dalam Vergi, 2013). Sejalan dengan hal tersebut, WHOQOL mendefinisikan kualitas hidup tergambar dari aspek kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan (Power, dalam Lopers dan Snyder, 2004). Hal ini lah yang menjadikan individu mampu mencapai kehidupan yang ideal dan memberikan perasaan subjektif mengenai kesejahteraan dirinya. Sedangkan Calman (dalam O’Connor, 1993) memberikan satu definisi dari kualitas hidup yang dapat diterima secara umum, yakni perasaan subjektif seseorang mengenai kesejahteraan dirinya, berdasarkan pengalaman hidupnya saat ini secara keseluruhan.
Menurut World Health Organization mendefinisikan kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap posisinya dalam hidup, dalam konteks budaya, sistem nilai dimana mereka berada dan hubungannya terhadap tujuan hidupnya, harapan, standar, dan lainnya yang terkait. Masalah yang mencakup kualitas hidup sangat luas dan kompleks termasuk masalah kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial dan lingkungan dimana mereka berada (World Health Organization, 2012).
Kesimpulan yang dapat diambil dari teori dan konsep yang dikemukakan oleh beberapa ahli dan makna menurut akar katanya dari kualitas hidup yang sudah di uraikan diatas, kualitas hidup adalah pandangan individu terhadap tingkatan arti hidupnya yang sesuai dengan yang diharapkan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor baik itu dari segi kebebasan dalam berhubungan sosial, psikologis, lingkungan, dan kesehatan fisik, merasakan perhatian orang lain, perasaan kasih sayang, optimis dan mengembangkan sikap empati.
Kualitas hidup juga dapat diukur dengan menggunakan beberapa domain dan komponen kehidupan. Komponen tersebut diantaranya adalah komponen subyektif, obyektif , komponen kepentingan dan bisa diukur juga dengan menggunakan domain psikologis, kesehatan fisik, lingkungan, dan kebebasan dalam berhubungan sosial. Keunggulan kualitas hidup juga bisa dilihat dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan interpersonal, dan perkembangan
pribadi, intelektual dan kondisi materinya.
Pada intinya, kualitas hidup merupakan perasaan subjektif seseorang mengenai kesejahteraan dirinya, berdasarkan pengalaman hidupnya saat ini secara keseluruhan. Kualitas hidup menggambarkan pencapaian kehidupan manusia yang ideal atau sesuai dengan yang diinginkan.
4. Dimensi yang mencakup dalam kualitas hidup
Menurut De Haan et al. (1993) dalam Rahmi (2011) kualitas hidup terkait kesehatan harus mencakup dimensi yang diantaranya sebagai berikut :
Dimensi kesehatan fisik
Dimensi merujuk pada gejala-gejala yang terkait penyakit dan pengobatan yang dijalani.
Dimensi fungsional
Dimensi ini terdiri dari perawatan diri, mobilitas, serta level aktivitas fisik seperti kapasitas untuk dapat berperan dalam kehidupan keluarga maupun pekerjaan.
Dimensi psikologis
Meliputi fungsi kognitif, status emosi, serta persepsi terhadap kesehatan, kepuasanhidup, serta kebahagiaan.
Dimensi hubungan sosial sosial
Meliputi penilaian aspek kontak dan interaksi sosial secara kualitatif maupun kuantitatif
5. Aspek-Aspek Kualitas Hidup
Berawal dari pemikiran mengenai aspek kualitas hidup yang dapat berbeda antara individu satu dengan individu lainnya, berbagai studi kualitas hidup meneliti aspek-aspek kehidupan yang penting bagi individu dalam hubungannya dengan kualitas hidup.
Indikator standar dari kualitas hidup meliputi kesejahteraan, pekerjaan, lingkungan hidup, kesehatan fisik dan mental, pendidikan, rekreasi dan waktu luang, keterlibatan sosial, kepercayaan agama, keselamatan, keamanan, dan kebebasan. Kualitas hidup memiliki sejumlah besar konteks, yang meliputi bidang pembangunan internasional, perawatan kesehatan, politik dan pekerjaan.
Menurut WHOQOL Group (Power dalam Lopers dan Snyder, 2004), kualitas hidup memiliki enam aspek yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan, dan keadaan spiritual. WHOQoL ini kemudian dibuat lagi menjadi instrument WHOQoL –BREF dimana enam aspek tersebut dipersempit menjadi empat aspek yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan hubungan dengan lingkungan ( Power, dalam Lopez dan Snyder, 2004).
Menurut Harper, Orley, Herrman, Schofield, Murphy & Sartorius (1998) dari organisasi kesehatan dunia (WHO) aspek-aspek yang dapat dilihat dari kualitas hidup, seperti:
Kesehatan fisik
Aspek kesehatan fisik terdiri dari nyeri dan ketidaknyamanan, tidur dan beristirahat, tingkat energi dan kelelahan, mobilitas, aktivitas seharihari, kapasitas dalam bekerja, dan ketergantungan pada obat dan perawatan medis. Kesehatan fisik juga mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan aktivitas. Aktivitas yang dilakukan akan memberikan pengalaman baru yang merupakan modal perkembangan ke tahap selanjutnya.
Kesehatan Psikologis
Aspek kesehatan psikologis ini terdiri atas berfikir; belajar; mengingat dan konsentrasi, harga diri, penampilan dan citra tubuh, perasaan negatif, perasaan positif serta spiritualitas. Aspek psikologis terkait dengan keadaan mental individu. Keadaan mental mengarah pada mampu atau tidaknya individu menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan perkembangan sesuai dengan kemampuannya, baik tuntutan dalam diri maupun dari luar dirinya.
Lingkungan
Lingkungan, seperti kebebasan; keselamatan fisik dan keamanan, lingkungan rumah, sumber keuangan, kesehatan dan kepedulian sosial, peluang untuk memperoleh keterampilan dan informasi baru, keikutsertaan dan peluang untuk berekreasi, aktivitas di lingkungan, transportasi. Aspek lingkungan yaitu tempat tinggal individu, termasuk di dalamnya keadaan, ketersediaan tempat tinggal untuk melakukan segala aktivitas kehidupan, termasuk didalamnya adalah saran dan prasarana yang dapat menunjang kehidupan.
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Kualitas hidup secara langsung dipengaruhi oleh pengalaman positif pengasuhan, pengalaman pengasuhan negatif, dan stres kronis. Sumber daya ekonomi dan sumber daya sosial memiliki dampak langsung pada kualitas hidup.Ferrans dan Powers (dalam Kwan, 2000) empat domain yang sangat penting untuk kualitas hidup yaitu kesehatan dan fungsi, sosial ekonomi, psikologis, spiritual, dan keluarga.
Domain kesehatan dan fungsi meliputi aspek-aspek seperti kegunaan kepada orang lain dan kemandirian fisik. Domain sosial ekonomiberkaitan dengan standar hidup, kondisi lingkungan, teman-teman, dan sebagainya. Domain psikologis/spiritual meliputi kebahagiaan, ketenangan pikiran, kendali atas kehidupan, dan faktor lainnya.
Domain keluarga meliputi kebahagiaan keluarga, anak-anak, pasangan, dan kesehatan keluarga. Meskipun sulit untuk membuang semua elemen kehidupan, keempat domain mencakupsebagian besar elemen dianggap penting untuk kualitas hidup.
Berikut uraian faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup, adalah :
Jenis kelamin
Fadda dan Jiron (1999) mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam peran serta akses dan kendali terhadap berbagai sumber sehingga kebutuhan atau hal-hal yang penting bagi laki-laki dan perempuan juga akan berbeda. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan aspek-aspek kehidupan dalam hubungannya dengan kualitas hidup pada laki-laki dan perempuan.
Ryff dan Singer (1998) mengatakan bahwa secara umum, kesejahteraan laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, namun perempuan lebih banyak terkait dengan aspek hubungan yang bersifat positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria lebih terkait dengan aspek pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik.
Usia
Wagner, Abbot, dan Lett (2004) menemukan terdapat perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek-aspek kehidupan yang penting bagi individu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan Singer (1998) individu dewasa mengekspresikan kesejahteraan yang lebih tinggi pada usia dewasa madya.
Pendidikan
Pendidikan juga merupakan faktor kualitas hidup, senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahl dkk (2004) menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu.
Barbareschi, Sanderman, Leegte, Veldhuisen dan Jaarsma (2011) mengatakan bahwa tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup, hasil penelitian menunjukkan bahwa tingginya signifikansi perbandingan dari pasien yang berpendidikan tinggi meningkat dalam keterbatasan fungsional yang berkaitan dengan masalah emosional dari waktu ke waktu dibandingkan dengan pasien yang berpendidikan rendah serta menemukan kualitas hidup yang lebih baik bagi pasien berpendidikan tinggi dalam domain fisik dan fungsional, khususnya dalam fungsi fisik, energi/kelelahan, social fungsi, dan keterbatasan dalam peran berfungsi terkait dengan masalah emosional.
Pekerjaan
Hultman, Hemlin, dan H¨ornquist (2006) menunjukkan dalam hal kualitas hidup juga diperoleh hasil penelitian yang tidak jauh berbeda dimana individu yang bekerja memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan individu yang tidak bekerja.
Status pernikahan
Glenn dan Weaver melakukan penelitian empiris di Amerika secara umum menunjukkan bahwa individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda atau duda akibat pasangan meninggal (Veenhoven, 1989).
Finansial
Pada penelitian Hultman, Hemlin, dan H¨ornquist (2006) menunjukkan bahwa aspek finansial merupakan salah satu aspek yang berperan penting mempengaruhi kualitas hidup individu yang tidak bekerja.
Standar referensi
Menurut O’Connor (1993) mengatakan bahwa kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh standar referensi yang digunakan seseorang seperti harapan, aspirasi, perasaan mengenai persamaan antara diri individu dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan definisi kualitas hidup yang dikemukakan oleh WHOQOL (dalam Power, 2004) bahwa kualitas hidup akan dipengaruhi oleh harapan, tujuan, dan standard dari masing-masing individu.
Lebih lanjut, menurut Raeburn & Rootman (dikutip dalam Green, Tones, Cross, & Woodall, 2015) terdapat 8 faktor yang dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang secara umum yang meliputi :
Kontrol
Kontrol yaitu berkaitan dengan bagaimana sikap individu dalam menghadapi perilaku seseorang serta melakukan pembatasan kegiatan dalam rangka menjaga kondisi tubuh.
Potensi dan Peluang
Potensi dan peluang yaitu berkaitan dengan seberapa besar kemampuan dan kemauan seseorang dalam melihat peluang yang dapat dia lakukan.
Sumber Daya
Sumber daya yaitu berkaitan dengan bagaimana kemampuan dan kondisi fisik yang dimiliki atau yang sedang dialami oleh individu.
Sistem Dukungan
Sistem dukungan dapat berasal dari berbagai pihak seperti lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan dapat berasal dari sarana-sarana fisik seperti tempat tinggal dan hunian yang layak serta fasilitas yang memadai yang dapat menunjang jalannya kehidupan.
Keterampilan
Keterampilan yaitu berkaitan dengan kemampuan individu dalam melakukan suatu keterampilan lain yang dapat mengembangkan dirinya dengan mengikuti suatu kegiatan
kursus keahlian tertentu.
Kejadian dalam Hidup
Kejadian dalam hidup berkaitan dengan tugas perkembangan dan stres yang ditimbulkannya. Ini terkait bagaimana kemampuan individu dalam menjalani tugas yang bahkan tugas tersebut memberikan tekanan tersendiri bagi individu.
Perubahan Politik
Perubahan politik yang dimaksud berkaitan dengan masalah negara misalnya krisis moneter yang dapat menyebabkan hilangnya pekerjaan sebagai mata pencaharian.
Perubahan Lingkungan
Perubahan lingkungan yang dimaksud berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan misalnya akibat bencana alam yang menyebabkan rusaknya lingkungan tempat tinggal.
7. Pengukuran Kualitas Hidup
Pentingnya informasi tentang kualitas hidup, maka banyak peneliti yang mencoba untuk meneliti kualitas hidup dari berbagai aspek. Para ahli banyak yang telah melakukan pengukuran tentang kualitas hidup akan tetapi belum mencapai standar dan metoda untuk mengukur nilai kualitas hidup yang sesuai. Pengukuran kualitas hidup yang telah di buat oleh WHO yang sampai saat ini lebih banyak dipakai karena telah mengukur dari berbagai sudut pandang aspek lain yang ada pada kehidupan manusia diantaranya yaitu aspek spiritual atau keyakinan, dan pekerjaan sehingga dengan tambahan aspek tersebut menjadi lebih lengkap. Secara umum pengukuran kualitas hidup dapat dengan cara kuantitatif maupun pengukuran kualitatif.
World Health Organization pada tahun 1991 telah melakukan penelitian untuk mengembangkan alat ukur sebagai instrumen untuk mengukur kualitas hidup. Instrumen pengukuran kualitas hidup yang dipakai pada skala nasional dan skala antar budaya dinamai QOL. Kemudian dikembangkan oleh pusat-pusat kesehatan dunia secara kolaborasi kemudian Instrumen WHOQOL dinamai menjadi WHOQO sampai saat ini dari sejumlah negara banyak mengadopsi dan diterjemahkan diberbagai negara untuk melakukan sejumlah penelitian kualitas hidup.
Penelitian kualitas hidup bisa dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif yang terdiri dari 26 (dua puluh enam) item. Walaupun termasuk jenis instrumen paling sedikit dan sederhana tetapi mampu mengukur kualitas hidup dan instrumen ini mampu menampung aspirasi ukuran ungkapan kualitas kehidupan individu. Dari beberapa teori yang digunakan oleh para peneliti untuk mengukur kualitas hidup sepertinya yang paling banyak digunakan adalah memakai standar dari WHO karena aspek-aspek kehidupan yang digunakan cukup mewakilli hal-hal yang terjadi dalam kehidupan manusia.
Instrumen yang digunakan tersebut di kenal dengan nama WHOQOL atau World Health Organization Quality Of Life serta versi pendeknya yaitu World Health Organization Quality Of Life- BREF (WHOQOL-BREF). Intrumen WHOQOL-BREF fungsinya untuk mengukur kualitas hidup manusia dari beberapa domain yaitu fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan. Instrumen ini telah digunakan secara luas, terutama untuk menilai kualitas hidup seseorang dengan beberapa penyakit tertentu.
Demikialah artikel seluk beluk kualitas hidup. Semoga bermanfaat bagi para pembaca semua.
Referensi
Anderson, B., & Lutgendort, S. 2001. Quality of life as an outcomes measure in gynaecologic maglignancies. Current Opinion in Obstetric & Gynaecology, 12(1), 21-26.
Andrew, F.M., & Whitey, S.B. 1974. Developing measures of perceived life quality: Results from several national surveys. Social Indicators Research, 1, 1-26.
Barcaccia, Barbara. 2013. "Quality Of Life: Everyone Wants It, But What Is It?". Forbes/ Education.
Campbell, A., Converse, P., & Rodgers, W. 1976. The quality of life (in Meeberg, G.A.,1(993). Quality of life: a concept analysis. Journal of Advanced Nursing, 18 (1), 32-38).
Campbell, A., 1981. The sense of well-being in America (Meeberg, G.A., 1(993). Quality of life: a concept analysis. Journal of Advanced Nursing, 18 (1), 32-38).
Carr, A.J., et al. 2001. Measuring quality of life: is quality of life determined by expectation or experience? British Medical Journal, 322.
Dictionary of Human Geography (edisi ke-5th). “Quality of Life". Oxford: Wiley-Blackwell. ISBN 978-1-4051-3287-9.
Ferrans, C.E. 1996. Development of a conceptual model of quality of life. Scholarly Inquiry for Nursing Practice, 10 (3). 293-304.
Felce, D. (1997). Defining and applying the concept of quality of life. Journal of Intellectual Disability Research, 41, 126-135.
Goodison, S., & Singleton, J. 1989. Quality of life: a critical review of current concepts, measures and their clinical implications. International Journal of Nursing Studies, 26 (4), 327-41.
Haas, B.K. 1999. A multidiscipline concept analysis of quality of life. Western Journal of Nursing Research, 21 (6), 728-724.
Pearlman, R.A, & Uhlmann, R.F. 1988. Quality of life in chronic diseases: perceptions of elderly patients. Journal of Gerontology, 43 (2), M25-M30.
Webster. (1986).Webster's New International Dictionary. Springfield, Mass.: Merriam-Webster Inc
World Health Organization (WHO). "WHOQOL: Measuring Quality of Life."
Comentarios