top of page

Kajian: Tantangan di Era Revolusi Industri 4.0 dan Implementasi Pembelajaran Berbasis Riset di Pergu


Revolusi industri 4.0


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia sebagaimana revolusi generasi pertama melahirkan sejarah ketika tenaga manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan mesin. Salah satunya adalah kemunculan mesin uap pada abad ke-18. Revolusi ini dicatat oleh sejarah berhasil mengerek naik perekonomian secara dramatis di mana selama dua abad setelah Revolusi Industri terjadi peningkatan rata-rata pendapatan perkapita Negara-negara di dunia menjadi enam kali lipat.


Berikutnya, pada revolusi industri generasi kedua ditandai dengan kemunculan pembangkit tenaga listrik dan motor pembakaran dalam (combustion chamber). Penemuan ini memicu kemunculan pesawat telepon, mobil, pesawat terbang, dll yang mengubah wajah dunia secara signifikan. Kemudian, revolusi industri generasi ketiga ditandai dengan kemunculan teknologi digital dan internet.


Revolusi industri generasi keempat ini ditandai dengan kemunculan superkomputer, robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi yang memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak. Hal inilah yang disampaikan oleh Klaus Schwab, Founder dan Executive Chairman of the World Economic Forum dalam bukunya The Fourth Industrial Revolution.


Pada revolusi industri generasi keempat, telah menemukan pola baru ketika disruptif teknologi (disruptive technology) hadir begitu cepat dan merubah tatanan dunia kerja, dunia industry dan bisnis. Sejarah telah mencatat bahwa revolusi industri telah banyak menelan korban dengan matinya perusahaan-perusahaan raksasa.


Istilah "Industrie 4.0" berasal dari sebuah proyek dalam strategi teknologi canggih pemerintah Jerman yang mengutamakan komputerisasi pabrik. Istilah "Industrie 4.0" diangkat kembali di Hannover Fair tahun 2011. Pada Oktober 2012, Working Group on Industry 4.0 memaparkan rekomendasi pelaksanaan Industri 4.0 kepada pemerintah federal Jerman. Anggota kelompok kerja Industri 4.0 diakui sebagai bapak pendiri dan perintis Industri 4.0. Laporan akhir Working Group Industry 4.0 dipaparkan di Hannover Fair tanggal 8 April 2013.


Industri 4.0 adalah nama tren otomasi dan pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sistem siber-fisik, internet untuk segala, komputasi awan, dan komputasi kognitif. Industri 4.0 menghasilkan "pabrik cerdas". Di dalam pabrik cerdas berstruktur moduler, sistem siber-fisik mengawasi proses fisik, menciptakan salinan dunia fisik secara virtual, dan membuat keputusan yang tidak terpusat. Lewat Internet untuk segala (IoT), sistem siber-fisik berkomunikasi dan bekerja sama dengan satu sama lain dan manusia secara bersamaan. Lewat komputasi awan, layanan internal dan lintas organisasi disediakan dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak di dalam rantai nilai.


Industri 4.0 memiliki 4 prinsip dalam membantu perusahaan mengidentifikasi dan mengimplementasikan skenario-skenario Industri 4.0.


  1. Interoperabilitas (kesesuaian): Kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan manusia untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan satu sama lain lewat Internet untuk segala (IoT) atau Internet untuk khalayak (IoP). IoT akan mengotomatisasikan proses ini secara besar-besaran

  2. Transparansi informasi: Kemampuan sistem informasi untuk menciptakan salinan dunia fisik secara virtual dengan memperkaya model pabrik digital dengan data sensor. Prinsip ini membutuhkan pengumpulan data sensor mentah agar menghasilkan informasi konteks bernilai tinggi.

  3. Bantuan teknis: Pertama, kemampuan sistem bantuan untuk membantu manusia dengan mengumpulkan dan membuat visualisasi informasi secara menyeluruh agar bisa membuat keputusan bijak dan menyelesaikan masalah genting yang mendadak. Kedua, kemampuan sistem siber-fisik untuk membantu manusia secara fisik dengan melakukan serangkaian tugas yang tidak menyenangkan, terlalu berat, atau tidak aman bagi manusia.

  4. Keputusan mandiri: Kemampuan sistem siber-fisik untuk membuat keputusan sendiri dan melakukan tugas semandiri mungkin. Bila terjadi pengecualian, gangguan, atau ada tujuan yang berseberangan, tugas didelegasikan ke atasan.


Oleh sebab itu, organisasi, perusahaan dan bisnis harus peka dan melakukan instrospeksi diri sehingga mampu mendeteksi posisinya di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. McKinsey&Company memaparkannya dalam laporan berjudul An Incumbent’s Guide to Digital Disruption yang memformulasikan empat tahapan posisi organisasi, perusahaan, bisnis di tengah era disruptif teknologi.


Tahap pertama, sinyal di tengah kebisingan (signals amidst the noise). Organisasi, perusahaan dan bisnis harus melakukan disruptif terhadap bisnis inti mereka melalui media internet yang akhirnya menjadi tulang punggung bisnis mereka pada kemudian hari. Pada tahap ini, perusahaan merespons perkembangan teknologi secara cepat dengan menggeser posisi dari bisnis inti yang mereka geluti mengikuti tren perkembangan teknologi, preferensi konsumen, regulasi dan pergeseran lingkungan bisnis.


Tahap kedua, perubahan lingkungan bisnis tampak lebih jelas (change takes hold). Pada tahap ini perubahan sudah tampak jelas baik secara teknologi maupun dari sisi ekonomis.


Tahap ketiga, transformasi yang tak terelakkan (the inevitable transformation). Pada tahap ini, model bisnis baru sudah teruji dan terbukti lebih baik dari model bisnis yang lama. Oleh sebab itu, perusahaan harus mengakselerasi transformasi menuju model bisnis baru.


Tahap keempat, adaptasi pada keseimbangan baru (adapting to the new normal). Pada tahap ini, organisasi, perusahaan dan bisnis sudah tidak memiliki pilihan lain selain menerima dan menyesuaikan pada keseimbangan baru karena fundamental industri telah berubah dan perusahaan harus bertahan di tengah terpaan kompetisi.


Pada tahap inipun para pengambil keputusan di perusahaan perlu jeli dalam mengambil keputusan tidak tergilas oleh perubahan dan perkembangan yang begitu cepat dan masif. Berangkat dari tahapan-tahapan ini seyogianya masing-masing organisasi, perusahaan dan bisnis dapat melakukan deteksi dini posisi sehingga dapat menetapkan langkah antisipasi yang tepat.


Oleh sebab itu, organisasi, perusahaan dan bisnis perlu terus bergerak cepat dan lincah mengikuti arah perubahan lingkungan ekonomi, bisnis, technology dalam menyongsong era revolusi industri generasi keempat (Industry 4.0).


Tantangan Revolusi Industri 4.0


Pesatnya perkembangan teknologi era revolusi industri 4.0 sangat berpengaruh terhadap karakteristik pekerjaan yang ada saat ini, dimana ketrampilan dan kompetensi menjadi hal pokok yang perlu diperhatikan. Karena di era revolusi industri 4.0 integrasi pemanfaatan teknologi dan internet yang begitu canggih dan masif juga sangat mempengaruhi adanya perubahan prilaku dunia usaha dan dunia industri, prilaku masyarakat dan konsumen pada umumnya.


Karakteristik di era revolusi industri tersebut meliputi digitalisasi, optimation dan cutomization produksi, otomasi dan adaptasi, interaksi antara manusia dengan mesin, value added services and business, automatic data exchange and communication, serta penggunaan teknologi informasi.


Pola industri baru ini membawa dampak terciptanya jabatan dan keterampilan kerja baru dan hilangnya beberapa jabatan. Industri yang akan banyak berkembang pada revolusi industry baru ini. Revolusi industri 4.0 menyentuh seluruh aspek hidup masyarakat. Mulai dari transformasi sistem manajemen administrasi, tata kelola dan informasi. Bahkan, perlahan peran manusia mulai digantikan oleh robot.


Dunia kerja di era revolusi industri 4.0 merupakan integrasi pemanfaatan internet dengan lini produksi di dunia industri yang memanfaatkan kecanggihan teknologi dan informasi. Karakteristik revolusi industri 4.0 ini meliputi digitalisasi, optimalisasi dan kustomisasi produksi, otomasi dan adapsi, human machine interaction, value added services and businesses, automatic data exchange and communication, dan penggunaan teknologi internet.


Tantangan tersebut, harus dapat diantisipasi melalui transformasi pasar kerja Indonesia dengan mempertimbangkan perubahan iklim bisnis dan industri, perubahan jabatan dan kebutuhan ketrampilan. Perubahan yang terjadi dalam era revolusi industri berpengaruh pada karakter pekerjaan. Sehingga keterampilan yang diperlukan juga akan berubah. Tantangan yang hadapi pemerintah dan perguruan tinggi adalah bagaimana mempersiapkan dan memetakan angkatan kerja dari lulusan pendidikan dalam menghadapi revolusi industri 4.0.


Pemerintah dan Perguruan tinggi di Indonesia harus dapat menyiapkan Sumber Daya Manusia Indonesia dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0. Kurikulum dan metode pendidikan harus menyesuaikan dengan iklim bisnis dan industri yang semakin kompetitif dan mengikuti perkembangan teknologi dan informasi.


Perkembangan teknologi itu telah mengubah lanskap ekonomi, sosial, budaya maupun politik tingkat nasional, bahkan global. Perguruan tinggi harus memperkuat kemampuan merespon kebutuhan dunia kerja, usaha dan industry dengan inovasi dan kurikulum lintas disiplin.


Pendidikan tinggi adalah organisasi paling sempurna sebagai rujukan inovasi, dan paling responsif dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta organisasi yang fleksibel. Adaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengambil peranan penting. Sebab, ilmu dan teknologi terus berkembang dengan cepat.


Jika tidak ingin tertinggal dan tenggelam oleh kemajuan pesat teknologi, Kompetensi sumber daya manusia juga harus berubah. Cara kerja organisasi juga harus menyesuaikan. Perubahan pola pikir, cara kerja organisasi, produktivitas, disiplin, inovasi. SDM pendidikan tinggi yang paling progresif, terbuka terhadap perubahan, agresif dalam melakukan terobosan dan paling antisipatif menatap masa depan.


Perguruan tinggi harus menjadi motor inovasi disruptif. Caranya ialah dengan menciptakan kurikulum dan metode pembelajaran yang fleksibel dan konstekstual. Perguruan tinggi harus mampu menjadi saluran pemikiran melalui riset dan pelbagai inovasi. Inovasi adalah kata kunci. Cara-cara baru harus dikembangkan. Keinginan mahasiswa dan dosen untuk berinovasi harus ditumbuhkan. Agenda perubahan selalu menyesuaikan perubahan dan perkembangan zaman; Jangan hanya terjebak dalam rutinitas.


Membekali peserta didik kita dengan berbagai kecakapan agar mereka survive. Pembekalan itu mencakup penguasaan data dan teknologi, pengetahuan humaniora, keterampilan kepemimpinan, dan kewirausahaan. Dunia pendidikan dan dunia Industri harus bersinergi untuk dapat mengembangkan Industrial transformation strategy. Salah satunya dengan mempertimbangkan perkembangan sektor ketenagakerjaan karena transformasi industri akan berhasil dengan adanya tenaga kerja yang kompeten.


Menghadapi tantangan di era revolusi industri 4.0, Ada 3 hal yang perlu diperhatikan :


  1. Pertama adalah kualitas SDM. Yaitu bagaimana memastikan agar kualitas dari SDM kita ini sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, sesuai dengan industri yang berbasis teknologi digital.

  2. Yang kedua, adalah masalah kuantitas yaitu jumlahnya pekerja atau SDM yang berkualitas dan kompeten serta sesuai kebutuhan industri.

  3. Ketiga, lokasi yaitu masih kurang meratanya sebaran sumber daya manusia yang berkualitas terutama di daerah-daerah.

  4. Terkait dengan peningkatan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja, pentingnya masifikasi pelatihan kerja dan setifikasi profesi yang sedang dilakukan pemerintah melalui pelatihan kerja dan program pemagangan.


Pengaruh Revolusi Industri 4.0 bagi Perguruan Tinggi saat ini


Revolusi Industri 4.0 menjadi topik yang hangat di perbincangkan di lingkup pendidikan tinggi Indonesia. Revolusi industri 4.0 secara umum diketahui sebagai perubahan cara kerja yang menitikberatkan pada pengelolaan data, sistem kerja industri melalui kemajuan teknologi, komunikasi dan peningkatan efisiensi kerja yang berkaitan dengan interaksi manusia. Data menjadi kebutuhan utama organisasi dalam proses pengambilan keputusan korporat yang didukung oleh daya komputasi dan sistem penyimpanan data yang tidak terbatas.


Perguruan Tinggi merupakan lembaga pendidikan formal yang diharapkan dapat melahirkan tenaga kerja kompeten yang siap menghadapi industri kerja yang kian berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Keahlian kerja, kemampuan beradaptasi dan pola pikir yang dinamis menjadi tantangan bagi sumber daya manusia, di mana selayaknya dapat diperoleh saat mengenyam pendidikan formal di Perguruan Tinggi.


Kuantitas bukan lagi menjadi indikator utama bagi suatu perguruan tinggi dalam mencapai kesuksesan, melainkan kualitas lulusannya. Kesuksesan sebuah negara dalam menghadapi revolusi industri 4.0 erat kaitannya dengan inovasi yang diciptakan oleh sumber daya yang berkualitas, sehingga Perguruan Tinggi wajib dapat menjawab tantangan untuk menghadapi kemajuan teknologi dan persaingan dunia kerja di era globalisasi.


Dalam menciptakan sumber daya yang inovatif dan adaptif terhadap teknologi, diperlukan penyesuaian sarana dan prasarana pembelajaran dalam hal teknologi informasi, internet, analisis big data dan komputerisasi. Perguruan tinggi yang menyediakan infrastruktur pembelajaran tersebut diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang terampil dalam aspek literasi data, literasi teknologi dan literasi manusia. Terobosan inovasi akan berujung pada peningkatan produktivitas industri dan melahirkan perusahaan pemula berbasis teknologi, seperti yang banyak bermunculan di Indonesia saat ini.


Tantangan berikutnya adalah rekonstruksi kurikulum pendidikan tinggi yang responsif terhadap revolusi industri juga diperlukan, seperti desain ulang kurikulum dengan pendekatan human digital dan keahlian berbasis digital. Sistem perkuliahan berbasis teknologi informasi menjadi salah satu solusi untuk mewujudkan pendidikan tinggi yang berkualitas.


Persiapan dalam menghasilkan lulusan yang mampu beradaptasi dengan Revolusi Industri 4.0 adalah salah satu cara yang dapat dilakukan Perguruan Tinggi untuk meningkatkan daya saing terhadap kompetitor dan daya tarik bagi calon mahasiswa. Untuk itu, perguruan tinggi di tuntut harus dapat menyiapkan generasi penerus bangsa di era Revolusi Industri 4.0 dan persaingan global.


Dunia pendidikan dan industri harus mampu mengembangkan starategi transformasi industri dengan mempertimbangkan sektor sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dibidangnya. Untuk itu Pendidikan Tinggi wajib merumuskan kebijakan strategis dalam berbagai aspek mulai dari kelembagaan, bidang studi, kurikulum, sumber daya, serta pengembangan cyber university, dan risbang hingga inovasi.


Revolusi industri 4.0 harus direspon secara cepat dan tepat oleh seluruh pemangku kepentingan di lingkungan pendidikan tinggi agar mampu meningkatkan daya saing bangsa Indonesia ditengah persaingan. Kementerian RistekDikti menjelaskan ada lima elemen penting yang harus menjadi perhatian dan akan dilaksanakan oleh Kemenristekdikti untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa di era Revolusi Industri 4.0, yaitu:


  1. Persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi seperti penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology (OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analitic, mengintegrasikan objek fisik, digital dan manusia untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang kompetitif dan terampil terutama dalam aspek data literacy, technological literacy and human literacy.

  2. Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan. Selain itu, mulai diupayakannya program Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance learning, sehingga mengurangi intensitas pertemuan dosen dan mahasiswa. Cyber University ini nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.

  3. Persiapan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa yang responsive, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Selain itu, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan, riset, dan inovasi.

  4. Terobosan dalam riset dan pengembangan yang mendukung Revolusi Industri 4.0 dan ekosistem riset dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset dan pengembangan di Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, LPNK, Industri, dan Masyarakat.

  5. Terobosan inovasi dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas industri dan meningkatkan perusahaan pemula berbasis teknologi.


Kurikulum dan Pembelajaran di Perguruan Tinggi Didorong ke Arah Revolusi Industri 4.0


Pesatnya perubahan global di era revolusi industri 4.0 perlu segera diantisipasi Bentuk antisipasi yang dilakukan diantaranya menyusun berbagai kebijakan yang responsif mendukung perubahan tersebut. Masalah utama yang harus segera diantisipasi adalah adalah daya saing sumber daya manusianya. Tingginya angka pengangguran tingkat sarjana, hingga kapasitas pekerja yang belum terampil menuntut perguruan tinggi lebih menyiapkan lulusan yang bisa bersaing di dunia nyata.


Pola Ilmiah Pokok, budaya Respect, SDGs, revolusi industri 4.0 merupakan landasan pengembangan akademik perguruan tinggi Indonesia ke depan. Arah pokok kebijakan perguruan tinggi Indoensia ke depan adalah bagaimana mewujudkan aktivitas Tridarma terintegrasi, berimbang, dan berkelanjutan. Pola Tridarma terintegrasi dapat mengantisipasi berbagai masalah yang timbul akibat revolusi industri 4.0.


Turunan dari gagasan kebijakan ini salah satunya melakukan reorientasi kurikulum dan pembelajaran di tiap program studi. Proses reorientasi ini diharapkan mampu menyiapkan pembelajaran yang sejalan dengan kebutuhan pasar. Dengan adanya pembelajaran yang sejalan dengan kebutuhan dunia kerja, usaha, dan industri bisa menjadi solusi cerdas dan tepat di era revolusi industri 4.0


Reorientasi kurikulum akan melahirkan aktivitas pembelajaran lintas keilmuan karena masalah di era revolusi industri 4.0 tidak bisa diselesaikan hanya dengan satu ilmu saja. Dengan menguatkan pola pembelajaran multi dan trans disiplin akan dapatkan melahirkan lulusan perguruan tinggi yang memiliki daya saing yang tinggi.


Penguatan aktivitas transdisplin tidak hanya diterapkan di aspek pembelajaran, tetapi juga di aspek penelitian. Kekuatan pendidikan tinggi terdapat pada riset. Riset bertujuan menjaga marwah pendidikan tinggi agar senantiasa terjaga kualitas dan integritasnya. Dengan adanya pusat-pusat unggulan di perguruan tinggi dapat menghasilkan aktivitas riset yang melibatkan multi atau trans disiplin. Dengan demikian riset akan mendorong semakin terbukanya pengetahuan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa.


Saat ini mayoritas riset yang dilakukan di perguruan tinggi Indonesia masih menggunakan pendekatan parsial; hanya di fakultas masing-masing. Kegiatan riset lebih banyak dilakukan di pusat studi, bukan di pusat unggulan. Dengan menguatkan kerja sama lintas disiplin ilmu, diharapkan riset perguruan tinggi akan menghasilkan publikasi yang baik.

.

Selain kurikulum dan metode pembelajaran, di sisi lain, luaran perguruan tinggi harus memiliki jiwa kewirausahaan untuk menciptakan lapangan kerja baru. Lulusan perguruan tinggi dituntut tidak hanya mampu bekerja di perusahaan dan instansi lainnya, namun juga menciptakan lapangan pekerjaan baru dengan memanfaatkan peluang yang muncul dari Revolusi Industri 4.0. Oleh karena itu, setiap lulusannya harus memiliki kompetensi yang mumpuni untuk bersaing secara global.


Perguruan tinggi harus mampu berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bangsa, maka sistem dan program pendidikan tinggi perlu disesuaikan agar relevan dengan Revolusi Industri 4.0. Perlu dilakukan rekonstruksi kurikulum yang dapat memberikan kompetensi yang lebih luas dan baru seperti ilmu coding, big data, artificial intelligence dan lainnya. Selain itu menggunakan format baru dalam proses pembelajaran mulai dari face to face, blended learning, maupun full online learning.


Pengembangan Iptek dan Pendidikan Tinggi di Era Revolusi Industri 4.0


Era Revolusi Industri 4.0 mendisrupsi berbagai aktivitas manusia, termasuk di dalamnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta pendidikan tinggi. Langkah-langkah strategis segera dipersiapkan perguruan tinggi dalam mengantisipasi perubahan dunia yang telah dikuasai perangkat digital. Kebijakan strategis perlu dirumuskan dalam berbagai aspek mulai dari kelembagaan, bidang studi, kurikulum, pembelajaran, sumber daya, serta pengembangan cyber university, risbang hingga inovasi.


Tantangan Era Revolusi Industri 4.0 harus direspon secara cepat dan tepat oleh seluruh pemangku kepentingan agar pendidikan tinggi Indonesia mampu meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di tengah persaingan global. Pemerintah melalui kemenristekdikti sangat berharap Perguruan tinggi Indonesia cepat merespon tantangan di era revolusi insutri 4.0 dengan cepat dan adaptif. 5 (lima) elemen penting yang menjadi perhatian dan akan dilaksanakan oleh Kemenristekdikti untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa di era Revolusi Industri 4.0, yaitu:


  1. Persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi seperti penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology (OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analitic, mengintegrasikan objek fisik, digital dan manusia untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang kompetitif dan terampil terutama dalam aspek data literacy, technological literacy and human literacy.

  2. Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan. Selain itu, mulai diupayakannya program Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance learning, sehingga mengurangi intensitas pertemuan dosen dan mahasiswa. Cyber University ini nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.

  3. Persiapan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa yang responsive, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Selain itu, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan, riset, dan inovasi.

  4. Terobosan dalam riset dan pengembangan yang mendukung Revolusi Industri 4.0 dan ekosistem riset dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset dan pengembangan di Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, LPNK, Industri, dan Masyarakat.

  5. Terobosan inovasi dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas industri dan meningkatkan perusahaan pemula berbasis teknologi.


Agar dapat mencapai hasil yang diharapkan, sangat tergantung pada tiga factor yakni Pendidikan, Kualitas Institusi dan Kesediaan Infrastruktur.


Pembelajaran Berbasis Riset Sebagai Solusi Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0


Revolusi industri 4.0 telah merubah perwajahan dunia dimana teknologi informasi telah menjadi basis dalam kehidupan manusia. Segala hal menjadi tanpa batas (borderless) dengan penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas (unlimited), karena dipengaruhi oleh perkembangan internet dan teknologi digital yang masif sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. Era ini juga akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia, termasuk di dalamnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta pendidikan tinggi.


Peran perguruan tinggi menjadi sangat penting, terutama dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tuntutan terhadap proses pembelajaran yang berkualitas semakin tinggi seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman. Bagaimana proses pembelajaran lebih bersifat kontekstual dan saintifik sehingga membentuk karakter peserta didik yang berjiwa saintis (ilmuwan). Serta tuntutan untuk meng-hasilkan lulusan yang bermutu.


Ada banyak gagasan yang dikemukakan oleh para pakar, ahli, pemerhati pendidikan, dan para pemangku kepentingan lainnya guna mengoptimalkan pendidikan di era revolusi industry 4.0, Salah satunya adalah pembelajaran berbasis riset (PBR). Melalui metode ini, mendorong semakin terbukanya pengetahuan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif, yang mampu menjawab tantangan perubahan dan perkembangan zaman.


Sebagaimana yang tercantum di dalam tri darma perguruan tinggi, maka diketahui bahwa ada tiga darma yang dianggap penting, yaitu darma pendidikan dan pengajaran, darma penelitian dan darma pengabdian masyarakat. Ketiga darma ini menjadi penting, sebab pendidikan tinggi memang memanggul tugas untuk melakukan pendidikan dan pembelajaran, melakukan penelitian dan juga melaksanakan pengabdian masyarakat.


Sebagai lembaga pendidikan tinggi, maka yang sangat diperlukan adalah melakukan pengkajian secara sangat mendasar tentang berbagai fenomena social yang memang seharusnya diperhatikan dan kemudian dikaji untuk kepentingan teoretik maupun sosial. Maka sudah seharusnya perguruan tinggi menjadikan riset sebagai prioritas di dalam proses pendidikan. Sebagaimana yang dilakukan lembaga pendidikan tinggi di negara-negara maju.


Sebagai contoh, dibeberapa perguruan tinggi di Singapura dan Malaysia, ketika seorang dosen akan mengajar di semester depan, maka di semester ini ia harus melakukan kajian yang sangat mendalam tentang subject matter yang akan diajarkannya. Hasil kajian ini kemudian didiskusikan secara mendalam, sehingga tidak hanya sekedar melakukan penelitian, tetapi juga dilakukan tranggulasi melalui Focus Group Discussion (FGD) untuk memperoleh second opinion tentang data dan hasil penelitiannya.


Sementara program pendidikan tinggi di Indonesia, umumnya masih banyak menggunakan pola pendidikan dan pengajaran konvensional. Artinya, banyak program mata kuliah yang diajarkan hanya berbasis pada kajian-kajian terdahulu yang sudah usang. Kajian-kajian terhadap penelitian yang sudah ketinggalan zaman. Memang kajian terdahulu menjadi penting dalam rangka untuk membangun konsep yang saling mengkritisi. Maka mestilah seorang pengajar akan menggambarkan kronologi penelitian dimaksud dari siapa peneliti awal yang menemukan konsepnya, sehingga menghasilkan pohon konsep yang jelas dalam bidang keilmuannya.


Tradisi seperti ini hanya akan muncul manakala terdapat tradisi riset yang sangat kuat di dunia perguruan tinggi. Tidak mungkin sebuah perguruan tinggi akan melahirkan dan memunculkan para peneliti yang memiliki keterandalan di dalam dunia penelitian, jika tidak didukung oleh tradisi akademik yang sangat memadai. Jadi, sesungguhnya untuk membangun iklim penelitian di perguruan tinggi, maka harus ada pemihakan dari pengambil kebijakan untuk kepentingan tersebut. Tanpa pemihakan, maka tidak akan mungkin menjadikan perguruan tinggi sebagai basis riset.


Riset (penelitian) sebagai proses penyelidikan atau pencarian yang saksama untuk memperoleh fakta baru dalam cabang ilmu pengetahuan merupakan konsep yang tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran. Dengan penerapan pendekatan pembelajaran berbasis riset diharapkan karakter yang terbentuk dalam diri peserta didik adalah jiwa seorang saintis (ilmuwan). Sikap tersebut ditandai dengan sikap rasa ingin tahu yang tinggi, mampu menyelesaikan setiap permasalahan, dengan sikap berpikir secara sistematis, objektif, dan memiliki dasar pemikiran yang kuat.


Riset di sini diartikan sebagai langkah – langkah terstruktur, sistematis, ilmiah, dan multi faset dalam mencari sebuah jawaban atas pertanyaan tertentu. Berbeda dengan problem – based learning, di mana peserta memiliki kebebasan dalam menganalisis masalah (namun di monitor agar jawabannya mengarah ke jawaban tertentu). Dalam research based learning, peserta didik diberikan sebuah pertanyaan pemicu yang untuk bisa menjawabnya mereka perlu melakukan pendekatan ilmiah dan multi faset.


Metode pembelajaran berbasis riset adalah salah satu metode yang layak dan tepat untuk menjawab tuntutan akan kualitas luaran perguruan tinggi. Pembelajaran berbasis riset (PBR) merupakan salah satu dari metode yang ada di Student Centered Learning (SCL) yang mengintegrasikan riset di dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis riset adalah pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk mampu menemukan, mengeksplorasi (mengembangkan pengetahuan) untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan kemudian menguji kebenaran pengetahuan tersebut. Sikap tersebut ditandai dengan sikap rasa ingin tahu yang tinggi, mampu menyelesaikan setiap permasalahan, dengan sikap berpikir secara sistematis, objektif, dan memiliki dasar pemikiran yang kuat.


Pembelajaran berbasis riset merupakan metode pembelajaran yang menggunakan pembelajaran autentik, pemecahan masalah, pembelajaran kooperatif, pembelajaran kontekstual, dan pendekatan inquiri yang dipandu oleh filsafat konstruktivisme. Pembelajaran berbasis penelitian ini dapat mengubah fokus pembelajaran dari penghafalan konsep-konsep dan fakta-fakta ke dalam belajar berdasar inkuiri.


Metode pembelajaran ini dibangun berdasarkan pada sintesis beberapa teori belajar yang telah berkembang sebelumnya. Teori belajar yang dimaksudkan adalah teori behaviorisme, teori kognitivisme, dan teori konstruktivisme. Pembelajaran Berbasis Riset mewujudkan pembelajaran yang Inspiratif, interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didikuntuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,dan kemandirian sesuai dengan bakat ,minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Metode pembelajaran ini dapat memberi kontribusi terhadap pertumbuhan keterampilan mahasiswa dalam melakukan penelitian.


Proses pembelajaran berbasi riset melibatkan keaktifan peserta didik secara maksimal baik dengan pendekatan teacher centered learning maupun student centered learning. Penerapan pendekatan pembelajaran berbasis riset membentuk karakter peserta didik yang memiliki jiwa seorang saintis (ilmuwan); karena menuntut peserta didik untuk mampu menemukan, mengeksplorasi (mengembangkan pengetahuan) untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan kemudian menguji kebenaran pengetahuan tersebut. Adapun interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan pendidik adalah interaksi yang bersifat aktif. Pendidik berperan sebagai fasilitator, dan mediator dalam rangka membawa peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.


Metode ini sebagai salah satu cara mewujudkan tujuan perguruan tinggi dalam menghasilkan luaran yang unggul dan kompetitif. Maka dari itu, proses pembelajaran berbasis riset merupakan salah satu solusi yang diharapkan mampu mencetak sumber daya manusia yang memiliki karakter mulia, keterampilan yang relevan, dan pengetahuan-pengetahuan yang terkait guna menghadapi tantangan di era revolusi Industri 4.0.


Implementasi Pembelajaran Berbasis Riset di Perguruan Tinggi


Filosofi Pembelajaran Berbasis Riset


Perguruan Tinggi (PT) dikerangkai dalam paradigma Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat. Sivitas akademika wajib melaksanakan Tridharma tersebut secara komprehensif dan utuh, dharma yang satu dengan yang lain harus seimbang dan saling mendukung, bersinergi dan memperkuat. Dharma penelitian harus menjadi dasar penggerak dalam pengembangan pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat. Salah satu implementasi sinergi Tridharma PT adalah dalam bentuk kegiatan PBR.


Pembelajaran berbasis riset didasari filosofi konstruktivisme yang mencakup 4 (empat) aspek yaitu: pembelajaran yang membangun pemahaman mahasiswa, pembelajaran dengan mengembangkan prior knowledge, pembelajaran yang merupakan proses interaksi sosial dan pembelajaran bermakna yang dicapai melalui pengalaman nyata.


Riset merupakan sarana penting untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Komponen riset terdiri dari: latar belakang, prosedur, pelaksanaan, hasil riset dan pembahasan serta publikasi hasil riset. Kesemuanya itu memberikan makna penting yang dapat dilihat dari beberapa sudut pandang: formulasi permasalahan, penyelesaian permasalahan, dan mengkomunikasikan manfaat hasil penelitian.


Hal tersebut diyakini mampu meningkatkan mutu pembelajaran. PBR merupakan metode pembelajaran yang menggunakan authentic learning, problem-solving, cooperative learning, contextual (hands on & minds on), dan inquiry discovery approach yang dipandu oleh filosofi konstruktivisme.


Bentuk Pembelajaran Berbasis Riset


Pembelajaran berbasis riset (PBR) merupakan salah satu metode student-centered learning (SCL) yang mengintegrasikan riset di dalam proses pembelajaran. PBR bersifat multifaset yang mengacu kepada berbagai macam metode pembelajaran. PBR memberi peluang/kesempatan kepada mahasiswa untuk mencari informasi, menyusun hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan atas data yang sudah tersusun; dalam aktivitas ini berlaku pembelajaran dengan pendekatan “learning by doing”.


Oleh karena itu, PBR membuka peluang bagi pengembangan metode

pembelajaran, antara lain:


  1. Pembaharuan pembelajaran (pengayaan kurikulum) dengan mengintegrasikan hasil riset,

  2. Partisipasi aktif mahasiswa di dalam pelaksanaan riset,

  3. Pembelajaran dengan menggunakan instrumen riset, dan

  4. Pengembangan konteks riset secara inklusif (mahasiswa mempelajari prosedur dan hasil riset untuk memahami seluk-beluk sintesis).


Beberapa Model Pembelajaran Berbasis Riset


Beberapa model RBL dapat dikembangkan sesuai dengan karakteristik kajian ilmu serta kondisi fasilitas yang tersedia di perguruan tinggi yang bersangkutan. Strategi penerapan PBR sebaiknya benar-benar dipertimbangkan agar pelaksanaan PBR efektif dan tujuan PBR tercapai.


Berikut beberapa strategi dalam memadukan pembelajaran dan riset yang secara empirik dikembangkan di Griffith University:


1. Memperkaya bahan ajar dengan hasil penelitian dosen

Pada proses pembelajaran ini hasil penelitian dosen digunakan untuk memperkaya bahan ajar. Dosen dapat memaparkan hasil penelitiannya sebagai contoh nyata dalam perkuliahan, yang diharapkan dapat berfungsi membantu peserta didik dalam memahami ide, konsep, dan teori penelitian. Dalam kegiatan ini nilai, etika, dan praktik penelitian yang sesuai dengan bidang ilmu yang diajarkan dapat disampaikan untuk memberikan inspirasi kepada peserta didik. Bagi pesertadidik pascasarjana dapat diterapkan diskusi yang komprehensif tentang penelitian yang sedang dikerjakan oleh dosen.


2. Menggunakan temuan-temuan penelitian mutakhir dan melacak sejarah ditemukannya perkembangan mutakhir tersebut

Pada proses pembelajaran ini, temuan-temuan penelitian mutakhir yang diperoleh dari pustaka didiskusikan untuk mendukung materi pokok bahasan yang sesuai. Dinamika perkembangan ilmu pengetahuan disampaikan di dalam perkuliahan sebagai rangkaian sejarah perkembangan pengetahuan tersebut. Dengan demikian peserta didik dapat memiliki pemahaman bahwa kebijakan dan praktik yang ada pada saat ini, dapat dilakukan dan dikembangkan saat ini, karena adanya kebijakan dan praktik yang telah dikembangkan sebelumnya. Hal ini semua merupakan suatu kesatuan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan.


3. Memperkaya kegiatan pembelajaran dengan isu-isu penelitian kontemporer

Pada proses pembelajaran ini dapat dimulai dengan meminta peserta didik menyampaikan isu-isu penelitian yang ada pada saat ini, yang sesuai dengan pokok bahasan. Selanjutnya peserta didik diminta mendiskusikan penerapan isu penelitian tersebut untuk penyelesaian problem nyata dalam kehidupan. Strategi ini dapat diperkaya dengan berbagai cara misalnya:


  1. Dengan membandingkan laporan hasil penelitian dan laporan pemberitaan yang terjadi di masyarakat.

  2. Melakukan analisis tentang metodologi penelitian serta argumentasi yang berkaitan dengan temuan penelitian tersebut yang dikemukakan dalam jurnal penelitian.

  3. Melakukan studi literatur tentang perkembangan pengetahuan terkini yang sesuai dengan pokok bahasan.


4. Mengajarkan materi metodologi penelitian di dalam proses pembelajaran

Strategi ini dapat diterapkan dengan melakukan tahapan berikut:


  1. Meningkatkan pemahaman peserta didik tentang metodologi penelitian.

  2. Merancang materi ajar dengan menyertakan metodologi penelitian pada pokok bahasan tersebut, sehingga peserta didik dapat menerapkannya untuk menyelesaikan problem penelitian yang nyata.

  3. Merancang materi ajar dengan berbagai metodologi penelitian yang berkaitan dengan beberapa isu penelitian mutakhir, sehingga peserta didik dapat belajar melakukan evaluasi terhadap isu penelitian tersebut.


5. Memperkaya proses pembelajaran dengan kegiatan penelitian dalam skala kecil

Pada proses pembelajaran ini, kelompok peserta didik diberi tugas melakukan penelitian bersama. Dengan demikian peserta didik dapat meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan dari kegiatan tersebut. Dengan kegiatan ini budaya penelitian dapat lebih terbangun dibandingkan dengan bila penelitian tersebut diselenggarakan secara individual. Selanjutnya dapat dikembangkan kegiatan berikut misalnya:


  1. Peserta didik diminta untuk melakukan analisis data dari kegiatan penelitian yang telah dilakukan.

  2. Dosen memberikan beberapa pertanyaan sehingga peserta didik perlu melakukan studi literatur, menentukan metodologi penelitian, mengumpulkan data, menuliskan hasil analisa, dan mengemukakan kesimpulan dari dari suatu kegiatan penelitian.


Agar kegiatan ini dapat berlangsung dengan baik, maka sebelum kegiatan tersebut dosen perlu melakukan paparan singkat tentang pemanfaatan ketrampilan penelitian dan pengetahuan yang telah dipelajari pada semester pokok bahasan sebelumnya.


6. Memperkaya proses pembelajaran dengan melibatkan peserta didik dalam kegiatan penelitian institusi

Pada kegiatan ini PBR dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:


  1. Peserta didik diberi tugas penelitian yang merupakan bagian dari penelitian besar yang dilakukan oleh institusi.

  2. Mengorganisasikan peserta didik sebagai asisten penelitian bagi peserta didik pada jenjang yang lebih tinggi atau dosen.

  3. Melakukan kunjungan ke pusat-pusat penelitian.


7. Memperkaya proses pembelajaran dengan mendorong peserta didik agar merasa menjadi bagian dari budaya penelitian di fakultas/jurusan

Pada strategi ini diusahakan agar peserta didik merasa sebagai bagian dari budaya penelitian di bagian atau fakultas yang bersangkutan. Dalam rangka itu maka beberapa hal dapat dilakukan:


  1. Memberikan informasi pada peserta didik tentang kegiatan penelitian dan keunggulan penelitian dosen di jurusan atau fakultas yang bersangkutan.

  2. Mengadakan kuliah umum oleh pakar atau staf dari institusi lain, untuk menyampaikan capaian penelitiannya sebagai referensi langsung bagi peserta didik.

  3. Mendorong peserta didik untuk berpartisipasi pada kegiatan seminar penelitian baik sebagai peserta, penyaji makalah, ataupun sebagai penyelengara seminar tersebut.


8. Memperkaya proses pembelajaran dengan nilai-nilai yang harus dimiliki oleh peneliti

Nilai-nilai yang harus dimiliki oleh peneliti seharusnya perlu dipahami oleh peserta didik. Nilai-nilai tersebut antara lain: objektivitas, penghargaan akan temuan penelitian, respek pada pandangan lain, toleransi terhadap ketidakpastian, dan kemampuan analisis. Penyampaian nilai-nilai tersebut dapat dilakukan dengan:


  1. Mencerminkan nilai-nilai seorang peneliti dalam interaksi kelas.

  2. Menyampaikan proses perjalanan seorang peneliti sebelum pekerjaannya dipublikasi termasuk beberapa kali revisi yang dilakukan.

  3. Memberikan pemaparan terstruktur yang menginspirasi peserta didik tentang beberapa nilai misalnya: menyampaikan artikel penelitian yang mengandung argumentasi yang berbeda pada topik yang sama kemudian menanyakan peserta didik tentang validitasnya serta menyampaikan kesimpulan.


Model-model strategi implementasi PBR tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan disiplin ilmu dan perkembangan budaya penelitian yang telah berkembang di institusi yang bersangkutan. Satu hal yang sebaiknya diingat ialah bahwa PBR tidak hanya bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik sebagai peneliti handal namun juga sebagai peneliti yang memiliki karakter serta nilai-nilai yang sifatnya universal.


Tujuan, Manfaat, Sifat, Syarat, Dan Evaluasi PBR


1. Tujuan Pembelajaran Berbasis Riset

Pembelajaran Berbasis Riset bertujuan untuk menciptakan proses pembelajaran yang mengarah pada aktifitas analisis, sintesis, dan evaluasi serta meningkatkan kemampuan peserta didik dan dosen dalam hal asimilasi dan aplikasi pengetahuan.


Tujuan tersebut secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:


  1. Meningkatkan kebermaknaan mata kuliah agar lebih bersifat kontekstual melalui pemaparan hasil-hasil penelitian

  2. Memperkuat kemampuan berpikir peserta didik sebagai peneliti

  3. Melengkapi pembelajaran melalui internalisasi nilai penelitian, praktik, dan etika penelitian dengan cara melibatkan penelitian

  4. Meningkatkan mutu penelitian di perguruan tinggi dan melibatkan peserta didik dalam kegiatan penelitian

  5. Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang perkembangan suatu ilmu melalui penelitian yang berkelanjutan

  6. Meningkatkan pemahaman tentang peran penelitian dalam inovasi sehingga mendorong mahasiswa untuk selalu berpikir kreatif di masa datang

  7. Meningkatkan kualitas pembelajaran secara umum


2. Manfaat Pembelajaran Berbasis Riset

Manfaat PBR dikenal sejak beberapa dasawarsa yang lalu, beberapa literatur menyetarakan dengan project-based learning karena hampir tidak ada proyek yang tidak melibatkan penelitian (yaitu evaluasi). Namun demikian “research in classroom” belum banyak diadopsi sebagai metode pembelajaran.


Dengan PBR maka peserta didik dapat memperoleh berbagai manfaat dalam konteks pengembangan metakognisi dan pencapaian kompetensi yang dapat dipetik selama menjalani proses pembelajaran. Manfaat yang dimaksud meliputi hal-hal sebagai berikut:


1. Peserta didik mengalami pengembangan dan peningkatan kapabilitas dan kompetensi yang lebih tinggi, termasuk:

  • Kompetensi umum, misalnya berpikir secara kritis dan analitik, mengevaluasi informasi, dan pemecahan masalah

  • Kompetensi dalam hal melaksanakan dan mengevaluasi penelitian yang sangat bermanfaat dan membantu dalam pengembangan profesional yang mengedepankan inovasi dan keunggulan

2. Peserta didik memiliki motivasi belajar yang tinggi dan memiliki peluang untuk aktif di dalam proses pembelajaran yang berkaitan dengan dunia praktik kelak di kemudian hari.

3. Peserta didik terlatih dengan nilai-nilai disiplin, mendapatkan pengalaman praktik dan etika

4. Peserta didik lebih memahami tentang betapa pentingnya nilai-nilai disiplin bagi masyarakat


Pembelajaran berbasis riset (PBR) merupakan metode pembelajaran yang menggunakan authentic learning (harus ada contoh nyata), problem-solving (menjawab kasus dan konstektual), cooperative learning (bersama), contextual (hands on & minds on), dan inquiry discovery approach (menemukan sesuatu) yang didasarkan pada filosofi konstruktivisme (yaitu pengembangan diri peserta didik yang berkesinambungan dan berkelanjutan).


3. Sifat Pembelajaran Berbasis Riset

Sifat yang melekat pada pembelajaran berbasis riset adalah sebagai berikut.


  1. Mendorong dosen untuk melakukan penelitian atau mengupdate keilmuannya dengan membaca dan memanfaatkan hasil penelitian orang lain sebagai bahan pembelajaran.

  2. Mendorong peran peserta didik lebih aktif dalam proses pembelajaran, bahkan menjadi mitra aktif dosen.

  3. Peserta didik menjadi lebih kompeten dalam keilmuan dan penelitian serta trampil mengidentifikasi persoalan serta memecahkannya dengan baik

  4. Peserta didik memiliki kemandirian, kritis, dan kreatif sehingga memberikan peluang munculnya ide dan inovasi baru.

  5. Peserta didik dilatih memiliki etika, khususnya etika profesi misalnya menjauhkan diri dari perilaku buruk misalnya plagiarisme.


4. Syarat Pembelajaran Berbasis Riset

Syarat penerapan PBR adalah sebagai berikut:


1. Kebijakan akademik dan riset universitas dan fakultas

2. Ketersediaan Learning resources (kurikulum, sarana dan prasarana)

3. Pengembangan staf untuk pelaksanaan PBR

  • Dosen menguasai metode penelitian.

  • Dosen berpengalaman melakukan kegiatan penelitian

  • Dosen berpengalaman melakukan praktek nyata/kerja di lapangan

4. Materi pembelajaran berbasis evidence atau bukti ilmiah

5. Mahasiswa memiliki motivasi untuk mengembangkan pola pikir ilmiah

6. Menghubungkan antara penelitian dan proses belajar.

7. Pembelajaran bersifat aktif, yaitu aktivitas pembelajaran yang melibatkan mahasiswa dalam mengerjakan berbagai hal dan berpikir tentang apa yang sedang mereka kerjakan. Pembelajaran aktif dapat berlangsung ketika mahasiswa diberi kesempatan untuk lebih berinteraksi dengan teman sesama mahasiswa maupun dengan dosen perihal pokok yang sedang dihadapinya, mengembangkan pengetahuan dan bukan sekedar menerima informasi dari dosen. Dosen berperan sebagai fasilitator 2.


5. Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Riset

Kajian: Tantangan di Era Revolusi Industri 4.0 dan Implementasi Kebijakan Pembelajaran Berbasis Penelitian di Perguruan Tinggi IndonesiaMetode evaluasi untuk mengukur ketercapaian kompetensi peserta didik melalui metode pembelajaran PBR sangat tergantung pada model PBR yang digunakan. Meskipun demikian pada prinsipnya perlu adanya standar penilaian formatif dan sumatif yang sahih dan reliable. Nilai untuk hasil pembelajaran peserta didik ditentukan setelah mengevaluasi beberapa kegiatan, antara lain melalui:


  1. Tes

  2. Kuis

  3. Ujian tulis

  4. Kerja kelompok

  5. Portfolio pembelajaran

  6. Kontrak belajar

  7. Logbook yang dibuat oleh peserta didik


Nilai akhir ditentukan oleh persentase ketercapaian kontrak belajar, kesesuaian hasil pembelajaran dengan portfolio, dan hasil kegiatan pembelajaran seperti tercantum dalam logbook. Nilai bisa ditentukan terhadap ketercapaian kompetensi yang direncanakan pada awal proses pembelajaran.


Tujuan dan Sasaran Penerapan Pembelajaran Berbasis Riset di Perguruan Tinggi


1. Tujuan

Tujuan penerapan PBR untuk meningkatkan mutu pembelajaran di seluruh jenjang dan program studi di lingkungan perguruan tinggi yang selaras dengan perubahan dan perkembangan zaman.


2. Sasaran

Sasaran penerapan PBR di adalah terwujudnya pembelajaran berbasis riset di seluruh jenjang dan program studi di lingkungan perguruan tinggi. Dalam jangka panjang diharapkan akan tercipta learning community and learning society. Sasaran penerapan PBR dirinci menjadi dua bagian yaitu pertama, terwujudnya perguruan tinggi riset dan kedua, terwujudnya pembelajaran berbasis riset.


Terwujudnya Pembelajaran Berbasis Riset Merupakan Salah Satu Sasaran dari Strategi Perguruan Tinggi Untuk Menjadi perguruan tinggi berbasis Riset. Sasaran ini dirinci menjadi dua bagian yaitu (a) terwujudnya perguruan tinggi berbasis riset dan (b) terwujudnya pembelajaran berbasis riset.


Strategi untuk mencapai sasaran terwujudnya perguruan tinggi riset adalah melalui:


  1. Program penyempurnaan sistem tatakelola riset perguruan tinggi dengan kebijakan memprioritaskan terwujudnya keikutsertaan seluruh kelompok penelitian yang ada.

  2. Program percepatan pertumbuhan riset multidisiplin dalam klaster dan peningkatan perlindungan HAKI dengan kebijakan pentahapan (pertama meningkatkan pemahaman konsep klaster riset perguruan tinggi, kedua meningkatkan keterlibatan jumlah peneliti dalam klaster, dan ketiga meningkatkan mutu penelitian).

  3. Program peningkatan kegiatan penghiliran (downstreaming) hasil-hasil riset yang relevan dengan kebutuhan industri dan masyarakat, dalam rangka menyelesaikan berbagai masalah bangsa dengan kebijakan pentahapan (dimulai dengan pengembangan kelembagaan pusat inkubasi hasil penelitian dan diikuti dengan implementasi program-program eksplorasi hasil penelitian berpotensi, screening, strengthtening, promosi dan pemasaran), dalam program penghiliran yang menyelesaikan masalah bangsa, peran pendidikan berbasis ketrampilan atau vokasi menjadi sangat strategis.

  4. Program peningkatan prosentase jumlah mahasiswa program studi, dengan kebijakan penataan prioritas (mencakup peningkatan jumlah dan kualitas mahasiswa melalui perekrutan mahasiswa bermutu secara proaktif dan peningkatan mutu serta relevansi program studi).

  5. Program pemberian dukungan fasilitas riset untuk hasil karya mahasiswa (skripsi, tesis, dan disertasi) dengan kebijakan pemberian dukungan (finansial dan non-finansial) dari berbagai sumber.


Srategi untuk mencapai sasaran terwujudnya pembelajaran berbasis riset adalah melalui:


  1. Program peningkatan mutu dan relevansi pembelajaran berbasis riset pada seluruh program studi pada semua jenjang pendidikan di lingkup perguruan tinggi dengan kebijakan pengembangan, dukungan fasilitas, monitoring pelaksanaan dan kemajuan sistem pembelajaran berbasis riset.

  2. Perguruan tinggi menjadi katalisator berkembangnya pembelajaran berbasis riset yang paling sesuai pada tiap program studi.


Indikator Terwujudnya Pembelajaran Berbasis Riset


Indikator terwujudnya Pembelajaran Berbasis Riset (PBR) dalam pencapaian sasaran menjadi perguruan tinggi Riset adalah sebagai berikut:


  1. Jumlah penelitian (dasar dan terapan) yang dimanfaatkan dalam proses pembelajaran

  2. Jumlah penerapan metode riset dalam sistem pembelajaran

  3. Jumlah pemanfaatan hasil riset dosen dalam proses pembelajaran


Implementasi Pembelajaran Berbasis Riset di Perguruan Tinggi


Guna mengimplementasikan PBR di perguruan tinggi, kebijakan pelaksanaan PBR harus tercantum dalam Rencana Strategis (RENSTRA) perguruan tinggi. Ditindaklanjuti pada masing-masing fakultas di lingkungan perguruan tinggi dengan merencanakan kegiatan tersebut dan dinyatakan pada Rencana Operasional (RENOP). Pelaksanaan PBR pada masing-masing fakultas, jurusan, atau program studi, difasilitasi oleh LPPM.


Implementasi PBR dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) Perguruan Tinggi. Tahap selanjutnya implementasi dilakukan secara paralel di tingkat perguruan tinggi, fakultas, jurusan/prodi, dan dosen.


Tanggung Jawab dan Wewenang Organisasi Perguruan Tinggi


Tanggung jawab dan pemegang wewenang implementasi PBR di Perguruan Tinggi adalah sebagai berikut:


1. Lembaga Penelitian PT (LPPM)

LPMM bertanggung jawab dalam implementasi pedoman umum pembelajaran berbasis riset (PUPBR) di lingkungan Perguruan Tinggi

  • Dalam melaksanakan implementasi PUPBR , LPPM dibantu oleh wakil rektor /wakil ketua/wakil direktur bidang Akademik

  • Wakil rektor/wakil ketua/wakil direktur bidang Akademik bertanggung jawab dalam sosialisasi PUPBR ke semua satuan pendidikan di lingkungan Perguruan Tinggi

  • Wakil rektor/wakil ketua/wakil direktur bidang Akademik memberikan bantuan teknis yang berkaitan dengan implementasi PUPBR kepada semua satuan pendidikan maupun dosen di lingkungan Perguruan Tinggi

  • Pelayanan bantuan teknis diselenggarakan atas dasar permintaan resmi dari satuan pendidikan maupun dosen atau kelompok dosen di lingkungan Perguruan Tinggi


2. Wakil Dekan Bidang Akademik

Wakil dekan bidang akademik di lingkungan Perguruan Tinggi bertanggung jawab pada implementasi PUPBR di lingkungan fakultas

  • Wakil dekan bidang akademik bertanggung jawab dalam sosialisasi PUPBR ke semua satuan pendidikan di lingkungan fakultas

  • Wakil dekan bidang akademik bertanggung jawab dalam memonitor pelaksanaan PUPBR di fakultas serta mengidentifikasi segala kendala berkaitan dengan implementasi PUPBR

  • Wakil dekan bidang akademik berwenang mencari solusi dari kendala implementasi PUPBR di fakultas

  • Wakil Dekan bidang akademik dapat meminta LPPM untuk memberikan bantuan teknis berkaitan implementasi PUPBR di fakultas yang bersangkutan


3. Ketua Bagian / Jurusan / Program studi (Prodi)

Ketua bagian/jurusan/prodi bertanggung jawab pada implementasi PUPBR di lingkungan bagian/jurusan/prodi masing masing

  • Ketua bagian/jurusan/prodi bertanggung jawab dalam sosialisasi PUPBR ke semua dosen di lingkungan bagian/jurusan/prodinya

  • Ketua bagian/jurusan/prodi bertanggung jawab dalam mengidentifikasii segala kendala berkaitan dengan implementasi PUPBR

  • Ketua bagian/jurusan/prodi berkewajiban melaporkan pelaksanaan PUPBR di bagian/Jurusan/prodinya kepada wakil dekan bidang akademik.


4. Dosen

Memahami filosofi yang mendasari terciptanya PUPBR

  • Dosen menyusun RPKPS yang sesuai dengan PUPBR

  • Melaksanakan perkuliahan sesuai dengan PUPBR

  • Menciptakan suasana kondusif yang mendukung terwujudnya PBR

  • Mengembangkan lebih lanjut pelaksanaan PBR

  • Memberi informasi tentang rencana PBR yang dikelolanya kepada mahasiswa secara terbuka.


3. Mahasiswa

Memahami model PBR

  • Mencari informasi tentang PBR di program studi masing-masing

  • Berpartisipasi aktif dalam program PBR sejak semester awal


Contoh Penerapan Pembelajaran Berbasis Riset Mata Kuliah Multimedia Komunikasi


Penerapan research based learning, peserta didik diberikan sebuah pertanyaan pemicu yang untuk bisa menjawabnya mereka perlu melakukan pendekatan ilmiah dan multi faset. Konsep ini di terapkan pada mata kuliah Multimedia Komunikasi untuk mahasiswa semester 6.


Pemodelan Multimedia Komunikasi adalah mata kuliah yang dirancang untuk mahasiswa agar bisa memanfaatkan multimedia teknologi untuk menunjang kegiatan public relations, sesuai dengan karakteristik pesan, media yang digunakan, maupun target audiens yang kompleks. Mahasiswa ditantang untuk bisa mengidentifikasi masalah dengan tepat di dunia nyata, membuat batasan, menyusun model konseptual, menggunakan, menganalisa, dan merancang produk PR berbasis multimedia untuk menunjang komunikasi public relations.


Apa pentingnya seorang PR memiliki kemampuan untuk membuat model produk PR berbasis MULTIMEDIA? Tentu saja dengan adanya model atau ‘imitasi’ dari dunia sebenarnya, kita tidak perlu khawatir untuk bereksperimen atau uji coba strategi untuk meningkatkan kemampuan PR dalam membuat produk perusahaan. Produk PR yang baik juga mampu memberikan insight dengan tepat ketika solusi atau strategi diterapkan di dalam sebuah perusahaan.


Berikut ini langkah – langkah pembelajaran berbasis riset yang saya terapkan di kelas.


#Pertama : Tahap Persiapan

Tahap persiapan ini dilakukan dalam 3 – 5 pertemuan kuliah pertama. Tujuan tahap persiapan ini adalah untuk memberikan pengertian dan pemahaman mahasiswa terkait dengan riset kontemporer di bidang komunikasi multimedia dan metodologi yang digunakan dalam membuat model itu sendiri.


Mahasiswa dituntut belajar aktif dan mempresentasikan tentang apa yang mereka pelajari. Apa saja metodologi yang digunakan dalam membuat model, seperti apa saja hasil – hasil riset terkini atau isu – isu kontemporer di bidang komunikasi PR. Dengan teknik belajar seperti ini, mahasiswa jadi dapat mengakuisisi prior knowledge dengan lebih cepat untuk melakukan riset.


#Kedua : Tahap Aplikasi Metodologi

Tahap aplikasi metodologi ini biasa saya berikan sebelum UTS. Umumnya di pertemuan 4 – 6. Pada pertemuan ini, mahasiswa ditantang untuk melakukan riset skala kecil, sekedar untuk menerapkan metodologi penelitian yang sudah mereka pelajari sebelumnya.


Salah satu contoh yang dicobakan adalah, saya menggunakan studi kasus perancangan dan pembuatan produk PR berbasis multimedia dengan sarana Media elektronik internet dalam membangun merek (brand), communication bersifat interaktif.


Mahasiswa diminta untuk membuat produk PR perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan umum, lalu diminta untuk membuat satu model produk (merek/brand) yang dapat memberikan kepercayaan (trust) dan pemahaman, citra perusahaan/organisasi kepada public/khalayak.


Mahasiswa dapat mengaplikasikan metodologi yang mereka pelajari di lapangan. Setelah itu mereka membuat presentasinya, lalu dosen memberikan feedback kepada mereka.


#Ketiga : Tahap Riset & Publikasi / Tugas Besar

Pada tahap terakhir, setelah mahasiswa memahami metodologi yang ada dan bisa menerapkannya untuk contoh riset skala kecil selanjutnya mereka diberikan tugas besar. Tugas besar ini di mana mereka diminta untuk menyelesaikan masalah di dunia nyata dan menghasilkan rekomendasi penyelesaian masalah terbaik dengan membuat model produk PR. Topiknya beragam. Mulai dari menyelesaikan masalah kepercayaan khalayak, pemahaman produk/merek, hingga membangun citra perusahaan.


#Keempat : Pada tahap akhir, mereka bukan hanya diminta untuk presentasi hasil penelitian mereka. Mahasiswa juga diminta untuk membuat paper publikasi dari penelitian mereka. Beberapa paper yang bagus disarankan untuk publikasikan ke berbagai media, agar mereka memiliki pengalaman untuk presentasi dan menerima feedback dari pembaca.


PBR yang di terapkan di mata kuliah Multimedia Komunikasi ini adalah satu siklus utuh, mulai dari pendefinisian masalah hingga mempublikasikan hasil penelitian mahasiswa. Melalui PBR, selain bisa membuat mahasiswa banyak belajar, secara desain riset juga menjadi lebih efisien, less cost, dan lebih impactful langsung kepada industri yang mereka observasi.


Demikian kajian ini, Semoga bisa membantu perguruan tinggi dan rekan dosen yang ingin menerapkan Pembelajaran Berbasis Riset.


References


  1. Badan Pengembangan SDM dan Penjamin Mutu Pendidikan, 2013

  2. Clark BR., 1997, The Modern Integration of Research Activities with Teaching and Learning, J. Higher Educ., 1997; 68:241-255

  3. Donovan, M.S. (2006). Proquest Company, Science Research Summary: Increase Student Learning and Achievement. Michigan: Proquest

  4. Farkhan, M. (2008). Research based Learning. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah

  5. Griffith Institute for Higher Education, (2008). Research-based learning: strategies for successfully linking teaching and research. University of Griffith

  6. Harsono, 2005, Pengantar Problem-Based Learning. Medika, Yogyakarta, Indonesia.

  7. http://www.ristekdikti.go.id

  8. http://www.ristekdikti.go.id/pengembangan-iptek-dan-pendidikan-tinggi-di-era-revolusi-industri-4-0

  9. http://www.ristekdikti.go.id/siaran-pers/pengembangan-iptek-dan-pendidikan-tinggi-di-era-revolusi-industri-4-0/#9z8jAFQMXMWLQyE1.99

  10. http://www.scimagojr.com

  11. http://yusrintosepu.wixsite.com/yoes/single-post/2018/08/27/Menerapkan-Pembelajaran-Berbasis-Riset

  12. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi

  13. Roach M., Blackmore P., Dempster J., (2000), Supporting High-Level Learning Through Research-Based Methods: interim guideline for course design, TELRI Project-University of Wrwick

  14. Savery, J.R. (2006). Overview of Problem Based Learning: Definition and Distinctions. Interdiciplinary Journal of Problem based Learning, 1 (1), 9-20. Indiana: Purdue University

  15. Savin-Baden, M. (2000). Problem based Learning in Higher Education: Untold Stories. Buckingham: Open University Press.

  16. Solomon, G. (2003). Project based Learning: a Primer. Tech-Learning

  17. Suchada Poonpan and Siriphan S. (2001). Indicators of Research-Based Learning Instructional Prosess : A Case Study of Best Practice in a Primary School. Dissertation. Faculty of Education, Chulalongkorn University Phaya Thai. Bangkok. Thailland

  18. Sukiman. (2008). Teori Pembelajaran dalam Pandangan Konstruktivisme dan Pendidikan Islam: Jurnal Kependidikan Islam, 3 (1), hlm. 59-70

  19. Tosey, P., & Mc Donnell, J. (2006). Mapping Enquiry-based Learning: Discourse, Fractals, and a Bowl of Cherries. Learning to Learn trough Supported Enquiry Working Paper . Surrey: University of Surrey.

  20. Universitas Gadjah Mada. (2010). Pedoman Umum Pembelajaran Berbasis Riset; Yogyakarta

  21. Waris, A. (2009). Model Pembelajaran Berbasis Riset di Prodi Fisika ITB. Berita Pembelajaran, 6 (2), hlm. 1-3. Bandung

  22. Widayati, D.T., dkk. (2010). Pedoman Umum Pembelajaran Berbasis Riset. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

bottom of page