Pendidikan Tinggi di Abad 21
Tantangan Pendidikan Tinggi Kekinian
Jacques Delors selaku Ketua Komisis Internasional tentang Pendidikan untuk abad 21 dari Persekutuan Bangsa-Bangsa, dalam raporannya: “learning: the teasure within”(1996), mengemukakan tujuh macam ketegangan yang akan terjadi serta menjadi ciri dan tantangan pendidikan abad 21, sebagai berikut:
Ketegangan antara global dengan lokal: orang secara berangsur-angsur perlu menjadi warga Negara dunia tanpa tercabutnya akar-akar budaya mereka dan karenanya turut serta berperan aktif sebagai bagian dalam kehidupan mereka berbangsa dan bermasyarakat di tempat mereka tinggal.
Ketegangan antara universal dengan individual: kebudayaan pasti menjadi bersifat global, tetapi hanya besifaat sebagian-sebagian. Kita tidak dapat mengabaikan harapan-harapan yang dijanjikan oleh proses globalisasi dan juga resiki-resikonya, serta tak sedikitpun melupaan sifat unik manusia sebagai individu; dengan demikian resiko mereka, harus memilih masa depan mereka sendiri dan berhasil mencapai sepenuhnya kamampuan mereka dalam khazanah kekayaan tradisi-tradisi budaya mereka yang terawat dengan baik dan budaya mereka sendiri dapat terancam oleh perkembangan mutakhir apabila tidak mereka sendiri yang merawatnya.
Ketegangan antara tradisi dngan kemuderenan: yang merupakan bagian dari masalah yang sama: bagaimana tradisi dapat menyesuaikan diri pada perubahan tanpa hrus kembali kemasa lampau, bagaimana otonomi atau kemanirian dapat dicapai seiring dengan perkembangan kebebasan orang lain, dan bagaimana kemajuan ilmiah dapat diterima dalam masyarakat? Hal ini merupakan semangat yang diperlukan untuk menghindari tantangan-tantangan yang datang dari teknologi-teknologi informasi yang baru.
Ketegangan antara pertumbuhan-pertumbuhan jangka panjang dengan jangka pendek: Hal ini selalu ada, tetapi dewasa ini hal tersebut didukung oleh keperkasaan dari kesementaraan dan kesesaatan, dalam sebuah dunia yang sangat dilimpahi oleh informasi yang singgah sebentar dan emosi-emosi terus-menerus tertuju pada masalah-masalah yang memerlukan oemecahan segera. Pendapat umum meneriakkan perlunya jawaban-jawaban dan pemecahan masalah yang segera, padahal banyak masalah memerlukan strategi perbaikan keadaan yang harus dilaksanakan dengan sabar terencana, bermusywarah. Strategi tersebut adalah sangat tepat digunakan dalam kasus dengan penentuan kebijaksanaan pendidikan.
Ketegangan antara perlunya kompetisi dengan kesaan kesempatan: Hal ini merupakan masalah klasik, yang telah dihadapi baik oleh para pengambil keputusan dalam bidang ekonomi dan sosial maupun para pengambil keputusan dalam bidang pendidikan sejak awal abad 20. Pemecahan masala tersebut kadang-kadang telah diusulkan, tetapi tidak pernah tahan uji dalam waktu. Sekarang ini, komisi berani menyatakan bahwa tekanan yang datang dari kempetisilah yang menyebabkan banyak dari para pengambil keputusan berada dalam posisi kewenangan yang kehilangan misinya, sehingga menyebabkan setiap orang menjadi alat untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari setiap kesempatan yang ada. Dalam rangka laporan ini, hal tersebut mendorong kita untuk meninjau kembali dan memperbaiki konsep-konsep tentang pendidikan seumur hidup yang tertuju pada pemanduan tiga macam tenaga, yaitu: kompetisi, yang memberikan kepada kita dorongan-dorongan; koerasi, yang memberi kita kepada kita kekuatan; dan solidaritas, yang memberi kepada kita persatuan.
Ketegangan antara perluasan pengetahuan yang berlimpah ruah dengan kemampuan manusia untuk mencerrnakannya: Komisi tidak dapat menentang terhadap golongan yang berkeinginan untuk menambah mata pelajaran baru, seperti pengetahuan tentang diri sendiri, cara-cara mencapai keseimbangan fisik dan psikologis atau cara-cara memahami perbaikan lingkungan alam dan melestarikannya secara lebih baik. Oleh karena hal ini telah menambah tekanan terhadap kurikula, maka setiap strategi perbaikan yang dirumuskan dengan jelas harus berkenaan dengan penentuan pilihan-pilihan yang selalu mengutamakan pada hal-hal yang pokok dari suatu pendidikan dasar yang yang mengajarkan murid bagaimana membenahi hidup mereka melalui penguasaan pengetahuan, melalui eksperimen dan melalui pengembangan budaya-budaya merka sendiri harus dijamin.
Akhirnya, factor abadi lainnya adalah ketegangan antara spiritual dengan material: sering tanpa menyadari, dunia mempunyai suatu keinginan yang sering tidak teerungkapkan, yang berupa suatu cita-cita dan nilai-nilai yang akan kita sebut “moral”. Adalah tugas mulia pendidikan untuk mendorong setiap orang bertindak berdasarkan tradisi-tradisi dan pendirian-pendirian mereka membarikan penghargaan penuh terhadap pluralism, untuk meningkatkan pikiran dan spirit mereka mencapai tingkat universal dan berdasrkan ukuran tertentu, mentransendenkan diri mereka. Tidaklah berlebih-lebihan apabila komisi menyatkan bahwa kelangsungan hidup manusia tergantung pada bagaimana tugas mulia pendidikan diupayakan. (Delors, 1996: 17-18).
Implikasi Bagi Pendidikan Tinggi Indonesia
1. Landassn Futuralistik
Indonesia sebagai anggota perserikatan bangsa-bangsa sudah sepantasnya apabila hasil komis internasional tentang pendidikan untuk abad 21 menjadi bahan kajian utama dalam rangka pembangunan pendidikan Indonesia memasuki abad 21. Dengan demikian hasil-hasil komisi tersebut merupakan salah satu landasan futuralistik pendidikan Indonesia dalam menyonsong abad 21.
2. Tujuan Pengkajian
Menangkap situasi internasional yang diperkirakan akan terjadi dalam abad 21; mengkaji visi, perinsip-perinsip, dan perkembangan pendidikan untuk menilainya secara cermatdan mengadopsinya hal-hal yang dapat dilaksanakan dalam pembangunan pendidikan nasional Indonesia, yang sesuai dengan cita-cita dan kondisi nasional Indonesia.
3. Bentuk dan Sifat Pengkajian
Pengkajian merupakan pengkajian kebijaksanaan pendidikan.
Pengkajian bersifat menemuka alternatif-alternatif untuk meningkatkan impelementasi pendidikan nasional yang berstandar internasional, dan menguatkan usaha-usaha hubungan internasional dalam bidang pendidikan yang saling menguntungkan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
Pengkajian merupakan upaya pemanduan antara cita-cita internasional atau global dengan cita-cita dan kondisi nasional dalam bidang pendidikan. Dalam demikian pembangunan pendidikan Indonesia diharapkan dapat memasuki globalisasi yang diperkirakan akan terjadi dalam abad 21.
Tantangan Dosen Dalam Dunia Pendidikan Tinggi Dan Gambaran Pendidikan Dalam Abad 21
Tantangan Dosen Dalam Dunia Pendidikan Tinggi
Diakui atau tidak diakui dalam dunia pendidikan paradigma yang dianut sekarang adalah konstruktivisme. Jika dahulu pengetahuan mahasiswa bersumber dari dosen, dan mahasiswa dianggap sebagai gelas kosong yang siap diisi. Maka dengan paradigma konstruktivisme, mahamahasiswa harus dianggap memiliki pengetahuan awal, dan tugas dosen hanya mengkonstruksinya. Mahamahasiswa pun diibaratkan tanaman yang sudah punya potensi untuk tumbuh dan berkembang, sedangkan dosen hanya berfungsi sebagai penyiram yang membantu tanaman (mahasiswa) tumbuh dan berkembang dengan baik. Akibatnya, peran dosen berubah dari pengajar menjadi fasilitator dengan model pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (student center), tidak lagi berpusat pada dosen (teacher center). Proses belajar mengajar (PBM) bersifat memandirikan mahasiswa dalam mengeksplorasi rasa keingintahuannya dan memecahkan masalah yang diberikan dosen.
Proses globalisasi merupakan kaharusan sejarah yang tidak mungkin dihindari, dengan segala berkah dan mudhorotnya. Bangsa dan Negara akan dapat memasuki era globalisasi dengan tegar apabila memiliki pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan, terutama ditentukan oleh proses belajar mengajar yang berlangsung di ruang-ruang kelas. Dalam proses belajar mengajar tersebut dosen memegang peran yang penting. Dosen adalah kreator proses belajar mengajar. Ia adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi mahasiswa untuk mengkaji apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide dan kreatifitasnya dalam batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Sekaligus dosen akan berperan sebagai model bagi anak didik.
Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan dosen atas perkembangan masyarakatnya akan mengantarkan para mahasiswa untuk dapat berpikir melewati batas-batas kekinian, berpikir untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
Tugas utama dosen adalah mengembangkan potensi mahasiswa secara maksimal lewat penyajian mata pelajaran. Setiap mata pelajaran, dibalik materi yang dapat disajikan secara jelas, memiliki nilai dan karakteristik tertentu yang mendasari materi itu sendiri. Oleh karena itu, pada hakekatnya setiap dosen dalam menyampaikan setiap mata pelajaran harus menyadari sepenuhnya bahwa seiring menyampaikan materi pelajaran, ia harus pula mengembangkan watak dan sifat yang mendasari dalam mata pelajaran itu sendiri.
Materi pelajaran dan aplikasi nilai-nilai terkandung dalam mata pelajaran tersebut senantiasa berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Agar dosen seanantiasa dapat menyesuaikan dan mengarahkan perkembangan, maka dosen harus memperbaharui dan meningkatkan ilmu pengetahuan yang dipelajari secara terus menerus. Dengan kata lain, diperlukannya adanya pembinaan yang sistematis dan terencana bagi para dosen.
Memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma:
dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat,
dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik,
dari citra hubungan dosen-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan,
dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai,
dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat teknologi, budaya, dan komputer,
dari penampilan dosen yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja,
dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama.
Dengan memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.
Gambaran Pembelajaran di Abad Pengetahuan (abad 21)
Kampus memerlukan sumber belajar yang banyak. Tetapi kampus dihadapkan pada kenyataan bahwa sumber belajar yang ada di perpustakaan sangat terbatas. Koleksi buku dan compact disk (CD) yang dimiliki kampus pun acapkali sudah usang. Pembaharuan koleksi buku dan CD tentu memerlukan biaya yang sangat besar. ICT dapat dijadikan solusi bagi permasalahan ini.
Praktek pembelajaran yang terjadi sekarang ini masih didominasi oleh pola atau paradigma yang banyak dijumpai di abad industri. Pada abad pengetahuan (abad 21) paradigma yang digunakan jauh berbeda dengan pada abad industi. Pendekatan pembelajaran yang digunakan pada abad pengetahuan adalah pendekatan campuran yaitu perpaduan antara pendekatan dari dosen, belajar dari mahasiswa lain, dan belajar pada diri sendiri.
Sosok Dosen Di Abad 21
Dosen abad 21 harus menguasai banyak pengetahuan (akademik, pedagogik, sosial dan budaya), mampu berpikir kritis, tanggap terhadap setiap perubahan, dan mampu menyelesaikan masalah. Dosen tidak boleh hanya datang ke kampus melulu untuk mengajar saja. Kemampuan untuk mengelola kelas saja tidak cukup lagi. Dosen diharapkan bisa menjadi pemimpin dan agen perubahan, yang mampu mempersiapkan anak didik untuk siap menghadapi tantangan global di luar kampus. Selain orang tua peran dosen dalam mengarahkan masa depan anak didiknya sangat signifikan. Bisa dibayangkan apa jadinya kalau dosen tidak siap menghadapi semua tantangan dinamika pendidikan abad 21 ini, yang nota-bene masih terus akan berubah.
Dalam konteks dosen profesional dengan semangat tinggi, ia akan selalu memiliki inisiatif, gigih, tidak putus asah dan tidak gampang menyerah. Sebaliknya, ia akan jarang mengeluh. Dan hatinya akan senantiasa berbunga kata “There are two kinds of days:good days and great days” atau hanya ada dua macam hari: hari baik dan hari sangat baik. Dosen dalam dimensi kekinian digambarkan sebagai sosok manusia yang berakhlak mulia, arif, bijaksana, berkepribadian stabil, mantap, disiplin, santun, jujur, obyektif, bertanggung jawab, menarik, mantap, empatik, berwibawa, dan patut diteladani.
Dengan sosok kekiniannya, seorang dosen harus manjadi manusia yang dinamis dan berfikir ke depan(futuristic) dengan tanda-tanda dimilikinya sifat informatif, modern, bersemangat, dan komitmen untuk pengembangan individu maupun bersama-sama. Dan yang tak kalah penting, dosen diharuskan mampu menguasai IT, atau setidak-tidaknya mampu mengoperasionalkan. Dosen diharapkan benar-benar mampu mengajak mahasiswanya siap dalam menghadapi tantangan zaman.
Sebagai dosen profesional juga wajib tumbuh dalam dirinya jiwa semangat dan sebagai penyemangat. Untuk yang satu ini, hal mendasar yang harus dimiliki dosen adalah kekayaan pengetahuan dan kompetensi materi yang akan diajarkan. Tanpa itu, mustahil dosen akan dapat mengajar dengan baik, lugas dan lancar. Keminiman penguasaan materi dan wawasan pendukungnya akan mendosenng dosen pada keminderan dan bahkan merasa takut berhadapan dengan mahasiswa.
Dalam Jurnal Educational Leadership 1993 (dalam Supriadi 1998) dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang dosen dituntut untuk memiliki lima hal: (1) Dosen mempunyai komitmen pada mahasiswa dan proses belajarnya, (2) Dosen menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada mahasiswa, (3) Dosen bertanggung jawab memantau hasil belajar mahasiswa melalui berbagai cara evaluasi, (4) Dosen mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya, (5) Dosen seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Dengan adanya persyaratan profesionalisme dosen ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil dosen Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu; (1) memiliki kepribadian yang matang dan berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat; (3) keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan (4) pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi dosen yang profesional.
Apabila syarat-syarat profesionalisme dosen di atas itu terpenuhi akan mengubah peran dosen yang tadinya pasif menjadi dosen yang kreatif dan dinamis. Pemenuhan persyaratan dosen profesional akan mengubah peran dosen yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, dosen memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator.
Pengembangan profesionalisme dosen menjadi perhatian secara global, karena dosen memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas dosen adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja dosen harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional.
DAFTAR RUJUKAN
Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Mudyahardjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Zamroni. 2001. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publishing