Dalam hidup, ada hal yang datang dengan sendirinya, dan ada hal yang harus diperjuangkan dahulu untuk mendapatkannya.
Era digitalisasi telah menuntut setiap perguruan tinggi di manapun, termasuk di Indonesia, agar mampu mempersiapkan diri mengantisipasi munculnya berbagai perguruan tinggi asing dengan model “cyber class”. Teknologi digital dan komunikasi yang tumbuh berkembang dengan akselerasi tinggi, dapat memunculkan bentuk-bentuk pendidikan tinggi baru dengan teknik proses pembelajaran melalui internet (dikenal dengan istilah Virtual University).
Adanya kecenderungan perubahan yang begitu cepat tersebut, selayaknya segera diantisipasi oleh setiap perguruan tinggi, dengan melakukan langkah-langkah pembenahan yang strategis menuju Perguruan Tinggi yang entrepreneurship dengan semangat bersaing yang dijiwai oleh ruh Tri Darma PT. Diperlukan suatu pola manajemen yang sanggup menggalang segenap potensi internal dan eksternal untuk mencapai tujuan kampus sebagai “Centre of Excellen”.
Era Globalisasi adalah masa dimana dunia berada dalam fenomena pasar bebas dunia, dan terjadi aliran bebas dari modal, teknologi, orang dan barang serta informasi. Suka atau tidak suka, mau tidak mau, globalisasi akan terus berlangsung. Tidak ada aturan apapun dari negara manapun yang dapat mencegah globalisasi (Thurow, 1996). Transmisi informasi dengan kecepatan elektromagnetik telah memperlancar terjadinya globalisasi serta meningkatkan intensitas kompetisi (Lodge, 1995). Kompetisi bernilai positif bagi pemainnya hanya bila ia dapat memenangkannya, setidak-tidaknya harus dapat bertahan agar tidak sampai terpental dari permainan tersebut. Tidak mengikuti kompetisi globalisasi berarti keterpurukan, mungkin bahkan sampai pada kesirnaan dan non eksistensi (Besari, 2001). Jadi satu-satunya pilihan adalah ikut kompetisi serta berusaha untuk tetap bertahan dalam permainan tersebut sampai jauh dimasa datang.
Kaku (1997) menyatakan bahwa perkembangan sains dan teknologi dalam abad XXI ini akan merupakan sinergi dari Revolusi Quantum, Revolusi Bio-molekuler dan Revolusi Komputer, yang akan memungkinkan manusia menjadi pengatur kinerja (choreographer) dari bahan (matter), kehidupan (life) dan kecerdasan (intelligence). Dalam jangka pendek, suatu jenis baru negara unggulan akan muncul, yakni -the virtual state-, negara yang akan sangat berpengaruh di dunia, tetapi tidak berbentuk negara super power tradisional, namun lebih mirip Singapura atau Hongkong. Suatu negara kecil, dengan militer sedikit, langka sumberdaya alam, pertanian atau manufaktur, namun sangat kuat dalam memainkan keterampilan manajerial, finansial dan kreatifitas dalam mengontrol aset diberbagai penjuru dunia. Mereka akan menjadi negara “kepala” -head nations- yang mencipta produk dan mengendalikan jasa. Sedang yang lain hanya akan menjadi negara “tubuh” -body nations- yang memproduksi barang-barang bekerjasama dengan negara kepala atau virtual states tadi (Roserance, 1999).
Dan kini, kita sudah berada dalam fajar era baru dimana puncak-puncak kecerdasan manusia dipelosok-pelosok bumi saling tersambungkan berkat teknologi digital: -The Age of Networked Intelligence-. Era digital yang melahirkan ekonomi baru, politik baru, masyarakat baru. Cara berbisnis akan berubah, tata cara pemerintahan harus disesuaikan termasuk tata cara pengelolaan Perguruan Tinggi, dan setiap individu akan bisa meningkatkan potensi dirinya. Era yang membuka harapan baru yang luas, tetapi juga ancaman baru menghadang. Sisi gelap era digital yang berwujud potensi kesenjangan sosial, pelanggaran hak pribadi, hak cipta, pengang-guran, dampak terhadap keluarga, nilai moral akan muncul (Tapscott, 1996).
Sekalipun sebuah modernisasi ditandai dengan kecepatan arus informasi, globalisasi dan ekonomi digital tidak akan pernah dapat dilepaskan oleh pengaruh besar teknologi. Keampuhan teknologi itu kemudian mendulang sukses mengintegrasi tradisi perdagangan yang bersifat abstraksi, berubah ke dalam bentuk yang lebih sempurna, universal dan spasio-temporal (mampu menembus ruang dan waktu).
Inovasi tidak lagi terbatas pada sektor teknologi tinggi, namun lebih jauh saat ini telah menjadi fenomena-global yang mempengaruhi semua sektor kehidupan. Era-baru globalisasi yang ter-afirmasi dalam “aliran-data” dan informasi yang menghasilkan lonjakan perubahan yang massif. Bagaimana sebuah informasi mampu menggerakkan segala bidang kehidupan. Hanya dengan teknologi, maka berbagai persoalan networking (jaringan) mampu menciptakan “kuantum computer”, di-reverse menjadi platform digital global yang dapat kembali dipergunakan pada proses belajar-mengajar, mencari pekerjaan, tetapi lebih jauh dalam membangun koneksitas e-commerce lintas batas, sehingga menciptakan pasar tenaga kerja yang lebih global. Teknologi adalah proses-control sehingga Informasi bisa ditransmisikan di seluruh dunia dalam sekejap mata, namun bisa menjadi gangguan. Teknologi mampu menggabungkan, mengkonversi atau menyajikan informasi dalam berbagai bentuk, dapat dieksplorasi sekaligus dimanipulasi, dan lebih jauh dapat “disengajakan” untuk membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan mengarahkan perilaku untuk mendapatkan reaksi yang diinginkan.
Implikasi bagi Perguruan Tinggi ?
Berbagai lembaga pendidikan tinggi menganggap persaingan di era global dan ekonomi digital ini merupakan tantangan yang harus diraih dan dijadikan sebuah peluang untuk mendukung pengembangan dan kemajuan pendidikan tinggi Indonesia. Tidak banyak perguruan tinggi yang siap menghadapi kondisi ini, hanya PT yang didukung dengan infrastruktur yang memadai, system yang efisien dan efektif dan pengendalian manajemen yang baik memungkinkan untuk bersaing dan memenangkan persaingan ini. Karena itu PT harus melakukan evaluasi desain dan merencanakan ulang system yang selama ini telah berjalan untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan ekonomi global dan persaingan digital saat ini.
Perguruan tinggi Indonesia harus mempersiapkan diri menghadapi perubahan era digital disruption yakni era keterkejutan dengan teknologi digital. Kesiapan kampus dalam hal ini sumber daya manusia (SDM) dan teknologi, harus pula didukung oleh regulasi pemerintah. Perguruan Tinggi harus menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Perguruan tinggi di Indonesia tidak hanya terfokus pada formalitas seperti akreditasi atau sekadar mengejar angka sertifikasi dosen saja. Namun hal yang lebih utama adalah membangun budaya akademik.
Persaingan dalam dunia pendidikan dengan masuknya perguruan tinggi asing ke Indonesia sehingga perguruan tinggi di Indonesia harus bersiap. Dengan masuknya perguruan tinggi asing, maka perguruan tinggi Indonesia juga harus bisa bekerja sama dalam berbagai bidang. Di era digital, pendidikan tinggi tidak bisa hanya membahas persoalan yang dihadapi lingkup Indonesia saja, melainkan secara global sehingga penting bagi perguruan tinggi untuk bisa bersaing. Keunggulan sebuah perguruan tinggi tidak hanya dinilai dari jumlah gedung, fasilitas atau jumlah dosen dan mahasiswa yang dimiliki. Hal utama adalah dapat menghasilkan SDM yang memiliki kompetensi dan berdaya saing tinggi di tingkat nasional maupun global. Selain itu juga dapat menghasilkan dan mengaplikasikan iptek bagi masyarakat. Perguruan tinggi dituntut untuk dalam memproduksi SDM terdidik yang berkualitas, terampil, dinamis, dan menjadi learner yang mampu belajar, serta mengejar hal-hal baru. Bahkan menjadi garda terdepan dalam menghadapi perkembangan zaman.
Di era digital dikenal istilah era disrupsi yaitu evolusi atau perubahan masyarakat bergeser dari aktivitas yang awalnya dilakukan di dunia nyata, ke dunia maya atau digitalisasi. Fenomena ini berkembang pada perubahan pola dunia bisnis. Era ini, menuntut lembaga pendidikan tinggi untuk dapat menciptakan iptek yang inovatif, adaptif, kompetitif sebagai konsep utama daya saing dan pembangunan bangsa di era industri 4.0. World Economic Forum (WEF), menyebut Revolusi Industri 4.0 adalah revolusi berbasis Cyber Physical System yang secara garis besar merupakan gabungan tiga domain yaitu digital, fisik, dan biologi. Ini ditandai dengan munculnya fungsi-fungsi kecerdasan buatan (artificial intelligence) dalam teknologi industri yang semakin pintar menyaingi manusia, eranya mobile super computing, intelligent robot, self-driving cars, neuro-technological brain enhancements, bahkan genetic editing (manipulasi gen)," papar Nasir.
Pendidikan tinggi harus makin dipacu dengan berbasis teknologi sehingga perguruan tinggi dapat memberikan dampak responsif terhadap perkembangan revolusi industri 4.0. Para pengelola perguruan tinggi dituntut mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi jika tidak ingin tergulung oleh era digital disruption. Perkembangan teknologi digital sangat cepat sehingga tidak terhindarkan lagi untuk diterapkan di segala bidang. Selain Sistem informasi, kompetensi dan produktivias para dosen harus terus ditingkatkan. Program studi harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan zaman.
Era Digital akan mengubah bentuk pendidikan
Melalui internet, buku-buku dan informasi langka bisa diakses oleh jutaan manusia. Lokasi belajar sudah menembus dinding-dinding kelas. Dengan akses terbuka ke dunia informasi, murid bisa melampaui guru yang masih terpaku pada pola belajar masa lampau. Teknologi baru telah mengubah peran dosen menjadi motivator dan fasilitator bagi mahasiswanya, tidak lagi menjadi pengulang fakta. Objek ilmu pengetahuan bisa diperoleh dengan menjelajahi situs di cyberspace. Mahasiswa ketika berada dimana saja bisa mengikuti kuliah secara interaktip dari seseorang guru besar tersohor tentang topik yang aktual. Mahasiswa juga bisa memutar ulang kuliah-kuliah yang terlewat, diwaktu luangnya. Ujian bisa dilakukan sewaktu-waktu. Kurikulum bisa lebih responsip kepada kebutuhan dan minat mahasiswa. Juga bisa diubah sesuaikan kepada kebutuhan dunia usaha yang senantiasa berubah cepat. Dan pesertanya adalah mahasiswa murni maupun pegawai dan pekerja yang tersebar diberbagai tempat terpisah.
Di Indonesia pun bisa diamati, bahwa disaat ambruknya sektor riil akibat krisis moneter, justru amino belajar di berbagai universitas dan akademi malahan meningkat. Walhasil era digital membuka peluang yang luas bagi sektor pendidikan, namun juga ancaman bagi institusi yang berlambat-lambat menyesuaikan diri. Universitas tradisional memang tidak akan lenyap, tetapi mereka pasti harus mengubah diri untuk bisa bertahan. Universitas dengan metode tatap-muka tidak lagi memonopoli sektor pendidikan tinggi. Dia harus memberi tempat kepada sistem pendidikan tinggi alternatip melalui internet, yang akan semakin banyak peminatnya.
Agar dapat bersaing, perguruan tinggi harus mampu menciptakan inovasi dalam tata kelolah kampus yang berorientasi pada:
Kesadaran mutu : Perbaikan mutu yang berkelanjutan dari para lulusan, dosen, system pembelajaran, penelitian, pengabdian masyarakat.
Kesadaran kepuasan konsumen : Mahasiswa, dosen dan seluruh civitas akademika, masyarakat pengguna, pemerintah, dunia usaha dan industry.
Kesadaran kompetisi : Kiat-kiat wirausaha harus dielaborasi untuk mengefektifkan aset manusia dan material yang ada dalam rangka memperluas pasar dengan “menjual” produk pendidikan baru, merangsang proyek penelitian yang relevan dengan kebutuhan konsumen, memacu kerjasama baru baik lokal, nasional dan internasional, merangkul investor dan donatur baru.
Sasaran meliputi :
Mahasiswa : Meningkatkan kualitas mahasiswa
Sumber Daya Manusia : Kualitas dosen
Akademik : Pemanfaatan teknologi Informasi, relevansi kurikulum terhadap dunia usaha dan industry.
Sarana dan Prasarana : Peningkatan perangkat dan prasarana fisik dengan optimalisasi pemanfaatan, kreatifitas dan memakai metoda baru dan teknologi baru
Perbaikan Pelayanan : Meningkatkan kualitas pelayanan dengan sistem peralatan elektronik.
Penggalangan Sumber Dana dan Kerjasama : Peningkatan anggaran dan pendapatan dengan menggali sumber dana baru selain dari mahasiswa yang selama ini jadi sumber pemasukkan utama. Membangun Core business baru
Penumbuhan Jiwa Kewirausahaan : Kalangan dosen dan mahasiswa
Organisasi : Pembenahan organisasi diarahkan pada pencapaian tujuan dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki seoptimal mungkin.
Taka ada kata terlambat untuk melakukan perubahan, dan perubahan itu sendiri merupakan sesuatu yang sifatnya dinamis. Setiap adanya “perubahan” hendaknya dipandang sebagai suatu peluang baru.
Simak vido berikut : Pendidikan tinggi menuju revolusi industri 4.0
Semoga Bermanfaat. Salam Pendidikan Tinggi Indoensia !