top of page

MUTU PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA; SEBUAH REALITAS

POTRET PENELITIAN DI PERGURUAN TINGGI


Selain mutu pendidikan, yang menjadi fokus utama dalam pengembangan pendidikan tinggi di Indonesia, Kegiatan dan aktifitas riset hal lain yang patut menjadi perhatian, karena Kegiatan riset adalah bagian yang tak terpisahkan dari penyelengaraan pendidikan di perguruan tinggi.


Mengingat pentingnya posisi riset maka membangun kultur riset di dunia perguruan tinggi adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Realitas menunjukkan bahwa eksistensi penelitian di perguruan tinggi dewasa ini masih mengalami beberapa kendala dan tantangan dalam membangun prestasi penelitian yang diawali dengan kultur riset.


Beberapa permasalahan yang penulis identifikasi antara lain:


  1. Dari 180. 000 dosen di Indonesia hanya sekitar 1,1% yang mampu meneliti secara layak.

  2. Rendahnya kemampuan dosen dalam meneliti berpengaruh pada mutu penelitian yang dihasilkan serta minimnya publikasi ilmiah dari para dosen.

  3. Minat dosen untuk meneliti sangat rendah, hal ini disebabkan karena penelitian dianggap sebagai sesuatu yang rumit dan butuh waktu yang panjang.

  4. Dalam pelaksanaan tridharma perguruan tinggi, dimensi penelitian mendapatkan perhatian yang tidak signifikan dari pimpinan perguruan tinggi.

  5. Pendayagunaan hasil penelitian belum optimal. Satu perguruan tinggi tidak mempertimbangkan hasil penelitian perguruan tinggi lain meskipun meneliti bidang yang sama.


Pemetaan tantangan dan peluang yang dihadapi dunia perguruan tinggi di Indonesia dalam membangun prestasi penelitian yang memiliki reputasi internasional sebagai salah indikator perguruan tinggi berkelas dunia. Sejumlah pakar pendidikan dari dalam dan luar negeri telah memberikan pendapatnya pada masalah ini antara lain:


Astin (1985). Mengemukakan bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi pada hakikatnya memiliki tujuan utama untuk menghasilkan ilmu pengetahauan, teknologi dan seni disamping menghasilkan lulusan yang relevan dengan tuntutan pembangunan.


Fasli Jalal (2001: 372), Dimensi penelitian sebagai salah satu tiga dimensi utama dalam tridharma pendidikan tinggi (pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat) secara alamiah akan berperan lebih penting pada era global. Pendapat Fasli ini dapat memberikan penegasan bahwa perguruan tinggi yang tidak mampu menjalankan penelitian dengan baik dipastikan tidak akan mampu berkompetisi dan percaturan global dewasa ini.


Mengenai fungsi penelitian di perguruan tinggi Suyanto (2006:178) menegaskan bahwa terdapat sejumlah fungsi penelitian di perguruan tinggi antara lain; Pertama, Penegakan budaya akademik, Kedua, Memecahkan masalah yang dihadapi manusia, Ketiga, Pembaharuan terhadap ilmu yang dimiliki dosen, Keempat, Memberdayakan kegiatan belajar mengajar secara Profesional.



Gumilar (2005) menyatakan bahwa selama ini universitas riset cuma dilihat secara kuantitatif, yakni dari dana riset yang bisa diserap dan jumlah doktor setahun. Padahal, riset itu sendiri sebetulnya merupakan kultur. Membangun riset di perguruan tinggi berarti membangun budaya akademik yang kuat. Namun masih terdapat kendala mengembangkan kultur akademik yang kuat di kampus. Kebanyakan perguruan tinggi pada dasarnya heavy teaching higher institution.Kegiatan transfer ilmu masih lebih menonjol daripada riset. Akibatnya, waktu dihabiskan untuk mengajar. Padahal, di luar negeri kegiatan belajar dan riset melekat.


Bambang Soehendro (1996) menyatakan bahwa penelitian ilmiah di perguruan tinggi bertujuan untuk beberapa hal: Pertama, memperoleh pengetahuan baru, Kedua, menghasilkan peneliti, dan Ketiga, memutakhirkan pengetahuan dan kemampuan di bidang ilmu dan teknologi agar PT mampu menghimpun, mengalihkan, menyebarkan dan menerapkan ilmu pengetahuan bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Lingkup penelitian di perguruan tinggi meliputi penelitian dasar, penelitian terapan, dan penelitian pengembangan.


Untuk mengembangkan prestasi penelitian yang sudah diraih selama ini diperlukan langkah-langkah pengembangan yang lebih inovatif dan didukung oleh kebijakan yang kondusif. Cik Hasan Bisri (1999:59) menyatakan bahwa terdapat lima besaran yang berkenaan dengan pengembangan penelitian, antara lain:


  1. Pengembangan pelatihan penelitian sebagai upaya penyiapan dan peningkatan sumber daya peneliti.

  2. Pengembangan penelitian baik yang berkenaan dengan pengembangan pengetahuan ilmiah maupun pengembangan masyarakat dan model-model pemecahan masalah secara antar disiplin dan multidisiplin.

  3. Pengembangan pertemuan ilmiah, baik sebagai media untuk mensosialisasikan hasil penelitian maupun untuk melakukan review dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengembangan penelitian.

  4. Pengembangan publikasi hasil penelitian secara luas, baik berupa laporan penelitian lengkap maupun ringkasannya.

  5. Pengembangan kerja sama antar perguruan tinggi dan dengan instansi penyelenggara penelitian.


Clark Kerr (1995:79) menyatakan bahwa untuk membangun jaringan penelitian yang baik diperlukan jaringan kemitraan antara perguruan tinggi, dunia usaha dan pemerintah. Kerr mengatakan:


“There is currently arising a three-sided competitive struggle for research and development work, involving industry, the universities and the government it self. The universities should be preferred for basic research and for such other research as is readily related to graduate instruction”.


Senada dengan Kerr, Dedi Supriadi (1997) menyatakan bahwa kerjasama PT dengan dunia usaha dapat mendatangkan beberapa manfaat, yaitu :


  1. Kerjasama itu menjadi wahana bagi dosen dan juga mahasiswa untuk lebih berkenalan dengan dunia “riil”, yaitu dunia usaha dan industri sehingga mereka dapat langsung menguji teori dalam praktek.

  2. Kerjasama membuka peluang bagi PT menuju universitas yang berbasis riset (research-based university) atau lebih popular dikenal dengan research university.

  3. Kerjasama menunjukkan prestise kelembagaan suatu PT dan sekaligus PT bisa mengabdi kepada masyarakat tanpa biaya yang besar.

  4. Secara finansial dosen dan lembaganya bisa mendapatkan pendapatan tambahan.


Dalam melakukan penelitian, tugas yang diemban dosen sesungguhnya lebih berat daripada peneliti murni yang profesinya sebagai peneliti, misalnya pada lembaga-lembaga penelitian di luar PT seperti LIPI, BPPT, BATAN, dan litbang-litbang departemen. Peneliti murni tidak dituntut untuk menghasilkan peneliti, tidak juga dituntut untuk mentranfer hasil penelitiannya melalui forum perkuliahan. Sementara bagi dosen, waktu yang tersedia harus dibagi antara mengajar dan meneliti.

bottom of page