Berkembangnya teknologi pada era modern ini banyak sekali memunculkan peralatan teknologi super canggih baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software-aplikasi) baru dan menciptakan fasilitas yang bersifat lebih modern untuk mempermudah pekerjaan kita khususnya di bidang pendidikan. Akan tetapi banyak orang yang tidak menyadari bahwa saat ini untuk membuat media pembelajaran ataupun mendapatkan bahan referensi pembelajaran sangatlah mudah. Tidak perlu waktu, biaya, tenaga yang besar. Cukup terkonkesi dengan internet dan gunakan mesin pencari “mbah” google semua kebutuhan yang dicari pastinya ada tersedia.
Istilah yang populer sekarang di sebut ERA DIGITAL yang melahirkan pula ERA PENGETAHUAN. Informasi pengetahuan yang begitu luas dan mudah di akses telah melahirkan gelombang IPTEKS yang menglobal. IPTEKS yang menglobal ini merupakan sebuah kado khusus bagi para dosen di tanah air untuk memanfaatkan sarana dan fasilitas di era digitalisasi sekarang ini untuk lebih meningkatkan kualitas pembelajarannya.
Dosen selalu di indentikan dengan seseorang yang memiliki pengetahuan yang luas yang biasanya "bijaksana". Seorang yang selalu mengupdate pengetahuannya, tangguh, tekun dalam mempelajari banyak hal, memiliki koleksi buku lebih banyak dari koleksi yang dimiliki masyarakat pada umumnya, dan menyediakan waktu yang cukup untuk membaca buku. Dosen juga identik dengan menulis karya ilmiah, bahkan dosen kekinian tidak lepas dari laptop dan koneksi internet, digunkan untuk mengakses data dan informasi yang berkaitan bidang ilmu dan pendidikan yang digelutinya.
Di era ini, sudah menunjukkan gejala “kegilaan” dengan tumbuhberkembangnya inovasi disegala bidang akibat dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Bagaimana dengan dunia dan dosen dan kampus kita, apakah sudah menunjukkan “kegilaan-kegilaan”. Dosen yang mampu menerapkan penggunaan ICT yang bisa menggerakkan hati mahasiswa untuk semangat belajar. Dosen yang dapat melahirkan inovasi dan difusi media pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi kita???
Menurut saya, dosen yang bijaksana tak ubahnya harus seperti seorang arsitek. Sebelum membangun sebuah gedung terlebih dahulu melakukan survei dan meneliti keadaan tanah, hal ini bertujuan untuk mengetahui tempat itu bisa menopang bangunan yang akan didirikan. Jadi seorang dosen haruslah menciptakan metode pembelajaran yang menurutnya baik untuk dirinya sendiri, tetapi terlebih untuk peserta didiknya. Seorang dosen haruslah membuat metode pembelajaran yang menarik, dinamis, interaktif dan atraktif dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Yang dapat memadukan antara metode, proses dan media yang digunakan.
Dosen haruslah menciptakan suatu metode pembelajaran yang menyelaraskan perkembangan dan kemajuan ICT. Hal ini sudah menjadi tuntutan dan kebutuhan yang sepatutnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di perguruan tinggi. Sekaranglah saatnya dosen harus HIJRAH pembelajaran karena sudah menjadi obsolute untuk di laksanakan. Penerapan ICT dalam proses pembelajaran kekinian di ibaratkan penambahan sumber cahaya yang dapat menerangi ruang agar lebih terang benderang. Mahasiswa di ibaratkan burung burung di kutub yang selalu berhijrah dari tempat yang kurang mengandung makanan dan kesehatan baginya, mereka melintasi benua untuk mencari tempat yang lebih menyehatkan dan menyegarkan. Mahasiswa jaman now sangat tertarik pada metode pembelajaran yang interaktif, dinamis dan atraktif yang tentunya memanfaatkan media ICT.
Realitas kampus kekinian, dosen dalam aktifitasnya tak terlepas dari Laptop. Baik dosen maupun mahasiswa menenteng laptop dan pakai slide presentasi alias power point dalam setiap penyajian matakuliah maupun tugas mahasiswa. Sudah “Hi-Tech” gitu. Kapur tulis dan OHP sudah disingkirkan jauh-jauh dari peradaban, sudah menjadi barang antik di jaman now. Sudah berganti dengan whiteboard yang kinclong dan LCD yang bisa menampilkan gambar full color dan bisa gerak-gerak. Belum lagi fasilitas internet yang tersedia di kampus. Dosen dan mahasiswa dimudahkan dalam mencari literatur. Cukup buka mbah Google, apa yang kita cari langsung ada di depan mata. Komunikasi pun jadi sangat mudah, bisa pakai jejaring sosial, email, blog, dll. Mau menulis artikel atau opini tidak perlu repot-repot bikin mading atau pengumuman yang ditempel, cukup satu klik, semua orang di dunia bisa tahu.
Dosen sudah pada pintar plus cerdas membuat materi pembelajaran dengan menggunakan aplikasi virtual, perpaduan teks, suara, gambar dan video. Begitupun dengan mahasiswa, mereka juga sudah pintarm membuat makalah dan presentasi yang menarik dan interaktif. Semua bahan dan materi yang dibutuhkan dosen dan mahasiswa banyak tersebar di internet. Mau cari animasi video juga sudah komplit di Youtube. Dosen nggak perlu kaget lagi mikir “kok bisa ya mahasiswa bisa mengerjakan makalah, satu hari bisa kelar. Ukuran dulu emang sungguh luar biasa. Di jaman now uda biasa!
Pola pembelajaran berbasis SCL (student center learning), hampir semua kampus sudah menerapkan itu. Mahasiswa membuat makalah, diskusi, tanya jawab, dosen hanya sebagai fasilitator. Dengan dukungan fasilitas, teknologi ICT dan metode membuat system pembelajaran sedemikian canggih. Bagaimana realitas yang terjadi, apakah semuanya seperti itu adanya??!!?!?!? Ada fakta yang menarik. Di suatu kelas, sang dosen masuk, mempersiapkan media belajar, kelas tenang dan perkuliahan pun di mulai. Mahasiswa mendengarkan, sesekali mencatat, tapi selebihnya mulai tidak fokus. Di akhir kuliah, sang mahasiswa menyodorkan flasdisk mencopy file presentasi dosen. Budaya mahasiswa jaman now, cukup copy file materinya, nanti tinggal di pelajari sendiri. Lantas, apa yang terjadi berikutnya?
Kemudian mahasiswa pulang ke rumah, sibuk mengerjakan aktivitas lain (main facebook-an, kongkow di café/warkop, mall dll) dan akhirnya, file materi presentasi tadi pun tidak tersentuh. Hanya di tumpuk, dijadikan koleksi secara rapi di folder-folder. Sebenarnya alasan hobi mahasiswa menkoleksi file presentasi dosen tidak lain adalah untuk menyenangkan plus menangkan hati karena bahan materi kuliah sudah dimiliki, walaupun, entah baca nya kapan?. Bahkan semua Hand-out hardkopi pun tidak ketinggalan dikopi semua. Demikian terus-menerus, sampailah menjelang UAS atau UTS ukuran file sudah membesar di level Megabyte. Besok ujian, mulai lah di buka tabungan file tadi. Di buka satu per satu PPT dan mata langsung kaget di PPT pertama. slide-nya ada 125 slide per PPT. Binggung dan galau pastinya, mana besok ada ujian 2 mata kuliah, ya sudah , strategi SKS (sistem kebut semalam) pun gagal total.
Begitupula dengan tugas presentasi, disampaikan kepada mahasiswa bahwa minggu depan penyajian presentasi, materi dan panduannya ada di laman website dosen. Acara presentasi, dilanjutkan dengan diskusi” jelas salah satu dosen di akhir kuliah. Esok hari lagi, sampai hari kelima belum juga di garap. Pas hari ke enam, salah satu mahasiswa mulai gelisah dan sms ke teman sekelompoknya, menanyakan kapan tugas kelompok di kumpul. Dengan sigap karena dikejar tayang, berkumpul-lah mereka dan semua membawa komplit laptop dan modem masing-masing. Mereka pada serius mencari bahan di internet, dan akhirnya ketemu juga makalah yang mereka cari, sama persis apa yang diharapkan alias persis dengan materi tugas kelompoknya. Mereka download lalu lanjut mengedit makalah tersebut, triknya hanya mengganti slide pertama, lalu diisi dengan judul dan nama anggota kelompok, di baca sebentar, dan besoknya mulai tampil.
Tibalah di hari H penyajian tugas presentasi dari masing masing kelompok. Setidaknya 4 atau lima kelompok dengan topik berbeda mempresentasikan hasil kerjanya. Dan mulailah diskusi. Apa yang terjadi? Karena materi kurang matang, jadi diskusi ya ala kadarnya plus apa adanya. Mahasiswa yang presentasi ngomongnya ngawur, tidak paham benar isi materi alias nggak tau isinya, jawab pertanyaan pun nggak nyambung plus nggak tentu arah. Kondisi ini, di perparah dosennya yang gak OK banget, harusnya menjelaskan sekaligus meluruskan yang sebenarnya dari presentasi mahasiswi, malah justru keasyikan sibuk nanya nomor "STAMBUK" mahasiswa, sampai lupa menjelaskan materi yang sebenarnya dari presentasi tadi.
Inilah kisah SCL jaman now hanya sekedar contoh, yang pastinya “tidak terjadi” di kampus kita tercinta. Bahwa hakikatnya belajar adalah suatu kebutuhan, dan tiap elemen baik mahasiswa atau dosen harus mengetahui perannya masing-masing. Ini bukan masalah siapa yang bertanggungjawab dan tanggungjawab siapa, solusi semuanya ada di tiap elemen, introspeksi dan memperbaiki diri masing-masing.
Sekelimut Cerita Gaya Mengajar Dosen Jaman now
Dalam proses perkuliahan, yang memberi nilai dari setiap matakuliah adalah dosen. Dosen adalah penentu nilai hasil perkuliahn yang tentunya berdasarkan pada aturan akademik yang telah ditetapkan kampus. Salah satu alasan yang membuat mahasiswa rajin masuk kuliah ataupun tidak tergantung pada gaya mengajar dan metode pembelajaran dosen. Sudah menjadi ketetapan obsulut alias mutlak adanya setiap dosen sebelum mengajar ke mahasiswanya terlebih dahulu harus menguasai materi perkuliahan, walaupun tidak di pungkiri pada kenyataannya masih ada beberapa dosen yang belum menguasai sepenuhnya mata kuliah yang akan diajarkan. Alhasil mahasiswa pun menjadi tidak begitu mengerti dan memahami materi yang dikuliahkan. Alhasil, di suatu waktu, ada mahasiswa yang curhat kepada saya perihal gaya mengajar beberapa dosenya. Ia mengatakan, bahwa mereka sangat bangga pada sosok dosen yang bersikap tegas, disiplin, konsisten, bijak dan berwibawa. Dosen yang suka canda, tapi candaan yang mengandung nilai-nilai akademis. Mereka juga lebih senang pada dosen dengan gaya mengajar yang atraktif yang dipadukan dengan penggunaan media interaktif.
Sifat dan gaya mengajar dosen bermacam-macam. Ada dosen yang sangat konsisten dan ada pula dosen yang membuat mahasiswa sebagai ‘kelinci percobaan”,. Mahasiswa kadang binggung untuk mengikuti selera dosen seperti itu. Bahkan ada dosen yang mengajar mata kuliah yang “lumayan penting” (anggaplah matakuliah keahlian) tetapi yang diajarkan di kelas kadang melenceng jauh dari materi yang ada dalam silabus, SAP, dan GBPP mata kuliah tersebut. Ada pula dosen super inkonsisten alias sangat membinggungkan. Serajin apapun mahasiswa kuliah bersamanya, tetap nilai tidak pernah bagus alias nilai rata kanan – rata-rata bertebaran nilai D dan C. Mahasiswa kadang binggung, apakah mereka yang bodoh alis malas belajar ataukah dosennya yang terlalu pintar. Entahlah.., hanya Tuhan yang tahu. Hal lain pula yang dialami oleh mahasiswa lainnya, katanya ada dosennya yang kalau mengajar selalu super sibuk dengan sesuatu yang tidak berkaitan dengan perkuliahan. Dosen ini asyik keluar masuk ruangan, dan sama sekali kurang menghargai alias kurang peduli dengan suasana perkuliahan yang sedang berlangsung, dan paling anehnya lagi tugas pribadinya dikerjakan di ruangan pada saat mengajar. Heemmm…, padahal kantin kampus masih buka !
Gaya mengajar dosen sangat berpengaruh terhadap semangat mahasiswa mengikuti perkuliahan. Gaya mengajar dosen sangat berpengaruh besar pada keaktifan mahasiswa dalam perkuliahan, dan pastinya berpengaruh pula pada materi kuliah yang diajarkan dan juga akhirnya akan berimbas pada nilai mata kuliah mahasiswanya. Ada dosen yang professional menjalankan tugas, fungsi dan tanggungjawabnya, tak sedikit pula dosen yang amatiran dan terkadang ambigu dalam melakansankan tugas, fungsi dan tanggungjawabnya.
Setiap dosen mempunyai gaya mengajarnya masing-masing. Ada beberapa gaya mengajar dosen yang mungkin pernah kita temui di kampus; Ada dosen yang mengajar dengan gaya yang bisa dibilang gaya kebut. Mengajar sangat terburu-buru sehingga banyak sekali mahasiswa yang ketinggalan dan tidak mengerti akan materi yang diajarkan. Dosen seperti ini sudah sangat menguasai materi, sehingga ketika mengajar dia sudah tidak membawa satupun jenis buku panduan. Menjelaskan materi hanya dengan mengandalkan materi yang ada diotaknya.
Ada juga dosen gaul. Sangat mengerti perasaan setiap mahasiswanya dan membawa kelas ke suasana yang menyenangkan. Kadang tidak mewajibkan mahasiswa untuk mencatat, karna menurutnya mencatat itu adalah kesadaran diri bagi setiap mahasiswa itu sendiri. Juga tidak memonopoli pembicaraan tentang materi yang diajarkan. Gaya mengajarnya selayaknya berbicara bersama teman. Membiarkan mahasiswanya aktif dalam memberikan pendapat mengenai materi, dan menampung semua pemikiran para mahasiswanya. Menurut mahasiswa, gaya mengajar dosen seperti ini sangat mengagumkan, karena mereka bisa menuangkan pendapatnya dan dosen tersebut sangat menghargai setiap pendapat itu. Proses perkuliahan bersifat dialogis dengan diskusi aktif tetapi tetap kondusif, sehingga setiap mahasiswa tertarik untuk mempelajari dan memahami materi yang diajarkan.
Ada pula dosen jadul alias tidak up-to-date terhadap perkembangan zaman. Kalau mengajar masih doyan menggunakan OHP. Model perkuliahan bersifat monologis alias satau arah. Dia hanya menjelaskan, menjelaskan dan menjelaskan. Dan di akhir perkuliahan barulah beliau bertanya kepada mahasiswanya "Apakah ada yang ingin bertanya atau apakah ada yang mau ditanyakan?". Gaya mengajar dosen seperti ini, dijamin banyak sekali mahasiswa yang tidak masuk kuliah. Pastinya, mahasiswa kurang mengerti bahkan tidak mengerti apa yang sudah diajarkan dosen tersebut. Satu hal yang pasti, dosen tersebut selalu memberikan hasil fotocopy-an setiap materi yang dia ajarkan.
Tetapi bagaimanapun gaya mengajar dosen yang kita temui harus kita hargai, tanpa mereka, mahasiswa tidak akan bisa mendapatkan sebuah pelajaran dalam hidup yang penuh makna ini. Para dosen sama halnya dengan guru yaitu pahlawan tanpa tanda jasa. Apabila mahasiswa menemui dosen yang kurang atau tidak memenuhi kriteria, maka dari diri mahasiswa sendiri harus berusaha mengantisipasinya dengan belajar sendiri secara giat, sehingga bisa menguasai materi dengan belajar mandiri apabila cara dosen tidak menarik atau kurang bisa di terima.
Tetap semangat. Salam Pendidikan tinggi Indonesia