MUTU PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA; SEBUAH REALITAS
POTRET MUTU PERGURUAN TINGGI INDONESIA
Peta mutu perguruan tinggi di Indonesia memang harus diakui secara umum masih belum menggembirakan. Apabila menggunakan standar mutu Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), berdasarkan data BAN-PT per Januari 2016 hanya 26 (0.66 %) perguruan tinggi di Indonesia terakreditasi institusi A. Sebagian besar perguruan tinggi tersebut adalah perguruan tinggi negeri, terutama yang telah berstatus Badan Hukum.
Data dari BAN-PT hingga akhir Juni 2016, bahwa Perguruan Tinggi di Indonesia yang terakreditasi A hanya berjumlah 26 dari 4300 Institusi Pendidikan Tinggi. Sedangkan, untuk Akreditasi Program Studi (Prodi), yang terakreditasi A sebanyak 2.101 dan B sebanyak 8.363, serta yang masih terakreditasi C sebanyak 7830 dari 23.800 program studi.
Masih sedikit perguruan tinggi swasta yang terakreditasi instiusi A. Dari 3.181 (PTS) di Indonesia, hanya 5 PTS terakreditasi A. Bahkan, menurut informasi terbaru, masih terdapat 3.738 program studi di perguruan tinggi negeri (PTN) dan swasta (PTS) belum terakreditasi.
Dalam menyikapi potret tersebut, diperlukan strategi yang sistematis, terstruktur, dan efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berkelanjutan (Continuous Quality Improvement) seluruh komponen pendidikan tinggi Indonesia dalam membangun kesadaran terhadap budaya mutu guna memajukan dan mengembangkan mutu pendidikan tinggi Indonesia.
Peningkatan Mutu Pendidikan Tinggi merupakan bagian dari prioritas Rencana Strategis Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi periode 2015 – 2019. Mulai dari tata kelola kelembagaan, proses akademik, sampai output lulusannya, menjadi keharusan. Hal tersebut dipicu oleh berbagai faktor, yaitu faktor eksternal seperti telah berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan faktor internal, yakni terkait dengan kualitas perguruan tinggi di Indonesia yang pada umumnya masih tergolong rendah.
Upaya terus dilakukan Kemenristekdikti khususnya oleh Ditjen Kelembagaan Iptek dan Dikti untuk mendongkrak kualitas perguruan tinggi di Indonesia? antara lain mewujudkan 5 perguruan tinggi Indonesia masuk dalam peringkat 500 besar di dunia menurut standar QS World dan meningkatkan jumlah akreditasi pergurun tinggi yang terkareditasi A (sangat baik).
Selain itu, instrumen kebijakan lain yang saat ini dilaksanakan oleh Ditjen Kelembagaan Iptek dan Dikti dalam konteks meningkatkan mutu kelembagaan perguruan tinggi antara lain deregulasi proses pendirian perguruan tinggi, percepatan program pemberdayaan perguruan tinggi swasta (PP-PTS), memberikan insentif kepada perguruan tinggi untuk menjadi world class university, menyusun pedoman dan aturan untuk “memaksa” pengelola perguruan tinggi meningkatkan standar mutu minimal akademik dan sebagainya. Semua program tersebut sedang berjalan secara sinergi dan secara periodik dilakukan monitoring dan evaluasi.
Terhadap perguruan tinggi yang saat ini masih berstatus “Dalam Pembinaan”, Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti gencar melaksanakan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan melalui kegiatan visitasi dan evaluasi langsung ke lapangan bersama Kopertis dan Tim Pembinaan yang beranggotakan lintas perguruan tinggi negeri dan swasta. Saat ini masih terdapat 104 PTS dalam pengawasan oleh Dikti. Apabila sampai batas waktu tertentu perguruan tinggi tersebut tidak bisa dan tidak mampu dibina maka akan diusulkan dicabut izin operasionalnya.
Direktur Penjaminan Mutu Kemenristekdikti, Prof Aris Junaidi, menjelaskan bahwa program strategis Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), sebagai upaya penjaminan mutu pendidikan tinggi setelah terbitnya Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan ini kemudian diperkuat dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, serta dipertajam melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 50 Tahun 2014 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM-Dikti).
SPM-Dikti terdiri dari Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME). SPMI dikembangkan oleh perguruan tinggi, sedangkan SPME atau Akreditasi dikembangkan oleh BAN-PT dan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) melalui akreditasi perguruan tinggi dan program studi.
Dalam upaya mempercepat peningkatan mutu perguruan tinggi, Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti mengimplementasikan program inovatif, yaitu Klinik SPMI. Klinik SPMI ini merupakan layanan untuk masyarakat (khususnya entitas perguruan tinggi) agar lebih memahami SPMI dan SPM-Dikti, serta yang lebih penting lagi adalah meningkatkan kesadaran untuk membangun budaya mutu.
Klinik SPMI memberikan layanan informasi berupa FAQ (Frequently Asked Questions) melalui sarana online maupun off line dan interaktif tentang bagaimana membangun budaya mutu di perguruan tinggi, serta memberikan usulan solusi yang efektif terhadap segala tantangan yang dihadapi dalam mengakarkan budaya mutu pendidikan tinggi.
SPM-DIKTI menyediakan sebanyak 14 fasilitator pusat dan 200 fasilitator wilayah yang akan memberikan layanan Klinik SPMI dan juga audit internal. Penerima layanan Klinik SPMI cukup komprehensif, meliputi pengelola perguruan tinggi, dosen, mahasiswa hingga masyarakat umum.
Selain Klinik SPMI, Direktorat Penjaminan Mutu Ditjen Belmawa, juga memiliki beberapa program terobosan lainnya untuk memperkuat implementasi budaya mutu, seperti (i) diseminasi SPMI, SPME dan PD-Dikti; (ii) Pelatihan SPMI; (iii) Pelatihan calon pelatih dan fasilitator SPMI; (iv) Pelatihan Audit Mutu Internal; dan (v) bimbingan teknis untuk mengakarkan budaya mutu di tingkat program studi.
Guna mewujudkan program tersebut, Direktorat Penjaminan Mutu Ditjen Belmawa berharap dukungan dari seluruh lapisan dan komponen masyarakat pendidikan tinggi agar program dapat segera dirasakan dampaknya, yaitu implementasi budaya mutu untuk peningkatan kualitas pendidikan tinggi yang berkelanjutan, dalam rangka meningkatkan peran Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas, menyambut Indonesia Emas 2045.