top of page

Masyarakat harus Berhati-hati, Banyak Perguruan Tinggi tidak Sehat


Kemenristekdikti mengingatkan, masyarakat harus berhati-hati dalam memilih perguruan tinggi (PT), khususnya PT swasta. Sebab, saat ini banyak PT termasuk dalam kategori tidak waras alias sakit. Masyarakat perlu mencermati kondisi PT, terutama rasio dosen dengan mahasiswa. Masyarakat mengetahui hal itu, karena datanya terbuka bagi masyarakat di laman PDPT (Pangkalan Data Pendidikan Tinggi). Di sana datanya lengkap supaya masyarakat dapat menilai, mana PT yang waras dan mana yang tidak.


Pemerintah, selalu mengimbau masyarakat agar menjauhi perguruan tinggi yang tergolong tidak waras. Apabila perguruan tinggi tersebut dijauhi, yakin secara perlahan institusi pendidikan tersebut akan tutup sendiri secara alamiah. Berdasarkan ketentuan pemerintah, kriteria PT yang waras terkait rasio dosen-mahasiswa, adalah 1 : 20 untuk kelompok IPA dan 1 : 30 untuk kelompok IPS. Sebagian besar perguruan tinggi negeri telah memenuhi ketentuan tersebut. Namun, masih banyak PT swasta yang tingkat rasionya tergolong tidak wajar, yakni 1 : 700.


Pemerintah Cabut Izin 25 PTS, Masyarakat Diminta Cermat Memilih Perguruan Tinggi


Ke-25 perguruan tinggi swasta (PTS) tersebut adalah bagian dari 192 institusi pendidikan tinggi yang ditutup selama dua tahun terakhir. Kasusnya bervariasi, mulai dari kelemahan administrasi, konflik internal, hingga jual-beli ijazah. Adapun secara keseluruhan perguruan tinggi yang aktif terdata 4.560 perguruan tinggi negeri dan swasta.


Kepala Subdirektorat Pengendalian Kelembagaan Perguruan Tinggi (PT) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Henri Tambunan, menegaskan, ke-25 PTS tersebut sudah diberi kesempatan untuk berbenah selama 6-12 bulan, tetapi tidak berhasil. ”Terhadap PTS pelaku pelanggaran berat, seperti jual-beli ijazah, langsung ditutup karena sudah tergolong kriminal,” kata Henri. Direktur Pembinaan Kelembagaan Kemristek dan Dikti Totok Prasetyo menuturkan, ada tiga alasan utama penutupan PTS itu. Semuanya berkait dengan standar nasional pendidikan tinggi, yang meniscayakan penjaminan mutu di segala aspek, termasuk kelembagaan, dosen, dan tridarma perguruan tinggi.


Alasan pertama, PTS mengajukan kepada Kopertis serta Kemristek dan Dikti agar memberi mereka izin menutup diri. Faktornya, peminat PTS tersebut sudah tidak ada sehingga operasional tak berkelanjutan. Kedua, PTS tersebut secara faktual sudah tak ditemukan. Di pangkalan data pendidikan tinggi Kemristek dan Dikti PTS tersebut masih berstatus aktif atau dalam pembinaan. Akan tetapi, ketika diverifikasi, gedungnya sudah tak ada atau beralih fungsi.


Adapun alasan ketiga, PTS terbukti melakukan pelanggaran, mulai dari ringan, sedang, hingga berat. Untuk pelanggaran ringan dan sedang, misalnya konflik internal yayasan atau tidak disiplin dalam menjamin mutu, PTS diberi waktu 6 bulan untuk berbenah. Jika masalahnya karena kekurangan dosen, PTS diminta segera merekrut dosen tetap yang berdisiplin ilmu linear dengan program studi. Apabila konflik melibatkan antar-pengurus yayasan, dianjurkan menyelesaikannya, termasuk melalui pengadilan. ”Jika 6 bulan tuntas, maka kementerian memberikan toleransi 6 bulan lagi. Tetapi, kalau sudah setahun masalahnya belum juga beres, terpaksa ditutup,” ujar Henri.


Contoh PTS yang beroperasi tanpa izin adalah Politeknik Negeri Timika di Papua. Pengurusnya tak pernah mengajukan izin pendirian PTS, tahu-tahu sudah membangun gedung dan merekrut mahasiswa. ”Ini tergolong penipuan publik. Selain ditutup, kasus ini juga kami ajukan ke kepolisian,” ujar Henri. Adapun contoh PTS yang ”menghilang” ialah Sekolah Ilmu Manajemen IMNI. Di pangkalan data kementerian, lembaga ini berstatus dalam pembinaan. Ketika Kompas mendatangi alamatnya di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, ternyata gedungnya sudah dijual. Demikian pula dengan kampus cabangnya di Gondangdia, Jakarta Pusat. Gedungnya sudah dibongkar, berganti menjadi perkantoran.


Sementara itu, di Sumatera Utara, 18 PTS terancam ditutup akhir tahun ini. Mereka sudah diberi kesempatan setahun terakhir untuk memenuhi syarat-syarat mendasar, yakni lahan dan gedung kampus, kecukupan dosen, mahasiswa, dan struktur organisasi. ”Namun, hingga kini belum ada perbaikan,” kata Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut Dian Armanto.

Ketua Umum Pengurus Pusat Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Thomas Suyanto mengatakan, penyelenggara PTS harus berkomitmen pada mutu.


Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir mengatakan, pendidikan tinggi bermutu tidak bisa instan, tetapi mengutamakan proses. Perlindungan kepada masyarakat untuk mendapatkan layanan pendidikan tinggi bermutu salah satunya dengan menyediakan pangkalan data pendidikan tinggi yang dapat diakses di laman forlap.ristekdikti.go.id. ”Jika ada yang tidak wajar dari proses belajar seseorang hingga mendapatkan gelar sarjana bisa dilacak. Kecurangan dalam pendidikan harus kita perangi bersama,” kata Nasir.


Tips Memilih Perguruan Tinggi Swasta yang Tepat


Mungkin masih banyak masyarakat memandang sebelah mata Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Selain biaya pendidikan mahal, PTS juga dalam hal kualitas, pelayanan dan manajemennya dianggap lebih rendah dari Perguran Tinggi Negri (PTN). Menilik pendapat tersebut, tidak selalu dijamin kebenarannya. Sebab, tidak sedikit kampus swasta yang punya kualitas yang baik, berprestasi, bahkan sebagian lulusannya langsung diterima di pasar kerja. Akan tetapi, sebelum masuk ke PTS perlu berhati-hati agar tidak salah pilih. Banyak hal yang harus diperhatikan calon mahasiswa, sebelum menentukan PTS. Sebab, banyak PTS yang hanya menawarkan janji-janji kepada calon mahasiswanya.


Berikut ini, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih PTS:


Akreditasi Hal utama untuk memilih PTS adalah status akreditasinya.


Izin Operasional Izin operasional PTS juga harus di cermati sebab tidak sedikit PTS yang runtuh di tengah jalan. Akhirnya menelantarkan mahasiswanya, karena tidak memiliki izin operasional dan tidak terdaftar di koordinator perguruan tinggi wilayah setempat.


Biaya Biaya kuliah juga harus di lihat secara mendetail, apa saja yang menjadi kewajiban mahasiswa, Jangan sampai diminta membayar, sesuatu yang idak jelas di tengah-tengah masa perkuliahan.


Jenjang Pendidikan Staf Pengajar Terpenting lagi adalah staf pengajar, sebab staf pengajar di Indonesia harus lulusan Pasca Sarjana S2. Hal ini sangat penting untuk menjamin kualitas.


Jurusan Dalam hal jurusan, anda harus terlebih dahulu mengetahui ketersediaan jurusan yang akan anda pilih nantinya. Jangan sampai masuk ke perguruan tinggi, tetapi jurusan yang anda sukaitidak tersedia.


Jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) Karena Pemerintah sudah memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya kepada Perguruan Tinggi untuk menyusun kurikulum inti. Sehingga kadang ada saja PTS yang asal-asalan menyusun kurikulum. Contohnya,bisa jadi ada satu program studi S1 menjadi 70 SKS (satuan kredit semester).Padahal untuk mencapai jenjang S1, mahasiswa harus sudah menempuh 144 SKS. Untuk itu anda perlu menanyakannya kepada pihak perguruan tinggi yang akan anda masuki.


Sarana dan Prasarana Sering mahasiswa atau para orangtua merasa cukup dan mengetahui kualitas Perguruan Tinggi dengan mendengar dari orang lain atau membaca berita. Oleh sebab itu, perlu kecermatan tersendiri untuk hal satu ini.


Lokasi Pemilihan lokasi PTS juga menjadi catatan. Kampus yang berada di daerah strategis dan lingkungan pendidikan yang banyak kemudahan untuk akses transportasi hendaknya menjadi perhitungan tersendiri.


Simak video berikut : Kuliah Abal-abal, Tak Pernah Ikuti Perkuliahan Ribuan Mahasiswa Diwisuda


SEMOGA BERMANFAAT! TETAP WASPADA.

bottom of page