MENAKAR MUTU PERGURUAN TINGGI INDONESIA
PENGANTAR
Kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari kemajuan pendidikannya. Kemajuan beberapa negara di dunia ini tidak terlepas dari kemajuan yang di mulai dari pendidikaN, karena pendidikan merupakan sarana strategis untuk meningkatkan kualitas hidup suatu bangsa. Pemerintah yakin, bahwa pendidikan adalah salah satu yang terpisahkan dari kemajuan dan dan daya saing bangsa ini. Namun pada kenyataannya, pendidikan tinggi Indonesia belum menunjukkan pencapaian dan keberhasilan yang diharapkan seperti negera di Asia lainnya.
Pendidikan tinggi di Indonesia masih belum berhasil menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang andal apalagi sampai taraf meningkatkan kualitas bangsa. Krisis multidimensi yang dialami bangsa ini diyakini banyak kalangan akibat gagalnya sistem pendidikan yang digunakan, juga merosotnya indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Deveopment Index (HDI) Indonesia tidak terlepas dari rendahnya kualitas pendidikan tinggi di negeri ini.
Dalam konteks daya saing global Indonesia (Global Competitiveness Index) berdasarkan World Economic Forum tahun 2015-2016 justru Indonesia turun ke peringkat 37, sebelumnya di peringkat ke-34 (tahun 2014). Masih di bawah Singapura peringkat ke-2, Malaysia ke-18, dan Thailand ke-32.
Menyikapi hal tersebut, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir menyatakan bahwa suatu tantangan yang tidak ringan bagi bangsa Indonesia khususnya Perguruan Tinggi Indonesia. Perguruan Tinggi harus mampu berdaya saing dan berkualitas yang menghasilkan lulusan yang siap berkompetisi serta didorong dengan penjaminan mutu yang baik.
Menristekdikti menambahkan dalam upaya meningkatkan sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi, Perguruan Tinggi harus memperhatikan sistem penjaminan mutu yang ada di internal. Dengan mutu pendidikan yang baik maka Perguruan Tinggi bisa dikatakan berkualitas. Sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi harus didorong dengan menata manajemen yang baik, sumber daya yang ada harus dimanfaatkan dengan baik.
Penjaminan mutu Pendidikan tinggi merupakan upaya untuk medorong Perguruan Tinggi lebih bermutu dan berdaya saing. Satu prinsip dalam penjaminan mutu, yaitu perbaikan mutu berkesinambungan, semua perguruan tingg harus punya visi misi yang sama. seluruh internal PT haru harus terlibat langsung dalam penjaminan mutu perguruan tinggi tersebut. Perguruan tinggi harus melahirkan gagasan membangun kurikulum yang terintegrasi dengan baik dan juga dapat membuat tata-kelola organisasi yang baik.
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu, mengacu pada proses dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan dosen), sarana perguruan tinggi, kampus dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.
Manajemen perguruan tinggi berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara Dosen, mahasiswa dan sarana pendukung, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran.
PEMBAHASAN
MUTU PERGURUAN TINGGI SEBUAH KEHARUSAN
Mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Suatu lembaga pendidikan dikatakan bermutu, diantaranya jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Peserta didik menunjukkan kadar penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar (learning tasks) seperti yang telah dirumuskan dalam tujuan dan sasaran pendidikan diantaranya hasil belajar akademik yang dinyatakan dalam prestasi belajar;
Hasil pendidikan peserta didik sesuai dengan tuntutan kebutuhan peserta didik dalam kehidupannya, sehingga selain mengetahui tentang sesuatu juga mampu melakukan sesuatu secara fungsional bagi kehidupan;
Hasil pendidikan peserta didik sesuai dengan kebutuhan lingkungan khususnya dengan dunia kerja. Karena itu relevansi menjadi salah satu indikator mutu.
Kualitas perguruan tinggi dapat diidentifikasi dari banyaknya mahasiswa yang memiliki prestasi, baik prestasi akademik maupun prestasi bidang lain, serta lulusannya relevan dengan tujuan”. Melalui mahasiswa, mahasiswa yang berprestasi dapat ditelusuri manajemen perguruan tingginya, kampusnya, profil Dosen, dosennya, sumber belajar dan lingkungannya.
Dengan demikian, kualitas perguruan tinggi adalah kualitas mahasiswa, mahasiswa yang mencerminkan kepuasan pelanggan, adanya partisipasi aktif manajemen dalam proses peningkatan kualitas secara terus menerus, pemahaman dari setiap orang terhadap tanggung jawab yang spesifik terhadap kualitas, setiap individu dalam perguruan tinggi dan stakeholders menyadari serta merealisasikan prinsip “mencegah terjadinya kerusakan”, dan melaksanakan pandangan bahwa kualitas adalah cara hidup (way of life).
Secara esensial, istilah mutu menunjukkan suatu ukuran penilaian atau penghargaan yang diberikan atau dikenakan kepada barang (product) dan jasa (service) tertentu berdasarkan pertimbangan objektif atas bobot dan kinerjanya. Jasa atau produk tersebut harus menyamai bahkan melebihi kebutuhan atau harapan pelanggannya. Dengan demikian, mutu adalah jasa atau produk yang menyamai bahkan melebihi harapan pelanggannya. Mutu bukanlah konsep yang mudah didefinisikan, apalagi bila untuk mutu jasa yang dapat dipersepsi secara beragam.
Mutu dengan M-besar dan M-kecil. M-kecil berarti mutu dalam arti sempit yang diberikan setiap bagian dari organisasi atau setiap aktivitas yang tidak selalu terkait dengan kebutuhan pelanggan. M-besar adalah mutu dalam arti luas berkenaan dengan kinerja organisasi secara keseluruhan yang difokuskan secara sinergi pada kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Mutu dalam pengertian ini dipersepsi sebagai “total quality management”.
Suatu jasa yang berorientasi pada mutu memberikan kepuasan kepada pelanggan melalui jaminan mutu agar tidak terjadi keluhan-keluhan pelanggan dan dari pihak produsen tidak melakukan kesalahan-kesalahan (zerro defect). Mutu dalam penerapannya dapat didasarkan pada mutu mutlak/ absolut dan mutu relatif. Mutu secara mutlak atau absolut memiliki ukuran nilai tertinggi, bersifat unik dan sangat berkaitan dengan ungkapan kebaikan (goodness), keindahan (beauty), kebenaran (truth), dan idealitas.
Biasanya mutu dalam ukuran absolut sudah ditetapkan produsen secara subjektif. Misalnya berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan produsen, suatu barang dinyatakan memiliki ukuran mutu baik maka konsumen akan mengikuti standar tersebut dan sangat bangga dengan barang yang dipakainya sebagai sesuatu yang prestisius.
Ukuran mutu absolut sulit diterapkan dalam dunia pendidikan dengan penilaian dari berbagai pihak dan manajemen jasa yang heterogen. Orang akan memandangnya dari berbagai arah dan semua arah atau aspek memiliki ukuran-ukuran mutu tertentu. Oleh karena itu, ukuran mutu diterapkan secara relatif, yaitu berdasarkan pada kebutuhan pelanggan.
Dalam hal ini berarti bukan hanya produsen, tetapi pelangganpun turut menentukan mutu. Dengan demikian, tolok ukur mutu yang baik, bukan tolok ukur mutu yang absolut, melainkan tolok ukur yang bersifat relatif yaitu yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
Mutu perguruan tinggi akan baik jika perguruan tinggi tersebut dapat menyajikan jasa yang sesuai dengan kebutuhan para pelanggannya. Pendidikan merupakan jasa yang perlu memiliki standardisasi penilaian terhadap mutu. Standar mutu adalah paduan sifat-sifat barang atau jasa, termasuk sistem manajemennya yang relatif establish dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Standar mutu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai berikut :
Standar produk atau jasa, yang ditunjukkan dengan : - Kesesuaian dengan spesifikasi yang ditetapkan atau performance to spesification;- Kesesuaian dengan penggunaan atau tujuan, atau fittness for purpose or use;- produk tanpa cacat atau zerro defect; - sekali benar dan seterusnya atau right first time, every time.
Standar untuk pelanggan yang ditunjukkan dengan : - Kepuasan pelanggan atau custome satisfaction. Bila produk dan jasa dapat meleibihi harapan pelanggan atau exceeding customer expectation; - Setia kepada pelanggan atau delighting the customer.
Juran dan Deming mengembangkan standar mutu dengan manajemen mutu terpadu sebagai strategi manajemen mutu total (TQM, total quality management strategy) yang diterapkan melalui sistem akreditasi (accreditation system). Pada perguruan tinggi dikembangkan standar RATER (Reliability, Assurance, Tangibility, Emphaty, Responsiveness). Disamping itu, menyodorkan rumus defisiensi untuk mengukur kualitas, yaitu : Organisasi modern yang survive adalah organisasi yang menganut kualitas sebagai fokus kajian pada setiap pekerjaan dan produk.
Vincent menyatakan bahwa sistem kualitas modern dapat diketahui dari lima karakteristik sebagai berikut :
Sistem kualitas berorientasi pada kepuasan pelanggan. Organisasi merancang produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan melalui riset pasar. Proses produksi dilaksanakan dan dikendalikan secara benar untuk menghasilkan produk yang sesuai spesifikasi dengan derajat konfirmasi yang tinggi dan memberikan jaminan purnajual yang melindungi pelanggan dari kekecewaan. Pada prinsipnya, sistem kualitas mengembangkan hubungan antara pemasok dan pelanggan untuk terjadinya suatu pengertian dan saling berkontribusi terhadap produk yang dibutuhkan;
Sistem kualitas modern mengutamakan adanya partisipasi aktif manajemen puncak (top management) dalam proses peningkatan kualitas secara terus menerus. Saat pimpinan melakukan sharing authority maka para penanggung jawab tugas memiliki kesamaan persepsi tentang kualitas sebagai kekuatan kunci. Ini merupakan keadaan di mana perlu adanya keterlibatan aktif para personel melalui kepemimpinan yang memiliki visi kualitas dalam merancang dan melaksanakan organisasi, yang kemudian dijadikan core untuk selalu dikomunikasikan dan menjadi motivasi bersama;
Sistem kualitas modern memerlukan adanya pemahaman dari setiap orang akan tanggung jawab yang spesifik terhadap kualitas. Contoh, orang atau tim yang diserahi tanggung jawab melakukan pekerjaan dalam pengembangan kurikulum (curriculum development). Melakukan tugas sesuai dengan mekanisme adalah selalu memerhatikan kebutuhan pelanggan dan konsisten terhadap pemeliharaan kualitas, serta dapat diproduksi secara ekonomis. Manajemen puncak selalu mengingatkan diri dan personel lain melalui kata dan tindakan untuk selalu komit terhadap kualitas;
Sistem kualitas modern mencegah terjadinya kerusakan, bukan berfokus pada upaya untuk mendeteksi kerusakan saja;
Sistem kualitas modern ditandai dengan adanya falsafah yang memandang bahwa kualitas sebagai cara hidup (way of life).
Dalam sistem pendidikan, konsentrasi terhadap kualitas bukan semata-mata tanggung jawab perguruan tinggi dan pemerintah, tetapi merupakan sinergi antara berbagai komponen termasuk masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat harus sadar mutu, berkontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan, dan senantiasa memilih mutu dalam sikap hidupnya.
Mutu dalam konteks "hasil pendidikan" mengacu pada prestasi yang dicapai oleh perguruan tinggi pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir semester, akhir tahun ajaran, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya UTS, UAS) yang di ukur dengan indeks prestasi mahasiswa.
Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya : komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi perguruan tinggi dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dan lain sebagainya.
Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (output) harus dirumuskan lebih dahulu oleh perguruan tinggi, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya.
Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab perguruan tinggi dalam campus based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai.
Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh perguruan tinggi terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau "kognitif" dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan standar, misalnya : Indeks Prestasi hasil UAS).
Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap perguruan tinggi baik yang sudah ada patokannya (benchmarking) maupun yang lain (kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu kampus sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini Rencana strategis (Restra) dan Rencana Operasional (Renop) Akademik perguruan tinggi harus merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya.
Kerangka kerja dalam manajemen peningkatan mutu diharapkan perguruan tinggi dapat bekerja dalam koridor - koridor tertentu antara lain sebagai berikut ;
1. Sumber daya; perguruan tinggi harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk :
Memperkuat perguruan tinggi dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu;
Pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya.
2. Pertanggung-jawaban (accountability); perguruan tinggi dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/masyarakat.
Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan.
Untuk itu setiap perguruan tinggi harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya kepada seluruh pemangku kepentingan (orang tua, /masyarakat dan pemerintah) dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas perguruan tinggi dalam proses peningkatan mutu.
3. Kurikulum; berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, perguruan tinggi bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap mahasiswa, perguruan tinggi harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan agar mahasiswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional.
Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu;
Pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan mahasiswa.bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada mahasiswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
Pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di perguruan tinggi. Untuk melihat progres pencapain kurikulum, mahasiswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya.
Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (mahasiswa) dan kepada perguruan tinggi yang bersangkutan maupun perguruan tinggi lainnya mengenai performan perguruan tinggi sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan.
4. Personil perguruan tinggi; perguruan tinggi bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis dosen yang diperlukan) dan pembinaan struktural staf perguruan tinggi (pimpinan perguruan tinggi, Dosen dan staf lainnya).
Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan pimpinan perguruan tinggi dan pembinaan keterampilan Dosen dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif perguruan tinggi. Untuk itu birokrasi di luar perguruan tinggi berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung.
Dalam konteks ini pengembangan profesioanl harus menunjang peningkatan mutu dan penghargaan terhadap prestasi perlu dikembangkan. Manajemen tata kelola perguruan tinggi berbasis mutu memberikan kewenangan kepada perguruan tinggi untuk mengkontrol sumber daya manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula mengirim Dosen untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat. Konsekwensi logis dari itu, perguruan tinggi harus :
Diperkenankan untuk mengembangkan perencanaan pendidikan dan prioritasnya didalam kerangka acuan yang dibuat oleh pemerintah.
Memonitor dan mengevaluasi setiap kemajuan yang telah dicapai dan menentukan apakah tujuannya telah sesuai kebutuhan untuk peningkatan mutu.
Menyajikan laporan terhadap hasil dan performannya kepada masyarakat dan pemerintah sebagai konsumen dari layanan pendidikan (pertanggung jawaban kepada stake-holders).
Uraian tersebut di atas memberikan wawasan pemahaman kepada kita bahwa tanggung jawab peningkatan kualitas pendidikan secara mikro telah bergeser dari birokrasi pusat ke unit pengelola yang lebih dasar yaitu perguruan tinggi.
Dengan kata lain, didalam masyarakat yang komplek seperti sekarang dimana berbagai perubahan yang telah membawa kepada perubahan tata nilai yang bervariasi dan harapan yang lebih besar terhadap pendidikan terjadi begitu cepat, maka diyakini akan disadari bahwa kewenangan pemerintah tidak lagi secara tepat dan cepat dapat merespon perubahan keinginan masyarakat tersebut.
Kondisi ini telah membawa kepada suatu kesadaran bahwa hanya perguruan tinggi yang dikelola secara efektiflah (dengan manajemen yang berbasis mutu) yang akan mampu merespon aspirasi masyarakat secara tepat dan cepat dalam hal mutu pendidikan.
Pemerintah memiliki peran yang penting, tetapi harus mulai disinergikan dengan baik dan tepat dalam hal yang berhubungan dengan membangun suatu visi dari sistem pendidikan tinggi secara keseluruhan, harapan dan standar bagi mahasiswa untuk belajar dan menyediakan dukungan komponen pendidikan yang relatif baku atau standar minimal.
Konsep ini menempatkan pemerintah dan otoritas lembaga pendidikan tinggi memiliki tanggung jawab untuk menentukan kunci dasar tujuan dan kebijakan pendidikan dan memberdayakan secara bersama-sama perguruan tinggi dan masyarakat untuk bekerja di dalam kerangka acuan tujuan dan kebijakan pendidikan yang telah dirumuskan secara nasional dalam rangka menyajikan sebuah proses pengelolaan pendidikan yang secara spesifik sesuai untuk setiap komunitas masyarakat.
Jelaslah bahwa konsep manajemen tatakelola perguruan tinggi berbasis mutu, membawa perubahan dalam manajemen (pengelolaan) pendidikan dimana pemerintah bukan lagi sebagai penentu semua kebijakan, tetapi hanya berperan sebagai penentu kebijakan makro, prioritas, dan standar secara keseluruhan melalui sistem monitoring dan pengendalian mutu.
Sistem Penjaminan Mutu pendidikan dipandang sebagai salah satu cara untuk menjawab berbagai permasalahan pendidikan tinggi di Indonesia, dan dianggap mampu untuk menjawab tantangan pendidikan tinggi.
Secara umum, fungsi dan tujuan penjaminan mutu (quality assurance) pendidikan tinggi adalah:
Proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pendidikan secara konsisten dan berkelanjutan sehingga pelanggan memperoleh kepuasan.
Proses untuk menjamin agar mutu lulusan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan/dijanjikan sehingga mutu dapat dipertahankan secara konsisten dan ditingkatkan secara berkelanjutan.
Dengan kata lain, perguruan tinggi dikatakan bermutu apabila mampu menetapkan dan mewujudkan visinya melalui pelaksanaan misinya (aspek deduktif), serta mampu memenuhi kebutuhan/memuaskan stakeholders (aspek induktif) yaitu kebutuhan masyarakat, dunia kerja dan profesional. Sehingga, perguruan tinggi harus mampu merencanakan, menjalankan dan mengendalikan suatu proses yang menjamin pencapaian mutu.
Untuk mewujudkan itu semua, diperlukan syarat-syarat normatif yang wajib dipenuhi oleh setiap PT. Syarat-syarat tersebut tertuang dalam beberapa asas, yaitu:
Komitmen
Internally driven
Tanggungjawab/pengawasan melekat
Kepatuhan kepada rencana
Evaluasi
Peningkatan mutu berkelanjutan
Tujuan penjaminan mutu adalah memelihara dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berkelanjutan, yang dijalankan secara internal untuk mewujudkan visi dan misi PT, serta untuk memenuhi kebutuhan stakeholders melalui penyelenggaraan tridharma perguruan tinggi.
Hal tersebut dapat dilaksanakan secara internal oleh PT yang bersangkutan, dikontrol dan diaudit melalui kegiatan akreditasi yang dijalankan oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN) Perguruan Tinggi atau lembaga lain secara eksternal. Sehingga obyektifitas penilaian terhadap pemeliharaan dan peningkatan mutu akademik secara berkelanjutan di suatu perguruan tinggi dapat diwujudkan.
Landasan kebijakan implementasi SPM Perguruan tinggi meliputi:
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS
Higher Education Long Term Strategy (HELTS) 2003 – 2010
Pedoman Penjaminan Mutu PT, Dikti 2003
Pokja Penjaminan Mutu (Quality Assurance), Dikti 2003
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
Peraturan Pemerintah nomor 66 tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Selain kebijakan-kebijakan tersebut diatas, SPM perguruan tinggi juga merujuk kepada instrumen akreditasi nasional yang diterbitkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dan instrumen evaluasi Times Higher Education Supplement Quacquarelli Symons (THES-QS) sebagai standar internasional. Skema penjaminan mutu di perguruan tinggi dapat digambarkan sebagai berikut:
Skema tersebut memiliki tujuan antara lain:
Mencapai visi-misi melalui pemenuhan standar mutu dengan cara perbaikan berkelanjutan/continous improvement (PDCA = Plan Do Check Act), menggunakan manajemen berbasis proses.
Kepuasan pelanggan (customer satisfaction)
Kepuasan pelanggan terpelihara (customer care)
Untuk menjalankan SPM tersebutI, perguruan tinggi harus menerapkan langkah-langkah yang disebut “siklus penjaminan mutu”, yaitu OSDAT, singkatan dari:
Menyusun organisasi penjaminan mutu(O)
Menyusunsistem (Kebijakan, Sistem Dokumen (standar mutu, manual mutu, manual prosedur dsb) (S)
Sistem dijalankan (sosialisasi dan menjadi acuan kerja) (D)
Melakukan Audit Internal Mutu (AIM). (satu siklus penjaminan mutu) (A)
Tindak Lanjut (T)
Siklus penjaminan mutu (OSDAT) dapat digambarkan sebagai berikut:
Konsep SPM ini sebenarnya lebih memfokuskan kepada tanggung jawab perguruan tinggi dan masyarakat pendukungnya untuk merancang mutu yang diinginkan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya, dan secara terus menerus mnyempurnakannya. Semua upaya dalam pengimplementasian SPM harus berakhir pada mutu luaran (lulusan) perguruan tinggi.
Sementara itu pendanaan walaupun dianggap penting dalam perspektif proses perencanaan dimana tujuan ditentukan, kebutuhan diindentifikasikan, kebijakan diformulasikan dan prioritas ditentukan, serta sumber daya dialokasikan, tetapi fokus perubahan kepada bentuk pengelolaan yang mengekspresikan diri secara benar kepada tujuan akhir yaitu mutu pendidikan dimana berbagai kebutuhan mahasiswa untuk belajar terpenuhi.
Pedoman SPM perguruan tinggi hanya bersifat umum yang memberikan rambu-rambu mengenai apa-apa yang boleh/tidak boleh dilakukan. Secara singkat dapat ditegaskan bahwa akhir dari itu semua bermuara kepada mutu pendidikan. Oleh karena itu perguruan tinggi harus berjuang untuk menjadi pusat mutu (center for excellence) dan ini mendorong masing-masing perguruan tinggi agar dapat menentukan visi dan misi nya utnuk mempersiapkan dan memenuhi kebutuhan masa depan mahasiswanya.