top of page

Hasil Penelitian Dosen Minim Publikasi; Kemenristekdikti Dukung Penelitian Melalui Regulasi



Hasil riset berbagai bidang di civitas akademika perguruan tinggi di Indonesia begitu melimpah. Namun sayangnya, masih sedikit yang terpublikasikan ke masyarakat luas. Para dosen harus harus berpikir lebih jauh lagi dalam melakukan penelitian yakni hasil karyanya akan digunakan oleh masyarakat banyak.


Patut disayangkan, kebanyakan hasil penelitian para akademisi berakhir di perpustakaan kampus. Padahal, seharusnya terpublikasikan sampai ke luar negeri. Diharapkan, lebih banyak lagi dosen di tanah air yang mau melakukan penelitian. Hasil penelitian dosen bisa digunakan untuk mendukung jalannya pembangunan yang dilakukan pemerintah.


Banyak hal yang dapat dilakukan perguruan tinggi guna mendukung para dosennya untuk mempublikasikan karya ilmiahnya sampai ke luar negeri, misal bekerjasama dengan jaringan internasional guna menfasilitasi pengembangan penelitian dan inovasi. Contoh; Global Illuminators (GI), sebuah jaringan internasional yang memfasilitasi pengembangan penelitian dan inovasi melalui pendekatan penelitian akademik. GI memfasilitasi dosen agar bisa masuk ke area jurnal internasional yang terindeks scopus, agar hasil penelitian dosen tidak hanya sebagai laporan, tapi dapat dibaca oleh masyarakat dengan skala internasional.


Penelitian adalah “Jantung” Perguruan Tinggi


Penguatan penelitian merupakan salah satu langkah yang harus ditempuh perguruan tinggi untuk menggeser kecenderungan kebijakan dari pilar peningkatan akses ke pilar peningkatan mutu. Pelaksanaan penelitian yang bermutu harus dapat diukur, karena penelitian itu adalah jantung perguruan tinggi.


Perumusan beberapa regulasi yang dilakukan pemerintah dalam hal ini Kemenristekdikti diharapkan dapat memayungi langkah cepat peningkatan mutu penelitian. Kemenristekdikti telah menyelesaikan beberapa regulasi tentang penelitian, publikasi ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat.


Beberapa isu terkini dimasukkan ke dalam peraturan tersebut, di antaranya adalah alokasi Bantuan Operasional Perguruan Tinggi (BOPTN). Kedua, Petunjuk Teknis Penelitian, Publikasi iLmiah dan Pengabdian kepada Masyarakat. Petunjuk teknis ini akan dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian dan pengabdian di perguruan tinggi. Ketiga, Pedoman Perencanaan, Pelaksanaan dan Pelaporan Penelitian di Lingkungan Perguruan Tinggi yang disesuaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.02/2016. Dengan tersusunnya beberapa aturan tersebut, diharapkan mutu penelitian bisa meningkat.


Guna memperkuat rencana program dan tema penelitian yang dapat mendiseminasikan dibutuhkan tersedianya data yang valid dan teori yang kokoh. Untuk menghadirkan data yang valid menjadi sebuah keharusan. Program Direktorat harus berbasis pada data yang kuat. Ini akan dijadikan base line untuk penyusunan program mutu ke depan. Saat ini, masih sulit menghadirkan data seperti dosen dengan karya ilmiahnya, dosen dengan artikel jurnal internasional, dosen dengan HKI-nya, dan sejenisnya. Padahal perguruan tinggi berhadapan dengan pasar, dalam menghadapi pasar harus diikuti dengan mutu. Mengejar pasar tanpa peningkatan mutu, maka akan pincang.


Kemenristekdikti Dukung Peneliti Melalui Regulasi


Inovasi merupakan salah satu pengukur daya saing bangsa yang dihasilkan dari riset. Oleh karenanya Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) secara konsisten terus memfasilitasi terselenggaranya riset di tanah air secara kondusif, melalui berbagai program.


Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati telah melakukan sosialisasi peraturan yang baru untuk mendukung kegiatan riset di Indonesia. Kebutuhan untuk menyamakan persepsi dan mendalami serta memahami berbagai regulasi baru terkait penelitian di Indonesia mendorong pemangku kepentingan mulai dari Rektor PTN dan PTS, LPNK Ristek, Badan Litbang Kementerian dan Daerah, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) perguruan tinggi negeri maupun swasta, Kopertis, dan stakeholders lainnya.


Dimyati mengemukakan, peneliti Indonesia telah menghasilkan sekitar 9000 publikasi internasional, yang merupakan hasil kerja keras para peneliti dengan berbagai perbaikan regulasi yang selama ini didorong dan dibuat oleh pemerintah. Munculnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106 tahun 2016 menekankan riset berbasis output dibandingkan pertanggugjawaban administrasi.


Trend usulan proposal riset yang diusulkan pada tahun 2015 mencapai 28.200-an, pada 2016 meningkat sekitar 45.000-an. Dari jumlah tersebut yang mampu dibiayai APBN pada 2015 baru sekitar 15.000- an, pada tahun 2017 ditargetkan sekitar 16.000-an. Dimyati mengatakan memang terlihat naiknya trend pembiayaan, namun sebenarnya hanya sekitar 40% saja dari keseluruhan, artinya pemerintah masih harus terus bekerja keras.


Permenkeu Nomor 106 mendorong peneliti untuk melakukan perbaikan dan tata kelola, untuk itu dalam waktu dekat akan dilakukan kursus sertifikasi untuk para reviewer proposal dan reviewer output agar melaksanakan penyaringan proposal dan output dapat lebih baik lagi. Tim penilai/reviewer akan menjadi ujung tombak dalam penjaminan mutu penelitian. Untuk itu, dikeluarkan Pedoman Pembentukan Komite Penilaian dan/atau Reviewer dan Tatacara Pelaksanaan Penilaian Penelitian Menggunaan Standar Biaya Keluaran tahun 2017 dalam bentuk Permenristekdikti Nomor 69 Tahun 2016.


Selain urusan administrasi keterlambatan anggaran juga menjadi salah satu keresahan peneliti. Untuk itu rencana penetapan proposal untuk tahun 2017 dilakukan pada pertengahan Desember 2016 tahun lalu. Sehingga pada bulan Januari 2017 sudah bisa dilakukan penandatanganan kontrak untuk melaksanakan riset. Yang memungkinkan para peneliti mendapatkan anggaran penelitian lebih awal.


Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohammad Nasir menyebutkan jumlah publikasi internasional Indonesia dibandingkan negara-negara ASEAN masih jauh tertinggal. Malaysia berada di angka 23.000-an, Singapura 17.000-an, Thailand 13.000-an. Menristekdikti mengatakan Indonesia terbilang masih kurang karena potensi dosen berada di angka 250.000, guru besar sekitar 6.000, lektor kepala sekitar 31.000. Dari jumlah guru besar dan lektor kepala yang totalnya sekitar 37.000 tersebut setengahnya saja melakukan publikasi, maka bisa mencapai angka 18.500. Sudah bisa menjadi juara di Asia Tenggara.


Di awal Januari 2017, Kemenristekdikti telah mengeluarkan regulasi para guru besar wajib setiap tahun satu kali saja mengeluarkan publikasi. Para rektor kepala dua tahun sekali. Jadi tahun 2017, diharapkan bisa ada 18.000 publikasi. Dengan terbitnya regulasi ini, diharapkan guru besar/professor lebih konsentrasi meneliti, begitu juga dengan para lektor.


Menristek menambahkan, riset yang dilakukan jangan hanya sebatas riset dasar. Juga tidak cukup pada publikasi saja namun harus ditingkatkan pada prototype dan inovasi. Menekankan kegiatan di perguruan tinggi yang tidak punya nilai tambah, dialihkan ke penelitian. Sehingga prototype, hak paten, inovasi dan kualitas dosen pun akan lebih baik.


Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati, menyatakan bahwa regulasi baru yang diterbitkan akan mendorong pencapaian Indonesia sebagai JUARA ASEAN, dalam publikasi ilmiah dan kekayaan intelektual. Berbagai masukan sangat diperlukan untuk penyempurnaan dan penyelarasan berbagai program riset dan pengembangan pada tahun 2017 mendatang.


Penguatan Riset di Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang untuk Meningkatkan Kemandirian dan Daya Saing Bangsa, merupakan upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih kondusif dan penyelarasan program, baik secara vertikal maupun horisontal harus berkesinambungan dan tidak boleh terhenti, mengingat lingkungan strategis baik nasional, regional, maupun internasional dewasa ini sangat dinamis dan bergerak sangat cepat.


Tahun 2017 merupakan tahun pertama penerapan anggaran Riset Berbasis Output, dimana peneliti akan lebih fokus dalam pelaksanaan riset, daripada urusan administrasi. Belum semua Lembaga Litbang menerapkan Peraturan Riset Berbasis Output tersebut pada tahun 2017. Namun tentu ke depan akan secara bertahap semua Lembaga Litbang akan menerapkannya, sesuai dengan dinamika yang ada.

bottom of page