top of page

MENAKAR MUTU PERGURUAN TINGGI INDONESIA


MENILIK MUTU PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA DI MATA DUNIA


Umumnya pengukuran kualitas pendidikan tinggi dunia dilakukan di level institusi atau peguruan tinggi. Sebut saja Times Higher Education (THE), QS World University Rankings, dan AcademicRanking of World Universities (ARWU) menjadi lembaga yang setiap tahunnya melakukan pemeringkatan universitas dunia. 100 universitas terbaik dunia masih banyak didominasi oleh negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Swedia, Belgia, Jerman, Australia, Belanda, Denmark, Finlandia, dan Swiss.


Hanya sedikit negara di Asia yang bisa bersaing seperti China, Singapura, Korea Selatan, dan Jepang. Di tahun 2016, hanya QS World University Rankings yang menempatkan perguruan tinggi Indonesia dalam 500 universitas terbaik dunia, Universitas Indonesia (peringkat 358) dan Institut Teknologi Bandung (peringkat 431-440) (lihat). Bisa dibilang dari lebih 370-an PTN dan 4.000-an PTS di Indonesia, universitas yang memiliki daya saing di tingkat global masih sangat minim.


Lantas bagaimana kualitas sistem pendidikan tinggi Indonesia dibandingkan dengan negara lainnya? Apakah kualitas universitas merupakan gambaran dari kualitas sistemnya yang masih jauh dari harapan? Di tahun 2015, lembaga bernama Universitas 21 (U21) merilis peringkat kualitas sistem pendidikan tinggi di 50 negara termasuk Indonesia.


Di tahun 2016 terjadi revisi tapi tak banyak mengubah hasil peringkat sebelumnya. U21 merupakan lembaga kolaborasi universitas dunia khususnya dalam riset dan aktivitas akademik lainnya. Sejak terbentuk pada tahun 1997, U21 saat ini beranggotakan sekitar lebih dari 25 universitas terbaik dunia yang mewakili tiap benua. Berbeda dengan lembaga pemeringkat lainnya yang berfokus pada kualitas perguruan tinggi, U21 berupaya untuk menakar performa sistem pendidikan tinggi secara umum dan menyeluruh di sebuah negara.


Terdapat lima kriteria yang digunakan, yaitu sumber daya (20%), lingkungan (20%), jejaring (20%), dan output (40%). Kriteria sumber daya mencakup pengeluaran pemerintah untuk pendidikan tinggi dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB), total pengeluaran pendidikan tinggi dibandingkan dengan PDB, biaya per tahun mahasiswa, pengeluaran untuk riset dan pengembangan di pendidikan tinggi dibandingkan dengan PDB, dan pengeluaran untuk riset dan pengembangan di pendidikan tinggi dibagi jumlah populasi. Yang diukur dalam kriteria lingkungan yaitu proporsi peserta didik dan staf akademik perempuan di pendidikan tinggi, kualitas pengelolaan data pendidikan tinggi, kualitas kebijakan di bidang pendidikan tinggi, dan ketercapaian pendidikan tinggi dalam memenuhi tuntutan ekonomi.


Sedangkan kriteria jaringan mencakup proporsi mahasiswa internasional dan jurnal internasional di universitas, rata-rata akses publik pada laman universitas dan pihak ketiga yang mencantumkan link laman universitas, transfer keilmuan antara universitas dan industri, dan persentase karya ilmiah hasil kolaborasi peneliti universitas dan industri.


Terakhir kriteria output melingkupi total karya ilmiah yang dihasilkan universitas, jumlah karya ilmiah dibagi dengan jumlah populasi, jumlah universitas yang termasuk dalam 500 universitas terbaik dunia, kualitas universitas terbaik, angka partisipasi kasar (APK) di pendidikan tinggi, persentasi populasi yang berumur 25-64 tahun dengan kualifikasi pendidikan tinggi, rata-rata jumlah peneliti, dan jumlah pengangguran pada populasi yang berumur 25-64 tahun.


Dari 50 negara yang dievaluasi sistem pendidikan tingginya oleh U21, dalam semua kriteria Indonesia masih cukup tertinggal jauh. Pada kriteria sumber daya Indonesia menempati posisi ke-50, lingkungan ke-29, jaringan ke-32, dan output ke-50. Setelah semua hasil dari setiap kriteria diakumulasikan, Indonesia berada di posisi terakhir, peringkat 50.


Dibandingkan negara tetangga, Singapura berada di peringkat 8, Malaysia yang di era 80-an dan 90-an Indonesia turut membidani pendidikan tinggi mereka di peringkat 27 bahkan Thailand memiliki peringkat lebih baik di posisi ke-44. Amerika Serikat berdiri kokoh di posisi teratas.


Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya perguruan tinggi di Amerika Serikat yang menjadi universitas terbaik dunia memang karena ditopang dengan sistem pendidikan tingginya yang mumpuni. Evaluasi dari U21 ini seharusnya bisa menjadi masukan bagi para pemangku kebijakan dan civitas akademika di pendidikan tinggi Indonesia.

Selain mempermudah untuk mengurai benang kusut masalah yang ada, hasil ini dapat menjadi dasar untuk menyusun langkah strategis peningkatan kualitas dan daya saing pendidikan tinggi Indonesia.


Dengan strategi yang tepat ditambah dengan kerja yang solid sekaligus sinergis antara pemerintah, masyarakat, dan civitas akademika di universitas, kondisi pendidikan tinggi Indonesia bisa lebih baik ke depannya. Yang perlu diingat kerja besar ini bukan dilandasi semangat bersaing atau berkompetisi antar perguruan tinggi tapi lebih pada semangat kebersamaan yang menghasilan kolaborasi nan harmoni antar perguruan tinggi

bottom of page