top of page

PENDIDIKAN TINGGI : INDUSTRI PRODUK DAN JASA BERBASIS ILMU PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN


PENGANTAR


Pembangunan ekonomi ditandai dengan tingkat kesejahteraan, tingkat pendapatan masyarakat yang makin baik. Secara akumulatif meningkatnya pendapatan nasional. Salah satu bidang yang memberi pengaruh besar terhadap meningkatnya pendapatan nasional adalah bidang industri.


Bidang industri membutuhkan pendidikan untuk kebutuhan sumber daya manusia yang akan menjadi penggerak industri. Sumber daya manusia yang dicetak melalui pendidikan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dunia industri, mempunyai kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan dan mampu lebih meningkatkan daya saing industri dalam era globalisasi.


Pendidikan tinggi kekinian layaknya dianggap sebagai sebuah industri. Kata industri dipahami sebagai kegiatan yang dikelola dengan baik dan menghasilkan produk yang diminati oleh masyarakat. Maka mutu produk pendidikan diukur dari lulusannya.


Mari di telisik!!! Dalam aktifitas operasional pendidikan tinggi, terdapat pengelola, ada bahan baku, ada proses, ada produk, ada standar kualitas atas produk dan tentu saja ada biaya yang ditimbulkan. Namun dunia pendidikan, bukan mengejar profit semata, tetapi menekankan pada kontrol kualitas dari produk yang dihasilkan, yaitu mutu pendidikan.


Dampak pendidikan sebagai industri, tentu mengharapkan lulusannya berkecakapan, patuh, dan dapat diterima sebagai pekerja. Namun, pandangan ini tak semestinya. Lulusan pendidikan haruslah manusia-manusia yang berkemampuan optimum sesuai dengan talentanya.


Gambar : Ilustrasi mutu pendidikan tinggi (http://sorotdaerah.net/unimed-gandeng-unram-dalam-tingkatkan-mutu-lulusan/)


Pendidikan harus dipandang sebagai sebuah industri produk dan jasa berbasis Ilmu Pengetahuan dan keterampilan. Industri pendidikan seperti juga layanan kesehatan harus dipandang sebagai sebuah industri jasa. Jika pendidikan dipandang sebagai industri, masukannya adalah standar nasional, kurikulum, keluarannya adalah pembelajaran. Pembelajaran di sini meliputi dari penyediaan peluang, fasilitas, sampai konsultasi dalam proses belajar, jasa perpustakaan, dan sebagainya.


Jika di analisis bagaimana pendidikan itu merupakan kegiatan yang layaknya “industri”, seluruh organisasi pendidikan bertanggung jawab kepada pemakai jasanya yakni masyarakat melalui produk yang dihasilkan. Sebagai pengguna produk dan jasa pendidikan, masyarakat berhak mendapatkan layanan dan hasil produk yang berkualitas. Oleh karena itu, pendidikan dikatakan bermutu, jika penyediaan peluang dan fasilitas pembelajaran seoptimum mungkin. Siswa bukan bahan input maupun output, tetapi sebagai pengguna atau pemanfaat keluaran, yakni pembelajaran.


Pendidikan sebagai industri produk dan jasa harus menyerahkan pada pelanggan (siswa) untuk memanfaatkan keluarannya, yakni peluang pembelajaran. Bagaimana memanfaatkan layanan jasa ilmu pengetahuan dan keterampilan yang disediakan pendidikan, untuk menjadikan siswa seoptimum mungkin. Pendidikan di ibaratkan seperti sebuah bengkel motor yang menyediakan alat dan fasilitas dan bimbingan merakit motor, tetapi siswa harus merakit sendiri. Tiap siswa harus meracik sendiri pembelajaran yang dibutuhkan, tentu dengan bimbingan dosen sehingga memungkinkan dirinya berkembang seoptimum mungkin.


Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan, masih memahami pendidikan sebagai industri produk atau barang, yang berorientasi pada penyeragaman lulusan. Jika pendidikan merupakan pabrik, dan keluarannya adalah lulusan, tentulah menyeragamkan lulusan itu ide cemerlang. Akhirnya, akan selalu kembali pada prinsip bagaimana kita memandang pendidikan sebagai industri produk atau industri jasa.


Hakikatnya, prinsip dasar pendidikan sebagai “industri produk dan jasa”, kualitas produknya diukur dari sistem INPUT-PROSES-OUTPUT (IPO), dengan perencanaan, analisis, dengan kontrol yang ketat. Maka pendidikan adalah industri jasa yang menjanjikan profit kemakmuran bagi masyarakat Indonesia.


Gambar : Unsur mutu produk jasa pendidikan tinggi (http://docplayer.info/413972-Pemahaman-audit-internal.html)



Pendidikan adalah kebutuhan primer dan oksigen bagi sebuah peradaban. Pendidikan bukan saja memiliki daya dongkrak bagi perkembangan dan kemajuan sebuah negara, melainkan juga sebagai hak dasar bagi setiap manusia di muka bumi ini. Ketika pendidikan diyakini sebagai hak dasar bagi setiap manusia di masing-masing negara, maka konsekuensinya adalah negara melalui pemerintah memiliki kewajiban mutlak untuk menggerakkan sektor pendidikan sehingga bisa dinikmati oleh semua kalangan, menciptakan peluang dan kesempatan yang sama kepada publik guna mengembangkan pengetahuan dan kapasitas lainnya melalui pendidikan dengan biaya yang terjangkau oleh masing-masing kalangan.


Undang - Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU No 20 Tahun2003) pasal 1 ayat 1, menyatakan bahwa "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara". Sehingga dapat di simpulkan disini bahwa pendidikan adalah, suatu usaha sadar dalam rangka menanamkan daya-daya kemampuan, baik yang berhubungan dengan pengalaman kognitif (daya pengetahuan), afektif (aspek sikap) maupun psikomotorik (aspek ketrampilan) yang dimiliki oleh seorang individu.


Pendidikan tinggi terdiri dari dua jalur yaitu jalur akademik dan jalur kejuruan (vokasi). Jalur akademik adalah universitas, institut dan sekolah tinggi yang menawarkan stratafikasi gelar akademik dan spesialis (higher degrees and specialist) dan mencakup program pendidikan S1 (gelar sarjana), S2 (gelar Magister), Spesialis dan S3 (gelar Doktor). Sedangkan Jalur kejuruan atau vokasi, umumnya menawarkan pendidikan kejuruan (vocational education) setingkat program diploma (Ahli Madya). Pendidikan ini umumnya diselenggarakan oleh semua akademi yang ada di Indonesia.

Pendidikan tinggi (higher education) melayani jasa pendidikan tinggi termasuk pemberian pelayanan ilmu Basic Sciences (MIPA), Sciences (Ilmu-ilmu eksakta), Social Sciences and Humanities (Ilmu Sosial dan Humaniora). Pendidikan tinggi berhak menganugrahkan gelar akademik kepada alumninya yang telah memenuhi syarat-syarat akademis sesuai dengan UU Sisdiknas.


Biaya pendidikan tinggi yang selama ini sudah amat mahal dikhawatirkan bertambah mahal yang didorong oleh motif ekonomi dan mengikuti hukum pasar, akan menjadikan pendidikan tinggi sebagai barang komersial, sama seperti barang dagangan lain dalam suatu transaksi perniagaan.

Lazimnya transaksi perniagaan, pertimbangan untung-rugi merupakan faktor penentu dalam pengelolaan perguruan tinggi. Jika pendidikan tinggi sudah menjadi barang komersial berharga mahal, sudah pasti hanya masyarakat kaya yang mampu menjangkaunya.


Masyarakat miskin akan kian sulit mendapat akses ke layanan pendidikan tinggi karena keterbatasan kemampuan finansial. Tiga isu besar yang bersifat eternal—affordability, accessibility, accountability—justru merupakan persoalan utama yang harus mendapat perhatian khusus dan harus ditangani serius oleh para perumus kebijakan dan pengelola perguruan tinggi (Heller, 2003).


Gambar : Fasilitas, sarana pembelajaran adalah persoalan hulu pendidikan tinggi di Indonesia



Dunia pendidikan tinggi Indonesia masih menghadapi berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan kompleks. Salah satu masalah yang mendasar adalah “KUALITAS”. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, mutu pendidikan tinggi Indonesia masih ketinggallan jauh. Upaya untuk membangun sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi, berwawasan iptek, serta bermoral dan berbudaya bukanlah suatu pekerjaan yang relatif ringan.


Masalah internal pendidikan, antara lain :


  1. Rendahnya mutu akademik terutama penguasaan ilmu pengetahuan alam (IPA), matematika, serta bahasa terutama bahasa inggris padahal penguasaan materi tersebut merupakan kunci dalam menguasai dan mengembangkan iptek. Rendahnya efisiensi internal karena lamanya masa studi melampaui waktu standart yang sudah ditentukan.

  2. Rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan tinggi yang disebut dengan relevansi pendidikan, yang menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga terdidik yang cenderung terus meningkat. Secara empiris kecenderungan meningkatnya pengangguran tenaga terdidik disebabkan oleh perkembangan dunia usaha yang masih di dominasi oleh pengusaha besar yang jumlahnya terbatas dan sangat mengutamakan efisiensi (padat modal dan padat teknologi). Dengan demikian pertambahan kebutuhan akan tenaga kerja jauh lebuh kecil dibandingkan pertambahan jumlah lulusan lembaga pendidikan.

  3. Rendahnya mutu kinerja sistem pendidikan tidak hanya disebabkan oleh adanya kelemahan menejemen pendidikan tingkat mikro lembaga pendidikan, tetapi karena juga menejemen pendidikan pada tingkat makro seperti rendahnya efisiensi dan efektivitas pengolahan sistem pendidikan.


Masalah pokok yang dihadapi dunia pendidikan Tinggi :


  1. Pendidikan yang dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun kedalam kancah kehidupan bermasyarakat.

  2. Pemerataan Pendidikan. Sistem pendidikan tinggi dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan. Masalah pemerataan pendidikan timbul karena kurangnya fasilita pendidikan yang tersedia.

  3. Mutu pendidikan. Mutu pendidikan lebih terletak pada masalah pemprosesan pendidikan. Pemprosesan pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang terdiri dari peserta didik, tenaga pendidik, kurikulum, fasilitas sarana pembelajaran. Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu.

  4. Efisiensi Pendidikan. Efisiensi adalah masalah pengelolaan pendidikan, terutama dalam pemanfaatan dana dan sumber daya manusia.

  5. Relevansi Pendidikan. Relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan kerja (dunia usaha dan dunia industri)


PEMBAHASAN


A. Perkembangan Pendidikan Tinggi


Teasdale dan Rhea (2000) dalam bukunya berjudul "Local Knowledge and Wisdom in Higher Education" menyinggung sejarah kejayaan pusat pendidikan dunia pada abad ke-16. Dikatakan bahwa pusat kejayaan pendidikan tinggi dunia pernah terdapat di kota-kota besar dunia pada waktu itu seperti Bagdad, Istanbul, Cordoba dan Kairo. Pada saat itu tidak sedikit bangsa barat dari Eropa yang datang ke kota-kota tersebut untuk belajar ilmu pengetahuan dan teknologi dengan cara barter yaitu menukar hasil pertanian mereka dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.


Pada abad millinium ini pusat kejayaan pendidikan dunia telah berada pada negara-negara berkembang (developed countries) seperti Jepang, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, Canada, US, Uni Eropa, Australia dan New Zealand. Realita ini diindikasikan dengan banyaknya hasil-hasil penelitian ilmiah (scientific findings) dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (science dan technology) yang telah dipublikasikan di berbagai media, website internet dan beberapa jurnal ilmiah yang bereputasi dan terakreditasi secara internasional oleh perguruan-perguruan tinggi di negara-negara tersebut. Lagi pula, negara-negara tersebut diatas maju dalam membangun bangsanya karena mereka berpegang pada paradigma "build nation build schools" yang mengandung pengertian kontekstual yaitu "memajukan bangsa melalui pendidikan".


Tercatat dalam sejarah bahwa pada beberapa dekade lalu pendidikan tinggi di Indonesia pernah menjadi kiblat bagi mahasiswa dari negeri jiran seperti Malaysia dan Singapura yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi di Indonesia. Banyak mahasiswa asal negeri jiran belajar di beberapa perguruan tinggi ternama di Indonesia. Realitas terkini, lebih banyak mahasiswa Indonesia yang belajar di Malaysia dan Singapura dibandingkan dengan jumlah mahasiswa Malaysia, Singapura yang belajar di Indonesia.


Pendidikan tinggi di Indonesia mengalami pasang surut. Isu dan polemik seputar perkembangan perguruan tinggi di Indonesia yang diberitakan oleh media lokal dan internasiona seperti kualitas pendidikan tinggi, universitas perintis, polemik teaching university vs research university, konversi IKIP menjadi universitas dan otonomi perguruan tinggi yang ditandai dengan diberinya status perguruan tinggi berbadan hukum (PTBH) bagi UI, ITB, UGM dan IPB sebagai implementasi PP Nomor 61 tahun 1999.

Model Kurikulum Pendidikan Tinggi


Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai capaian pembelajaran lulusan, bahan kajian, proses, dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan program studi.


Gambar : Skema kurikulum pendidikan tinggi (http://slideplayer.info/slide/2312246/



Jika dikaitkan dengan sistem pendidikan tinggi, maka kurikulum dapat berperan sebagai:


  • Sumber kebijakan manajemen pendidikan tinggi untuk menentukan arah penyelenggaraan pendidikannya;

  • Filosofi yang akan mewarnai terbentuknya masyarakat dan iklim akademik;

  • Patron atau pola pembelajaran, yang mencerminkan bahan kajian, cara penyampaian dan penilaian pembelajaran;

  • Atmosfer atau iklim yang terbentuk dari hasil interaksi manajerial PT dalam mencapai tujuan pembelaja-rannya;

  • Rujukan kualitas dari proses penjaminan mutu; serta

  • Ukuran keberhasilan PT dalam menghasilkan lulusan yang bermanfaat bagi masyarakat. Dari penjelasan ini, nampak bahwa kurikulum tidak hanya berarti sebagai suatu dokumen saja, namun merupakan suatu rangkaian proses yang sangat krusial dalam pendidikan.


Sebelum tahun 2000 proses penyusunan kurikulum pendidikan tinggi disusun berdasarkan tradisi 5 tahunan (jenjang S1) atau 3 tahunan (jenjang D3) yang selalu menandai berakhirnya tugas satu perangkat kurikulum. Selain itu, disebabkan pula oleh rencana strategis PT yang memuat visi dan misi PT juga telah berubah.


Globalisasi dan pasar bebas saat ini, dimana percepatan perubahan terjadi di segala sektor, maka akan sulit bagi masyarakat untuk menahan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Perubahan kurikulum berasal dari internal PT sendiri, menyesuaikan perkembangan dan kebutuhan dunia kerja dan dunia industri.


Perubahan kurikulum terjadi untuk beradaptasi pada tuntutan dunia kerja. Alasan inilah yang dijadikan dasar untuk melakukan perubahan kurikulum PT di Indonesia.


Gambar : Pergeseran paradigma dan pengembangan kurikulum pendidikan tinggi Indonesia (http://www.slideshare.net/samuelhadjo/pengembangan-kurikulum-pendidikan-tinggi



Setelah diratifikasinya beberapa perjanjian dan komitmen global (AFTA, WTO, GATTS) oleh pemerintah Negara RI. Berbagai macam parameter kualitas dipasang untuk menstandarkan mutu dan kualitas lulusan. Berbagai kesepakatan dan kesepahaman antar Negara-negara di ASEAN mulai ditetapkan.


Roadmap mobilitas bebas tenaga kerja professional antar Negara di ASEAN telah dibentangkan. Perkembangan roadmap tersebut dimulai semenjak tahun 2008 dengan melakukan harmonisasi berbagai peraturan dan sistem untuk memperkuat institusi pengembang SDM. Kemudian pada tahun 2010 mulailah disepakati Mutual Recognition Agreement (MRA) untuk berbagai pekerjaan dan profesi.


Beberapa bidang profesi yang telah memiliki MRA hingga tahun ini adalah:


  • Engineers;

  • Architect;

  • Accountant;

  • Land surveyors;

  • Medical doctor;

  • Dentist;

  • Nurses, dan

  • Labor in tourism.


Atas dasar prinsip kesetaraan mutu serta kesepahaman tentang kualifikasi dari berbagai bidang pekerjaan dan profesi di era global, maka diperlukanlah sebuah parameter kualifikasi secara internasional dari lulusan pendidikan tinggi di Indonesia.


Selain alasan tuntutan paradigma baru pendidikan global di atas, secara internal, kualitas pendidikan tinggi memiliki disparitas yang sangat tinggi. Antara lulusan S1 program studi satu dengan yang lain tidak memiliki kesetaraan kualifikasi, bahkan pada lulusan dari program studi yang sama. Selain itu, tidak dapat dibedakan antara lulusan pendidikan jenis akademik, dengan vokasi dan profesi.


Gambar : Pengembangan kurikulum dan mutu pendidikan tinggi (http://www.slideshare.net/samuelhadjo/pengembangan-kurikulum-pendidikan-tinggi


Carut marut kualifikasi pendidikan ini membuat akuntabilitas akademik lembaga pendidikan tinggi semakin turun. Rendahnya akuntabilitas akademik pendidikan tinggi di Indonesia.


Pada tahun 2012, melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, dorongan sekaligus dukungan untuk mengembangkan sebuah ukuran kualifikasi lulusan pendidikan Indonesia dalam bentuk sebuah kerangka kualifikasi, yang kemudian dikenal dengan nama Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 pada pasal 1 menyatakan bahwa:


“Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat KKNI, adalah kerangka penjenjangan kualifiasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan dan mengintergrasian antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sector.”


KKNI disusun sebagai respon dari ratifikasi yang dilakukan Indonesia pada tanggal 16 Desember 1983 dan diperbaharui tanggal 30 Januari 2008 terhadap konvensi UNESCO tentang pengakuan pendidikan diploma dan pendidikan tinggi (The International Convention on the Recognition of Studies, Diplomas and Degrees in Higher Education in Asia and the Pasific).


Gambar : Kerangka kualifikasi nasional indonesia (KKNI) (http://baa.unas.ac.id/2013/04/kurikulum-nasional-berbasis-kompetensi-mengacu-pada-kkni/)



Dengan dorongan perkembangan global yang saat ini dituntut adanya pengakuan atas capaian pembelajaran yang telah disetarakan secara internasional, dan dikembangkannya KKNI, maka kurikulum semenjak tahun 2012 mengalami sedikit pergeseran dengan memberikan ukuran penyetaraan capaian pembelajarannya. Kurikulum ini masih mendasarkan pada pencapaian kemampuan yang telah disetarakan untuk menjaga mutu lulusannya. Kurikulum ini dikenal dengan nama Kurikulum Pendidikan Tinggi.


Dengan adanya KKNI maka negara-negara lain dapat menggunakannya sebagai panduan untuk melakukan penilaian kesetaraan capaian pembelajaran serta kualifikasi tenaga kerja baik yang akan belajar atau bekerja di Indonesia maupun sebaliknya apabila akan menerima pelajar atau tenaga kerja dari Indonesia.


Misi pendidikan tinggi abad ke-21 dari UNESCO (1998) telah dirumuskan oleh The International Commissionon on Education for theTwenty-first Century diketuai oleh Jacques Delors (UNESCO, 1998) dapat dijadikan rujukan pengembangan kurikulum pendidikan tinggi, yang isinya diuraikan di bawah ini.



Sumber : Misi pendidikan tinggi abad ke-21 dari UNESCO (1998) telah dirumuskan oleh The International Commissionon on Education for theTwenty-first Century(http://id.unizar.ac.id/sistem-pendidikan-tinggi-indonesia/)



Konsep Mutu Pendidikan Tinggi


Sistem pendidikan tinggi di Indonesia memiliki empat tahapan pokok, yaitu: (1) Input; (2) Proses; (3) Output; dan (4) Outcomes.


Gambar : Pengendalian mutu produk dan jasa pendidikan (https://duddyarisandi.wordpress.com/tag/pengukuran-kinerja-dosen-tenaga-pengajar_key-performance-indicator/ )



Input Perguruan Tinggi (PT) adalah lulusan SLTA. Kualitas input sangat tergantung pada pengalaman belajar dan capaian pembelajaran. Proses pembelajaran yang baik memiliki unsur yang baik dalam beberapa hal, yaitu:


  1. Capaian pembelajaran (learning outcomes) yang jelas;

  2. Organisasi PT yang sehat;

  3. Pengelolaan PT yang transparan dan akuntabel;

  4. Ketersediaan rancangan pembelajaran perguruan tinggi dalam bentuk dokumen kurikulum yang jelas dan sesuai kebutuhan pasarkerja;

  5. Kemampuan dan ketrampilan sdm akademik dan nonakademik yang handal dan profesional;

  6. Ketersediaan sarana rasarana dan fasilitas belajar yang memadai


Dengan memiliki keenam unsur tersebut, PT akan dapat mengembangkan iklim akademik yang sehat, serta mengarah pada ketercapaian masyarakat akademik yang profesional. Ketercapaian iklim dan masyarakat akademik dijamin secara internal oleh PT masing-masing.


Gambar : Layanan produk dan jasa pendidikan tinggi (https://rzabdulaziz.wordpress.com/tag/proses-bisnis-perguruan-tinggi/



Beberapa indikator yang sering digunakan untuk menilai keberhasilan lulusan PT adalah:


  1. IPK;

  2. Lama Studi dan

  3. Predikat kelulusan yang disandang.


Proses ini tidak hanya berhenti disini. Perguruan tinggi perlu menjamin agar lulusannya dapat terserap di pasar kerja. Keberhasilan PT untuk dapat mengantarkan lulusannya diserap pasar kerja.


Video : Pengelolaan standar mutu perguruan tinggi (https://www.youtube.com/watch?v=QJtbh4ZDfaI)



B. Industri Pendidikan Tinggi di Indonesia


Sistem pendidikan Indonesia memang digunakan sebagai sarana mencerdasan anak bangsa. Anak bangsa yang memiliki kesempatan memperoleh pendidikan cenderung akan memiliki posisi penting di dalam masyarakat, karena pada zaman awal kenegaraan masihlah sedikit yang menekuni dunia pendidikan.


Saat ini, pendidikan tinggi di Indonesia berkembang dengan banyaknya wadah-wadah infrastruktur pendidikan. Menjamur, dan berkembang sesuai dengan upaya pembangunan bangsa. Program-program pemerintah untuk menggalakkan pendidikan merupakan angin segar dalam era kekinian.


Namun, setelah mengetahui harapan terbesar mencukupi ekonomi adalah dengan pendidikan, masyarakat dengan segala upaya pun ingin masuk ranah pendidikan dan mengejar status pendidikannya. Status pendidikan inilah yang akan digunakan sebagai alat untuk menciptakan uang.


Dengan bermodalkan catatan legal hitam di atas putih dari instansi, siapa pun berhak mendapatkan kesempatan posisi dalam jabatan. Selanjutnya, muara yang sama juga akan mengalir pada ekonomi.


Menjamurnya instansi pendidikan yang dapat mengeluarkan produk, akan memunculkan masalah-masalah di dalam dunia pendidikan dalam era industrialisasi. Masyarakat memiliki kecenderungan dapat memiliki gelar pendidikan untuk bekerja mencari uang. Tidak peduli bagaimana pola persaingan, yang terpenting adalah mendapatkan catatan hitam di atas putih instansi pendidikan yang nantinya akan berguna untuk proses mendapatkan pekerjaan.


Dengan mengatasnamakan pendidikan, konsep industrialisasi muncul. Industri jasa pendidikan hanyalah salah satu contoh dari sebuah peradaban yang menuntut perkembangannya didasarkan pada industri dengan uang sebagai bahan bakarnya. Ketika PTN dan PTS menerapkan tarif yang membumbung tinggi, sehingga muncul industrialisasi pendidikan. Fenomena tersebut merupakan tamparan telak bagi pemerintah, secara inheren bertanggungjawab pemerintah menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan.



Video : 7 Universitas Swasta Termahal di Indonesia (https://www.youtube.com/watch?v=V5Cnx_NtmPM)



Pendidikan tinggi bersifat elitis tetapi tidak harus identik dengan biaya mahal. Negara harus menyediakan anggaran pendidikan yang memadai untuk membantu kalangan yang belum beruntung secara ekonomi, PTN/PTS harus menyediakan beasiswa dengan salah satu syaratnya adalah kecerdasan.


Disinilah pentingnya mendekatkan kepentingan industri dengan kepentingan pemerintah di sektor pendidikan. Membangun sinergitas yang kokoh antara industri dan pendidika, karena dunia industri membutuhkan SDM yang berkualitas dan pemerintah pun membutuhkan rakyat yang berkualitas, maka pendidikan bisa menjadi orientasi bersama bagi semua pihak yang bergerak di sektor industri dan pemerintah yang bertanggungjawab di sektor pendidikan.


Di negara-negara maju, seperti AS, Kanada, Inggris, atau Australia, pendidikan tinggi memang merupakan lahan industri strategis yang menjadi bagian dari dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi negara bersangkutan. Industri pendidikan tinggi tumbuh pesat seperti industri jasa dan perdagangan yang lain. Lihat sentra- sentra industri pendidikan tinggi dunia yang sungguh memikat, seperti Boston, New York, California; Toronto, British Columbia; London, Manchester, Cambridge; atau Sydney, Melbourne, Canberra.


Video : Universitas Terbaik di Dunia (https://www.youtube.com/watch?v=7jcZr_vCpbg)



Perkembangan industri pendidikan tinggi menuju komersialisasi pun tak terbendung, ditandai proses kapitalisasi ilmu pengetahuan terutama ketika pertumbuhan ekonomi digerakkan iptek—knowledge-and technology-driven economic growth.

Komersialisasi pendidikan tinggi umumnya didorong tiga motif utama. Yaitu;


Pertama, hasrat mencari uang dan dukungan finansial serta keinginan menggali sumber-sumber pembiayaan alternatif, yang dalam kalangan universitas-universitas Amerika/ Eropa disebut an offer of generous research funding in exchange for exclusive patent licensing rights.


Kedua, peluang mengembangkan atau menjual program pendidikan jarak jauh untuk memperoleh keuntungan finansial sebagaimana yang sudah lazim dilakukan di perguruan tinggi di Indonesia.


Ketiga, mendapatkan aneka kontrak yang menguntungkan dengan perusahaan/industri melalui pemberian dana, fasilitas, peralatan, bahkan seragam olahraga sebagai imbalan mendapatkan atlet-atlet bertalenta, yang mensyaratkan mereka mengenakan logo perusahaan pemasok dana bagi perguruan tinggi.

Arah Perkembangan Industri Pendidikan di Indonesia

Pendidikan dengan standar global mengalami masa perkembangan signifikan dengan diserbunya tempat-tempat pendidikan di kota-kota besar. Calon mahasiswa berupaya masuk ke perguruan tinggi favorit, negeri maupun swasta. Perkembangan ini bisa dicermati khususnya pada PTN-PTS yang unggul dan favorit banyak diminati karena seakan membeli jaminan masa depan, meskipun harus melakukan investasi tidak sedikit untuk kuliah di PT tersebut.


Video : 33 universitas terbaik Indonesia versi Webemotrics (https://www.youtube.com/watch?v=05VDAwXXGZQ)


Pada pendidikan tinggi, saat ini yang sedang mengalami perkembangan adalah kampus yang menggunakan standar luar negeri. PT yang sudah mapan seperti UI, UGM dan Binus menggandeng perguruan tinggi luar sehingga siswa bisa mendapat double degree dari dalam dan luar negeri.



Video: 10 PTN terbaik Indonesia Tahun 2016 (https://www.youtube.com/watch?v=O2Py_WueyrY


Sebagai paradoks, pemerintah kini menutup izin Perguruan Tinggi baru karena Indonesia memiliki jumlah perguruan tinggi salah satu terbanyak di dunia dan sangat banyak di antaranya yang tidak bisa mempertanggung jawabkan fungsinya sebagai pendidik dengan menurunnya jumlah siswa serta banyaknya kasus perguruan tinggi bodong. Perguruan tinggi (PT) yang tidak memiliki brand kuat banyak yang terengah mencari mahasiswa. Kota pendidikan seperti Jogja yang dulu diserbu mahasiswa luar daerah kini mengalami penurunan jumlah mahasiswa secara signifikan. Hanya PT dengan brand saja yang bertahan dan malah mampu menambah kursi.


Pendidikan tinggi sebagai Industri Produk dan Jasa Ilmu Pengetahuan dan Keterampilan

Australia mampu menjadikan pendidikan sebagai salah satu industri jasa terbesar penyumbang devisa, di mana pemerintahnya menciptakan standar yang jelas, infrastruktur dan kemudahan bagi sekolah berupa network dan endorsement. Jika kita berkunjung ke PT di Singapore dan Malaysia, banyak mahasiswa dari Indonesia yang melaksanakan studi dengan berprestasi baik. Sebaliknya, Pelajar terbaik dari negara tersebut menuntut ilmu di negara lain yang lebih berkembang, misalnya Amerika dan Australia.


PT luar negeri masuk ke Indonesia seperti Australia, Canada, Amerika, Singapura, dan sebagainya membuka cabang untuk lebih mendekatkan diri kepada customer, banyak. Model yang digunakan adalah tahun awal belajar di Indonesia dan dilanjutkan di luar negeri, sering disebut sebagai pre-university ataupun kemudahan transfer ke luar negeri. Maraknya pameran pendidikan tinggi dari luar negeri, menunjukkan kesadaran negara berkembang seperti Amerika, Australia, Inggris, Jepang dan Malaysia mendatangkan calon mahasiswa dari Indonesia.



Video : Pelajar Indonesia yang kuliah di universitas luar negeri: Harvard University - Indonesia Mengglobal Campus Visit (https://www.youtube.com/watch?v=Ee223LF2JjA)



Di Indonesia, ada beberapa PT yang pantas disimak perkembangannya, seperti Binus dan Gunadarma. PT ini berkembang dari sekolah tinggi dan akhirnya universitas dalam waktu relatif singkat. Kini Binus menjadi salah satu universitas paling bergengsi dengan gedung di mana-mana, dan menambah portofolionya dengan Binus High dan Binus Training.


Di Surabaya, UK Petra berkembang pesat dengan setiap jurusan favorit seperti Komunikasi, Desain Komunikasi Visual dan Ekonomi. Pada tingkat akademik, Bina Sarana Informatika dan Interstudi di Jakarta diikuti ribuan mahasiswa karena mematok harga sangat terjangkau. President University yang berada di Cikarang mungkin satu-satunya sekolah yang mendapatkan siswa dari China dan Vietnam berkat dukungan beasiswa dari pemain-pemain industri besar. Ini adalah salah satu langkah awal bagi Indonesia untuk bisa masuk ke pasar pendidikan secara internasional.



Video : 10 PTS terbaik di Indonesia (https://www.youtube.com/watch?v=ecwSjWTjR78)

Industri jasa pendidikan tinggi di Indonesia memberikan manfaat positif bagi masyarakat. Pendidikan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dan industri. Daerah yang tadinya tertinggal perkembangannya kini menjadi prospek pasar masa depan dengan daya beli dan kemampuan ekonomi yang besar. Ilmu yang tadinya sulit didapat menjadi mudah diakses oleh banyak orang.



Video : Perbedaan PTN dan PTS Indonesia (https://www.youtube.com/watch?v=tjlrQI1lZiU)


Di jalur program pendidikan vokasi, ada akademi (D1, D2, D3 dan D4) yang berkonsentrasi kepada kemampuan terapan. Perguruan tinggi (S1) berorientasi pada kemampuan analitis dan riset. Tidak berarti kemampuan terapan lebih rendah dari kemampuan analitis. Trend ini mulai berubah dengan banyaknya universitas besar menawarkan program Extension dan program pendidikan vokasi seperti halnya UI dan UGM, UNAIR, dan PTN unggulan lainnya.

Pendidikan Tinggi Sebagai Investasi


Kata investasi memiliki arti menanam. Menurut Fitz Gerald (1978) mengartikan investasi sebagai aktifitas yang berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber yang dipakai untuk mengadakan modal barang pada saat sekarang ini. (http://id.shvoong.com/business-management/investing/2077045-pengertian-investasi-menurut-para-ahli/).


Investasi sebagai kegiatan untuk menanamkan modal pada masa sekarang ini agar pada masa yang akan datang dapat menghasilkan barang.


Dalam kamus istilah pasar modal dan keuangan investasi diartikan sebagai penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Mulyana (2009:2) mengartikan investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang.


Investasi adalah kegiatan menanamkan modal. Modal disini dapat berupa uang, barang atau modal manusiawi yang dapat berupa keterampilan dan kecakapan. Investasi tidak hanya menyangkut dengan uang sebagai modal utama untuk menghasilkan keuntungan di masa depan, tetapi juga mencakup SDM yang berupa keterampilan dan kecakapan yang dimiliki seseorang.


Kegiatan Investasi sangat relevan dengan pendidikan, di mana dengan adanya pendidikan, keterampilan dan kecakapan seseorang akan semakin baik dan bertambah. Setiap individu yang ingin berinventasi harus mengorbankan dan mengesampingkan kesenangannya atau keinginannya untuk beberapa saat sesuai dengan kondisi yang ditempuhnya.


Misalnya seseorang yang kuliah ke Perguruan Tinggi berarti dia telah mengorbankan uang untuk biaya kuliah, waktu dan tenaga selama kuliah. Hasil investasi tersebut akan diperoleh ketika ia lulus kuliah dan menerimah ijazah yang dapat dipakai untuk melamar pekerjaan. Pekerjaan yang didapatkan dengan penghasilan yang sesuai ini merupakan salah satu bentuk keuntungan yang didapatkan dari investasi yang dilakukan pada masa lalu.


Bagi negara pendidikan adalah investasi yakni investasi di bidang pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan kesejahteraan dan daya saing internasional dalam kancah pergaulan antar bangsa.


Industri Dalam Era Globalisasi


Video : Indonesia Dalam Persaingan Global (https://www.youtube.com/watch?v=T7i4PBCkjzc)



Globalisasi membuat keterikatan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer dan bentuk interaksi lain. Globalisasi dalam perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara.


Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, dan sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk – produk global ke dalam pasar domestik.


Globalisasi di bidang ekonomi ini juga akan mempengaruhi bidang industri. Globalisasi ini akan menghambat pertumbuhan sektor industri. Misalnya dalam perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang lebih bebas. Perkembangan ini akan menyebabkan negara-negara berkembang tidak dapat lagi menggunakan tarif yang tinggi untuk memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang. Akibatnya sektor industri domestik akan sulit berkembang.


Ketergantungan kepada industri yang dimiliki perusahaan multinasional pun semakin meningkat. Ketika SDM dalam negeri tidak dibekali dengan kemampuan dan keterampilan yang baik untuk mendobrak industri dan bersaing dengan kompetitor lain, maka industri dalam negeri akan berakhir dengan banyaknya industri yang dikuasai oleh asing.


Globalisasi juga mempengaruhi tenaga kerja. Perusahaan akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai dengan kelasnya seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional. Tenaga kerja dalam negeri juga harus bersaing dengan tenaga kerja dari luar negeri untuk mendapatkan pekerjaan. Ketika SDM bangsa tidak mampu bersaing, maka pengangguran akan semakin memburuk, pendapatan nasional berkurang dan akan memberikan efek buruk pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara.

Gambar: Tantangan utama di era globalisasi (http://slideplayer.info/slide/2876176/Tantangan utama era globalisas



Cara yang ditempuh untuk mengatasi hal-hal di atas adalah mempersiapkan SDM yang handal, mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk bersaing dalam sektor industri dalam era globalisasi ini baik SDM sebagai pembangun/ pemilik industri atau sebagai tenaga kerja yang ahli dan profesional.


Pendidikan Sebagai Investasi di Bidang Industri Produk dan Jasa


Pendidikan memberikan kontribusi dalam bidang produksi sehingga berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dilihat melalui dua pendekatan yaitu;


1. Pendekatan mikro


Pada tingkat mikro, berbagai penelitian menunjukkan bahwa adanya kenaikan kesejahteraan yang terkait dengan tambahan tahun pendidikan, dengan tingkat pengembalian yang berbeda-beda dengan tingkat pendidikan. Dari sudut pandang ekonomi mikro, investasi sumber daya manusia dianggap sebagai salah satu penentu utama keberhasilan dalam dunia kerja dan investasi. Pendidikan menjadi sangat penting sebagai peluang terbesar untuk mengakses pasar tenaga kerja, serta kemajuan karier dan perbaikan status profesional, termasuk dalam hal pendapatan. Pendidikan juga merupakan kontributor penting bagi kemampuan teknologi dan perubahan teknis dalam industri.


2. Pendekatan makro


Pada tingkat makro, diyakini bahwa daya saing suatu negara dan produksinya tidak hanya tergantung pada tingkat akumulasi dan persediaan investasi dalam modal fisik, tapi juga investasi yang tertanam pada sumber daya manusia. Kita juga tidak dapat mengabaikan fakta penting lain: bentuk-bentuk investasi dalam pendidikan dan pelatihan, tidak hanya menentukan meningkatkan produktivitas tenaga kerja, tetapi berdampak positif pada kesehatan, penurunan kejahatan dan kohesi sosial.


Pendidikan sebagai investasi sumber daya manusia berdampak sosial lebih besar. Semakin tinggi tingkat pendidikan angkatan kerja semakin tinggi produktivitas secara keseluruhan karena pekerja lebih terdidik cenderung untuk berinovasi, dan dengan demikian mempengaruhi hampir semua produktivitas. (http://djadja.wordpress.com).


Investasi dalam pendidikan untuk bidang industri akan meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan serta sikap tenaga kerja terdidik sebagai faktor penentu untuk menjadi lebih produktif. Semakin tinggi tingkat pendidikan pekerja semakin tinggi produktivitasnya. Produktivitas pekerja tersebut dikarenakan dimilikinya keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan.


Produktivitas tenaga kerja merupakan upaya meningkatkan kemampuan setiap waktu sehingga dapat mencapai kinerja yang lebih tinggi lagi. Produktivitas setiap individu tenaga kerja diukur dari hasil kerja fisik masing-masing pekerja secara perorangan dibandingkan dengan masukannya (waktu, biaya, dan tenaga) yang dipergunakan untuk menghasilkan output kerja tersebut.


Di lain pihak, produktivitas industri itu sendiri sudah pasti memberikan keuntungan, baik terhadap modal maupun tenaga kerja. Semakin tinggi tingkat produktivitas industri semakin tinggi pula rata-rata gaji atau penghasilan pegawai, serta semakin tinggi pula kemungkinan perluasan usaha bagi industri yang bersangkutan.


Dengan temuan tersebut disebutkan pula bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan tenaga kerja semakin besar produktivitasnya yang tercermin dalam penghasilannya. Artinya, tamatan jenjang pendidikan yang lebih tinggi menunjukkan tingkat produktivitas kerja riil yang lebih tinggi pula. (Sumiyati, t.t:1)


Jadi pendidikan sebagai investasi di bidang industri dipandang sebagai investasi yang produktif dan tidak semata-mata dilihat sebagai sesuatu yang konsumtif tanpa manfaat (umpan balik) yang jelas. Pendidikan dalam hal ini akan menentukan kualitas SDM yang akan menjadi input tenaga kerja bagi sektor industri.


Kompetisi Kualitas dan Kuantitas

Pendidikan tinggi sebagai indusri produk dan jasa ilmu pengetahuan dan keterampilan menuntut pengelolaan yang profesional, tidak sebatas institusi yang berorientasi produk, tetapi perlu menghadapi era kompetisi global yang membutuhkan kemampuan membangun kesan dan mengkomunikasikannya kepada publik. Kurikulum, pengajar, metode pengajaran tidak lagi dipandang menjadi bahan generik, tetapi merupakan bagian dari konsep positioning PT.

Perguruan tinggi dan bidang pembelajaran akan mengalami cycle seperti bisnis lain. Produk yang masih berada di masa formatif sesuai untuk para early adopter sangat membutuhkan product excellence. Untuk berpindah ke market yang lebih besar, harus melakukan standarisasi kurikulum, pengajar, juga reduksi cost sehingga harga bisa terjangkau masyarakat luas.


Begitu memasuki era market mainstream dimana mayoritas customer adalah early dan late majority, produk jasa harus mampu memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar, baik dari sisi harga maupun availability. Dalam hal ini institusi harus berkonsentrasi pada distribusi dan marketing, sedang dari sisi kurikulum dan produk mereka akan mulai bermitra atau melisensi.

Konsep positioning dan membentuk kategori yang lebih sempit adalah salah satu strategi di era kompetisi. Strategi diferensiasi di dimanfaatkan, mulai dari metode pembelajaran, harga, local genius dan banyak lagi. Satu contoh adalah franchise dari luar negeri adalah diferensiasi dari awal mula kurikulum berasal. Diferensiasi dari sisi agama juga bisa digunakan seperti Al Azhar - Jakarta, Al Izhar - Jakarta), Kristen (UKI - Jakarta, UK Petra - Surabaya) yang masing-masing memiliki captive market yang sangat besar.

Untuk tetap stay ahead in the competition, tetap diperlukan strategi inovasi dan pengembangan produk di masa depan. Salah satu teknik yang sangat sukses mengidentifikasi kebutuhan pasar adalah dengan membentuk komunitas.

Pendidikan tinggi di Indonesia telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pembangunan di Indonesia. Beberapa politisi dan negarawan besar seperti presiden RI pertama (the founding father), sejumlah pejabat negara, pengusaha dan ilmuawan ternama telah dihasilkan oleh perguruan tinggi di Indonesia. Universitas ternama (leading universities) di pulau Jawa seperti UI, ITB, IPB, UGM, Unpadj, Unair, Undip serta diluar pulau jawa seperti USU, Unand, Unud, Unhas Unstrat, Unhalu, Untad, Unmul dan beberapa perguruan tinggi negeri lainya termasuk Universitas Negeri (eks IKIP) dan Univ Islam Negeri (eks IAIN) dan beberapa perguruan tinggi negeri lainnya merupakan perguruan tinggi yang telah aktif berpartisipasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui kegiatan Tri Darma Perguruan Tinggi (pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat). Hasil-hasil penelitian staf akademiknya telah dipublikasikan lewat jurnal ilmiah dan diseminasikan lewat seminar, lokakarya dan publikasi media.


Perkembangan pendidikan tinggi di Indonesia, banyak didukung oleh partisipasi aktif perguruan tinggi swasta yang jumlahnya jauh lebih banyak dari jumlah perguruan tinggi negeri. Ada banyak perguruan tinggi swasta yang memiliki reputasi atau status akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional (BAN) yang sama atau hampir sama dengan perguruan tinggi negeri. Bahkan sebahagian perguruan tingi swasta telah memiliki jurnal ilmiah yang telah terkreditasi. Beberapa perguruan tinggi swasta yang cukup dikenal baik ditingkat lokal maupun tingkat nasional misalnya Universitas Trisakti, Universitas Brobudur, Universitas Guna Darma, Unika Atma Jaya, Unas, Unpar Bandung, UII Jokyakarta, Unmuh Malang, Ubaya, Universitas Nomensen Medan, Universitas Bung Hatta Padang, UMI Makassar, Universitas Klabad Manado, Unismuh Makassar.



Video : Perguruan Tinggi Terbaik di Indonesia Terakreditasi A oleh BAN-PT Hingga Akhir Tahun 2015 (https://www.youtube.com/watch?v=H-YoVyGc-Po)


Kelemahan Industri Pendidikan Tinggi Indonesia

Industri jasa pendidikan tinggi yang mengarah ke komersialisasi ini mengandung bahaya bagi lembaga pendidikan yang bersangkutan. Derek Bok dalam Universities in the Marketplace: The Commercialization of Higher Education (2005) mencatat sejumlah bahaya yang patut diwaspadai. Yaitu;


  1. Godaan mencari keuntungan finansial melalui aneka kontrak dari perusahaan/ industri tak terkendali dan tak dikelola dengan baik, hal itu akan menggiring perguruan tinggi melupakan misi suci (sacred mission) yang harus diemban, yakni melahirkan insan-insan terdidik dan berkeahlian, yang menjadi basis bagi ikhtiar membangun masyarakat beradab dan pilar utama upaya pencapaian kemajuan bangsa.

  2. Sekadar terobsesi oleh motif ekonomi semata, perguruan tinggi akan cenderung mengabaikan fungsi utama sebagai lembaga produsen ilmu pengetahuan, pelopor inovasi teknologi, serta pusat eksperimentasi dan observatorium bagi penemuan-penemuan baru. Padahal, peran hakiki perguruan tinggi adalah the center of knowledge inquiries and technology innovations, yang bukan saja penting untuk memperkuat institusi perguruan tinggi sendiri sebagai pusat keunggulan dan penelitian, tetapi juga akan memberi kontribusi pada ikhtiar membangun peradaban umat manusia.

  3. Konflik kepentingan antar sumber pembiayaan dan mengembangkan iptek melalui riset ilmiah— berpotensi mengorbankan core academic values karena perguruan tinggi cenderung berkompromi antara pilihan menjaga standar mutu program akademik dan tuntutan mendapatkan dukungan finansial dari perusahaan/industri.


Selain itu, ada beberapa kelemahan atau kekurangan lainnya yang perlu dibenahi karena kebijakan pendidikan tinggi yang kurang efektif dan sangat sentralistik. Antara lain adalah:

  1. Pelayanan jasa pendidikan tinggi baru dinikmati oleh mayoritas kalangan keluarga kelas menengah ke atas atau hanya segelintir kalangan kelas menegah ke bawah yang dapat menikmati jasa pendidikan tinggi. Idealnya, pelayanan jasa pendidikan tinggi tidak menciptakan dikotomi dan disparitas terutama berakaitan dengan akses rekrutmen mahasiswa baru. Pejabat perguruan tinggi harus dapat memfasilitasi mahasiswa yang kurang mampu tapi berprestasi untuk memperoleh susbsidi atau beasiswa yang dapat menunjang studi mahasiswa dari kalangan ekonomi lemah tersebut.

  2. Kurikulum pendidikan tinggi terlalu padat dengan bobot kredit yang kecil (antara 2 sampai 4 sks permata kuliah). Kemudian, penelitian yang memakan waktu satu sampai dua semester ironisnya hanya dinilai dengan bobot sks yang sangat kecil (sekitar 4 sampai 6 sks) jika dibandingkan bobot sks penelitian mahasiswa di luar negeri. Sehingga seharusnya mahasiswa belajar sedikit mata kuliah tapi mendalam (in-depth) seperti yang terjadi di negara-negara maju.

  3. Kebijakan pendidikan tinggi yang kaku yaitu pendidikan tinggi hanya menawarkan program full-time students dengan bobot mata kuliah yang padat SKS. Pendidikan tinggi seperti ini sangat membebani mahasiswa terutama yang sudah bekerja karena mereka terbebani oleh bobot SKS yang padat (overloading) ditambah dengan tugas-tugas pokok mereka di instansi pemerintah atau swasta. Seharusnya ada alternatif untuk menawarkan program part-time students yang dapat meringankan beban mahasiswa yang sudah bekerja walaupun program pendidikannya relatif lebih lama tapi pasti.

  4. Kebanyakan perguruan tinggi hanya menawarkan on-campus program dan belum menawarkan off-campus progam. Akibatnya, banyak mahasiswa yang kebenaran harus pindah ke kota lain oleh karena tuntutan ekonomi atau tugas kantor terpaksa harus bolos atau berhenti kuliah. Padahal program off-campus (distant learning) mungkin dapat menjadi solusi bagi mereka yang ingin meningkatkan kemampuannya dengan melanjutkan kuliah ke jenjang yang lebih tinggi namun tidak harus selalu ke kampus, seperti yang ditawarkan oleh Universitas Terbuka.

  5. Stratafikasi pendidikan tinggi belum banyak menghargai prestasi akademik yang gemilang, misalnya untuk melanjutkan pendidikan S3 seorang mahasiswa harus menyelesaikan pendidikan S2 dulu walaupun mahasiswa yang bersangkutan mendapat nilai Cum-laude. Dengan kata lain pendidikan tinggi kita belum menawarkan program honours seperti kebanyakan perguruan tinggi di luar negeri, yaitu bagi mahasiswa S1 yang mendapat nilai Cum-laude bisa langsung mengambil program S3 (leading to PhD) tanpa melalui pendidikan Magister (S2).

  6. Program akademik di perguruan tinggi tidak fleksibel karena hanya menawarkan program kuliah dan penelitian (combined course work dan research), idealnya perguruan tinggi juga menawarkan beberapa pilihan program pendidikan misalnya, program research student (mahasiswa peneliti melalui bimbingan), Combined course work (seperti di Indonesia) dan pure course work (jalur mata kuliah tanpa penelitian) yang mungkin cocok untuk praktisi atau pekerja profesional. Melalui program seperti ini mahasiswa diberi kebebasan untuk memilih salah satu jenis jalur pendidikan tinggi yang diinginkan sesuai dengan minat dan kemampuannya. Program seperti ini sebenarnya sangat fleksibel dan mungkin sangat menguntungkan mahasiswa.

  7. Program combined course work atau kuliah dan setelah itu diikuti dengan tugas akhir kegiatan penelitian, misalnya seperti versi di Indonesia. Program ini sebaiknya direvisi menjadi program yang lebih fleksibel yaitu mahasiswa ditawarkan salah satu dari beberapa alternatif program pendidikan tinggi, pertama " program yang bobot sks mata kuliah lebih banyak misalnya 80 % dan bobot penelitian lebih kecil atau sekitar 20 % atau sebaliknya mata kuliah 20 % dan bobot penelitian 80 % dan atau fifty-fity yaitu 50 % bobot mata kuliah dan 50% penelitian.

  8. Dalam melakukan evaluasi program pendidikan seharusnya bersifat fair dan tidak diskriminatif. Selama ini evaluasi dan assessment pendidikan baru diterapkan secara sepihak. Dengan kata lain, setiap semester hanya mahasiswa yang dievaluasi hasil belajarnya misalnya, melalui tengah semester dan akhir semester. Seharusnya perguruan tinggi juga melakukan evaluasi kinerja staf dosen (academic performance) misalnya melalui penyebaran angket kepada mahasiswa setiap akhir semester. Angket tersebut harus diisi oleh mahasiswa dengan tujuan untuk memberikan umpan balik atau penilaian mengenai kemampuan mengajar dosen yang bersangkutan.

  9. Perguruan tinggi harus merancang program orientasi mahasiswa baru yang menekankan pada program orientasi yang bersifat informatif dan edukatif. Sudah saatnya perguruan tinggi merubah paradigma program orientasi mahasiswa baru, yaitu;

  • Materi program orientasi mahasiswa baru harus bersifat informatif yakni pemberian informasi yang cukup komprehensif dan lugas mengenai fasilitas pembelajaran yang tersedia dan cara pemanfaatannya serta beberapa informasi penting dan relevan mengenai statuta perguruan tinggi.

  • Program orientasi haruslah bersifat mendidik (edukatif), misalnya memberikan pengenalan materi kepada mahasiswa baru mengenai mekanisme pebelajaran di perguruan tinggi yang jauh beberbeda dengan model pebelajaran di sekolah menengah.

  • Pembangunan karakter dan penguatan nilai nilai kebangsaan dan nasionalisme dengan pendidikan karakter dan materi bela negara

Model Pendidikan di Indonesia pada Masa Depan

Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.


Tujuan pendidikan yang kita harapkan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Pendidikan harus mampu mempersiapkan warga negara agar dapat berperan aktif dalam seluruh lapangan kehidupan, cerdas, aktif, kreatif, terampil, jujur, berdisiplin dan bermoral tinggi, demokratis, dan toleran dengan mengutamakan persatuan bangsa dan bukannya perpecahan.


Di era informasi yang serba instan ini setiap masyarakat pasti membutuhkan pusat informasi dan pengetahuan. Informasi pengetahuan dan teknologi didapat dari sekolah yang merupakan lembaga pendidikan untuk melatih kompetensi siswa agar mampu dapat bersaing dalam era informasi teknologi.


Sering kali pemerintah dan masyarakat kita berbicara berapi-api tentang keinginan memiliki perguruan tinggi unggul namun pada praktiknya PT sebagai lembaga pendidikan sudah merasa puas dengan kualitas yang sedang-sedang saja. Pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan tinggi sepenuhnya mampu mengimbangi era globalisasi dan perubahan zaman, dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).


Pendidikan tinggi Indonesia sebagai industri jasa ilmu pengetahuan dan keterampilan harus mampu mengimbangi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pengaruh perkembangan TIK terhadap kehidupan manusia merupakan suatu keniscayaan yang tidak terhindarkan.


Gambar : Ilustrasi Pendidikan tinggi Indonesia sebagai industri jasa ilmu pengetahuan dan keterampilan harus mampu mengimbangi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)



CK Prahalad pernah mengatakan:


”If you learn you will change, but if you donIf you learn you will change, but if you dont change you will die”.


Kendati demikian, perubahan bukan hal yang mudah untuk diterima. Setidaknya ada lima alasan mengapa orang cenderung menolak perubahan.


Kelimanya yaitu persepsi selektif, kurangnya informasi, perasaan takut terhadap hal yang tidak diketahui, kebiasaan, serta penolakan terhadap pihak yang menggagas perubahan (Likert, 1997). Indonesia bukanlah bangsa tertutup yang alergi terhadap perubahan terutama perubahan sosial yang dipengaruhi teknologi.


Buktinya adalah jumlah pengguna internet di Indonesia yang diperkirakan mencapai 93,4 juta orang pada 2015 (e-Marketer, 2014). Sayangnya, antusiasme ini tidak dibarengi dengan perubahan kultur baik secara individu maupun organisasi dalam rangka menyikapi dampak kehadiran teknologi baru.


Sebagaimana diungkapkan dalam sejumlah teori perubahan organisasi, dari tiga dimensi perubahan yaitu dimensi struktural, fungsional, dan kultural, dimensi kulturallah yang paling sulit untuk berubah. Ini tentu tantangan tersendiri bagi para pengelola pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Institusi pendidikan merupakan wadah yang paling efektif dalam membentuk dimensi kultural seseorang, di luar keluarga dan lingkungan pergaulan.


Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 16 Ayat (1) menyebutkan bahwa perguruan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian.


Artinya, pendidikan di perguruan tinggi menjadi tumpuan bangsa ini dalam menciptakan agen-agen perubahan yang berperan aktif dalam menjaga stabilitas nasional. Setidaknya ada tiga aspek yang perlu diperhatikan agar pendidikan tinggi dapat memenuhi tantangan perkembangan zaman yaitu kurikulum, sumber daya manusia (SDM), dan infrastruktur.


Gambar : Tantantangan di era globalisasi (www.slideshare.net/)



Agar mampu mengadaptasi perubahan dan tuntutan zaman, kurikulum perguruan tinggi harus fleksibel dan adaptif. Saat ini teknologi terus berkembang dalam hitungan detik.



Video : Teknologi Pendidikan di Masa Depan (https://www.youtube.com/watch?v=s_-gqcCTRbg)



Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan harus serius membangun kurikulum yang berorientasi masa depan, kita harus terbuka dengan segala sumber pengetahuan yang relevan, terutama teknologi informasi dan komunikasi. Sumber daya manusia harus dipersiapkan sebaik mungkin, Sumber daya manusia (SDM) yang dimaksud adalah semua orang yang bekerja dalam institusi pendidikan tinggi, dari mulai tenaga penunjang akademik (TPA) hingga dosen. Seluruhnya harus merupakan orang-orang yang berwawasan luas dan memiliki visi masa depan. Para TPA yang melek TIK dan memiliki kesempatan untuk mengembangkan hard skill dan soft skill -nya akan mendorong pengelolaan pendidikan tinggi menjadi lebih kreatif dan solutif.


Demikian pula dengan para tenaga pengajar atau dosen. Era digital seperti sekarang mereka dituntut untuk berpikiran terbuka, menyerap segala perubahan yang terjadi baik lokal maupun global, sehingga mampu menyelenggarakan kegiatan belajar yang adaptif dan inovatif. Harus diakui bahwa kegiatan belajar di kelas kini tak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar bagi para peserta didik.


Cukup dengan berselancar di internet, mereka bisa mendapatkan segala informasi yang mereka butuhkan dari artikel ilmiah, materi kuliah, jurnal, hasil penelitian, hingga buku-buku teks. Knowledge is one click away. Dengan demikian, seorang dosen harus menguasai banyak sumber informasi yang valid dan mampu memprediksi perkembangan ilmu pengetahuan masa depan.


Lalu, infrastruktur sebagai aspek ketiga, dalam hal ini berfungsi untuk mengakselerasi pelaksanaan kurikulum dan maksimalisasi SDM. Infrastruktur yang dimaksud tak hanya meliputi infrastruktur konvensional seperti ruang belajar, laboratorium, perpustakaan, dan ruang kerja, tetapi juga mencakup infrastruktur digital yang memungkinkan pendidikan tinggi untuk melakukan revolusi pendidikan.


Sebuah era pendidikan baru. Dengan infrastruktur digital pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan online sekaligus menekan biaya pendidikan. Angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi Indonesia yang saat ini masih berada di angka 31%. Pendidikan tinggi akan menjadi lebih mudah untuk diakses oleh calon-calon peserta didik pendidikan tinggi di daerah- daerah di Indonesia. (www.koran-sindo.com/news.php?r=1&n=2&date=2016-04)


Di lain pihak, infrastruktur digital juga akan membuat biaya pendidikan menjadi lebih efisien karena terbukanya peluang sharing economic antara perguruan tinggi dan mitra di berbagai daerah dan negara. Inilah model pendidikan tinggi era digital, di mana pendidikan juga tak lagi mengenal batas geografis dan sosial.


Kategorisasi pendidikan tidak lagi hanya terbatas dari sisi fasilitas yang tangible, terobosan-terobosan model pembelajaran akan terus bermunculan dan banyak akan muncul dalam bentuk intangible. Contohnya e-learning yang meskipun saat di negara maju tingkat keberhasilan masih di bawah 30%, masih terus mengalami evolusi sehingga bisa diterima publik.


Moore’s Law mengatakan bahwa prosesor akan memiliki kecepatan 2 kali lipat setiap 18 bulan dengan harga sama. Hal sama terjadi pada GPU (graphical processing unit) atau kemampuan kartu grafik komputer menampilkan gambar. Memiliki kemampuan tampilan seperti gambar bioskop dengan hampir real time untuk game. Model pembelajaran masa depan akan menggunakan game sebagai simulator, mulai dari pelajaran kreativitas, strategi hingga pembentukan karakter bisa dilakukan dengan game.


Gambar : Ilustrasi sekolah pintar (STP, Education Ministry)


Model Pendidikan tinggi masa depan adalah yang memadukan segala aspek (kurikulum, pengajar, teknologi, fasilitas dan sarana) dalam satu kesatuan yang mendukung proses pembelajaran yang berorientasi pada industri jasa pendidikan berkualitas.



Video : Teknologi di Masa yang akan Datang (https://www.youtube.com/watch?v=B_fQqo2WL6c)



C. INDUSTRI PENDIDIKAN BERBASIS INDUSTRI


Di era kontemporer ini banyak ditemukan model manajemen dan pembelajaran pendidikan. Munculnya beberapa model tersebut disebabkan oleh kemajuan teknologi dan perkembangan zaman yang semakin menonjolkan sisi modernitasnya.


Sehingga dengan demikian manajemen dan pembelajaran dituntut untuk terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan manusianya. Salah satu model manajemen pendidikan yang telah banyak mengejutkan para praktisi pendidikan adalah munculnya manajemen pendidikan berbasis industri.


Pengelolaan model ini mengedepankan kualitas mutu institusi pendidikan sebagaimana mutu yang diandalkan dalam sebuah perusahaan. Penerapan manajemen pendidikan ini lebih populer disebut dengan istilah Total Quality Education (TQE). Adapaun dasar yang digunakan dalam pengembangan manajemen seperti ini adalah Total Quality Management (TQM) yang pada mulanya diterapkan pada dunia bisnis, kemudian dikembangkan dan diterapkan dalam dunia pendidikan.

Gambar: Ilustrasi TQM (http://www.canstockphoto.com/3d-tqm-word-tags-wordcloud-ball-20896362.html


Secara filosofis manajemen pendidikan seperti ini menekankan pada kepuasan pelanggan, layaknya sebuah perusahaan yang selalu mengutamakan kepuasan pelanggan (customer). Yakni, institusi memberikan pelayanan (service) kepada pelanggan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pelayanan yang diberikan kepada pelanggan tentunya haruslah bermutu sehingga dapat memuaskan pelanggan. Dengan demikian institusi selalu dituntut untuk memperbaiki kualitas mutu pendidikan demi tercapainya mutu yang baik dan kepuasan pelanggan.


Pelanggan menurut Ali Riyadi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu pelanggan dalam (internal customer) dan pelanggan luar (external customer). Yang termasuk pelanggan dalam di dunia pendidikan adalah pengelola institusi pendidikan seperti guru/dosen, staff dan penyelenggara institusi. Adapun pelanggan luarnya adalah mayarakat (pelajar/mahasiswa), pemerintah dan dunia pendidikan. Jadi, suatu institusi pendidikan dikatakan bermutu apabila kepuasan pelanggan dalam dan pelanggan luar telah terpenuhi.



Gambar : Fungsi Total Quality Managemen (TQM) dalam organisasi (http://slideplayer.info/slide/2810023/mmt-tqm



Untuk memposisikan instusi pendidikan sebagai industri jasa ilmu pengetahuan, maka harus memenuhi standar mutu Total Quality Management, serta harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Secara operasional mutu dapat ditentukan oleh lima faktor, yaitu:


1. Terpenuhinya semua spesifikasi yang telah ditetapkan dan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa. Menurut Edward Sallis (2011: 7) yang pertama dapat disebut quality infect (mutu sesungguhnya) dan kedua disebut quality in perception (mutu persepsi).


Dalam dunia pendidikan quality infect dapat diukur dengan kemampuan dasar yang dikuasai oleh peserta didik dan kualifikasi akademik lulusan institusi pendidikan terkait. Sedangkan quality in perception dapat diukur dengan kepuasan dan bertambahnya minat pelanggan eksternal terhadap lulusan dari institusi pendidikan tersebut.


Selanjutnya dalam operasi Total Quality Management in Education perlu diperhatikan beberapa hal pokok sebagai konsep yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Adapun hal-hal yang pokok tersebut adalah pertama, perbaikan secara terus menerus (continuous improvement). Konsep ini mengandung pengertian bahwa pihak pengelola pendidikan hendaknya senantiasa mengadakan perbaikan-perbaikan guna tercapainya mutu pendidikan yang benar-benar berkualitas sebagaimana yang diharapkan. Adapun perbaikan tersebut membutuhkan introspeksi agar setiap kesalahan yang didapat dalam perjalanannya diketahui dan kemudian terus diperbaiki.


2. Menentukan standar mutu (quality assurance). Ini merupakan konsep mendasar untuk menentukan apakah pendidikan dikatakan bermutu atau tidak tergantung pada standar mutu yang telah ditentukan oleh pihak pengelola institusi pendidikan. Penentuan standar mutu harus memenuhi seluruh aspek yang terdapat dalam pendidikan, mulai dai tujuan hingga pada kurikulum pendidikan yang digunakan dalam institusi tersebut. Selain itu juga perlu ditentukan standar evaluasi yang bisa dijadikan sebagai alat untuk mancapai kemampuan dasar pada peserta didik.


Dan standar mutu proses pembelajaran di sini juga harus menjadi perhatian besar bagi pengelola pendididikan. Seperti, model pembelajaran yang digunakan.


Menurut Dr. A. Ali Riyadi minimal memenuhi beberapa karakteristik, yaitu menggunakan pendekatan pembelajaran aktif (student active learning), pembelajaran koperatif dan kolaboratif, pembelajaran konstuktif, dan pembelanjaran tuntas (mastery learning).


3. Perubahan kultur (change of culture). Konsep ini bertujuan untuk membentuk dan menanamkan kesadaran kepada seluruh pengurus dan pengelola institusi pendidikan. Di sini pemimpin dituntut untuk terus memotivasi anggotanya agar tetap semangat dan senantiasa menjaga hubungan baik satu sama lain di dalam organisasi intistusi pendidikan.


4. Perubahan organisasi (up-down organization). Dalam mata rantai dan sturktur organisasi tradisional pada umumnya pemimpin atau menajer tertinggilah yang mempunyai kekuasaan penuh dan berhak memerintahkan apa saja kepada bawahan. Akan tetapi menurut Edward Sallis (2008: 80) pada kultur organisasi Total Quality Management (TQM) ini bisa digambarkan seperti piramida terbalik, yang paling teratas dalam struktur tersebut adalah pelajar. Dengan demikian, manajer senior tugasnya hanyalah memberikan dukungan dan wewenang kepada pelajar, bukan memerintahnya.


5. Menjaga hubungan baik dengan pelanggan (keeping close to be customer). Karena organisasi pendidikan mengedapankan kepuasan pelanggan, maka para pengelola dituntut untuk selalu menjaga hubungan baik dengan masayrakat dan pelajar. Jika tidak ada hubungan yang baik di antara mereka maka mustahil akan terjadi kepuasan pada pelanggan.


Lima faktor pokok di atas hendaknya menjadi perhatian besar bagi para praktisi pendidikan yang menginginkan untuk menerapkan Total Quality Management in Education. Sebab, jika lima hal pokok di atas tidak dilaksanakan dengan baik, maka mutu pendidikan yang diinginkan oleh para pelanggan tidak akan tercapai. Selain itu, perlu disadari menjalankan roda organisasi dalam pendidikan memerlukan manajemen dan pengaturan yang baik. TQM adalah salah satu model manajemen dalam pendidikan berbasis industri yang dapat dikembangkan dalam pendidikan.


Pengaruh Industri Terhadap Industri Pendidikan


Pengaruh nyata dan mudah dilihat Dari sektor industri terhadap sektor pendidikan ialah adanya kecenderungan untuk menyusun dan menerapkan kurikulum serta materi pelajaran di universitas agar sesuai dengan kebutuhan sektor industri. Apa yang dimaksud dengan pembiasan fungsi (vocational bias) pendidikan dimaksudkan agar tujuan pendidikan dapat mengarahkan siswanya untuk memiliki persiapan didalam bekerja. Pihak industriawan atau pengusaha mengehendaki suatu metode pendidikan yang memungkinkan lulusan perguruan tinggi menjadi tenaga kerja yang langsung siap pakai.


Beberapa jenis PT telah menerapkan suatu vocational bias tertentu. Lembaga pendidikan berfungsi mempersiapkan siswa untuk terjun langsung ke dunia kerja telah mendorong mereka untuk menganggap sekolah sebagai sarana mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Lembaga pendidikan menyusun materi pelajaran yang secara lebih menarik dan terkait langsung dengan kehidupan sehari-hari. Ia juga akan membantu memecahkan problema yang terjadi pada saat transisi dari sekolah menuju pekerjaan.


Salah satu program pendidikan yang diterapkan dan dikembangkan sekarang oleh pemerintah adalah program pendidikan vokasi berfungsi mempersiapkan siswa untuk terjun langsung ke dunia kerja. program pendidikan vokasional adalah model pendidikan yang mensinergikan dunia pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha dan industri.


Gambar: Ilustrasi pendidikan vokasi (http://inspirasi-negeriku.blogspot.co.id/2016_07_01_archive.html



Pengaruh Industri Pendidikan Terhadap Perkembangan Industri


Pendidikan serta berbagai latihan keterampilan atau kejuruan yang ada di dalam perusahaan merupakan refleksi atau perluasan dari tujuan dan nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan yang akan disampaikan kepada masyarakat luas. Salah satu konsep terpadu pendidikan dan dunia industri adalah sistem magang, Day – release dan Sandwich course, dan Day – release dan Sandwich course


1. Sistem Magang

System magang sudah dikenal baik dalam dunia perdagangan maupun industry. System magang memiliki sifat paternalistic, yang menggambarkan hubungan bapak dengan anaknya, antara seorang mekanik berpengalaman dengan seorang pekerja pemula.


2. Day release

Day release, seorang pekerja mula yang baru masuk mendapatkan hari bebas dari pekerjaannya, biasanya sehari dalam satu minggu kerja yang harus digunakan untuk mengikuti kursus pada berbagai jenis lembaga pendidikan. Ada tingkatan kursus yang dapat diikuti oleh seorang pekerja , yaitu : pertama kursus untuk menduduki jabatan professional, kedua kursus untuk menjadi teknisi dan ketiga untuk menduduki jabatan sebagai tenaga mekanik.


3. Sandwich courses, merupakan suatu system pendidikan atau latihan dimana seorang karyawan bekerja dan belajar secara berselang-seling. Sandwich courses bertujuan untuk meningkatkan motivasi, prestasi dan kecakapan para pekerja.


Tenaga Kerja dan Pendidikan


Dalam dunia industry terdapat tiga macam kelompok kerja, yang semuanya berkaitan dengan berbagai tingkatan dalam perkembangan teknologinya. Ketiga macam kelompok itu ialah :


  1. Unskilled manual (tenaga kerja tidak terampil)

  2. Skilled manual (tenaga kerja terampil)

  3. Personal administration dan komersial


Tenaga kerja untuk skilled semakin kurang diperlukan, akan tetapi jumlah personal administrasi dan komersial semakin lama semakin besar. Perbedaan antara tenaga kerja manual dan non manual, yang dalam istilah lama disebut pekerja otot dan pekerja otak semakin lama semakin kabur. Kita sekarang sedang melangkah menuju suatu masa dimana dunia buruh sebagian besar terdiri dari berbagai tingkatan tenaga kerja setengah terampil dan teknisi terlatih.


Dengan diperkenalkannya mesin-mesin baru beserta teknologinya telah mengakibatkan kenaikan tajam dalam kecepatan mobilitas jabatan atau perpindahan posisi kerja, dan juga menimbulkan konsekuensi khusus yaitu perlunya pendidikan atau latihan bagi para pekerja.

Rangkaian hubungan lainnya antara industry dan pendidikan adalah adanya kecenderungan dalam berbagai perusahaan besar untuk menghimbau para pekerja seniornya memasukkan putra-putra mereka ke sekolah kejuruan atau pendidikan vokasi.


Pendidikan dan Pekerjaan


Pendidikan tinggi menawarkan kualifikasi pekerjaan dengan menggabungkan pengetahuan tingkat tinggi dan keterampilan yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja. Pendidikan tinggi dan dunia kerja hal tak terpisahkan, pendidikan membekali ilmu pengetahuan dan keterampilan peserta didik untuk bekal beradaptasi terhadap perkembangan pengetahuan dan dunia kerja.

Gambar : Ilustrasi pendidikan dan pekerjaan


Masalah transisi dari dunia pendidikan memasuki dunia kerja akan menimbulkan dua macam masalah yaitu : aspirasi dan harapan calon pekerja yang baru saja menyelesaikan studinya berkaitan dengan dunia kerja yang akan dimasukinya, dan yang kedua adalah proses pemilihan pekerjaan.


1. Aspirasi dan Harapan


Pendidikan memberikan suatu bayangan atau gambaran dari bentuk pekerjaan yang akan didapatkan oleh seseorang. Di lembaga pendidikan para siswa mendapatkan suatu informasi tentang berbagai pekerjaan yang bisa dan akan mereka lakukan, walaupun mungkin informasi tersebut tidak bersifat langsung bila sekolah yang dimasukinya sekolah ilmu-ilmu social.


Berbagai penelitian untuk mengetahui bagaimana siswa dan para pekerja muda didalam memandang berbagai aspek dunia kerja, telah banyak dilakukan oleh para ahli.


Penelitian yang masih relevan dengan era kekinian yang dilakukan oleh Musgrave (1986) terhadap sejumlah siswa antara 18 sampai dengan 25 tahun diwilayah industri di Inggris utara, telah memperlihatkan bahwa sebagian besar mereka menganggap bahwa pekerjaan hanyalah sebagai alat untuk mencapai tujuan hidupnya, tetapi sebagian kecil lainnya beranggapan bahwa justru sekolahlah yang merupakan alat untuk mendapatkan pekerjaan, karena ia dianggap sebagai tujuan akhir.


Maizels (1970) mengambil suatu kesimpulan dari hasil penelitian terhadap sejumlah siswa di Willlesden, salah satu bagian kota London yaitu adanya suatu kepincangan dalam hubungan antara aspirasi dan harapan anak-anak muda disatu pihak, dengan apa yang telah dilakukan oleh berbagai badan pelayanan masyarakat termasuk perusahaan industry dilain pihak.


Sebagian persiapan memasuki dunia kerja, biasanya pihak kampus memilih sekelompok mahasiswa yang sudah senior untuk melakukan kunjungan keperusahaan untuk mendapatkan pengetahuan praktis dari kegiatan kerja diperusahaan yang dikunjunginya. Hal ini akan memberikan gambaran yang cukup baik bagi para siswa mengenai ruang lingkup pekerjaan yang akan dimasukinya serta cukup berpengaruh terhadap proses pemilihan pekerjaan yang akan dilakukannya.


2. Teori Pemilihan Kerja


Musgrave telah melangkah maju dengan konsepnya tentang teori pemilihan kerja. Dalam teorinya menyatakan Peninjauan terhadap masalah sosialisasi adalah suatu hal yang sangat penting. Pada setiap tahap sosialisasi, terjadi suatu masa transisi yang terjadi pada setiap pergantian tahap sosialisasi dengan melihat kemampuan seorang siswa untuk melakukan proses sosialisasi atau kemampuannya beradaptasi dengan pekerjaan beserta lingkungan kerjanya.


Dilain pihak, Ford dan Box mengajukan kritik terhadap Musgrave dengan menyatakan bahwa masa transisi dari dunia pendidikan ke dunia kerja tidak dapat diuraikan sebagai suatu proses memilih secara keseluruhan. Mereka tidak tahu tentang keseluruhan masalah pekerjaan yang ditawarkan, dan sama sekali tidak mempunyai kriteria untuk membedakan satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya.


Dua teori yang terkenal tentang masa memasuki dunia kerja adalah teori Ginzberg dan super, kedua teori itu menyatakan bahwa kita harus menganggap masuknya orang dalam dunia kerja sebagai suatu proses. Output pendidikan tinggi adalah SDM yang memiliki memiliki pengetahuan dan keterampilan yang siap bersaing di dunia kerja dan siap berproses di lapangan kerja.



Video : Jurusan yang Paling Banyak Dicari Perusahaan Besar di 2016 (https://www.youtube.com/watch?v=OPcVzzAt_-A)



Pendidikan Vokasi untuk Dunia Usaha dan Industri


Berawal dari keprihatinan dan kondisi mutu lulusan perguruan tinggi Indonesia, tantangan dunia kerja di era global dan pasar bebas. Guna mendekatkan pendidikan dan dunia industri, Pemerintah membuka program pendidikan vokasi, dengan pemikiran bahwa pembangunan dan penguatan sendi sendi pendidikan tinggi hanya bisa dilakukan dengan perubahan perubahan paradigma dan penelitian yang aplikatif, konsentrasi pemahaman dengan kultur akademik yang peka dengan kekayaan multidisiplin.


Keterlibatan dunia industri dalam pendidikan vokasi terutama dalam memberikan umpan balik (feed back) terhadap kompetensi dan standardisasi kemampuan seorang mahasiswa lulusan pendidikan vokasi sangatlah diharapkan. Pada kondisi yang harmonis antara penyelenggara pendidikan vokasi dan dunia industri dan masyarakat luas dapat melakukan suatu kolaborasi yang saling menguntungkan untuk menetapkan suatu sertifikasi profesi lulusan pendidikan vokasi yang diakui bersama.


Gambar : Pendidikan vokasi industri (http://investinpapua.com/asia-pacific.html?limit=5&start=65



Pendidikan vokasi adalah pendidikan tinggi yang menunjang pada penguasaan keahlian terapan tertentu,meliputi program pendidikan Diploma 1, diploma 2, diploma 3 dan diploma 4 yang setara dengan program pendidikan akademik strata 1. Lulusan pendidikan vokasi akan mendapatkan gelar vokasi. (https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_vokasi)


Tujuan dari pendidikan vokasi adalah :


  1. Memberikan pelayanan dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat yang berkeinginan dan bersedia untuk menggali dan mengembangkan potensi dirinya untuk memperoleh keahlian dan kompetensi;

  2. Mampu bersikap dan berperilaku sebagai insan cerdas, kreatif, inovatif dan kompetitif serta percaya diri untuk berihktiar menuju sukses dalam kehidupan;

  3. Mempunyai kemampuan dan kecerdasan dalam memanfaatkan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri sehingga bermanfaat untuk kesejahteraan, ketentraman, keamanan bagi masyarakat luas;

  4. Menghasilkan sumberdaya manusia yang berakhlak mulia dan berkualitas sehingga mampu bersaing dalam bidang keahlian dan kompetensi yang dimilikinya baik di tingkat Nasional maupun tingkat Internasional.gram pendidikan akademik strata 1. Lulusan pendidikan vokasi akan mendapatkan gelar vokasi.


Pendidikan vokasi sebagai suatu jenis pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu, pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar pendidikan vokasi agak berbeda dengan jenis pendidikan lainnya.


Salah satu hal besar yang dilakukan dalam pendidikan vokasi sebagai upaya untuk mencapai maksud dan tujuan pendidikan tersebut adalah kegiatan belajar-mengajar dalam pendidikan vokasi lebih didominasi kegiatan praktek, baik praktikum yang dilakukan di laboratorium, studio, bengkel maupun kebun percobaan.


Secara umum perbandingan antara kegiatan praktis dan teori dalam pendidikan vokasi adalah 80 persen berbanding 20 persen, walaupun dalam beberapa kasus angka perbandingan itu dapat menjadi 70 persen berbanding 30 persen, dengan demikian mahasiswa dan dosen akan menghabiskan sebagian besar waktu efektifnya untuk belajar dan bekerja di laboratorium dan/atau tempat-tempat praktek.


Di era persaingan dan perdagangan bebas, pendidikan vokasi di tingkat menengah dan tinggi menjadi kunci meningkatkan daya saing. Pemerintah melalui Kemenristekdikti dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya meningkatkan peran pendidikan kejuruan dan vokasi dalam menunjang penyediaan tenaga kerja agar sesuai kebutuhan di dunia industri.


Upaya ini diimplementasikan melalui Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2016 tentang revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam rangka peningkatan kompetensi, kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.


Presiden Joko Widodo telah mengarahkan Kementerian Perindustrian agar menjadi leading ministry untuk pengembangan pendidikan vokasi berbasis kompetensi yang link and match dengan industri secara nasional.



Video : Presiden Joko Widodo Ingin Politeknik RI Contoh (Jerman(https://www.youtube.com/watch?v=AEZ2R1bpP6E)



Kemenristekdikti dan kemenperin telah melakukan langkah-langkah strategis, di antaranya, penyusunan proyeksi pengembangan, jenis kompetensi dan lokasi industri khususnya yang terkait dengan lulusan SMK dan sarjana vokasi.


Meningkatkan kerja sama dengan dunia usaha untuk memberikan akses yang lebih luas lagi bagi siswa vokasi untuk melakukan praktik kerja lapangan dan program magang bagi pendidik dan tenaga kependidikan vokasi. Mendorong industri untuk memberikan dukungan dalam pengembangan teaching factory dan infrastruktur, mempercepat penyelesaian Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), serta mengusulkan program pemanfaatan tenaga ahli di perusahaan-perusahaan industri yang purna bakti untuk dijadikan tenaga pengajar di Program pendidikan sarjana vokasi.


Guna mewujudkan program pendidikan vokasi, pemerintah dalam hal ini Kemenristekdikti dan Kemenperin telah melakukan koordinasi dengan Kementerian dan Lembaga terkait maupun dengan dunia usaha. Pada 29 November 2016 telah ditandatangani Nota Kesepahaman Bersama oleh lima Menteri dan disaksikan dua Menko dalam pengembangan pendidikan kejuruan dan vokasi berbasis kompetensi. (http://www.koran-sindo.com/news)


Pemerintah bertekad memajukan pendidikan vokasi dengan mengandeng Jerman untuk memberikan pelatihan vokasional. Langkah strategis meningkatkan mutu SDM. Presiden Joko Widodo dalam rangkaian perlawatan ke Jerman, menjalin kerjasama di bidang pendidikan dan pelatihan vokasional. Pemerintah fokus pada kerjasama pendidikan khusus vokasi untuk menjawab kebutuhan pasar.


Di Jerman sejak awal pendidikan memang sudah diarahkan apakah siswa akan terus ke universitas atau kemudian mengambil jalur vokasi. Memberikan kesempatan bekerja magang, menerima gaji dan dua hari dalam satu minggu bersekolah keterampilan (sekolah vokasi). (http://presidenri.go.id/pendidikan/ri-jerman-fokus-pada-kerja-sama-pendidikan-vokasi.html)



Video : Menengok Pendidikan Vokasi di Jerman (https://www.youtube.com/watch?v=J8UAnS_Qw1I)



Bagaimana dengan pendidikan vokasi di Indonesia? Dalam beberapa tahun terakhir terlihat pendidikan vokasi yang dimulai dari dari SMK hingga Politeknik mulai naik daun. Lantaran lulusan sekolah vokasi ini dinilai punya keterampilan dan keahlian siap pakai di dunia kerja.


Pendidikan vokasi juga sudah terintegrasi sehingga siswa SMK bisa melanjutkan ke jenjang politeknik di Universitas. Sebagai contoh, UI berbagai program diploma yang tersebar di berbagai fakultas telah disatukan menjadi Program Vokasi UI.


Pada Forum Pendidikan Tinggi Vokasi Indonesia sebanyak 50 perguruan tinggi (PT), di antaranya Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Pertanian Bogor (IPB), UPN Jakarta, Universitas Negeri Yogyakarta, dan Universitas Brawijaya telah bergabung. Mereka mengembangkan keahlian yang berbeda-beda.


Tujuan pendidikan vokasi memang berbeda dengan pendidikan regular di sekolah menengah maupun perguruan tinngi. Di SMA dan PT regular pengajaran lebih diarahkan pada penguasaan ilmu. Sementara pada pendidikan vokasi pengajaran lebih menitikberatkan pada keterampilan. Sehingga perbandingan bahan ajar antara praktek dan teori bisa 70:30. Tujuan pendidikan vokasi memang untuk menciptakan lulusan yang memiliki keterampilan serta keahlian tertentu seperti seni, teknologi, kesehatan, ekonomi, dan pariwisata, otomotif, dsb. Siswa dan mahasiswa pendidikan vokasi tidak hanya akan memegang ijazah, tapi juga diberi sertifikasi kompetensi.


Untuk mendukung peningkatan kualitas pekerja dan daya saing, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan terus melakukan revitalisasi Balai Latihan Kerja (BLK), terutama BLK-BLK yang dimiliki dan dikelola pemerintah daerah (pemda). Targetnya ada 70 BLK yang akan direvitalisasi pada tahun 2016. Tujuannya agar kualitas pekerja meningkat untuk meninggikan daya saing.


Beberapa aspek yang dibenahi meliputi infrastruktur dan peralatan pelatihan, kuantitas dan kualitas instruktur, metode dan kurikulum pelatihan, serta manajemen pengelolaan BLK.

Berdasarkan data Kemnaker jumlah BLK sebanyak 279. Sebanyak 17 dimiliki pusat dan 262 BLK dimiliki pemda Provinsi, Kab/kota.


Dari data terbaca, ada jenis-jenis pelatihan di BLK yang diminati. Antara lain pelatihan keterampilan kejuruan otomotif, las, bangunan kayu dan batu, elektonik, komputer, teknologi informasi, menjahit, kerajinan tangan, pertanian dan perkebunan serta lainnya. (http://presidenri.go.id/pendidikan/ri-jerman-fokus-pada-kerja-sama-pendidikan-vokasi.html


Keberhasilan pendidikan vokasi sangat tergantung kepada kebutuhan masyarakat akan tenaga terampil, desain kurikulum yang disusun bersama-sama dengan dunia usaha dan dunia industri serta komitmen bersama perguruan tinggi vokasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Kerjasama antara institusi pendidikan dan industri sangat menentukan keberhasilan pendidikan vokasional. Selain itu pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat serta organisasi profesi harus saling membantu dalam proses penyelenggaraan pendidikan untuk menghasilkan kompetensi keahlian yang dibutuhkan dunia usaha dan dunia industri.


Gambar : Pendirian pendidikan vokasi di kawasan industri dan wilayah pertumbuhan industri (http://www.kemenperin.go.id/gpr)



Tuntutan masyarakat agar perguruan tinggi dalam hal ini pendidikan vokasi dapat memenuhi harapan masyarakat dan dunia industri akan tenaga kerja yang “siap pakai” dapat terwujud, dan perguruan tinggi tidak lagi dipandang sebagai menara gading melainkan dipandang sebagai menara air yang dapat memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya.


Dalam mewujudkan upaya tersebut perguruan tinggi penyelenggara program Pendidikan Vokasi menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan praktek/praktikum sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Bidang keahlian Perbankan, Pendidikan Vokasi menyediakan Laboratorium Perbankan. Bidang Keahlian Usaha Wisata yaitu Laboratorium Front Office, Laboratorium House Keeping, Laboratorium Kitchen, Laboratorium Food and Baverage Service, Laboratorium Tours and Travel. Laboratorium Komputer, Laboratorium Open Source dan Jaringan, Laboratorium Troubleshooting dan Studio Gambar. Program Studi Keuangan dan Perbankan juga memiliki Laboratorium Mini Bank. Laboratorium Bahasa, Laboratorium Perpustakaan dan Kearsipan.


Gambar : Penyerapan tenaga kerja pendidikan vokasi ((http://www.kemenperin.go.id/gpr)



Sebagai pembanding, pengembangan pendidikan kejuruan atau vokasional di Indonesia sangat jauh tertinggal. Di kawasan Eropa dan Amerika hampir 95% lulusan peserta didik dari pendidikan kejuruan, sementara di Indonesia lulusan vokasi hanya 5%.


Lembaga penghasil sumber daya manusia di Eropa dan Amerika lebih banyak meluluskan tenaga vokasi, karena 95% pasar kerja lebih butuh lulusan vokasi daripada lulusan akademik. 95% sistem pendidikan tinggi di Eropa dan Amerika merupakan pendidikan vokasional setara diploma 3 (D-3) dan diploma 4 (D-4). Sisanya 5%, baru pendidikan akademis.


Negara maju lebih fokus mengembangkan pendidikan vokasi karena dunia industri lebih membutuhkan lulusan vokasi. Di Indonesia ada 4.500 perguruan tinggi negeri dan swasta. Total program studi di perguruan tinggi tersebut 26.000 prodi. Namun, hanya 5% prodi yang mengembangkan pendidikan vokasional, sedangkan 95% sisanya memproduksi mahasiswa akademik (S-1 dan S-3).


Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Budi Djatmiko mengatakan bahwa “Mahasiswa akademik itu cocoknya menjadi dosen, peneliti, atau periset; tidak mungkin langsung disuruh kerja karena kultur belajarnya teoretis daripada praktik,” Pemerintah harus fokus membuat desain akhir untuk memperbanyak pendidikan vokasi jenjang D-3 dan D-4. dikembangkan merujuk pada delapan profesi yang disepakati Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) seperti insinyur, arsitek, tenaga pariwisata, akuntan, dokter gigi, tenaga survei, praktisi medis, dan perawat. (http://www.koran-sindo.com/news)


Lulusan vokasi lebih siap menghadapi MEA, 82% lulusan vokasi terbilang lebih cepat mendapat pekerjaan, terserap di dunia kerja bahkan sebelum dia lulus. Tercatat ada 3% yang memilih menjadi pengusaha dan sisanya menunggu daftar tunggu 3-6 bulan hingga mendapat pekerjaan. Dengan memperbanyak pendidikan vokasi maka tingkat pengangguran akan turun lebih cepat.


Gambar : Industri yang Indonesia sentris ((http://www.kemenperin.go.id/gpr)



Pendidikan vokasi Indonesia membutuhkan perubahan regulasi tentang rekrutmen tenaga pengajar. Pemerintah mensyaratkan dosen harus bergelar S-2, sementara untuk pendidikan vokasi, pemerintah mensyaratkan merekrut dosen praktisi yang bekerja di perusahaan tertentu. Memberikan kelonggaran bagi tenaga pengajar pendidikan vokasi mempekerjakan para praktisi sebagai dosen tanpa melihat gelar pendidikan.


Lulusan pendidikan vokasional jauh lebih siap untuk berkompetisi dalam dunia kerja sebab dalam sistem pengajaran sehari-hari keterampilan kerja mendapatkan porsi lebih dominan dibandingkan penguasaan akademik. Ditambah lagi adanya kewajiban untuk praktik lapangan sesuai bidang yang dipelajari.


Kesimpulan


Dari Assessment Study (Studi kajian) di atas, dapat disimpulkan;

  1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana dalam mengembangkan kemampuan, mengubah sikap dan tingkah laku dalam rangka memberdayakan dan mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran.

  2. Pendidikan adalah industri produk jasa ilmu pengetahuan dan keterampilan (Education is a service industry knowledge and skills)

  3. Pemerintah harus memfasilitasi masyarakat agar mudah dan murah dalam mengenyam pendidikan tinggi, baik melalui kebijakan maupun melalui anggaran.

  4. Pendidikan Tinggi di Indonesia memang telah masuk salah satu produk jasa yang menjanjikan keuntungan. Persaingan produk jasa pendidikan menjadi trend terkini, dan salah satu pemasok devisa negara di bidang pendidikan. Animo masyarakat yang ingin mengenyam pendidikan lebih baik, dan dunia kerja indutri yang membutuhkan produk pendidikan yang berkualitas.

  5. Pendidikan sebagai investasi di bidang industri produk jasa ilmu pengetahuan dan keterampilan dipandang sebagai investasi yang produktif. Pendidikan dalam hal ini akan menentukan kualitas SDM yang akan menjadi input tenaga kerja bagi sektor industri.

  6. Pendidikan akan menghambat pertumbuhan sektor industri dalam negeri, jika SDM luaran pendidikan tinggi Indonesia tidak dibekali dengan kemampuan dan keterampilan yang memadai untuk mendukung sektor industri.

  7. Dalam arus industri pendidikan tinggi, sistem atau model pelaksanaan pendidikan di perguruan tinggi yang kaku dan konvesional harus diubah menjadi lebih fleksibel dan profesional seperti produk jasa lainnya agar lebih kompetitif dan menarik pelajar, baik dalam maupun luar negeri.

  8. Mutu pendidikan tinggi di Indonesia terus ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat sejajar dengan kualitas pendidikan tinggi di negara negara Asean, Asia, Amerika dan Eropa. Stakeholders pendidikan tinggi termasuk policy makers (pembuat kebijakan) dan decision makers (pengambil keputusan) sebaiknya mereview, mengevaluasi, dan merevisi kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia secara periodik dengan banyak mempertimbangkan feedbacks atau umpan balik dari stakeholders pendidikan.

  9. Program pendidikan vokasi adalah solusi cerdas meningkatkan menggurangi pengangguran dan meningkatkan daya saing. Program Pendidikan vokasi menunjang penyediaan tenaga kerja agar sesuai kebutuhan di dunia industri.



Referensi :

  1. Alhumami, Amich. 2009. Industri Pendidikan Tinggi. www.dikti.org

  2. Banathy, Bela H. 1991. Systems Design of Education. A journey to create the future. Englewood Cliffs, NJ: Educational Technology Publications.

  3. Boediman, Andi S. 2004. Marketing & Branding Industri Pendidikan. http://andisboediman.blogspot.com/2004/06/marketing-branding-industri-pendidikan.html

  4. Bok, Derek. 2003. Universities in the Marketplace: The Commercialization of Higher Education. Princeton University Press. New Jersey.

  5. Dabbagh, Nada & Brenda Bannan-Ritland. 2005. Online Learning. Concept, strategies and application. Columbus,OH : Pearson.

  6. Djaja. 2012. Pendidikan Sebagai Parameter Produksi dan Pengaruhnya dalam Model Pertumbuhan, (Online), (http://djadja.wordpress.com/2012/06/19/thinkedu-pendidikan-sebagai-parameter-produksi-dan-pengaruhnya-dalam-model-pertumbuhan/, diakses 17 Oktober 2012)

  7. Branen, P, ed (1975), Entering the World of Work,(London, HMSO)

  8. Cotgrove, S.(1958), “Technical Education and Social Charge”,London, Allen and Unwin

  9. Heller, D.E, 2001. The states and public higher education policy: Affordability, access, and accountability, The Johns Hopkins University Press.

  10. Halsey, A.H. etal, eds (19610, “Aprentices out of their time,”(London Farber)

  11. Williams, W. ed.(1974), “Occupational Choice.” (London, George Allen and Unwin)

  12. http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=26&date=2016-09-19

  13. http://presidenri.go.id/pendidikan/ri-jerman-fokus-pada-kerja-sama-pendidikan-vokasi.html

  14. http://news.okezone.com/topic/19650/pendidikan-vokasi

  15. https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_vokasi

  16. http://vokasi.ub.ac.id/tentang-vokasi/tujuan/

  17. http://vokasi.ui.ac.id/r3/

  18. http://combackcampus.blogspot.co.id/2012/05/industri-dan-pendidikan.html

  19. https://ernisusiyawati.wordpress.com/2013/05/31/pendidikan-sebagai-investasi-di-bidang-industri/

  20. http://e-learning.stmi.ac.id/blog/dosen/charles-bohlen/MjQ/industri-pendidikan-tinggi-di-indonesia

  21. http://www.koran-sindo.com/news.php?r=1&n=2&date=2016-04-06

  22. http://id.unizar.ac.id/sistem-pendidikan-tinggi-indonesia/

  23. https://www.youtube.com/

  24. Huda, Nurul. 2008. Investasi Pasar Modal Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

  25. Mulyana, Deden. 2009. Pengertian Investasi, (Online), (http://deden08m.files.wordpress.com/2009/02/materi-1-pengertian-investasi.pdf, diakses 20 Oktober 2012)

  26. Lie, Anita. 2007. Membedah Industri Pendidikan Tinggi. www.stbalia.ac.id

  27. Marhum, Mochtar. 2009. Prospek Pendidikan Tinggi Di Indonesia. http://www.radarsulteng.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=30102

  28. Mariana, Dede. 2010. Industri (dan) Pendidikan. http://bataviase.co.id

  29. Miarso, Yusufhadi. 2008. Pengembangan Terkini Sistem Pendidikan dan Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Unpublished Paper.

  30. Munawaroh, Munjiati. 2005. Analisis Pengaruh Kualitas Jasa Terhadap Kepuasan Pada Industri Pendidikan di Yogyakarta. Jurnal Siasat Bisnis Edisi Khusus JSB on Marketing.

  31. Reigeluth, Charles M. and Robert J. Garfinkle. 1994. Systemic Change in Education. Englewood Cliffs, NJ: Educational Technology Publications

  32. Teasdale, G.R. and Z. Ma Rhea. 2000. Local Knowledge and Wisdom in Higher Education. Pergamon Press. United Kingdom.

  33. Sumiyati, Sri. t.t. Deskripsi Mata Kuliah Ekonomi Pendidikan, (Online), (http://www.ut.ac.id/html/suplemen/peko4407/all.htm, diakses 17 Oktober 2012)

  34. Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

  35. Syarif, Roni. t.t. Definisi Pendidikan Menurut Para Ahli, (Online), (http://www.scribd.com/doc/24676437/Definisi-Pendidikan-Menurut-Para-Ahli, diakses 20 Oktober 2012)

  36. Tanpa Nama, 2010. Pengertian Investasi Menurut Para Ahli, (Online), (http://id.shvoong.com/business-management/investing/2077045-pengertian-investasi-menurut-para-ahli/, diakses 20 Oktober 2012)

  37. 003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


bottom of page