top of page

Kemenristek Bolehkan Lulusan D4 atau S1 Menjadi Dosen


SYARAT menjadi dosen atau tenaga pengajar di perguruan tinggi bukan lagi gelar Master atau Sarjana S2, melainkan kompetensi atau keahlian. Demikian ditegaskan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir.


Karenanya, Kemenristekdikti membuat terobosan kebijakan mengenai syarat seorang pengajar atau dosen di perguruan tinggi. Jika selama ini syarat seorang dosen harus bergelar ijazah S2, maka ke depan sudah tak menjadi syarat utama lagi.


Menurut Nasir, seseorang yang tak memiliki gelar tapi kompetensinya sangat baik, juga harus diberi kesempatan untuk mengajar di hadapan para mahasiswa.

"Yang tadinya dosen harus S2, nanti S1 atau D4 juga boleh,” kata Nasir di Semarang, Senin, 5 Desember 2016, seperti dikutip Tempo. Nasir memberi catatan, orang yang kompeten tersebut harus mengantongi kualifikasi dari Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Kualifikasi KKNI ada jenjang atau level mulai dari 1 hingga 9. Level 5 setara dengan diploma, level 6 setera dengan sarjana, level 7 setara profesi, level 8 setara dengan S-2, dan level 9 setara dengan gelar doktor. Ditegaskan Nasir, seseorang yang ingin mengajar tapi tak punya gelar akademik, harus memenuhi syarat KKNI minimal level 8.

Nasir menilai, banyak sekali orang yang memiliki kompetensi tapi tak bergelar. Potensi ini harus dimanfaatkan di dunia kampus. Tujuannya agar dunia kampus semakin memiliki dinamika yang lebih baik.

“Sehingga orang tak harus berburu mencari ijazah. Sebaliknya, kompetensi menjadi sangat penting sekali,” kata Nasir. Nasir menambahkan, perguruan tinggi juga bisa memberikan gelar doktor honoris causa terhadap orang yang tak memiliki gelar S1. Nasir menyatakan, saat ini bangsa Indonesia harus melihat kondisi riil di dunia. Banyak orang yang memiliki keahlian tapi tak memenuhi syarat akademik. Padahal, kompetensi orang tersebut sangat berpengalaman dalam bidang tertentu. Ia mencontohkan langkah Universitas Diponegoro Semarang yang telah memberikan gelar doktor kehormatan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan dan Susi Pudjiastuti. Padahal, Susi tak memiliki gelar S-1. Ia sudah keluar saat kelas II di SMA 1 Yogjakarta. Rektor Universitas Diponegoro Semarang Yos Johan Utama mengakui kompetensi seseorang bisa dilihat dari keahlian dan kecakapannya. Seseorang yang memiliki ilmu tinggi tak harus bergelar akademik.


“Maka kami juga berani memberikan gelar untuk menteri Susi,” kata dia. Yos menambahkan bahwa orang pandai tak harus muncul dari perguruan tinggi. Syarat Dosen Menurut UU

Syarat menjadi dosen minimal S2 tercantum dalam dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pasal 46 Ayat (2) UU Guru dan Dosen menegaskan, dosen memiliki kualifikasi akademik minimum lulusan program magister (S2) untuk (pengajar) program diploma atau program sarjana; dan lulusan program doktor untuk program pascasarjana. Namun, dalam ayat berikutnya disebutkan, setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen.

Dosen S1 Masih Boleh Mengajar Hingga 2015 Pemerintah memberikan tenggang waktu selama 10 tahun atau hingga Desember 2015 bagi dosen S1 untuk mengajar. Jika dosen S1 tersebut tidak segera melanjutkan kuliah atau lulus S2, maka dosen tersebut tidak diperbolehkan mengajar. Beberapa kemungkinan yang bisa saja terjadi:


  1. Dosen tersebut langsung dikeluarkan.

  2. Dosen tersebut diturunkan pangkatnya sementara, dari dosen menjadi pegawai akademik. Bisa menjadi dosen lagi jika sudah lulus S2. Bisa juga dialihkan menjadi laboran maupun ditempatkan di unit-unit yang ada di perguruan tinggi tersebut.

  3. Dosen tersebut dipasangkan dengan dosen lain yang sudah S2. Secara resmi mata kuliah tersebut diampu oleh dosen S2, sedangkan dosen S1 tersebut tidak dicatat/dilaporkan.

Syarat minimal S2 ini sebenarnya tidak terlalu sulit, jika dibandingkan dengan syarat menjadi dosen di perguruan tinggi luar negeri yang harus S3.


selama ini hanya lulusan magister atau doktoral (S2 atau S3) saja yang dapat menjadi dosen di perguruan tinggi sesuai dengan aturan Undang-Undang No 14 tahun 2005. Namun demikian dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) nomor 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), Nasir menjelaskan lulusan S1 dengan kemampuan profesional dan disetarakan, dapat mengajar di perguruan tinggi. Nasir menegaskan berbekal perpres itu, seorang yang berlatar belakang pendidikannya punya pengalaman manajerial di S1 atau D4 bisa mengajar. Selama ini, Nasir mengaku ada beberapa lulusan S1 ataupun D4 yang tidak bisa melanjutkan kuliah ke jenjang lebih tinggi karena alasan tidak ada jurusan yang selinier. Ditambah lagi kata Nasir, perpres ini akan menjawab persoalan perguruan tinggi yang masih kekurangan dosen. Namun, PT tersebut memiliki tenaga pengajar profesional yang kompentensinya diakui, sehingga dinilai dapat mencetak lulusan yang lebih baik. “Contoh di satu perguruan tinggi, dosennya kurang, S2-nya. Tapi dia punya dosen D4. Tapi pengalaman profesionalnya, dia punya sertifikat namanya international maritime organization, organisasi maritim dunia dari AS. Ternyata sertifikasi itu gradingnya dibandingkan S2 jauh lebih tinggi,” beber Nasir. Nasir pun memastikan jika perpres ini tak akan menabrak undang-undang yang ada dan tidak perlu melakukan revisi undang-undang. Sejauh ini menurut Nasir, penerapan tenaga pengajar profesional yang diakui ini sudah dilakukan namun masih terbatas pada pendidikan vokasi seperti politeknik Elektronika Surabaya, Polimarine di Semarang, Politeknik Manufaktur dan ISI. "Ada Didik Nini Thowok. Pendidikannya apa itu. Dia enggak punya pendidikan tinggi. Itu kalau sama S3 yang seni, kira-kira pintar mana? Satu contoh itu,” ujar Nasir. Penentuan kualifikasi tenaga pengajar profesional tersebut nantinya dilakukan oleh masing-masing perguruan tinggi. Selanjutnya, PT akan melaporkan kepada Kemenristekdikti.


Info lebih lanjut simak berita berikut :

http://www.kopertis12.or.id/2017/08/30/tata-cara-agar-lulusan-s1-dan-d4-legal-menjadi-dosen.html


Simak video berikut :



bottom of page