top of page
Yusrin Ahmad Tosepu

DOSEN IDEAL_Harapan Pendidikan Tinggi Indonesia

Menyiapkan tenaga dosen yang baik menjadi sangat krusial untuk menghasilkan sarjana yang berkualitas. Sebab, sekitar 30% kualitas PT akan dipengaruhi dari kualitas dosen tersebut. Kekurangan dosen dan mutu dosen di kebanyakan PT disebabkan ketiadaan dana PT. Kendala lain adalah masih seputar keterbatasan fasilitas serta peluang untuk mendapatkan pelatihan bermutu dan pendidikan lanjutan. Kemudian, motivasi yang rendah untuk melakukan self continuous improvement.


Gambar : Ilustrasi dosen mengajar



Berikut pembahasan ringkas seputar IDE, GAGASAN tentang DOSEN.


DOSEN ITU HARUS BERKUALITAS


Jika kita berbicara soal sistem maka di dalamnya terdapat individu-individu yang menjalankan dan terikat sistem tersebut. Begitupun dengan sistem pendidikan apapun yang digunakan, tentu akan berimbas pada pendidik dan peserta didik, yang dalam hal ini dosen dan mahasiswa.


Sampai saat ini kita masih mendapati, dosen perguruan tinggi yang tidak menguasai ilmu pendidikan. terkecuali dosen-dosen FKIP mereka lebih mengerti soal itu. Tetapi umumnya dosen-dosen fakultas lain yang tak ada sangkut pautnya dengan ilmu pendidikan?


Aspek penguasaan terhadap ilmu pendidikan ini acap kali dilupakan. Padahal seorang dosen memiliki tugas untuk mendidik mahasiswanya. Orang yang mendidik tentu harus memahami bagaimana ilmu pendidikan itu.


Seorang dokter, jika ia tak pernah mengenal ilmu kedokteran, maka wajib kita ragukan keahliannya. Begitu juga dengan dosen yang notabene sebagai seorang pendidik. Jika tak paham sama sekali soal ilmu pendidikan, maka untuk apa dia menjadi dosen?


Bisa dihitung dengan jari, jumlah dosen-dosen yang benar-benar bersemangat memberikan materi kuliah dengan berbagai macam gaya dan inovasi. Mereka tidak hanya sekedar memberikan materi kuliah tetapi juga mereka belajar bagaimana cara membuat mahasiswa nyaman dan antusias dalam mempelajari materi tersebut. Sudah menjadi hal yang sepatutnya jika seorang mempelajari bagaimana cara agar mahasiswa juga dapat dengan mudah mencerna materi yang diberikan.


Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. (Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen)


Jika di Pendidikan dasar dan menengah, pendidik sering disebut sebagai guru. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. (Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008)


Perbedaan yang paling mendasar antara guru dan dosen ialah pada kewajibannya. Jika guru hanya berkewajiban mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik, maka dosen memiliki kewajiban selain mendidik, juga harus mampu mentransformasikan ilmu yang dimilikinya untuk penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.


Sepintas kita lihat kewajiban dosen memang lebih berat ketimbang guru. Maka sudah sepantasnya, menurutku, jika dosen juga memiliki kualifikasi lebih baik dalam hal ilmu pendidikan ketimbang guru.


Kondisi keklinian, berapa banyak dosen yang datang masuk ruang kuliah hanya mendiktekan buku dan sesekali menjelaskan maksud dari apa yang dia diktekan hanya dengan duduk di kursi dosen. Sama sekali ia tak pernah mengajak mahasiswa untuk berdialog dan saling berpendapat. Berapa banyak mahasiswa yang akhirnya bermain handphone di bangku barisan paling belakang karena merasa bosan dengan ocehan dosen.


Dosen yang tak mampu mengontrol kondisi ruangan dan mahasiswanya adalah dosen yang tak cakap dalam hal pendidikan. Masih jauh lebih baik para trainer-trainer kewirausahaan, daripada dosen-dosen yang seperti itu.


Padahal, amanah yang disebutkan dalam peraturan pemerintah diatas mengharuskan seorang dosen, selain memiliki kualifikasi akademik, juga harus memiliki kualifikasi sebagai seorang pendidik. (Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen)


Dosen yang baik adalah dosen yang tidak hanya menganggap proses perkuliahan itu sebagai sebuah rutinitas yang harus dijalani, tetapi juga perjuangan moral untuk mendidik generasi muda bangsa ini.


Paham atau tidaknya mahasiswa akan disiplin ilmu mereka, merupakan tanggung jawab seorang dosen. Jangan salahkan mahasiswa jika sering bolos, karena dosennya sendiri membosankan. Jangan salahkan mahasiswa tak mampu berargumen dengan lancar jika dosennya saja membiasakan mahasiswa hanya sebagai pendengar saja.


Perguruan Tinggi yang baik bukanlah Perguruan tinggi yang memiliki gedung bagus dan mewah tetapi juga perguruan tinggi itu benar-benar didukung oleh tenaga pendidik, dalam hal ini dosen, yang benar-benar berkualitas baik dari sisi akademik maupun ilmu pendidikan.


Mungkin kita semua masih ingat dengan film Laskar Pelangi. Bagaimana sebuah sekolah kecil yang bangunannya sudah lapuk dimakan usia itu, mampu mendidik siswa-siswanya dengan baik dan menghasilkan peserta didik yang sukses di bidangnya masing-masing.


Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang menjadikan peserta didik sebagai subyek, bukan sebagai obyek. Pendidikan orang dewasa harus lebih diterapkan, dengan tidak menganggap peserta didik sebagai wadah yang terus menerus dituangi air tanpa pernah tau air apa yang dikehendaki oleh wadah tersebut. Selama ini mahasiswa dianggap sebagai wadah oleh para dosennya yang seenaknya saja memberikan air sekalipun air itu kotor.


DOSEN ITU HARUS PROFESIONAL


Profesional (dari bahasa Inggris) berarti ahli, pakar, mumpuni dalam bidang yang digeluti. Menjadi profesional, berarti menjadi ahli dalam bidangnya. Dan seorang ahli, tentunya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya.

Akan tetapi tidak semua Ahli dapat menjadi berkualitas. Karena menjadi berkualitas bukan hanya persoalan ahli, tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan personaliti.


Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, menjadi profesional adalah satu kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang dipadupadankan dengan skil atau keahliannya. Menjadi dosen yang profesional adalah impian setiap dosen. Alasan paling mendasar adalah Karena itu akan meningkatkan harga dirinya sebagai manusia. Dosen adalah pendidik dan juga peneliti. Ia bekerja di perguruan tinggi yang sering disebut sebagai garba ilmiah, tempat bersemai dan berkembang ilmu pengetahuan. Ada yang mengatakan bahwa dosen adalah peneliti yang mengajar. Ia meneliti dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan ia juga mengajar atau mendidik calon-calon praktisi dan ilmuwan yang akan mengembangkan ilmu pengetahuan dan menerapkan hasil-hasil penelitian untuk memecahkan berbagai persoalan masyarakat.


Pertanyaannya sekarang adalah bagaimanakah ciri-ciri dosen yang ideal itu? Berikut ini adalah sepuluh ciri yang telah digambarkan melalui karya Milton Hildebrand dan Kenneth Feldman. Dosen yang memiliki semua ciri tersebut dianggap sebagai dosen yang “hebat” oleh mahasiswa dan teman sejawat mereka serta para staf administrasi. Dosen yang memiliki kekuatan di sebagian bidang ini (dan lemah di sebagian yang lain) dianggap sebagai dosen yang baik oleh sebagian pengamat dan sebagai dosen yang jelek oleh pengamat yang lain. 1. Gaya Mengajar Yang Merangsang Belajar

  • Menyajikan kuliah dengan cara yang menarik dan melibatkan mahasiswa.

  • Menggunakan humor untuk membantu mempertahankan perhatian mahasiswa

  • Memperkuat setiap poin utama dengan memberikan rujukan, contoh, dan ilustrasi yang bermakna

  • Mengaitkan materi kuliah dengan dunia mahasiswa

  • Mengaitkan materi kuliah pada pengalaman sebenarnya dalam dunia nyata

  • Memusatkan perhatian pada pelajaran yang akan menjadi bagian permanen dari kehidupan seseorang dan akan digunakan berulang kali di luar kampus

  • Mengembangkan rasa ingin tahu

  • Menyediakan waktu untuk membuat mahasiswa secara psikologis siap untuk belajar

2. Kemampuan Untuk Berkomunikasi Secara Jelas

  • Menyampaikan informasi dengan cara yang jelas dan dapat difahami

  • Mampu mereduksi pengetahuan sampai pada komponen-komponennya yang paling sederhana

  • Mengaitkan satu sama lain informasi yang diberikan

  • Mengaitkan teori, prinsip-prinsip, dan konsep-konsep pada penerapan praktis

  • Merumuskan tujuan belajar dengan jelas dan memberitahukannya keapda mahasiswa

  • Menjawab pertanyaan secara tuntas dan bebas

  • Memberikan umpan balik secara teratur dengan cara yang mendorong mahasiswa belajar

  • Menjelaskan kritik yang diberikan kepada mahasiswa

3. Menguasai Materi Kuliah Yang Dipegangnya

  • Memiliki pengetahuan yang cukup luas dan mendalam di bidang ilmu yang dikuliahkan

  • Memiliki pengetahuan yang mutakhir di bidang ilmu yang dikuliahkan

  • Memiliki komitmen terhadap bidang yang menjadi spesialisasinya (selalu membaca literatur, menghadiri pertemuan profesional, dsb.)

  • Memelihara kontak dengan teman-teman sejawat di bidangnya (di dalam dan di luar kampus)

  • Dapat mendemonstrasikan dan menggambarkan aspek-aspek yang penting, serta menjelaskannya

  • Mengetahui materi kuliahnya dengan cukup baik sehingga dapat menekankan aspek-aspeknya yang paling penting

  • Menunjukkan dan perbedaan dan implikasi berbagai teori dan prinsip di bidang ilmu itu

  • Menghubungkan fakta-fakta dan konsep-konep yang lebih penting kepada bidang studi yang berkaitan

4. Siap dan Terorganisir

  • Merencanakan dengan baik kegiatan kuliah untuk satu semester, unit, minggu, sehari

  • Memberikan silbaus yang berisi tujuan mata kuliah, bibliografi, tugas, laporan laboratorium, pekerjaan rumah, jadwal tes, tugas khusus, penilaian, dan pedoam

  • Datang ke ruang kuliah siap untuk mengajarkan topik tersebut

  • Menggunakan waktu kuliah secara efektif dan efisien

  • Menyajikan kuliah sedemikian rupa sehingga mahasiswa dapat melihat hubungan-hubungan yang ada di dalam materi kuliah itu

  • Menggaris bawahi ide-ide yang utama

  • Menggunakan alat bantu belajar secara efektif

  • Memubat rangkuman untuk membantu mahasiswa mempelajari dan mengingat materi kuliah

5. Memiliki Antusiasme Yang Dinamis

  • Merasa tertarik dan senang mengajar, dan menunjukkan hal itu

  • Secara tulus tertarik pada mata kuliah itu

  • Membuat belajar itu menjadi suatu pengalaman yang menyenangkan

  • Memancarkan sikap yang positif ke arah kehidupan secara umum

  • Mengembangkan gaya kemanusiaannya sendiri yang unik

  • Mau berusaha lebih keras untuk membuat mahasiswa melakukan apapun yang diperulukan untuk belajar

6. Memiliki Kepedulian Pribadi Terhadap Mahasiswa

  • Secara tulus menghormati mahasiswa dan menunjukkan sikap peduli dan siap membantu ini

  • Menunjukkan dengan jelas bahwa ia ingin membantu mahasiswa belajar

  • Menyediakan waktu dan berusaha untuk mengenal mahasiswa dan kebutuhan mereka

  • Bekerja dengan setiap mahasiswa sebagai pribadi

  • Berbicara dengan mahasiswa, baik di dalam maupun di luar kelas

  • Membantu mahasiswa menemukan jawaban atas pertanyaan mereka sendiri

  • Dihargai karena nasihat-nasihatnya pada hal-hal selain masalah kuliah, serta dalam kegiatan di dalam kelas

7. Ketrampilan Berinteraksi

  • Melihat kebutuhan mahasiswa dan selalu mengikuti perkembangan kemajuan setiap mahasiswa

  • Menggunakan reaksi dan umpan balik dari mahasiswa untuk meningkatkan danmemandu tindakannya

  • Secara akurat membaca dan mengomunikasikan sinyal-sinyal non-verbal

  • Mengetahui ketika para mahasiswa tidak mengerti

  • Memandang mahasiswa ketika berbicara kepada mereka, di dalam atau di luar ruang kuliah—kontak mata menunjukkan adanya kesadaran sebenarnya

  • Berusaha agar mahasiswa saling mengenal

  • Memuji prestasi mahasiswa yang berhasil untuk memotivasi belajar mereka di masa mendatang

8. Fleksibilitas, Kreativitas, Keterbukaan

  • Menggunakan berbagai ragam gaya dan metode penyajian kuliah

  • Membagi setiap jam kuliah menjadi setidaknya tiga kegiatan yang terpisah

  • Bekerja dengan berbagai mahasiswa secara bebeda

  • Mengubah pendekatan mengajar untuk menyesuaikan dengan situasi baru

  • Secara berkala, mencoba ide-ide baru dan berbeda

  • Terus meneus mencari ide-ide, pendekatan dan metode mengajar yang baru

  • Terbuka terhadap saran mahasiswa mengenai isi, metode perkuliahan, dan tugas-tugas yang diberikan kepada mahasiswa

  • Menggunakan individualitas dan originalitas dalam mengatur kegiatan belajar mengajar

9. Memiliki Kepribadian Yang Kuat

  • Memiliki integritas dan krjujuran dalam semua hubungannya dengan mahasiswa

  • Mengemukakan di depan semua peraturan dan persyaratan khusus tanpa ada harapan yang disembunyikan

  • Tidak mengubah peraturan tanpa persetujuan mahasiswa

  • Sangat berhati-hati dan bertindak adil dalam memberikan nilai dan ujian

  • Menjaga kerahasiaan mahasiswa

  • Bersedia mengambil resiko untuk berbuat salah dan kemudian memperbaiki kesalahan yang telah dibuatnya

  • Memiliki kesabaran dan pengertian bagi mahasiswa baru

10. Komitmen

  • Menunjukkan keingingan tulus untuk mengajar

  • Menjadikan mengajar sebagai poritas nomor satu

  • Menerima pembatasan dan kerja yang diperlukan menjalankan tugas secara benar

  • Melakukan segala apa yang diperlukan untuk selalu memberi tahu mahasiswa tentang kemajuan, keberhasilan, dan kebutuhannya

  • Meminta masukan dari mahasiswa, teman sejawat, dan pegawai administrasi untuk tujuan perbaikan

  • Menerima kritik dan saran sebagai tanda perubahan yang positif

  • Selalu mencari cara-cara mengajar yang baru dan lebih baik

  • Berbagi ide-ide terbaik dengan teman sejawat demi peningkatan profesional mereka


Mahasiswa tidak hanya termotivasi oleh antusiasme, tetapi juga termotivasi oleh organisasi, kejelasan, keilmuan, dan teknik mengajar yang baik. Hal ini difahami oleh setiap dosen yang benar-benar peduli dan benar-benar ingin mengajar dengan baik.


Kita harus percaya pada diri kita sendiri dan bekeja keras untuk menjadi dosen sebaik mungkin, sesuai dengan ciri-ciri kita masing-masing.

DOSEN ITU HARUS MENGAJAR DENGAN BAIK

“Tidak banyak dosen yang hebat; mungkin tidak ada dosen yang selalu baik. Tetapi, banyak dosen yang kadang-kadang hebat.” (Milton Hildebrand, 1973).


Kita perlu berusaha keras untuk membuat kehebatan yang kadang-kadang ini terjadi lebih sering. Untuk dapat menjadi seorang pengajar dan pendidik yang baik paling tidak diperlukan persyaratan sebagai berikut :


Pertama : Mengajar yang baik merupakan gabungan dari kesenangan (passion) dan penalaran (reason). Mengajar yang baik bukan hanya tentang bagaimana memotivasi mahasiswa agar mau belajar tetapi mengajar mereka bagaimana belajar dengan baik sehingga apa yang dipelajari menjadi relevan, memiliki arti, dan dikenang dengan baik.


Prof. Leblanc mengibaratkan bahwa memperlakukan mahasiswa (dalam hal mengajar dan mendidik) sama persis dengan bagaimana kita berbuat memperlakukan sesuatu benda yang kita senangi. Dosen harus memperlihatkan suatu antusiasme dan kasih sayang dan kemudian membagikannya kepada mahasiswanya.

Beberapa indikator dari dampak mengajar yang baik adalah: Apa yang diajarkan di dalam kelas menjadi stimulan bagi proses berikutnya dari studi mahasiswa, misalnya topik -topikbahasan kuliah menjadi sumber inspirasi bagi riset/ karya ilmiah/ bahan diskusi mahasiswa tersebut. Cara dosen mengajar menjadi role model bagi para mahasiswanya.

Kedua : Mengajar yang baik harus menjadikan mahasiswa sebagai konsumen atau klien dari ilmu pengetahuan yang kita jual (artinya kita menganggap bahwa mahasisiwa adalah konseumen yang harus kita treat agar mereka mau membeli apa yang kita tawarkan).


Seorang dosen haruslah mengerjakan yang terbaik dalam bidangnya, membaca dari berbagai sumber, bukan hanya dalam bidangnya tetapi juga di luar bidang keahlian sendiri. Mengapa? Pertama: Karena mengajar yang baik bukan hanya menyampaikan ilmu pengetahuan yang menjadi bidang garapan kita (karena itu informasinya bukan hanya dari buku teks dan jurnal ilmiah bidang kita) saja, tetapi juga tentang bagaimana keterkaitan bidang ilmu kita dalam khasanah ilmu lainnya dan bagaimana penerapannya di dunia nyata. Kedua: Adalah benar jika ada yang berpendapat bahwa semakin tinggi gelar kesarjanaan seseorang semakin fokus dan semakin dalam pengetahuannya dalam bidang keahliannya.


Oleh karena itu, seorang doktor atau profesor seharusnya mempelajari lebih banyak bidang-bidang di luar kajiannya, karena sebagaimana dikemukakan di atas, prinsip kedua dari mengajar yang baik adalah menjembatani antara teori dan praktiknya di masyarakat.

Ketiga : Mengajar yang baik adalah kesediaan mendengarkan, mempertanyakan, menyikapi dengan responsif, dan memahami bahwa setiap individu mahasiswa dari setiap kelas adalah suatu pribadi yang unik dan berbeda. Yang sama dari setiap individu mahasiswa hanyalah dalam tujuan akhirnya, yaitu mendapatkan ilmu pengetahuan dan pendidikan yang berkualitas sehingga dapat bermanfaat dalam kehidupan mereka setelah lulus dari pendidikannya.

Menurut Prof. Leblanc, seorang pengajar (dosen) yang baik harus dapat mendorong mahasiswa mencapai keunggulan, dan secara bersamaan mahasiswa juga harus dapat menjelma menjadi seorang pribadi yang yutuh, memiliki rasa hormat kepada sesama, dan selalu menjadi seorang yang profesional.

Dengan demikian, bukanlah sebuah sikap yang baik jika seorang dosen hanya berdiri di depan kelas, menyampaikan materi ajar secara ‘kering’, tanpa pernah menyisipkan soal etika dan moral (al-Akhlak al-Karimah), baik yang berkaitan dengan penerapan ilmu yang diajarkannya maupun etika dan moral secara umum.

Keempat : Menjadi pengajar yang baik bukan hanya dibuktikan dengan memiliki program kerja (agenda) yang tersusun rapih dan secara ketat mengikuti agenda tersebut (rigid). Sebaliknya, dosen haruslah bersikap fleksibel, fluid (tidak kaku), selalu bersedia untuk mencoba hal-hal baru (experimenting), dan memiliki kepercayaan diri untuk merespons dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah.

Menurut Prof. Leblanc, sebagus apa pun agenda kerja yang disusun, di kelas, paling banyak hanya 10% yang dapat tercapai. Seorang pengajar yang baik harus bersedia untuk mengubah silabus dan memanage jadwal perkuliahannya jika di tempat lain diketahuinya ada hal-hal yang lebih baik.

Pernyataan Prof. Leblanc di atas mengindikasikan bahwa sangat perlu bagi seorang dosen untuk terus-menerus melakukan benchmarking, melalui penggalian informasi (buku, diskusi, internet, studi banding, dll.) bagaimana ilmu yang dia ajarkan diajarkan di tempat lain. Dengan demikian, pada prinsipnya, bukan hanya silabus mata kuliah yang harus fleksibel mengikuti kebutuhan zaman dan kebutuhan pasar, tetapi mata kuliahnya sendiri juga dapat ‘ditutup-dibuka’ atau ‘dihilangkan dan diganti’ jika mata kuliah tersebut sudah tidak lagi relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Silahkan masing-masing kita mengevaluasi diri sendiri, seberapa sering kita memperbaharui bahan ajar, semutakhir apakah bahan ajar yang kita berikan kepada mahasiswa, dan sejauh mana kita tahu bagaimana ilmu yang kita ajarkan diberikan di tempat lain. Jangan-jangan yang kita berikan dan praktikkan sampai sekarang adalah bahan ajar yang sama, yang kita dapatkan dari dosen ketika dahulu kita kuliah, sedangkan teknik kita dalam mengajar pun hanya meniru apa yang dilakukan oleh dosen-dosen kita dahulu.

Kelima : Mengajar yang baik juga berkaitan dengan cara atau gaya (style). Mengajar di kelas harus juga merupakan suatu ‘pertunjukkan’ yang menarik, bukan hanya berdiri di podium dengan tangan yang seolah melekat ke meja podium atau pandangan yang hanya tertuju ke layar (jika itu pun sudah menggunakan alat bantu OHP atau LCD).


Mengajar di depan kelas bagi seorang dosen adalah bekerja, dan mahasiswa merupakan lingkungan konsumen yang berada di sekitarnya. Seorang dosen di kelas adalah seorang dirijen (conductor) sebuah orkestra dan mahasiswa bagaikan pemain orkestra yang memainkan alat musik yang berlainan dengan kemampuan bermain yang berbeda-beda.


Dari pengalaman kita sebagai mahasiswa, kita pernah mendapatkan dosen yang hanya duduk manis saja di kursi dan kemudian dia memerintahkan sesuatu tapi tidak ada yang dijelaskan, ada pula yang selalu membelakangi mahasiswa dan hanya membaca proyeksi transparansi, atau malah mendiktekan kata demi kata kepada mahasiswa.


Cara atau gaya mengajar bukan saja akan mempengaruhi daya ketertarikan (animo) mahasiswa terhadap materi perkuliahan, tetapi juga terhadap animo untuk hadir di kelas pada mata kuliah tersebut.

Agaknya perlu untuk dipertimbangkan tawaran sebagaimana perkuliahan yang dilakukan beberapa perguruan tinggi baik di dalam negeri atau luar negeri, dimana banyak perkuliahan ditawarkan secara paralel, baik pada semester yang sama atau kelas yang berbeda, pemilihan kelas biasanya sangat ditentukan oleh kualitas dan gaya mengajar dosennya. Walaupun ditawarkan secara bersamaan dalam satu semester yang sama, dosen yang mengajarnya enak/mumpuni/menyenangkan (menurut istilah mahasiswa sekarang), kelasnya akan diminati oleh banyak mahasiswa (sehingga sering harus dibatasi dengan menerapkan ‘siapa cepat mendaftar ia yang akan kebagian’). Sementara kelas yang sama tetapi diasuh oleh dosen yang gaya mengajarnya ‘kering’, justru sering kosong melompong.

Di kebanyakan Perguruan Tinggi dan khusunya di tempat kita, pembukaan kelas paralel juga dilakukan, terutama untuk kelas-kelas yang pesertanya /mahasiswanya banyak. Pembagian mahasiswa ke dalam kelas-kelas di berbagai Perguruan Tinggi biasanya diatur oleh Fakultas atau Jurusan, sehingga mahasiswa tidak diberi kebebasan dalam memilih kelas mana yang disukainya. Jika saja mahasiswa dibebaskan memilih sebagaimana di beberapa Perguruan Tinggi baik di dalam negeri atau di luar negeri, maka pasti mereka akan memilih kelas yang dosen pengajarnya memiliki style mengajar yang disukainya.


Jangan pernah apriori bahwa mahasiswa tak pernah menilai dosen dan membanding-bandingkan style dosen mengajar. Kalau tidak percaya, silahkan dengarkan celotehan mereka ketika mahasiswa sedang berkumpul.

Agaknya ide ini perlu untuk dipertimbangkan, bahwa evaluasi oleh mahasiswa terhadap kinerja dosen yang biasanya dilakukan di akhir perkuliahan, belum menjadi standar penilaian kinerja dosen. Demikian juga pemilihan dosen favorit pilihan mahasiswa belum merupakan kegiatan yang membudaya.

Keenam : Prof. Leblanc menekankan bahwa prinsip keenam ini merupakan prinsip yang sangat penting, yaitu bahwa mengajar yang baik harus mengandung unsur humor (jenaka). Artinya, dalam mengajar, seorang dosen harus menyisipkan humor-humor, yang akan sangat berguna untuk mencairkan (ice-breaking) suasana kelas yang kaku.


Harus disadari bahwa mahasiswa adalah manusia yang datang ke kelas dengan kondisi yang berbeda-beda, dengan permasalahannya masing-masing, baik yang muncul hari itu maupun yang sudah dimilikinya berhari-hari atau berbulan-bulan yang lalu. Kelas yang kaku dan terlalu serius akan sangat membosankan.

Menurut sumber lain, contohnya Barbara Gross Davies (Tools for Teaching, Jossey-Bass Publishers, 1993), jika pun atmosfir kelas mendukung, mahasiswa hanya penuh perhatian terhadap materi perkuliahan sampai maksimal 20 menit pertama saja. Untuk itu, dosen harus berusaha semaksimal mungkin untuk memasukkan teknik-teknik jenaka untuk menarik kembali perhatian mahasiswa terhadap materi perkuliahan. Ada banyak teknik yang dapat dilakukan untuk hal tersebut, tetapi bukan untuk dibahas disini.

Ketujuh : Mengajar yang baik adalah memberikan perhatian, membimbing, dan mengembangkan daya pikir serta bakat para mahasiswa. Mengajar yang baik berarti mengabdikan atau menyediakan waktu kita bagi setiap mahasiswa. Juga berarti mengabdikan diri untuk menghabiskan waktu kita untuk memeriksa hasil ujian, mendesain atau meredisain perkuliahan, menyiapkan bahan-bahan ajar untuk lebih memperbaiki perkuliahan.

Pengajar dan pendidik yang baik, bukanlah seorang dosen yang justru perbuatannya membuat polemik di kalangan mahasiswa dengan gaya, penampilan dan style mengajar dan mendidiknya yang tidak mencerminkan seorang dosen dan pendidik.

Bagi yang pernah mengikuti pelatihan Applied Approach dan Pekerti (Pengembangan Keterampilan Teknik Instruksional) tentu dapat memahami bahwa hanya untuk menyusun SAP dan GBPP saja, berapa besar energi dan banyak waktu yang harus kita curahkan. Tapi itulah resiko sebuah pekerjaan. Bukankah tak ada yang memaksa kita untuk menjadi dosen, jadi ketika sekarang kita sudah menjadi dosen, mengapa tidak sekalian saja kita bersikap profesional?

Kedelapan : Mengajar yang baik harus didukung oleh kepemimpinan yang kuat dan visioner serta oleh institusi yang juga mendukung, baik dalam sumberdayanya, personalianya, maupun dananya. Mengajar yang baik harus merupakan penggambaran dari pelaksanaan visi dan misi institusi yang selalu harus diperbaiki dan diperbaharui, bukan hanya dalam perkataan tetapi juga dalam perbuatan.

Kesembilan : Mengajar yang baik adalah tentang pembimbingan (mentoring) yang dilakukan oleh dosen senior kepada dosen yunior, tentang kerjasama, dan kemudian kinerjanya dapat dikenali dan dihargai oleh seorang penilai (penyelia). Jika seorang dosen telah mengajar dengan baik, sudah sepatutnya ia mendapat imbalan penghargaan, sementara mereka yang mengajarnya masih kurang baik, sudah sepatutnya mereka mendapatkan berbagai progam pelatihan dan pengembangan.

Sudah sepantasnya bahwa di Lembaga ini menyediakan dana dan sarana, untuk pelatihan dan pengembangan dosen dengan membentuk P3AI (Pusat Pelatihan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional). Di mana, kegiatannya bukan sebatas pada penyelenggaraan pelatihan AA dan Pekerti saja, tetapi lebih dari itu adanya upaya monitoring dan penilaian bagi dosen-dosen yang mengajar.

Yang perlu untuk diperhatikan juga, proses pembimbingan (mentoring) yang dilakukan oleh dosen senior kepada dosen yunior (asisten), tampaknya kegiatan ini masih merupakan ‘hiasan bibir belaka’. Tentunya perlu ada upaya serius dan terprogram mengenai proses mentoring ini.

Artinya bahwa perlu ada pembekalan oleh dosen senior ke dosen yunior tentang bagaimana caranya mengajar dan memimpin praktikum, apalagi membekali dengan bahan-bahan ajar atau materi praktikum yang baik dan mutakhir.

Dalam proses mentoring yang baik, sebaiknya dimulai dari mewajibkan asisten untuk duduk bersama mahasiswa di kelas, mendengarkan dan memperhatikan bagaimana dosen senior mengajarkan materi perkuliahan. Kegiatan ini kemudian harus diikuti oleh diskusi antara dosen senior dan asistennya tentang materi yang tadi dibahas di kelas.


Setelah dua atau tiga semester untuk mata kuliah tersebut (bukan 2 atau 3 kali tatap muka), barulah asisten diberi kesempatan untuk menggantikan beberapa tatap muka atau keseluruhan dari tatap muka mata kuliah tersebut. Itu pun, kuliah perdananya, seharusnya tetap diberikan oleh si dosen senior.


Sedangkan untuk kuliah selanjutnya, jika si senior tidak berhalangan, maka senior dapat berganti tempat dengan asisten, kali ini ia duduk di belakang bersama mahasiswa, memperhatikan bagaimana asistennya mengajarkan mata kuliah tersebut. Demikianlah proses mentoring yang seharusnya.

Kesepuluh : Akhirnya, mengajar yang baik adalah memiliki kesenangan, dan kenikmatan batin, yaitu ketika mata kita menyaksikan bagaimana mahasiswa kita menyerap ilmu yang kita berikan, bagaimana pemikiran mahasiswa menjadi terbentuk, sehingga mahasiswa kemudian menjadi orang yang lebih baik.

Seorang pengajar yang baik akan melakukan tugasnya bukan semata karena uang atau karena sudah merupakan kewajibannya, tetapi karena ia menikmati pekerjaannya, dan karena ia menginginkan pekerjaannya itu. Seorang pengajar yang baik tidak dapat membayangkan ia akan dapat melakukan hal atau pekerjaan lain selain mengajar dan mengajar.

Sepuluh kriteria/persyaratan mengajar yang baik dapat menjadi refernsi civitas academika (mahasiswa, dosen, karyawan dan Pimpinan) dapat mengambil pelajaran. Bahwa untuk menjadi seorang dosen yang baik itu bukan hanya sisi intelektualitasnya saja (dibuktikan dengan IP 3,00 atau lebih atau dengan prediket Cumlaude) tapi yang tidak kalah pentingya juga adalah dari sudut Emosional dan Spiritual (commitment moral dan akhlaknya) yang perlu untuk di uji.

DOSEN ITU HARUS DI CARI CARI MAHASISWA


Pada kenyataannya tidak semua dosen selalu dicari mahasiswanya. Ada saja dosen yang diikuti oleh mahasiswanya oleh karena sekedar namanya terpampang pada jadwal kuliah yang harus diikuti. Mungkin saja mata kuliah yang dimaksudkan itu sebenarnya menarik dan dibutuhkan, tetapi oleh karena dosen yang bersangkutan dianggap tidak mampu menunaikan tugasnya dengan baik, maka mahasiswa mengikuti kuliah hanya dalam keadaan terpaksa. Memang tidak semua perguruan tinggi berhasil menyediakan dosen yang berkualitas. Ukuran kualitas itu biasanya hanya dilihat dari latar belakang pendidikan, misalnya bergelar Doktor (S3), banyaknya pengalaman memberi kuliah, dan sejenisnya. Namun di dalam ruang kuliah, ternyata dosen yang bergelar Doktor tidak selalu menggambarkan kualitas yang diharapkan itu. Ada saja dosen yang belum Doktor dan masih baru tetapi justru diminati oleh mahasiswa oleh karena mampu menjelaskan materi kuliah dengan baik, menginspirasi, dan lainnya. Perguruan tinggi tidak gampang mencari dosen yang menarik sebagaimana harapan mahasiswanya. Mengetahui bahwa seseorang pantas menjadi dosen atau tidak, biasanya hanya dilihat dari latar belakang pendidikannya, misalnya ijazah dan transkripnya, status akreditasi perguruan tinggi yang mengeluarkan ijazah itu, dan sejenisnya. Calon dosen yang memenuhi kriteria itu dianggapnya mampu, tetapi pada kenyataannya tidak sebagaimana digambarkan itu. Mahasiswa belajar ke perguruan tinggi adalah untuk mencari ilmu. Oleh karena itu kehadiran dosennya untuk memberi kuliah di kampus seharusnya ditunggu-tunggu. Akan tetapi lagi-lagi kenyataannya tidak selalu demikian. Ada saja mahasiswa yang ketika dosennya tidak masuk justru bergembira. Hal demikian itu menandakan, bahwa perkulihannya kurang menarik, setidaknya bagi mahasiswa yang merasa gembira itu. Mereka mengikuti kuliah hanya sekedar memenuhi daftar hadir agar pada akhir semester berhak mengikuti ujian. Kenyataan tersebut sebenarnya merupakan problem mendasar yang harus diselesaikan oleh banyak perguruan tinggi. Mencari dosen berkualitas hingga selalu dicari-cari oleh para mahasiswanya ternyata tidak mudah. Akibatnya, perguruan tinggi yang bersangkutan menggunakan dosen yang hanya memenuhi syarat formal. Sementara itu, meningkatkan kemampuan dan kualitas dosen juga tidak mudah. Cara yang bisa ditempuh hanyalah mengirim mereka untuk studi lanjut. Namun strategi itu ternyata juga tidak menjamin bahwa setelah lulus yang bersangkutan memenuhi harapan, yakni menjadi dosen yang dicari-cari oleh mahasiswanya. Menilai bahwa mahasiswa di suatu kampus tidak memiliki minat yang kuat terhadap ilmu, sebenarnya tidak selalu tepat. Buktinya, jika di suatu saat hadir seorang dosen tamu yang dikenal memiliki ilmu dan pengalaman yang luas, ternyata mahasiswa berbondong-bondong ikut mendengarkan kuliahnya. Keadaan itu menggambarkan bahwa, sebenarnya mahasiswa masih memiliki semangat untuk mendapatkan ilmu. Tetapi ternyata, mereka dihadapkan pada kenyataan bahwa untuk mendapatkan guru atau dosen yang benar-benar berilmu tidak mudah. Orang yang secara formal dianggap kaya ilmu, tetapi gambaran itu tidak selalu terbukti. Sebenarnya, seseorang yang berhasil meraih gelar akademik tertentu, apalagi lulus Doktor misalnya, telah memiliki kemampuan untuk mengembangkan ilmu yang ada pada dirinya. Namun potensi dan kemampuan itu pada kenyataannya tidak selalu dikembangkan.


Setelah lulus menjadi Doktor, yang bersangkutan tidak pernah meneliti, tidak pernah menulis, dan tidak mengikuti perkembangan ilmu yang begitu cepat. Akibatnya, seorang bergelar Doktor pun bisa ketinggalan, dan ketika memberi kuliah tidak menarih, tidak memberi tambahan ilmu, dan juga tidak mengisnpirasi kepada mahasiswanya. Padahal, sebagai seorang ilmuwan di kampus, pekerjaan meneliti, menulis, berdiskusi dengan teman sejawat, mengikuti seminar dan berbagai pertemuan ilmiah seharusnya adalah menjadi kegiatan rutin.


Jika tugas-tugas itu selalu dilakukan atau bahkan menjadi bagian hidupnya, maka yang bersangkutan akan menjadi dosen yang dicari-cari mahasiswanya, dan bukan justru sebaliknya, yaitu diharapkan tidak hadir.


DOSEN ITU HARUS ASYIK BAGI MAHASISWA


Profesi dosen merupakan profesi yang menyenangkan. Salah satunya karena terus menghadapi mahasiswa ataupun mahasiswi yang karakternya beraneka ragam. Plus, profesi ini memungkinkan untuk mengetahui banyak hal. Dosen harus mengajar sekaligus berdebat, beradu argumen dan referensi.


Situs hypno-teaching memberikan tips menjadi dosen yang asyik bagi mahasiswanya.


1. Gunakan gadget


Lain dulu, lain sekarang. Mahasiswa saat ini bukan mahasiswa yang tenggelam dalam buku-buku tebal dan rela berjam-jam menghabiskan waktu mencari referensi buku di perpustakaan. Sebagian waktu mahasiswa saat ini disibukkan dengan mencari informasi melalui gadget yang terkadang cenderung kurang relevan bahkan seringkali menyalin dengan sesama mahasiswa.


Mengutip laman, para pengajar dalam hal ini dosen disarankan untuk mengajar sesuai dengan perkembangan zaman. Bila saat ini para mahasiswa sudah mengerjakan tugas dengan didukung internet dan aplikasi komputer, maka dianjurkan untuk melatih diri sendiri agar menyesuaikan keadaan tersebut. Menjadi dosen bukan berarti berhenti belajar, namun justru terus belajar agar dapat memberikan pengajaran serta bimbingan yang baik bagi mahasiswanya.


2. Berbicara sebagai kawan dan berbahasa “gaul”


Namun tentunya hal ini tergantung dari pribadi masing-masing. Apabila berkenan untuk mengikuti perkembangan zaman yang begitu cepat, maka dosen lebih diperhatikan para mahasiswa sebab memiliki bahasa yang ‘nyambung’ atau mudah dipahami. Bahkan mahasiswa cenderung menaruh hormat kepadanya baik secara langsung maupun tidak langsung.


Beberapa hal yang dianjurkan agar menjadi dosen yang menyenangkan bagi mahasiswa, yang pertama, memiliki niat dalam diri agar muncul motivasi meraih kesuksesan dalam mengajar. Sebaik apapun metode yang digunakan, apabila tidak memiliki niat dalam diri, tidak akan berhasil.


Lakukan persamaan posisi gerak tubuh, pemikiran, dan bahasa dengan mahasiswa. Sehingga akan memunculkan perasaan nyaman terhadap dosen tersebut. Manfaatnya kemudian, ia akan mudah berinteraksi dan berkomunikasi dengan mahasiswa. Mahasiswa pun mudah menerima materi yang disampaikan.


3. Jangan menekan atau mengintimidasi


Menekan atau mengintimidasi saat memberi pengarahan kepada mahasiswa, justru mengakibatkan mahasiswa tidak menikmati kuliah Anda. Mereka hanya terpaksa mengerjakan tugas, dan selebihnya sulit menyerap mata kuliah.


4. Gunakan kalimat yang positif dan memuji


Selanjutnya, dosen lebih banyak menggunakan kata-kata positif. Dengan kata-kata yang lebih positif, mahasiswa akan lebih memperhatikan dan cepat merespon. Tidak berlebihan juga jika sesekali memuji mahasiswa. Sebab, pujian adalah salah satu cara membentuk diri seseorang. Ini akan membuat seseorang lebih dihargai atas usahanya seberapapun usaha yang telah dilakukan.


5. Jadilah teladan

Terakhir, berikan keteladanan tidak hanya dari ucapan namun juga perbuatan yang konsisten. Dengan demikian, kepercayaan antara dosen dan mahasiswa akan terbangun dengan baik.


MAHASISWA ITU HARUS PAHAM DOSEN


Hubungan dosen dengan mahasiswa kerap kali berlangsung rumit. Kadang, dua manusia beda usia itu bisa sangat mesra. Mereka seperti sepasang kekasih yang kompak bergandeng tangan di taman penuh bunga. Saling memuji, saling menguatkan. Mereka adalah tim yang saling melengkapi.


Tapi, kadang-kadang hubungan mereka juga memanas. Keduannya terjebak pada syak wasangka. Si dosen menganggap mahasiswa tak kooperatif dan kurang sungguh-sungguh belajar. Adapun mahasiswa kerap mencurigai dosen sebagai makhluk abad 16 yang tidak bisa mengerti visi hidup anak muda.


Kesalahpahaman itu dipicu oleh perbedaan perspektif. Karena itu, supaya kamu bisa kenali dosen dengan lebih baik,


1. Bukan Makhluk Serba Tahu


Dosenmu mungkin sudah bergelar profesor. Dia memanfaatkan sepertiga waktu yang dimilikinya untuk membaca buku. Tapi, dosen bukan makhluk serba tahu. Dia juga bukan pembaca pikiran seperti Charles Francis Xavier.


Dosen memang menghabiskan waktu puluhan tahun untuk belajar, dari S1 sampai S4 (program postdoktoral, adakah?). Tapi, bidang yang mereka tekuni biasanya sangat spesifik. Seorang dosen kedokteran mungkin hanya mempelajari telinga. Lebih spesifik lagi, mungkin dia hanya mempelajari telinga bagian dalam. Lebih spesifik lagi, mungkin dia cuma mempelajari telinga bagian dalam khusus telinga kiri. Lebih spesifik lagi, mungkin cuma telinga dalam bagian kiri khusus perempuan.


Maka, tidak baik menanyakan semua hal pada mereka. Apalagi menanyakan sesuatu yang jelas-jelas tidak mereka ketahui. Jangan tanya pada dosen ekonomi soal morfologi tanah. Sebab, yang dia tahu justru harga jual tanah dan perilaku makelar.


2. Mungkin Kelelahan


Di sejumlah perguruan tinggi, rasio dosen dan mahasiswa belum cukup ideal. Ini membuat dosen harus mengajar lebih banyak kelas dari yang seharusnya. Pada sore hari mereka mungkin sudah merasa lelah. Jangan salahkan mereka kalau mereka tiba-tiba terlelap tidur saat presentasi di depan kelas. Jangan protes. Beri dia udara yang cukup, agar silir dan makin anglerrr. Kalau perlu, ambilkan guling sekalian.


3. Senang Dialog


Dosen memang pihak yang relatif lebih menguasai kelas. Namun, mereka buka tipe penguasa yang memanfaatkan kekuasaannya secara totaliter. Sebaliknya, mereka ingin mendapat respon balik dari kamu, mahasiswa. Mereka ingin kamu berpendapat, memulai diskusi, debat, atau apap pun yang memungkinkan dialog. Kalau tidak ada respon dari mahasiswa, dosen akan merasa patah hati, persis seperti bujang yang ditolak janda kembang.


4. Tidak Hafal Nama Tiap Mahasiswa


Dalam sebuah kelas, jumlah mahasiswa mungkin bisa mencapai 30 orang. Padahal dalam satu semester seorang dosen bisa mengajar hingga 10 kelas. Artinya, ada 300 wajah baru yang harus dihafal. Ini tugas yang berat. Maka, jangan tersinggung kalau dia tidak hafal namamu. Kecuali kalau kamu adalah mahasiswa istimewa yang sejak awal menyita perhatiannya.


5. Tidak Baca Semua Makalahmu


Percayalah, dosen tidak membaca makalahmu dari sampul hingga daftar pustaka. Kalaupun membaca, mereka akan melakukannya secara cepat.


6. Teliti Karena Terlatih


Meski tidak membaca seluruh bagian makalahmu, dosen selalu bisa menemukan bagian-bagian yang keliru dari makalahmu. Bukan karena mereka diberkati bakat seperti cenayang, tapi karena mereka terlatih selama puluhan tahun. Dengan membaca bagian-bagian tertentu saja, dia bisa membuat diagnosis terhadap makalahmu.


7. Berusaha Disiplin


Ada dosen yang jarang sekali masuk kelas. Ini bukan karena mereka malas. Mereka biasanya memiliki tugas tambahan. Misalnya, meneliti, mengadakan pengabdian, atau menulis buku. Di balik semua itu, mereka berusaha mendisiplinkan diri. Mereka telah membuat jadwal yang ketat agar bisa masuk kelas sesering mungkin. (Note: Penjelasan nomor 7 ini boleh diragukan keabsahannya).


8. Dosen Proyektor


Dari sekian banyak dosenmu, kamu akan mendapati ada tipe dosen proyektor. Inilah jenis dosen yang justru disibukkan urusan proyek. Dosen tipe ini memanfaatkan setiap akademik sebagai sumber penghasilan. Yang mereka pikirkan adalah uang. Ya uang lelah, uang kemeng, uang berkeringat, uang bernafas, sampai uang bersin. Dosen tipe ini suka mengambil sebgain dana penelitian untuk keperluan pribadi. Yang begini ini biasanya suka sekali bikin proposal program pengabdian masyarakat. Iya, “pengabdian”.


9. Bisa Kamu Salip


Percayalah, tidak semua dosen adalah pembaca buku yang baik. Kalaupun mereka suka membaca, energy dan waktunya mungkin terbatas. Kamu bisa menyalip kemampuan dosenmu dengan membaca buku lebih banyak dari mereka.


10. Paling Benci dengan Kopas


Ada dua hal yang paling dibenci dosen. Satu, gajinya telat. Dua, melihat tugas hasil kopi paste (kopas). Bagi para dosen, mahasiswa yang melakukan plagiasi berarti telah melakukan kejahatan intelektual. Hukumannya sangat berat.


11. Hafal Kelakuan Para Pencontek


Dosen yang mengajar selama belasan tahun sudah berpengalaman ribuan kali mengawasi ujian. Pengalaman panjang ini membuat mereka hafal betul kelakuan mahasiswa yang nyontek. Dari yang nyontek pake hape, nyontek pake kertas dilinting, sampai yang menuliskan kunci jawaban di paha: dosen tahu.


Para pencontek, sebagaimana para pembohong lain, selalu menunjukkan tingkah aneh. Ekspresi wajah mereka selalu tanggung: senang tidak, sedih juga enggak. Para pecontek berusaha memfokuskan pandangan, tapi pandangan mereka justru tampak buyar. Selain itu, para pecontek selalu mengawasi penguji. Ini membuat suasana ruang ujian kerap kali tertukar: mahasiswa yang justru terus menerus mengawasi dosen.


12. Tidak Selalu Jujur


Ini penting diketahui. Tidak semua perkataan dosen adalah kebenaran. Dosen tertentu mungkin memiliki sesuatu yang dirahasiakan. Entah tentang kehidupannya, entah tentang gaya hidupnya di luar kampus, atau soal pandangan politiknya. Mahasiswa yang kritis akan bisa membedakan, mana ucapan dosen yang jujur dan bisa dipercaya dan mana ucapan yang meragukan sehingga perlu dikonfirmasi.


13. Mereka Memperhatikanmu


Betapa pun mereka tidak hafal namamu, dosen selalu berusaha memperhatikanmu. Dosen ingin melihat bakat yang kamu simpan. Seorang pendidik memiliki kecenderungan alami untuk peduli. Maka, dari depan kelas sesekali dia akan mengalihkan pandangan ke arahmu. Dia ingin mencari tahu, potensi apa yang bisa dikembangkan dari diri kamu.


14. Sepatu Sobek dan Kemeja Jadul


Dosen statistikmu mungkin beda cahsing dengan dosen komunikasi. Dia bisa benar-benar abai pada penampilan fisiknya. Dosen laki-laki mungkin tidak pernah perhatikan sepatunya begitu kusam, bahkan sobek. Mungkin juga, dia hanya punya beberapa kemeja sehingga mamakainya secara berurut-turu dalam 2 hari. Adapun dosen perempuan, mungkin tidak suka bermake-up. Dia juga ogah menggunakan sepatu hak tinggi seperti Ketty Perry. Selama mereka tetap mandi sebelum ngajar, maklumilah mereka.


15. Ingin Hubungan Personal Lebih Dekat


Sebuah Kisah nyata; Dosen sastra Universitas Indonesia (UI) Maman S Mahayan pernah dicueki mahasiswanya saat ia baru mulai mengajar di Korea. Mahasiswa di kelasnya satu per satu pergi meninggalkan kelas. Tentu saja itu membuatnya sedih.


Maman kemudian mengundang para mahasiswa untuk makan malam di apartemennya. Bagi Maman, itu kesempatan yang baik untuk mengenali mahasiswanya secara lebih dekat. Jika hubungan personal sudah mulai terjalin, komunikasi dengan mahasiswa bisa segera diperbaiki. Dosen juga bisa memilih strategi belajar yang lebih tepat.


16. Beda, Dosen Laki-laki dan Perempuan


Meski sama-sama berprofesi sebagai dosen, tetap ada perbedaan sifat antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan dasar ini perlu diketehaui mahasiswa.


Dosen laki-laki mungkin suka humor berbau seks. Kalau mendapati sesuatu yang lucu, dia akan tertawa terbahak-bahak. Dia juga tidak akan ragu melakukan kontak fisik dengan salaman, tos, atau menepuk bahu.


Hal-hal seperti itu mungkin kurang disukai dosen perempuan. Umumnya mereka tidak senang dengan anekdot seks (meski tetap suka seks). Ini tentu saja lumrah. Sebab, sebagian anekdot bertema seks cenderung seksist, menempatkan perempuan sebagai bahan olok-olok. Kecuali kamu sesakti Stifler, berhati-hatilah.


17. Bukan Feodal


Sebagai kelompok terdidik, dosen menginginkan hubungan selalu terjalin dengan sehat. Salah satu cirri hubungan sehat adalah egaliter, tidak ada intimidasi satu dengan lainnya. Mereka ingin kamu menghormatinya, tapi bukan dengan ekspresi-ekspresi feodalistik. Maka, tidak perlu ngesot saat jalan di depannya. Kamu juga tidak harus selalu cium tangan. Apalagi kalau kamu sudah seminggu kena flu.


18. Siap Bertukar Buku


Dosen Sastra Undip Redyanto Noor membuka rumahnya di akhir pekan bagi mahasiswa. Dia juga mempersilakan mahasiswa membaca dan meminjam buku koleksinya. Tapi dia sedih, sebagian bukunya tidak kembali.

“Cuma dosen gila yang rela bukunya dipinjam mahasiswa. Tapi ya cuma mahasiswa gila yang mau kembalikan buku ke dosennya,” kelakarnya.


19. Ingin Memberimu Kebebasan


Dosen tidak selalu ingin menguasai pikiranmu. Sebaliknya, dosen ingin mengajakmu ke dunia berpikir yang bebas. Jangan sampai rasa hormatmu membuatmu tidak enak hati mendebat dosen, kalau dia keliru. Dosen akan senang kalau dengan argumen yang tepat, kamu justru bisa memberinya koreksi. “Aku menang justru ketika anakku bisa mengalahkanku,” kurang lebih begitu pikirian para dosen – mengutip kalimat dalam sebuah iklan.


20. Presentasi Peninggalan Zaman Majpahit


Beberapa dosen mungkin sudah piawai menggunakan power point untuk presentasi di kelas. Ada yang sudah pakai Prezi malah.


Tapi, ada juga dosen yang masih menggunakan OHP Projector. Kalau kamu menemukan itu, kamu tidak perlu mengolok-oloknya. Nikmati saja perkuliahan. Bayangkan bahwa kamu sedang diajari oleh mahaguru dari zaman Majapahit.


21. Selalu Menunggu Diajak Makan Siang


Usai kuliah, mainlah ke ruang dosen. Ajak dia ke kantin kampus dan tawari dia makan siang. Percayalah, asal dia belum makan, dia akan menerima tawaranmu.


Kesempatan makan siang bersama mahasiswa selalu ditunggu dosen untuk mencairkan suasana. Kesempatan itu dimanfaatkan dosen untuk menunjukkan sisi humanisnya. Jangan kaget kalau dosenmu ternyata suka pete, ya. Juga jangan kaget kalau porsi makannya tiga kali lipat dari kebanyakan orang.


22. Pernah Hidup Susah


Dia mungkin naik Mercedes Benz ke kampus. Tapi percayalah, mereka tidak terlahir di kotak berjalan itu. Mobil bagus itu juga bukan warisan dari ayahnya. Mereka membeli mobil bagus setelah menabung bertahun-tahun.


23. Memantau Setelah Kamu Lulus


Petani selalu ingin melihat apakah tanaman yang ditanamnya tumbuh dengan baik atau tidak. Dosen juga seperti itu. Dia ingin tahu, apakah mahasiswa yang didiknya sudah berhasil atau belum. Mereka mungkin tidak akan menghubungimu melalui telefon, tapi sesekali dia akan mengetikkan namamu di Google. Dia berharap mesin pencari itu membawa kabar baik.


24. Senang Mendengar Kabar Dari Kamu


Kalau kamu sudah lulus, sudah bertahun-tahun tidak ketemu dosen, sempatkanlah memberi kabar. Mereka akan senang mendengarnya.


Tidak harus selalu kabar besar yang kamu sampaikan. Kabar yang sederhana pun cukup membuatnya senang. “Sekarang saya sudah menikah dan tinggal di Bandung, Pak,” misalnya, Atau, “Saya baru saja menemukan bunga mawar putih. Tiba-tiba saya ingat Ibu. Di salah satu perkuliahan, ibu pernah mengajak kami ke laboratorium untuk mengulas tentang klorofil.”


25. Berdoa untuk Kebaikan Kamu


Ada tiga doa yang selalu dipanjatkan seorang dosen usai mereka beribadah. Pertama, dia meminta Tuhan membantunya melunasi kredit rumah. Kedua, dia meminta Tuhan membantunya mencukupi tagihan pendidikan anak. Ketiga, dia meminta Tuhan membantu mahasiswanya agar dapat menjalani hidup dengan baik. Mereka mungkin tidak menyebut namamu satu persatu (sebab itu akan membuat doanya justru seperti acara wisuda), tapi dia mengharapkanmu bahagia.


Demikan pembahasan ringkas ini, semoga bermanfaat!! Sukses selalu dalam bekerja dan dan berkarya. Tetap semangat dalam beraktifitas.

349 views0 comments
bottom of page