HAKIKAT IPTEKS BAGI PERADABAN HIDUP MANUSIA
ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN SAINS
Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam semesta secara sistematis, dan bukan hanya kumpulan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Sains (dari istilah Inggris Science) berasal dari kata dasar yang diambil dari kata scientia yang berarti knowledge (ilmu). Tetapi, tidak semua ilmu itu boleh dianggap sains. Yang dimaksud ilmu sains adalah: ilmu yang dapat diuji dari hasil pengamatan yang sesungguhnya yang kebenarannya dikembangkan secara bersistem dengan kaidah-kaidah tertentu berdasarkan kebenaran atau kenyataan, sehingga pengetahuan yang dipedomani tersebut boleh dipercayai melalui eksperimen secara teori.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, sains adalah: “Ilmu yang teratur (sistematik) yang dapat diuji atau dibuktikan kebenarannya, berdasarkan kebenaran atau kenyataan semata”.
Pendidikan sains menekankan pada pengalaman secara langsung. Sains yang diartikan sebagai salah satu cabang ilmu yang mengkaji tentang sekumpulan pernyataan atau fakta-fakta dengan cara yang sistematik dan serasi dengan hukum-hukum umum yang melandasi peradaban dunia modern. Sains merupakan satu proses untuk mencari dan menemukan sesuatu kebenaran melalui pengetahuan (ilmu) dengan memahami hakikat makhluk, untuk menerangkan hukum-hukum alam.
Proses mencari kebenaran dengan mencari jawaban dari persoalan-persoalan secara sistematik dinamakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik merupakan landasan perkembangan teknologi yang menjadi salah satu unsur terpenting peradaban manusia. Sains sangat penting untuk perkembangan dan kemajuan kemanusiaan dan teknologi.
TEKNOLOGI
Istilah “teknologi” berasal dari “techne” atau cara dan “logos” atau pengetahuan. Jadi secara harfiah teknologi dapat diartikan pengetahuan tentang cara. Pengertian teknologi sendiri adalah cara/keterampilan melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan akal dan alat, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindra dan otak manusia. Dengan berkembangnya keterampilan seseorang yang menjadi semakin tetap karena menunjukan suatu pola, langkah dan metode yang pasti, keterampilan itu lalu menjadi teknik.
Pengertian teknologi secara umum adalah:
Proses yang meningkatkan nilai tambah;
Produk yang digunakan dan dihasilkan untuk memudahkan dan meningkatkan kinerja;
Struktur atau sistem di mana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.
Teknologi dianggap sebagai penerapan ilmu pengetahuan, dalam pengertian bahwa penerapan itu menuju pada perbuatan atau perwujudan sesuatu. Demikianlah teknologi adalah segenap keterampilan manusia menggunakan sumber-sumber daya alam untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan. Secara lebih umum dapatlah bahwa teknologi merupakan suatu sistem penggunanaan berbagai sarana yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan praktis yang ditentukan.
HAKIKAT DAN MAKNA SAINS, TEKNOLOGI BAGI MANUSIA
Selama perjalanan sejarah, umat manusia telah berhasil menciptakan berbagai macam kebudayaan. Berbagai macam atau ragam kebudayaan tersebut meliputi tujuh unsur kebudayaan saja. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut merupakan unsur-unsur pokok yang selalu ada pada setiap kebudayaan masyarakat yang ada dibelahan dunia. Menurut Kluchkhon ketujuh unsur pokok kebudayaan tersebut meliputi:
1) peralatan hidup (teknologi), 2) sistem mata pencaharian hidup (ekonomi), 3) sistem kemasyarakat (organisasi sosial), 4) Sistem bahasa, 5) kesenian (seni), 6) sistem pengetahuan (ilmu pengatehuan/sains), 7) serta sistem kepercayaan (religi).
Ketujuh unsur budaya tersebut merupakan unsur-unsur budaya pokok yang pasti ada apabila kita meneliti atau mempelajari setiap kehidupan masyarakat. Karena ada pada setiap kehidupan masyarakat manusia di dunia ini, maka ketujuh unsur pokok dari kebudayaan yang ada di dunia itu sering kali dikatakan sebagai unsur-unsur budaya yang bersifat universal, atau unsur-unsur kebudayaan universal.
Ilmu pengetahuan (sains), peralatan hidup (teknologi), serta kesenian (seni) atau sering disingkat IPTEKS, termasuk bagian dari unsur-unsur pokok dari kebudayaan universal tersebut. Maka dapat dipastikan IPTEKS akan kita jumpai pada setiap kehidupan masyarakat manusia dimanapun berada, baik yang telah maju, sedang berkembang, sampai masyarakat yang masih sangat rendah tingkat peradabannya. Bahkan pada kehidupan masyarakat purba atau pada zaman prasejarah sekalipun, ketujuh unsur-unsur budaya universal tersebut telah ada, termasuk IPTEKS, meskipun tentunya pada tingkatan yang sangat sederhana atau primitif sekali.
Demikianlah pada masa-masa sesudahnya, pelan tapi pasti IPTEKS terus berkembang semakin maju sejalan dengan kemajuan penalaran yang telah dicapai oleh umat manusia. Bahkan, kini IPTEKS yang pada awal perkembangannya berasal dari embrio filsafat, sekarang pertumbuhannya telah bercabang-cabang menjadi puluhan, bahkan ratusan disiplin ilmu ataupun teknologi yang masing-masing memiliki karakteristik serta dasar keilmiahannya sendiri-sendiri.
Salah satu fungsi utama ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk sarana bagi kehidupan manusia, yakni untuk membantu manusia agar aktivitas kehidupannya menjadi lebih muda, lancar, efisien, dan efektif, sehingga kehidupannya menjadi lebih bermakna dan produktif. Oleh karena itu, khususnya dalam ilmu antropologi, istilah atau pengertian ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut sering dipakai untuk merujuk pada keterkaitan antara manusia, lingkungan, dan kebudayaan. Hal ini dikarenakan dalam berinteraksi menghadapi lingkungannya, manusia mau tidak mau pasti akan berusaha menggunakan sarana-sarana berupa pengetahuan yang dimiliki serta menciptakan peralatan hidup untuk membantu kehidupannya. Dengan demikian, IPTEKS bagi manusia selalu berkaitan dengan usaha manusia untuk menciptakan taraf kehidupannya yang lebih baik.
Dalam definisi lain (terutama berdasarkan kajian filsafat ilmu), istilah IPTEK (ilmu, pengetahuan, teknologi) juga sering dibedakan secara terpisah atau sendiri-sendiri, karena masing-masing ketiga istilah itu dianggap memiliki bobot keilmiahan yang berbeda-beda. Menurut pengertian ini, pengetahuan merupakan pengalaman yang bermakna dalam diri tiap orang yang tumbuh sejak ia dilahirkan. Oleh karena itu, manusia yang normal, sekolah atau tidak sekolah, sudah pasti dianggap memiliki pengetahuan. Pengetahuan dapat dikembangkan manusia karena dua hal, 1) manusia mempunyai bahasa yang dapat mengomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut; 2) manusia mempunyai kemampuan berpikir menurut suatu alur pikir tertentu yang merupakan kemampuan menalar. Penalaran merupakan suatu proses berpikir menurut suatu proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Pengetahuan yang sifatnya acak perlu ditingkatkan lagi derajat atau bobot keilmiahannya sehingga berubah menjadi ilmu. Dengan demikian pengetahuan yang bersifat acak serta terbuka itu dengan melalui proses yang cukup panjang, dapat diorganisasikan dan disusun menjadi bidang-bidang ilmu filsafat, humaniora, serta ilmu.
Ilmu dapat diartikan sebagai pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, di mana pengetahuan tersebut selalu dapat dikontrol oleh setiap orang yang ingin mengetahuinya. Berpijak dari pengertian ini, maka ilmu memiliki kandungan unsur-unsur pokok sebagai berikut:
1) Berisi pengetahuan (knowledge); 2) Tersusun secara sistematis; 3) Menggunakan penalaran; 4) Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain.
Dalam kajian filsafat, suatu pengetahuan dapat dikatakan (dikategorikan) sebagai suatu ilmu apabila memenuhi tiga kriteria sebagai berikut:
Adanya aspek ontologis, artinya bidang studi yang bersangkutan telah memiliki objek studi/kajian yang jelas, artinya dapat diidentifikasikan, dapat diberi batasan, serta dapat diuraikan sifat-sifatnya yang esensial. Objek studi suatu ilmu itu sendiri terdapat dua macam, yaitu objek material serta objek formal.
Adanya aspek epistemologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan telah memiliki metode kerja yang jelas. Dalam hal ini terdapat tiga metode kerja suatu bidang studi, yaitu dedukasi, induksi, serta eduksi;
Adanya aspek aksiologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan memiliki nilai guna atau kemanfaatanya. Misalnya, bidang studi tersebut dapat menunjukkan adanya nilai teoretis, hukum, generalisasi, kecenderungan umum, konsep, serta kesimpulan yang logis, sistematis, dan koheren. Selain itu, bahwa dalam teori serta konsep tersebut tidak menunjukkan adanya kerancuan, kesemrawutan pikiran, atau penentangan kontradiktif di antara satu sama lain.
Sains atau ilmu pengetahuan (di dalamnya menyangkut pula bahwa teknologi), tidak bisa bebas dari nilai-nilai. Jadi, sesuai dengan sifat sains itu sendiri yang kebenarannya bersifat tidak mutlak.
Sedangkan berbicara masalah teknologi, dimana istilah teknologi sendiri sebenarnya sudah mengandung pengertian sains dan teknik atau engineering, sebab produk-produk teknologi tidaklah mungkin ada tanpa didasari adanya sains. Sementara itu, dalam sudut pandang budaya, teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis dari sains. Walaupun pada dasarnya teknologi juga memilliki karakteristik objektif dan netral, namun dalam kenyataannya teknologi tidak bisa netral seluruhnya karena memerlukan juga sentuhan-sentuhan estetika yang bersifat objektif.
Pada titik inilah kita berbicara tentang seni. Seni berasal dari bahasa Latin, yaitu art yang berarti kemahiran. Secara etimologis, seni (art) diformulasikan sebagai suatu kemahiran dalam membuat barang atau mengerjakan sesuatu. Pengertian seni merupakan kebalikan dari alam, yaitu sebagai hasil campur tangan (sentuhan) manusia. Seni merupakan pengolahan budi manusia secara tekun untuk mengubah suatu benda bagi kepentingan rohani dan jasmani manusia. Seni merupakan ekpresi jiwa seseorang yang hasil ekspresi tersebut berkembang menjadi bagian dari budaya manusia. Seni dan keindahan yang tercipta merupakan dua sisi yang tidak bisa dipisahkan. Dengan seni, cipta dan karya manusia, termasuk teknologi, di dalamnya mendapat sentuhan keindahan atau estetika.
Sains dan teknologi saling membutuhkan, karena sains tanpa teknologi bagaikan pohon tak berakar (science without technology has no fruit, technology without science has no root). Sains hanya mampu mengajarkan fakta dan nonfakta pada manusia, ia tidak mampu mengajarkan apa yang harus atau tidak boleh dilakukan oleh manusia. Jadi, fungsi sains di sini hanyalah mengoordinasikan semua pengalaman manusia dan menempatkannya ke dalam suatu sistem yang logis, sedangkan fungsi seni sebagai pemberi persepsi mengenai suatu keberaturan dalam hidup dengan menempatkan suatu keberaturan padanya. Tujuan sains dan teknologi adalah untuk memudahkan manusia dalam menjalani kehidupannya. Sedangkan seni memberi sentuhan estetik sebagai hasil budaya yang indah dari manusia.
DAMPAK IPTEKS BAGI KEHIDUPAN MANUSIA
Semestinya, semakin tinggi penguasaan terhadap IPTEKS, harusnya manusia semakin kritis dalam berpikir, semakin disiplin dalam bekerja, dan semakin efisien dalam bertindak. Akan tetapi, pada kenyataannya kebanyakan manusia justru semakin merasa dibuai dengan semua fasilitas dan produk yang dihasilkan oleh IPTEKS sekarang ini.
Dampak langsung dari kemajuan IPTEKS adalah kemudahan-kemudahan dalam beraktifitas. Memang IPTEKS diciptakan dengan tujuan untuk memberikan berbagai kemudahan dan memperingan beban pekerjaan manusia yang tadinya sangat melelahkan menjadi ringan. Namun, dampak negatif dari kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, dapat mengakibatkan masyarakat semakin terbuai, karena mereka hampir tak sadar bahwa ternyata dirinya telah berada dalam situasi pola hidup konsumtif, hedonistik, dan materialistik.
Perkembangan IPTEKS yang demikian pesat mampu menciptakan perubahan-perubahan yang berpengaruh sedemikian pesat akan mampu menciptakan perubahan-perubahan yang berpengaruh langsung pada kehidupan masyarakat, khususnya dalam elemen-elemen sebagai berikut:
Perubahan di bidang intelektual: masyarakat meninggalkan kebiasaan lama atau kepercayaan tradisional, mereka mulai mengambil kebiasaan serta kepercayaan baru, setidaknya mereka telah melakukan reaktualisasi;
Perubahan dalam organisasi sosial yang mengarah pada kehidupan politik;
Perubahan dan benturan-benturan terhadap tata nilai dan tata lingkungannya;
Perubahan di bidang industri dan kemampuan di medan perang.
Adanya sisi positif dan negatif dari IPTEKS maka sering dikatakan bahwa kemajuan IPTEKS bermata dua atau bersifat dilematis. Di satu sisi, IPTEKS secara positif telah mendatangkan rahmat, dalam arti dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Oleh karena itu, ada pihak yang menyatakan bahwa IPTEKS menjadi ”tulang punggung kesejahteraan”. Namun di sisi lain, seperti dapat kita amati dalam kehidupan, penerapan, dan pemanfaatan IPTEKS itu juga telah membawa dampak negatif atau membawa laknat dalam bentuk munculnya masalah lingkungan, seperti pencemaran, kekeringan, banjir, tanah longsor, dan kenaikan suhu udara global. Oleh karena itu, kita sebagai umat manusia tentunya harus penuh kewaspadaan dan kehati-hatian dalam menerapkan dan memanfaatkan IPTEKS, yakni yang sesuai dengan asas-asas keserasian, keseimbangan, maupun kelestarian. Dengan demikian, kehidupan di bumi ini akan tetap berjalan secara seimbang dan lestari.
PROBLEMATIKA IPTEK DI INDONESIA
Bangsa Indonesia dari dulu sudah menyadari akan pentingnya peranan IPTEKS dalam pembangunan. Faktor yang paling menentukan dalam hal penguasaan IPTEKS adalah manusia, yaitu para pelaku yang menggeluti bidang penelitian dan Pengembangan serta rancang bangun dan perekayasaan.
Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan aktifitas manusia. Khusus dalam bidang teknologi masyarakat sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh inovasi-inovasi yang telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini. Namun demikian, walaupun pada awalnya diciptakan untuk menghasilkan manfaat positif, di sisi lain juga memungkinkan digunakan untuk hal negatif.
Arus informasi yang berkembang cepat menumbuhkan cakrawala pandangan manusia makin terbuka luas. Teknologi yang sebenarnya merupakan alat bantu/ekstensi kemampuan diri manusia, dewasa ini telah menjadi sebuah kekuatan otonom yang justru “membelenggu” perilaku dan gaya hidup kita sendiri. Akibatnya rasa tanggung jawab sudah pudar terhadap budaya. Masyarakat tidak lagi peduli dengan budayanya. Dengan daya pengaruhnya yang sangat besar, karena ditopang pula oleh sistem-sistem sosial yang kuat, dan dalam kecepatan yang makin tinggi, teknologi telah menjadi pengarah hidup manusia.
Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah merubah budaya sebagian besar masyarakat dunia, terutama yang tinggal di perkotaan, perubahan budaya lokal dan sosial akibat revolusi informasi merupakan kelompok masyarakat yang langsung terkena pengaruh budaya global.
Media elektronik, khususnya TV yang selalu menayangkan kebudayaan luar, hal ini dengan mudah mengubah pola pikir masyarakat khususnya para generasi muda. Mereka cenderung melupakan kebudayaan sendiri dan beralih ke budaya luar.
Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam materi tetapi miskin dalam rohani”.
Kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja semakin meningkat semakin lemahnya kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di masyarakat, seperti gotong royong dan tolong-menolong telah melemahkan kekuatan-kekuatan sentripetal yang berperan penting dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama, kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja dan pelajar semakin meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian, corat-coret, pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.
Masalah yang dihadapi bangsa Indonesia terkait dengan pemanfaatan IPTEKS ini dapat diidentifikasi sebagai berikut :
Rendahnya kemampuan IPTEKS nasional dalam menghadapi perkembangan global. Hal ini ditunjukkan dengan Indeks Pencapaian Teknologi (IPT) dalam lapaoran UNDP tahun 2001 menunjukkan tingkat pencapaian teknologi Indonesia masih berada pada urutan ke-60 dari 72 negara;
Rendahnya kontribusi IPTEKS nasional di sektor produksi. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh kurangnya efisiensi dan rendahnya produktivitas, serta minimnya kandungan teknologi dalam kegiatan ekspor;
Belum optimalnya mekanisme intermediasi IPTEKS yang menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia IPTEKS dengan kebutuhan pengguna. Masalah ini dapat dilihat dari belum tertatanya infrastruktur IPTEKS, antara lain institusi yang mengolah dan menerjemahkan hasil pengembangan IPTEKS menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi;
Lemahnya sinergi kebijakan IPTEKS, sehingga kegiatan IPTEKS belum sanggup memberikan hasil yang signifikan;
Masih terbatasnya sumber daya IPTEKS, yang tercermin dari rendahnya kualitas SDM dan kesenjangan pendidikan di bidang IPTEKS. Rasio tenaga peneliti Indonesia pada tahun 2001 adalah 4,7% peneliti per 10.000 penduduk, jauh lebih kecil dibandingkan Jepang sebesar 70,7%;
Belum berkembangnya budaya IPTEKS di kalangan masyarakat. Budaya bangsa secara umum masih belum mencerminkan nilai-nilai IPTEKS yang mempunyai penalaran objektif, rasional, maju, unggul, dan mandiri. Pola pikir masyarakat belum berkembang ke arah yang lebih suka menciptakan daripada sekedar memakai, lebih suka membuat dari sekadar membeli, serta lebih suka belajar dan berkreasi daripada sekedar menggunakan teknologi yang ada;
Belum optimalnya peran IPTEKS dalam mengatasi degradasi fungsi lingkungan hidup. Kemajuan IPTEKS berakibat pula pada munculnya permasalahan lingkungan. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh belum berkembangnya sistem manajemen dan teknologi pelestarian fungsi lingkungan hidup;
Masih lemahnya peran IPTEKS dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam. Wilayah Indonesia dalam konteks ilmu kebumian global merupakan wilayah yang rawan bencana. Banyaknya korban akibat bencana alam merupakan indikator bahwa pembangunan Indonesia belum berwawasan bencana. Kemampuan IPTEKS nasional belum optimal dalam memberiakan antisipasi dan solusi strategis terhadap berbagai permasalahan bencana alam, seperti pemanasan global, anomali iklim, kebakaran hutan, banjir, longsor, gempa bumi, dan tsunami.
KESIMPULAN
Sains secara umum dapat diartikan ilmu yang teratur (sistematik) yang dapat diuji atau dibuktikan kebenarannya, berdasarkan kebenaran atau kenyataan semata (misalnya : fisika, kimia, biologi). Sains juga diartikan sebagai suatu cabang ilmu yang mengkaji sekumpulan pernyataan atau fakta-fakta dengan cara sistematik dan serasi dengan hukum-hukum umum dilandasi peradaban dunia modern. Sains merupakan suatu proses untuk mencari dan menemukan suatu kebenaran melalui pengetahuan (ilmu) dengan memahami hakikat makhluk.
Konsep teknologi dapat diartikan juga segenap keterampilan manusia menggunakan sumber-sumberdaya alam untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan. Secara umum dapat dikatakan bahwa teknologi merupakan suatu sistem penggunaan berbagai sarana yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan praktis yang ditentukan.
Sains dan teknologi saling membutuhkan, karena sains tanpa teknologi bagaikan pohon tak berakar (science without technology has no fruit, technology without science has no root). Jadi, fungsi sains di sini hanyalah mengoordinasikan semua pengalaman manusia dan menempatkannya ke dalam suatu sistem yang logis, sedangkan fungsi seni sebagai pemberi persepsi mengenai suatu keberaturan dalam hidup dengan menempatkan suatu keberaturan padanya. Tujuan sains dan teknologi adalah untuk memudahkan manusia dalam menjalani kehidupannya. Sedangkan seni memberi sentuhan estetik sebagai hasil budaya yang indah dari manusia.
REFERENSI
Alisyahbana, Iskandar. 1980. Teknologi dan Perkembangan. Jakarta : Yayasan Idayu.
Anglin, Gary J. 1991. Instructional Technology: Past, Present and Future. Englewood : Libraries Unlimited.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sutjipto. 2005. Kurikulum Pendidikan Teknologi suatu Kebutuhan yang Tidak Pernah Terlambat. Jakarta: Kompas.
Surakhmad, Winarno. 2000. makalah: Mencari Paradigma Kurikulum Masa Depan, disampaikan pada seminar Orientasi Kurikulum. Bogor: Pusat Kurikulum 27- 29 Maret.
Habiebie, B.J. 1983. Beberapa Pemikiran Tentang Strategi Tranformasi Industri suatu Negara Sedang Berkembang. Jakarta : Kantor Menteri Negara Riset &Teknologi.