PLAGIARISME DI DUNIA KAMPUS
Munculnya berbagai kasus plagiarisme dalam dunia kampus mendorong Lembaga Studi Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan Indonesia (LSP3I) untuk terus menerus menyemai informasi tentang “Plagiarisme”.
Salah satu tujuan utama adalah memberikan pemahaman mengenai plagiarisme, agar para dosen, mahasiswa (civitas akademika) tidak terjebak dan terperosok sebagai plagiaris alias plagiator. Dengan menyemai informasi melalui tulisan, diharapkan mampu memberikan konstribusi positif dalam meningkatkan kesadaran betapa pentingnya kejujuran intelektual.
Plagiat berasal dari kata latin “Plagiarus” yang berarti penculik dan “Plagiare” yang berarti mencuri. Berangkat dari asal kata tersebut, secara sederhana plagiat berarti mengambil ide, kata-kata, dan kalimat seseorang dan memposisikannya sebagai hasil karyanya sendiri atau mengunakan ide, kata-kata, dan kalimat tanpa mencantumkan sumber dimana seorang penulis mengutipnya.
Berdasarkan definisi di atas, maka seseorang dapat dinyatakan melakukan plagiat jika ia telah mengakui karya itu sebagai karyanya meskipun hanya satu kalimat atau satu kata kunci. Oleh sebab itu, anggapan bahwa kita dapat mengambil 10% dari karya ilmiah orang lain yang kemudian dianggap sebagai bagian dari karya sendiri adalah kurang benar.
Masih banyak diantara kita yang berpedoman kepada pendapat tersebut, padahal pendapat ini kurang dapat dipertanggungjawabkan. Apakah seseorang yang mencuri sebagian kecil dari milik orang lain dapat dianggap bukan pencuri? Tidak bukan? Ia tetap pencuri, hanya mungkin hukumannya yang berbeda. Ya, memang seorang yang melakukan plagiat adalah seorang pencuri. Jadi, meskipun hanya sedikit tetap saja ia mencuri karya orang lain. Dosen dalam hal ini sebagai salah satu akademisi dengan kewajiban menjalankan tridarmanya, khususnya melakukan penelitian sangatlah rentan terprosok dalam plagiarisme.
Terjadinya suatu plagiatisme itu bersumber dari penulis sendiri. Apakah di dalam karyanya terdapat unsur plagiat, penulis itu sendri yang menggetahuinya. Dalam konteks ini jika terdapat unsur plagiat yang harus dipertanyakan adalah bagaimana hal tersebut bisa terjadi dan pada bagian mana yang dikatakan plagiat? Oleh sebab itu dasar yang utama dalam menulis sebuah karya ilmiah adalah dihidupinya asas keaslian dan asas kejujuran.
Asas keaslian ini diukur atau berdasarkan pada pemikiran sendiri, bukan dari jiplakan. Keaslian atau orisinalitas pemikiran dapat diketahui melalui keunikan dari bahasa maupun isi, oleh sebab itu karya ilmiah itu khas dan unik. Keunikan ini yang kemudian menjadikan hak cipta penulisnya dilindungi undang-undang, karena terdapat kekahasan isi dan bahasanya. Perlindungan ini yang kemudian dikenal dengan Undang-undang Hak Cipta.
Berikut ini beberpa jenis plagiarisme (Sudigdo Sastroasmoro, 2007:240) :
Plagiarisme berdasaran aspek yang dicuri
Plagiarisme Ide
Plagiarisme isi (data penelitian)
Plagiarisme kata, kalimat, pragraf
Plagiarisme total
Plagiarisme berdasarkan sengaja atau tidaknya plagiarisme
Plagiarisme yang tidak disengaja
Plagiarisme yang disengaja
Plagiarisme berdasarkan proporso atau presentasi kata, kalimat, paragraf yang dibajak
Palgiarisme ringan < 30%
Palgiarisme sedang 30-70%
Plagiarisme berat atau total >70%
Palagiarisme berdasarkan pola
Plagiarime kata demi kata
Plagiarime mosaik
Self Plagiarisme
Paligiat dan Plagiarime di lingkungan kampus sendiri sebenarnya terjadi karena beberapa hal. Penulis atau peneliti kurang atau sangat jarang membaca baik buku, jurnal, maupun hasil peneltian. Hal ini yang kemudian turut menumpulkan pengembangan ide. Pada umumnya keterbatasan ini diatasi dengan cara yang singkat dengan mengambil ide-ide dari orang lain tanpa memperhatikan aturan pengutiapan suatu tulisan.
Tingginya intensitas kegiatan dan waktu yang semakin berkurang untuk menggali atau menemukan ide-ide baru terkait dengan karya ilmiah yang akan dihasilkan menyebabkan para penulis terperosok ke jalan pintas yang tidak etis melalui palgiat atau plagiarisme. Suatu ide muncul tidak dapat dengan jalan dipacu dan dibuat instan melainkan melalui serangkaian proses yang tidak sederhana. Keterbatasan inilah dan date line penyelesaian karya ilmiah yang terkadang dapat mendorong penulis melakukan penyimpangan dalam bentuk palgiat dan plagiatisme.
Dalam dunia pendidikan tinggi tidak menutup kemungkinan terdapat banyak dosen yang tidak mengetahui secara detail batasan sesuatu dikatakan sebagai salah satu bentuk dari plagiat atau plagiatisme. Kondisi ini yang kemudian memposisikan dosen sebagai penulis dan peneliti dalam posisi yang tidak aman. Batasan ini merupakan hal yang sangat penting, mengingat tidak menutup kemungkinan diantara dosen sebagai penulis dan peneliti memiliki ide yang sama tanpa ada unsur mencuri dan mengambil ide orang lain. Keterbatasan manusia dalam pengembangan dunia ide ini yang memungkinkan antar dosen memilki ide atau pemikiran yang sama terkait dengan penulisan atau peneltian. Disamping itu keterbatasan bahasa juga turut menjadi persoalan. Oleh karena itu perlu kiranya batasan-batasan plagiarime itu lebih diperjelas.
Mengutip adalah masalah etika. Kutipan yang disebutkan sumbernya merupakan perwujudan kejujuran.Hal ini yang kemudian melahirkan sikap menghargai ide dan hasil karya orang lain. Sebagai penutup ada satu hal yang penting bahwa kejujuran intelektual jauh lebih berharga dibandingkan dengan sebuah hasil karya penelitian.
PLAGIAT SKRIPSI
Barangkali anda pernah mendengar berita tentang pencopotan gelar akademik berkualifikasi doktor oleh suatu perguruan tinggi. Ini disebabkan karena doktor baru itu terbukti secara sah telah melakukan plagiat, yaitu menggunakan skripsi mahasiswa (S1) sebagai bagian dari disertasinya.
Mungkin kita pernah membaca sebuah buku yang salah satu babnya merupakan hasil jiplakan dari buku lain. Bahkan di zaman internet banyak diantara kita disadari atau tidak disadari telah menjiplak artikel-artikel dari internet. Jika anda mencoba mengungkapkan jiplak-menjiplak di dunia tulis-menulis, mungkin akan anda peroleh angka yang sangat fantatis. Ibarat GUNUNG ES DI LAUT LEPAS. Yang tampak di permukaan hanya sebagian kecil, padahal di bawahnya jauh lebih banyak. Demikian pula halnya dengan urusan jiplak-menjiplak seperti gunung es itulah. Hanya yang bernasib sial sajalah yang ketahuan.
Pendapat secara pribadi bahwa seorang dosen misalnya yang mempublikasikan skripsi mahasiswa sebenarnya mereka juga melakukan plagiat. Mengapa? Sebab mereka mengakui skripsi itu sebagai karya mereka sendiri. Apa buktinya? Buktinya, mereka mempublikasikan skripsi itu sebagai penulis tunggal tanpa mencantumkan mahasiswanya. Atau jika mencantumkan mahasiswa sebagai penulis kedua pun juga tidak etis. Sebab yang meneliti dan membiayai penelitian itu adalah mahasiswa itu sendiri bukan sang dosen.
Dosen hanya mengarahkan dan membimbing. Tidak lebih. Bagaimana kalau mahasiswa itu mengijinkan? Seharusnya dosenlah yang membantu mahasiswa bukan sebaliknya, dosen untuk naik jabatan dibantu oleh mahasiswa. Seharusnya mahasiswa dibantu oleh dosen sampai menghasilkan karya ilmiah. Dosen sebagai pembimbing cukup ditulis nama dalam ucapan terima kasih, bukan sebagai penulis kedua dan seterusnya.
Di sadari, sangat sulit bagi kita semua untuk menulis sebuah karya tanpa mengambil bagian dari karya orang lain, untuk menghasilkan karya tanpa mengambil pendapat orang lain. Kalau begitu hampir semua karya itu plagiat, sebab hampir semua karya mengambil karya orang lain sebagai dasar argumen yang dibangunnya.
Sejatinya, Semua orang, siapa saja boleh mengutip karya orang lain sebagai dasar argumentasi anda dalam membangun atau menulis karya. Hanya saja, perlu memperhatikan aturan, mekanisme dan etika dalam mengutip.
Ada dua macam kutipan; 1) kutipan langsung. Untuk menyatakan bahwa itu adalah karya orang lain yang anda kutip, anda cukup menandainya dengan tanda kutip (”) pada awal kutipan dan akhir kutipan. Biasanya sebelum sampai ke kutipan, kita dahului dengan sebuah pernyataan. Contohnya, berikut pendapat Yusrin Ahmad Tosepu (2016) dalam bukunya yang berjudul…….., baru kemudian ” pernyataan yang anda kutip”.
Kutipan langsung memiliki ciri yaitu setiap kata dan huruf dikutip persis sama seperti yang tertulis dalam karya yang anda kutip. 2) Kutipan tidak langsung. Idealnya, dalam kutipan tak langsung ini pertama-tama yang dilakukan adalah membaca dan memahami inti sebuah karya, baru kemudian inti karya itu anda tulis kembali dengan bahasa anda sendiri dan kemudian mencantumkan sumber tulisan. Ini baru bukan plagiat, karena anda mengakui bahwa apa yang anda tulis itu bukan karya anda tetapi karya orang lain. Meskipun anda menuliskan sumber tulisan, jika anda menuliskan persis sama maka anda belum melakukan kutipan tak langsung secara benar. Di kutipan tidal langsung inilah yang sering terjadi masalah. Banyak anggapan bahwa jika sudah menuliskan sumber (pustaka) tulisan sudah okey. Itu betul jika itu kutipan langsung, tetapi menjadi tidak benar jika anda mengutip tak langsung.
Melakukan plagiat atau mengutip dengan tidak mengindahkan tatacara, akan merugikan penulis itu sendiri. Kerugian pertama; penulis tidak terlatih menuangkan ide atau gagasan. Hal ini akan berakibat kita tidak akan mampu menulis apapun, kecuali hanya menjiplak. Jika tidak ketahuan atau tidak dilaporkan anda masih sedikit beruntung. Kerugian kedua; Jika ketahuan dan dilaporkan akan merugikan pribadi penulis dan karier karena terkena sangsi.
Sangsinya macam-macam bergantung kepada berat ringanya plagiat yang anda lakukan. Jika dosen, bisa dikenai sangsi turun jabatan dan selanjutnya tidak bisa naik lagi. Lebih sialnya, jika diminta mengembalikan kerugian negara dan harus mendekam di penjara. Mari kita cegah diri dari plagiat.
Kerugian ketiga; mungkin selamanya tidak dipercaya oleh orang lain meskipun anda sudah taubat dan anda benar-benar menghasilkan karya dari hasil keringat anda sendiri.
Sayangnya, banyak yang melakukan plagiat tidak dilaporkan dengan berbagai alasan. Seganlah, takutlah, tidak enaklah, kasihanlah dan macam-macam alasan. Hitung-hitung menolong dosen lah. Mungkin begitu pendapat sebagian mahasiswa. Tapi ada juga yang dongkol sampai menangis, tapi ya itu tidak berani melaporkan. Ada juga yang cuek saja. biarlah, toh saya tidak dirugikan. Tidak dirugikan? Mahasiswa dirugikan tetapi anda tidak merasa.
Bukankah mahasiswa untuk menghasilkan skripsi telah mengorbankan tenaga, waktu, pikiran dan dana yang tidak sedikit? Nah jika kemudian karya anda dicuri tidak rugi? Coba, membeli 5 kg rambutan di pasar tetapi setelah di rumah di timbang kembali kurang 2 ons. Marah bukan? Padahal anda dirugikan hanya 2 ons yang jika dihitung dengan rupiah tidak seberapa.
Sikap-sikap yang tidak peduli tentu saja menambah subur plagiat di tanah air. Kemenristekdikti telah menyatakan perang terhadap plagiat, sayangnya belum ditindaklanjuti secara serius dan tegas dalam kenyataan.
TIPS DAN TRIK AGAR TERHINDAR PLAGIAT
Pembuatan skripsi, tugas akhir dan karya ilmiah lainnya, pada dasarnya adalah kegiatan mencontoh. Anda tidak bisa membuat penulisan jika tidak mencontoh dari sumber-sumber penulisan yang lain seperti artikel, opini, berita, dokumentasi, buku, tugas akhir yang lain, dan sumber-sumber lain yang bersifat ilmiah.
Namun demikian, karena penulisan skripsi, tugas akhir, kertas kerja, artikel dan karya ilmiah lainnya adalah kegiatan yang bersifat formal, maka ada cara-cara tertentu dalam mencontoh. Jika anda mengikuti cara-cara tersebut maka anda dapat mengerjakan penulisan karya ilmiah dengan mudah tanpa menyandang label seorang plagiat.
ETIKA MENGUTIP
Walaupun tidak terlalu direkomendasikan bagi penulis baik dosen, mahasiswa bisa mengkutip sumber atau referensi dari suatu skripsi, buku atau karya ilmiah lainnya untuk digunakan di skripsi, tesis, desertasi, buku dan sebagainya. Namun demikian, ada etikanya dalam mengkutip atau mencontoh. Etika yang harus anda perhatikan adalah sebagai berikut:
Sumber asli yang Anda kutip sulit untuk dicari. Dengan demikian, jika buku asli yang ingin anda gunakan merupakan buku yang gampang dicari, lebih baik mengkutip dari buku aslinya. Beberapa contoh buku yang gampang ditemui misalnya adalah Manajemen Pemasaran dari Hani Handoko, Manajemen Sumber Daya Manusia dari Henry Simamora, teori Kepuasan Pelanggan dari Fandi Ciptono, Buku Periklanan dari Frans Jefkin, dan lain sebagainya.
Jangan mengkutip terlalu banyak teori dari satu buku. Usahakan menggunakan kombinasi buku-buku, artikel, hasil seminar, opini, berita yang terbaru untuk mendukung penelitian anda. Buku-buku yang anda gunakan dan tercantum di daftar pustaka sebenarnya bukan hanya untuk gaya-gaya saja. Semakin banyak buku referensi yang digunakan seharusnya menunjukkan bahwa semakin banyak buku yang pernah anda baca, anda pelajari, dan anda pahami.
TEKNIK KUTIP MENGKUTIP
Mencontoh dalam hal ini di sebut sebagai mengkutip. Ada dua bentuk kutipan, yaitu : mengutip langsung dan mengutip tidak langsung. Perbedaaannya terlihat pada bentuk kutipan. Jika menggunakan kutipan langsung, anda tidak mengubah atau memberikan tambahan pada naskah yang asli. Adapun karakteristik dari kutipan langsung adalah sebagai berikut:
Tulisan yang di kutip tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan naskah aslinya
Penulisan biasanya di awali dan di akhiri dengan tanda kutip(“ “)
Untuk penulisan kutipan yang terdiri dari 4 baris atau lebih biasanya dibuat menjadi satu (1) spasi
Diberikan tulisan sumber kutipan
Adapun yang dimaksud dengan kutipan tidak langsung adalah bentuk kutipan yang diintegrasikan dengan teks. Karakteristik dari kutipan tidak langsung adalah sebagai berikut:
Kutipan menjadi satu dengan naskah teks tugas akhir.
Tidak ada perbedaan jarak antar baris dengan teks yang asli
Tidak perlu dicantumkan tanda kutip
Diberikan tulisan sumber kutipan
Demikian tulisan ini, semoga bermanfaat. Mari budayakan menghargai karya orang lain, Jujur dalam bekerja dan berkarya. Sukses selalu dan tetap semangat dalam bekerja dan berkarya untuk pengembangan dan kemanjuan pendidikan Tingi Indonesia.
Sumber :
https://en.wikipedia.org/wiki/Plagiarism
http://kontenesia.com/cara-menghindari-plagiarisme/
http://lib.ugm.ac.id/ind/?page_id=327
https://sivitasakademika.wordpress.com/2015/05/25/teknik-membuat-parafrase-agar-terhindar-dari-plagiat/
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt500f89334b47f/menghindari-pelanggaran-hak-cipta-dalam-menulis